Bukan Ksatria Baja Hitam: Kenapa sih pergi sama si globe itu? Kok dari pagi nggak bilang aku?
Bukan Ksatria Baja Hitam: Maksudku peta dunia.
Bukan Ksatria Baja Hitam: Nai, jawab dong.
Bukan Ksatria Baja Hitam: Sekarang aku terjebak sama si Ale-Ale ini.
Bukan Ksatria Baja Hitam: Nai, help me!
Bukan Ksatria Baja Hitam: I’m dying here.
Bukan Ksatria Baja Hitam: Alone.
Bukan Ksatria Baja Hitam: Without you.
“Apa sih ni anak?” gerutu
“Aku masih kesel kamu tinggalin sama Aleah kemarin.”“Jadi kamu ngambek sama aku?”“Iya!”“Dasar bayi besar,” ledek Rinai pada Ksatria yang menyetir di sebelahnya.Hari ini mereka pergi ke tailor di mana Ipang sudah menyuruh kelima sahabatnya fitting untuk jas yang akan mereka kenakan di hari pernikahannya nanti. Sebenarnya mereka bisa saja membeli jas mereka sendiri.Tapi melihat kelakuan Kalu dan Ksatria di acara pernikahan terakhir yang mereka hadiri bersama, di mana keduanya kalah taruhan dan malah memakai setelan jas berwarna gold dan silver, Ipang tahu ia harus mengendalikan kelima sahabatnya terlebih dahulu sebelum mereka membuat kekacauan.Bukannya Ipang tidak suk
Leona sedang duduk di teras rumahnya sembari berpikir, apa lagi yang bisa ia lakukan supaya Ksatria mau untuk mencoba menjalani perjodohannya dengan Aleah.Dari sekian banyak perempuan muda di sekitarnya—baik itu yang terang-terangan atau yang diam-diam—menginginkan Ksatria, Leona tak menemukan satu pun yang menurutnya cocok.Tapi ketika di satu hari ia bertemu dengan Aleah, Leona tahu kalau orang seperti Aleah pasti cocok dengan anaknya. Leona hanya ingin Ksatria mulai berpikir untuk hidup dengan lebih serius dan tentu saja menikah.Tidak mungkin kan Ksatria akan melajang selamanya dan terus menerus bermain perempuan?Ketika ia bertemu dengan Aleah secara tak sengaja, Leona langsung tahu kalau Aleah adalah perempuan yang cocok dengan Ksatria.Aleah adalah peremp
Bukan Ksatria Baja Hitam: Kangen :( Kok aku ditinggal sendiri di malam minggu begini?Bukan Ksatria Baja Hitam: Jangan makan ramen lagi sama peta dunia dong, Nai.Bukan Ksatria Baja Hitam: Enaknya makan apa? Sate Padang atau pempek?Bukan Ksatria Baja Hitam: Lagi apa?Ksatria mendengus pelan saat pesannya tidak kunjung dibalas. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.Apa bersama dengan Atlas membuat Rinai jadi lupa waktu dan merasa benar-benar bahagia dengannya?“Ngapain sih mondar-mandir? Kayak setrikaan aja.”Komentar Shahia yang baru turun dari lantai dua dan langsung mel
“Bos Kecil kenapa, Mbak?”“Nggak tahu.”“Tumben Mbak Rinai nggak tahu.”Rinai hanya tertawa mendengar respons Fiona yang terheran-heran. “Aku kan asistennya, Fi, bukan cenayang.”“Yah… kirain gitu Mbak Rinai tahu.” Fiona menggulung mi ayamnya dengan gamang. “Habisnya udah beberapa hari ini Bos Kecil kayak senewen gitu sih. Mana kerjaan jadi banyak banget, udah kayak si Bos mau cuti sebulan aja.”Rinai meringis mendengar keluhan Fiona. Tetapi, ia juga mengiakan dalam hatinya. Sudah beberapa hari Ksatria jadi lebih senewen dan moody. Semua pekerjaan dalam sebulan seperti ingin ia kerjakan hanya dalam seminggu.Hal tersebut membuatnya dan Fiona tentu saja kewalahan. Mereka harus mengatur banyak jadwal yang tiba-tiba dim
Ksatria mengamati sekitarnya dan merasa aman karena tak ada penghuni rumah yang terlihat sejauh ini. Setelah itu, ia kembali melangkah dengan cepat melintasi halaman belakang.Begitu tiba di depan rumah Rinai, Ksatria mengetuk pintu dari kayu jati tersebut berkali-kali.“Nai,” panggil Ksatria diiringi ketukannya. “Ini aku, Ksatria.”“Udah tahu!” sahut Rinai dari dalam yang juga dengan teriakan, membuat Ksatria terkekeh geli.Tidak sampai lima menit kemudian, Rinai keluar dari rumahnya. “Kenapa?” tanya Rinai seraya menutup mulutnya yang menguap.Hari ini adalah hari Sabtu dan Rinai benar-benar baru bangun lima belas menit sebelum Ksatria mengetuk pintunya.Ayahnya sedang pergi dengan ayah Ksatria dan semalam Rinai juga sudah b
Entah sugesti atau memang kenyataannya seperti itu, Ksatria merasa udara di Bogor jauh lebih menyegarkan dibanding di Jakarta.Begitu sudah melewati bagian pemeriksaan tiket, Ksatria mematikan AC mobil dan membuka jendelanya.Rinai mendesah senang dan tersenyum, udara segar selalu berhasil membuat mood-nya membaik.Dan bahkan mampu membuat Rinai lupa mengabari Atlas.“Berani nggak kasih wortelnya?” goda Ksatria pada Rinai ketika mereka mulai mengantre di belakang mobil lain.“Beranilah,” balas Rinai tak terima diremehkan seperti itu oleh Ksatria.Saat ini di pangkuan Rinai sudah ada sekantong plastik besar berisi wortel yang siap dibagikan kepada hewan-hewan di sisi kanan dan kiri jalan.
“Kamu mau aku gendong aja?”“Nggak!” tolak Rinai langsung. “Kamu pikir kita masih bocah SD apa?”Ksatria hanya cengar-cengir. “Emang yang gendongan anak SD aja? Kenapa? Nggak percaya ya aku masih bisa gendong kamu?”“Iya, takut ditenggelamin juga ke danau.”Jawaban Rinai membuat Ksatria tertawa. Lelaki itu menarik tali sling bag yang dikenakan Rinai agar memperlambat langkahnya dan mereka bisa berjalan bersisian.Ksatria sudah memarkirkan mobilnya di area parkir lain setelah makan siang tadi dan mereka sempat berkeliling di area lain juga. Saat ini keduanya berjalan menuju area yang dipenuhi wahana karena Rinai ingin mencoba roller coaster dan rumah hantu yang ada di sana.
“Kita bisa sampai Jakarta agak malem, tapi ya nggak sampai jam sepuluhan juga sih.” Ksatria melirik jam di mobilnya. “Cari makan di sekitar Bogor aja yuk.”“Boleh.”“Lagian kamu nggak bakal bisa tahan laper sampai Jakarta.”Rinai melotot mendengar ucapan Ksatria, tapi Ksatria tidak ambil pusing. Saat tengah melintasi jalanan yang naik turun dengan udaranya yang masih sejuk itu, keduanya bisa melihat bagaimana matahari terbenam di peraduannya.Bagi mereka yang sehari-hari pulang saat hari sudah berubah gelap, melihat matahari terbenam meski dari mobil seperti ini saja sudah merupakan sebuah hal yang patut disyukuri.Bahkan Ksatria lupa kapan terakhir kali ia melihat matahari terbenam.