Leona sedang duduk di teras rumahnya sembari berpikir, apa lagi yang bisa ia lakukan supaya Ksatria mau untuk mencoba menjalani perjodohannya dengan Aleah.
Dari sekian banyak perempuan muda di sekitarnya—baik itu yang terang-terangan atau yang diam-diam—menginginkan Ksatria, Leona tak menemukan satu pun yang menurutnya cocok.
Tapi ketika di satu hari ia bertemu dengan Aleah, Leona tahu kalau orang seperti Aleah pasti cocok dengan anaknya. Leona hanya ingin Ksatria mulai berpikir untuk hidup dengan lebih serius dan tentu saja menikah.
Tidak mungkin kan Ksatria akan melajang selamanya dan terus menerus bermain perempuan?
Ketika ia bertemu dengan Aleah secara tak sengaja, Leona langsung tahu kalau Aleah adalah perempuan yang cocok dengan Ksatria.
Aleah adalah peremp
Bukan Ksatria Baja Hitam: Kangen :( Kok aku ditinggal sendiri di malam minggu begini?Bukan Ksatria Baja Hitam: Jangan makan ramen lagi sama peta dunia dong, Nai.Bukan Ksatria Baja Hitam: Enaknya makan apa? Sate Padang atau pempek?Bukan Ksatria Baja Hitam: Lagi apa?Ksatria mendengus pelan saat pesannya tidak kunjung dibalas. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.Apa bersama dengan Atlas membuat Rinai jadi lupa waktu dan merasa benar-benar bahagia dengannya?“Ngapain sih mondar-mandir? Kayak setrikaan aja.”Komentar Shahia yang baru turun dari lantai dua dan langsung mel
“Bos Kecil kenapa, Mbak?”“Nggak tahu.”“Tumben Mbak Rinai nggak tahu.”Rinai hanya tertawa mendengar respons Fiona yang terheran-heran. “Aku kan asistennya, Fi, bukan cenayang.”“Yah… kirain gitu Mbak Rinai tahu.” Fiona menggulung mi ayamnya dengan gamang. “Habisnya udah beberapa hari ini Bos Kecil kayak senewen gitu sih. Mana kerjaan jadi banyak banget, udah kayak si Bos mau cuti sebulan aja.”Rinai meringis mendengar keluhan Fiona. Tetapi, ia juga mengiakan dalam hatinya. Sudah beberapa hari Ksatria jadi lebih senewen dan moody. Semua pekerjaan dalam sebulan seperti ingin ia kerjakan hanya dalam seminggu.Hal tersebut membuatnya dan Fiona tentu saja kewalahan. Mereka harus mengatur banyak jadwal yang tiba-tiba dim
Ksatria mengamati sekitarnya dan merasa aman karena tak ada penghuni rumah yang terlihat sejauh ini. Setelah itu, ia kembali melangkah dengan cepat melintasi halaman belakang.Begitu tiba di depan rumah Rinai, Ksatria mengetuk pintu dari kayu jati tersebut berkali-kali.“Nai,” panggil Ksatria diiringi ketukannya. “Ini aku, Ksatria.”“Udah tahu!” sahut Rinai dari dalam yang juga dengan teriakan, membuat Ksatria terkekeh geli.Tidak sampai lima menit kemudian, Rinai keluar dari rumahnya. “Kenapa?” tanya Rinai seraya menutup mulutnya yang menguap.Hari ini adalah hari Sabtu dan Rinai benar-benar baru bangun lima belas menit sebelum Ksatria mengetuk pintunya.Ayahnya sedang pergi dengan ayah Ksatria dan semalam Rinai juga sudah b
Entah sugesti atau memang kenyataannya seperti itu, Ksatria merasa udara di Bogor jauh lebih menyegarkan dibanding di Jakarta.Begitu sudah melewati bagian pemeriksaan tiket, Ksatria mematikan AC mobil dan membuka jendelanya.Rinai mendesah senang dan tersenyum, udara segar selalu berhasil membuat mood-nya membaik.Dan bahkan mampu membuat Rinai lupa mengabari Atlas.“Berani nggak kasih wortelnya?” goda Ksatria pada Rinai ketika mereka mulai mengantre di belakang mobil lain.“Beranilah,” balas Rinai tak terima diremehkan seperti itu oleh Ksatria.Saat ini di pangkuan Rinai sudah ada sekantong plastik besar berisi wortel yang siap dibagikan kepada hewan-hewan di sisi kanan dan kiri jalan.
“Kamu mau aku gendong aja?”“Nggak!” tolak Rinai langsung. “Kamu pikir kita masih bocah SD apa?”Ksatria hanya cengar-cengir. “Emang yang gendongan anak SD aja? Kenapa? Nggak percaya ya aku masih bisa gendong kamu?”“Iya, takut ditenggelamin juga ke danau.”Jawaban Rinai membuat Ksatria tertawa. Lelaki itu menarik tali sling bag yang dikenakan Rinai agar memperlambat langkahnya dan mereka bisa berjalan bersisian.Ksatria sudah memarkirkan mobilnya di area parkir lain setelah makan siang tadi dan mereka sempat berkeliling di area lain juga. Saat ini keduanya berjalan menuju area yang dipenuhi wahana karena Rinai ingin mencoba roller coaster dan rumah hantu yang ada di sana.
“Kita bisa sampai Jakarta agak malem, tapi ya nggak sampai jam sepuluhan juga sih.” Ksatria melirik jam di mobilnya. “Cari makan di sekitar Bogor aja yuk.”“Boleh.”“Lagian kamu nggak bakal bisa tahan laper sampai Jakarta.”Rinai melotot mendengar ucapan Ksatria, tapi Ksatria tidak ambil pusing. Saat tengah melintasi jalanan yang naik turun dengan udaranya yang masih sejuk itu, keduanya bisa melihat bagaimana matahari terbenam di peraduannya.Bagi mereka yang sehari-hari pulang saat hari sudah berubah gelap, melihat matahari terbenam meski dari mobil seperti ini saja sudah merupakan sebuah hal yang patut disyukuri.Bahkan Ksatria lupa kapan terakhir kali ia melihat matahari terbenam.
Ksatria menyetir dengan tenang sembari bersiul pelan. Di sebelahnya, Rinai memejamkan mata dan suara Ariana Grande tengah menemani Ksatria menyetir.“Tidur aja cantik,” gumam Ksatria yang sedetik kemudian ingin membenturkan kepalanya ke kemudi mobil.Ksatria tidak buta, tentu saja. Sejak dulu, Rinai memang cantik. Tetapi, Ksatria jarang memujinya karena perempuan itu justru jadi sering mempertanyakan dirinya sendiri dan malah semakin tidak percaya diri.Cantik dari mananya? Kamu ngomong gini cuma buat nyenengin aku ya?Itulah yang sering dikatakan Rinai dulu. Apalagi masalahnya dengan berat badan sempat membuat Rinai jadi diejek orang lain di sekitar mereka, padahal bagi Ksatria hal itu bukan masalah.Rinai yang kelebihan berat badan tapi tulus bertema
Rasanya Ksatria seperti pertama kali mencium seseorang. Padahal kalau Ksatria mau menghitung berapa kali ia mencium seorang perempuan, ia akan memerlukan waktu yang tidak sebentar.Saking seringnya ia mencium perempuan lain.Tetapi, dengan Rinai… semuanya berbeda.Suasana, sentuhan, hingga rasa yang ia dapatkan saat ini… rasanya seperti yang pertama untuknya. Tidak pernah ada perempuan yang bibirnya seperti Rinai.Tidak ada ciuman yang mampu disandingkan dengan ciumannya saat ini.Dengan berat hati, Ksatria menjauh sejenak supaya keduanya bisa bernapas.Setelah beberapa detik, lelaki itu kembali mencium bibir Rinai. Kali ini dengan lebih dalam dan kedua tangannya menangkup wajah Ri
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans