“Lagi tidur Ksatria-nya, Nai.” Leona menengok ke arah pintu kamar Ksatria yang terbuka setengah.
Dari ruang tengah, Leona bisa melihat lampu tidur yang menyala di sisi ranjang dan Ksatria yang tertidur pulas.
“Oh, syukurlah. Udah mendingan ya kondisinya, Tante?”
“Udah sih, meskipun kayaknya masih kelihatan lemes. Tante ajak ke rumah sakit, dia malah nggak mau.”
Rinai tertawa kecil di seberang panggilan tersebut. Leona terlampau khawatir dan Rinai bisa membayangkan, seperti apa penolakan Ksatria ketika tadi Leona menawarkannya untuk pergi ke rumah sakit.
“Mang
Ksatria Auriga Abimayu: Mama nginep di sini.Ksatria Auriga Abimayu: Kamu tidur gih. Udah malem.Rinai Bukan Merek Kompor: Lho, kata Tante Leona kamu udah tidur.Ksatria Auriga Abimayu: Kebangun terus nguping kalian teleponan, hehehe.Rinai Bukan Merek Kompor: Astaga….Ksatria Auriga Abimayu: Udah, sana tidur. I love you, Yang.Rinai Bukan Merek Kompor: I love you too.
Ksatria memasuki The Clouds yang terlihat ramai seperti biasanya. Kalau diingat-ingat, sudah agak lama sejak terakhir kali kunjungannya ke sini yang murni untuk duduk-duduk dan minum sedikit.Akhir-akhir ini Ksatria lebih sering datang ke The Clouds karena urusan pekerjaan. Ia dan sahabatnya kalau sedang bosan memang lebih suka mengadakan meeting mengenai Red House dan The Clouds di sini.Kalau sedang tak ingin pulang kemalaman, baru biasanya di restoran Yogas atau rumah Badai.“Mana yang lain?” tanya Ksatria begitu memasuki ruang VIP yang biasa mereka tempati dan hanya ada Nara di sana.“Belum sampai.”
“Aku udah rapi belum?” Rinai bertanya dengan ragu. Perempuan itu menoleh ke belakangnya, memastikan latar rak buku di ruangan kecil yang difungsikan ayahnya sebagai ruang baca, sudah cukup rapi.“Udah, Sayang. Udah cantik, rapi, siap dipeluk.”Rinai mendecakkan lidahnya. “Yang terakhir kayaknya nggak relevan deh.”Ksatria tertawa, tapi tawanya segera terputus karena seseorang yang merupakan perwakilan dari HRD dan Fiona masuk ke ruang meeting tersebut.Tak lama setelah sebulan yang lalu Rinai mengusulkan pada Ksatria untuk mencari asisten baru, akhirnya Ksatria menjalankan usulan tersebut dibantu oleh
“Gimana asisten barumu? Oke? Lebih ganteng dari kamu nggak?”Ksatria mendengus dan mengambil potongan melon terakhir yang ada di piring Shua. Shua mendelik, kesal karena buah favoritnya diambil begitu saja oleh Ksatria.Hari ini ada agenda kumpul-kumpul di rumah Ipang dan Julie. Karena mereka pasangan baru dan menikahnya pun karena sebuah insiden, sahabat-sahabat Ipang memang masih jarang datang ke rumah pasangan tersebut.Kalau menurut Ksatria, Ipang dan Julie yang akhirnya lengket juga itu perlu diberi waktu berduaan lebih lama, sebelum mereka semua bisa menginvasi rumah si juragan mebel tersebut.Berbeda dengan B
“Kamu emang nggak kerja?”“Harusnya kerja sih, tapi mana mungkin aku nggak jemput kamu. Meskipun rasanya kayak lagi selingkuh sama orang sih, harus ngumpet-ngumpet ke bandaranya.” Shua terkikik geli setelah mengatakannya. “Coba bilang ke aku, kenapa kita diem-diem begini? Kupikir waktu ulang tahunmu aja kamu ke Jakarta nggak bilang dulu ke si Bangsat.”“Biar jadi… kejutan.” Rinai membuka pintu kamarnya dan menghela napas begitu melihat tumpukan kardus yang ada di sana. “Buat Ksatria. Gitu-gitu dia suka kejutan lho.”Dari semua ruangan yang ada di apartemen itu, Rinai malah meninggalkan kamarnya menjadi temp
“Mama titip pesen, katanya besok Abang diminta makan malam di rumah.”“Ada apaan? Tumben,” komentar Ksatria. Lelaki itu memindai isi piring Shahia dan tersenyum saat menemukan kalau bihun di piring ketoprak milik Shahia masih tersisa banyak. “Bagi dong bihunnya.”“Enak aja!” Shahia langsung menjauhkan piringnya dari jangkauan Ksatria. “Sana, beli lagi! Aku juga suka bihunnya.""Pelit," cibir Ksatria. “Kalau sama Rinai, aku pasti dikasih walaupun kadang dia ngomel.”“Karena Mbak Rinai tahu, Abang kalau nggak diturutin resenya bisa seminggu. Tapi karena kita udah ngga
Katanya, manusia yang berencana, Tuhan yang menentukan.Pada akhirnya, itulah yang terjadi pada Ksatria dan Rinai saat ini.Ksatria ingat, diam-diam ia sudah membeli tiket pesawat ke Jogja untuk mengunjungi Rinai, apalagi setelah Rinai tak kunjung mengabarinya soal hasil dari wawancara kerjanya waktu itu.Ksatria pikir, mungkin Rinai gagal mendapatkan pekerjaan itu. Makanya Ksatria berniat datang ke Jogja dua minggu lagi untuk memberi kejutan pada perempuan yang rambutnya sudah melewati bahu di sampingnya ini.“Ngelihatin aku doang nggak bikin kamu kenyang, Sat,” canda Rinai sembari menaruh beberapa potongan daging kambing d
Rinai melangkah masuk ke gedung kantor yang dulu pernah jadi tempatnya bekerja selama bertahun-tahun. Heavenly & Co terlihat lengang karena memang belum jam makan siang saat Rinai tiba.Perempuan di balik meja resepsionis yang tentu saja masih mengenali Rinai, menyapa perempuan itu dengan ramah ketika Rinai hendak menukar KTP-nya dengan access card. Tidak hanya itu, pegawai lain yang kebetulan berpapasan dengan Rinai selama menunggu lift pun ikut menyapa Rinai.Perasaan familier itu melingkupi Rinai sepanjang langkahnya menuju ruangan Ksatria berada. Di lift pun ada yang mengenalinya, salah satu nose yang lumayan sering bertemu dengan Rinai.
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans