Beranda / Romansa / Telat Nikah / Kegagalan Terakhir

Share

Kegagalan Terakhir

Penulis: Lyra Vega
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-21 13:38:17

"Karena Mas Gun ini adalah kandidat tunggal alias enggak ada saingan. Boleh, kan, aku tahu cerita lalu dengan mantan-mantan mas Gun. Saling terbuka gitu, biar ke depannya enggak ada pertanyaan-pertanyaan lagi. Kenapa begini, kenapa begitu? Aku pun akan melakukan yang sama."

Di bangku besi taman kota, uneg-uneg di perut akhirnya tersampaikan juga. Mas Gun duduk terpekur, mengamati pasangan muda mudi yang melintas di depan kami. Lantas menoleh ke arah lain, seakan merangkai jawaban sebanyak dan semampuku bisa mendengar, kalau perlu sekalian mencernanya.

"Namanya Sarah ...."

Menurut versi mas Gun enggak berbeda jauh dengan versi mbak Sarah. Menikah karena perjodohan.

Almarhum Prawira menjodohkan sang putra dengan anak kawan baiknya semasa sekolah dan belum memiliki apa-apa. Keluarga sang sahabat berjasa besar pernah menolong beliau dalam kesulitan hidup. Hingga merasa harus membalas budi.

Kebetulan mbak Sarah belum menemukan jodohnya, lalu Mas Gun telah menyandang status duda.

Semu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Mulyaningsih
kocak " gimana yaa mereka ber2, bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Telat Nikah    Lamaran

    "Kamu suka warna apa, May?" Suara bariton Mas Gun sedikit tenggelam oleh kebisingan sekitar. Entah di mana dirinya menelepon sekarang. "Merah, Mas." Makin seenaknya dia menghubungiku saat berjibaku dengan kertas-kertas laporan. Hanya untuk menanyakan warna kesukaan. "Melambangkan diri kamu, ya, May?" "Bukan, Mas. Melambangkan kertas merah dengan nominal yang paling disukai wanita."Realistis, Cuy!"Berarti untuk seserahan kamu memilih mentahnya saja, May?" Ooh. Jadi ada hubungannya dengan barang seserahan nanti. Merasa berdosa asal jeplak pilih warna. Padahal aku suka segala sesuatu yang bernuansa peach. "Terserah Mas Gun saja. Mau mentah atau matang, insyaa Allah saya terima dengan sepenuh hati." Sudah terlanjur malu, ya, sudah ceburkan sekalian. Kekehan ala suami Raisa menjadi penutup percakapan. Belum kuletakkan lagi benda di tangan, notifikasi pesan masuk muncul di display layar. 'Maaf, ketinggalan, May.' Yang dimaksud ketinggalan adalah emotikon kepala gundul yang memon

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Ambyar di Malam Pertama

    Pagi ini. Aku hanya mengenakan kimono lembut warna biru dengan rambut basah tergulung handuk saat keluar kamar mandi hotel. Kalau ada netijen, mereka pasti bilang cieee ... keramas. Iya, juga. Ini bukan kebiasanku keramas pagi-pagi. Ada apa? Menyapu kanan kiri ruangan luas bertemperatur dingin ini, aku menemukan Mas Gun berdiri dekat ranjang. Membolak-balikan sprei putih itu hingga kelopak-kelopak bunga mawar berhamburan ke lantai. Tempat tidur yang memang sudah berantakan sebelumnya karena gempa bertektonik sekian Skala Richter, semakin berantakan oleh tindakan tak jelas Mas Gun. Oh, iya! Jangan-jangan dia mau mencari bercak darah bukti keorisinilan diri ini. Lah, bukannya dia juga second? Ini namanya diskriminasi kalau seandainya tujuannya demikian. "Mas, ngapain?" tanyaku baik-baik. Belum ada rencana untuk ngegas. Jangan keceplosan, May! Mas Gun enggak jawab, dia meneruskan pencarian bercak yang mungkin tercecer di sudut sprei. Putus asa karena enggak ketemu, suamiku berbal

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Pembuktian

    Aku menggeliat, meraba-raba keberadaan guling. Namun, permukaan guling itu kurasakan berbeda di tangan. Sewaktu lengan ini melingkarinya, ada pergerakan yang sama melingkari pinggangku. Mataku mengerjap, mulanya samar-samar hingga lama kelamaan penglihatanku normal saat mendongak. Senyuman indah terbingkai di sana. "Mas!" Nyaris saja kudorong lelaki itu andai nyawaku belum terkumpul separuhnya sehabis bangun tidur. "Kok, kaget, May?" "M--maaf, Mas." Oh, iya. Dia suamiku. Ini enggak mimpi, kan? Masa jomloku sudah berakhir, kan? Buku nikah! Dimana buku nikah? "May!" Mas Gun mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahku. "Sebentar. Ini sungguhan kan, Mas? Tolong cubit aku!" Adegan Mas Gun mengobrak-abrik sprei dalam lamunan parahku kemarin seperti nyata sekali. Apa pagi ini dia akan melakukan itu saat kutinggal mandi nanti? Tapi enggak adil banget, dia sudah menang banyak sebelum-sebelumnya. "Enggak mau, May. Mendingan saya cium daripada dicubit." Tahu-tahu hidung bangir itu suda

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Rencana Bulan Madu

    "Apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja, May. Sepertinya kamu demam." Mas Gun meletakkan telapak tangan di kening dan leherku. "Enggak usah, Mas. Nanti juga hilang sendiri." Aku meringkuk di balik selimut, sedikit menggigil. "Bisa tolong matikan AC-nya, Mas!" Lelaki matangku menekan tombol off pada remote itu lantas berbaring lagi menghadapku. Dia mengusap pipi dan bibir yang sesekali mendesis menahan hawa dingin menusuk hingga ke sumsum tulang meski telah bergulung bed cover. Mas Gun menyelipkan lengan di bawah kepalaku, menjadi tumpuan pengganti bantal. Sedangkan lengan satu lagi memeluk tubuhku. Hangat. "Maafkan perbuatan saya, May." "Perbuatan yang mana, Mas? Kaya aku ini istri yang terdzolimi saja." "Harusnya saya lebih berhati-hati membimbing kamu. Saya lupa kamu masih belum berpengalaman." Astaghfirullah, Bambang! Mentang-mentang aku demam habis begadang. Haruskah dikait-kaitkan juga? Serba salah jadi pengantin baru. Habis keramas arahnya ke sana, bangun kesiangan dibel

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Let's Go To Bali

    Ada pemandangan mengharukan saat aku keluar dari ruang kerja. Ruangan yang akan segera ditempati orang lain setelah aku membulatkan tekad untuk resign. Ya, ini hari terakhir menginjakkan kaki di tempat yang menjadi saksi bagaimana diriku ikut bersinergi mengembangkan perusahaan papi. Staff-ku berdiri membentuk deretan, seperti hendak memberikan penghormatan terakhir. Jangan-jangan! Istilah itu lebih cocok untuk pahlawan yang gugur di medan perang. "Bu May! Bilang ke saya kalau ini cuma mimpi." Vivi--sekretarisku sesenggukan, sedikit emosional memeluk mantan bosnya. Barang-barang penting dalam kardus yang kudekap kuulurkan pada security untuk dibawa ke mobil. Aku segera membalas pelukan wanita muda berhijab pink itu. Vivi adalah tangan kananku, wajar begitu kehilangan. "Sabar, ya! Insyaa Allah pengganti saya pasti jauh lebih baik," hiburku. Tangisan Vivi menular pada karyawan lain, ada sekitar lima orang di sana. Meninggalkan kubikal masing-masing demi perpisahan mendadak ini. Me

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Bulan Madu New Couple

    "Ayo May!" Sepeninggal petugas resort, Mas Gun membuka pintu kayu selebar dua meter penuh ukiran khas Bali. Aku membuntuti pria yang mengangkut doa koper besar berisi perlengkapan honeymoon selama lebih dari seminggu ke depan. Reservasi kamar kami bertipe single bed private villa. Di dalamnya terdapat satu kamar tidur dengan ranjang super besar. Juga ranjang kecil di sudut ruangan bersebelahan dengan sofa dengan lima bantal berjajar rapi. Fasilitas lain yang bikin betah adalah bath tub yang view-nya menghadap langsung ke alam. Juga kolam renang pribadi dengan suguhan pemandangan areal persawahan terasering hijau di kejauhan. Lelah hampir setengah harian menempuh perjalanan Jakarta-Bali. Aku menjulurkan kaki di gazebo sudut kolam renang. Di sana sudah tersedia dua handuk juga menu untuk lunch yang ditata manis dalam wadah rajutan unik. "Suka suasananya, May?" Suamiku telah berganti pakaian dengan atasan kaos berbahan katun dan celana santai. "Aku langsung jatuh cinta, Mas." "Sam

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Moment Tak Terduga

    "Saya ke toilet dulu, May!" Mas Gun berpamit ke arah berlawanan, usai menjalani prosedur pemeriksaan penumpang di bandara. Ruang tunggu keberangkatan mulai dipadati penumpang dengan tujuan sama. Melirik jam di tangan, jadwal take off kurang lebih satu jam lagi. Aku melangkah ke deretan kursi besi yang hanya terisi satu orang. "Permisi Mbak!" Mengempaskan pinggul tepat di sebelah wanita yang tengah menunduk memainkan tablet, aku menyapa ramah. "Silakan!" balasnya. Sekian detik kami bersitatap, dan detik berikutnya saling terperanjat. "Mbak Purnama!" "Mbak Mayra!" Oh Tuhan. Sesempit inikah Indonesia? Yang terdiri dari jajaran pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu. Lantas harus bertemu dengan masa lalu Mas Gun di tempat ini, saat bulan madu pula. "M--mau pulang ke Jakarta juga?" Kenapa aku yang gugup? Indraguna Prawira sudah sah jadi milikku. Namun, aku wajib waspada. Mantan bisa jadi ancaman dan cobaan. "Iya. Kebetulan, sudah seminggu lebih mengurus bisnis di Seminyak.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Telat Nikah    Daster Pembawa Petaka

    "Minum dulu, Mas!" Sebotol air mineral kusodorkan pada pria yang baru turun dari treadmill. Napas Mas Gun terengah dengan cucuran keringat membasah di baju olahraganya. "Makasih, May." Kepala pria tampanku terangkat, menenggak air dalam botol hingga jakunnya bergerak-gerak. Seksi. Mas Gun menjunjung tinggi pola hidup sehat. Sekali bangun subuh, dia tidak akan tidur lagi. Langsung berolahraga seperti ini. Kecuali saat-saat tertentu, hari libur misalnya, atau sewaktu cuaca mendukung untuk nganu ... bangun siang. Hayo siapa yang ngeres? Aku menyambar handuk kecil yang tersampir di pundak Mas Gun, lalu mengelap keringat di kitaran kening dan lehernya. Sudut bibir tebal itu tersungging, pasti senang kumanjakan. "Jangan ditertawakan, Mas! Sekarang, aku sedang belajar menjadi istri yang baik dan benar." Sudah kularang tertawa, dia malah cekikikan. Apanya yang lucu? Kugelitiki perut six pack yang terbalut kaus ketat itu. "Kamu mood booster saya, May." Mas Gun merangkulku keluar dari r

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23

Bab terbaru

  • Telat Nikah    Extra Part 2

    "Bagaimana, May? Kamu mau kembali ke perusahaan papi? Sudah waktunya papi beristirahat, menemani Mami liburan, juga mengisi masa tua papi bersama cucu-cucu kesayangan papi." Lelaki berambut putih itu menolehku. Aku tak langsung menjawab atau berkata setuju. Belakangan kondisi kesehatan Papi menurun. Pola hidup sehat yang diterapkan kendur lagi seiring banyaknya pekerjaan yang menuntut segera diselesaikan. Namun tidak diimbangi dengan fisik yang memadai. "Mayra perlu membicarakan ini dengan Mas Indra, Pi." Kurangkul bahu Papi hingga mencapai sebuah bangku taman belakang dekat kolam ikan koi kesayangan pria tua tersebut. "Semoga Indra mengizinkan ya, May. Perusahaan Papi butuh generasi mumpuni seperti kamu. Sayang, kalau pengalaman yang kamu miliki disia-siakan begitu saja. Papi yakin, di tangan kamu perusahaan Papi pasti akan terus-menerus berkembang. Mampu menyerap tenaga kerja domestik, serta disegani kompetitor karena inovasi dan ide brilian kamu sering tidak terduga." "Itu kan

  • Telat Nikah    Extra Part (Indraguna)

    "Mas, ayo bangun!" Samar-samar kudengar seseorang berbisik di telinga. "Hmmm." Enggan rasanya membuka mata di saat masih ingin nyenyak bermain di alam mimpi. "Kok, cuma hmm. Ayo cepetan bangun!" Kali ini bahuku berguncang karena dorongan tangan Mayra. "Saya masih mengantuk, May." Kurebahkan tubuh istriku lalu menggulungnya di balik selimut. "Mas!" Dia meronta minta dilepaskan. "Sepagi ini ngapain bangunin suamimu, ha?" "Kan kemarin aku sudah bilang, minta ditemani jogging." Wanita! Selalu sensitif jika ada satu dua orang yang mengomentari perubahan fisiknya. Padahal di mataku sudah ideal. Namun, itu masalah besar jika orang lain yang berkomentar. Terlebih teman-teman yang dia bilang body goal meski sudah berkali-kali melahirkan. Dua tahun lamanya dia menahan diri untuk diet. Itu pun karena aku tak pernah mengizinkan, bahkan menentangnya habis-habisan meski Mayra memohon-mohon. Sekarang, dia seperti tawanan yang telah bebas. Sudah menyelesaikan tugas menyusui Rendra selama du

  • Telat Nikah    Ending

    "Akhirnya, cucu Oma datang juga!" Mama Kantini bungah menyambut sang cucu. Tak sabar ingin meraih bayi yang terlelap dalam lilitan bedongan. Sebulan pasca melahirkan, kami kembali boyongan ke istana Prawira. "Hati-hati, Ma!" Mas Gun meletakkan Rendra dalam pangkuan sang Mama. "Persis seperti kecilanmu dulu, Ndra." Dikecupnya pipi kemerahan itu, gemas. "Iya, dong. Papanya saja ganteng begini, apalagi anaknya." "Aku juga ikut andil kali, Mas." Mas Gun meringis mendapati pinggangnya terkena cubitanku. Narsis sekali, padahal wajah Rendra itu perpaduan antara aku dan papanya. Yah, meski kuakui Mas Gun lebih mendominasi. "Mama kamu marah, Sayang." Bayi tampanku tak terusik meski sang papa mengusili dengan menjawil pipi gembulnya. "Kamar Rendra gimana, Mas? Udah beres semuanya?" "Sudah, dong." Embak-embak asisten sudah menata baju juga pernak pernik milik Rendra di kamar berdinding warna warni tersebut. Pintar sekali suamiku memilihkan desain untuk putra kami. Keempat sisi dinding

  • Telat Nikah    The Real Papa Mama (POV Indraguna)

    "Sudah, Mas. Malu, banyak orang." Mayra mendorong kepalaku. "Itu belum seberapa, May." Semakin mendapat penolakan, semakin gencar aku menggoda. Puluhan kali pipi dan kening itu kujadikan sasaran hidung ini. Tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan bahagia berlebih dalam hati, selain menyalurkannya dengan kecupan juga pelukan. Wajah pucat istriku kembali berbinar, lebih bertenaga setelah dipindahkan ke ruang pemulihan. Bayiku sendiri sedang jadi rebutan kakek neneknya. Sayup-sayup kudengar sedikit keributan di luar sana, ingin bergantian menggendong. "Kubilang cukup, Mas!" Sekarang dia memberengut karena aku membuat insta story tanpa persetujuan. Mayra pasti tidak percaya diri dengan penampilan apa adanya. Wanita! Aku--yang suaminya saja tidak pernah mempermasalahkan. Kenapa dia begitu ribet memikirkan penilaian orang di luar sana. "Biarkan suamimu ini mengekspresikan kebahagiaannya, May." Dia memutar bola mata, malas. Setelah itu pasti akan bilang terserah. Notifikasi tak be

  • Telat Nikah    Welcome To The World

    "Kamu cantik sekali, May." Pria di ranjang sana suka sekali memujiku terang-terangan. Entah berapa ratus koleksi foto yang memenuhi galerinya. Terutama pose-pose sang istri semenjak berbadan dua. Mas Gun senang sekali dengan perubahan bentuk tubuhku. Apalagi di bagian perut. Seringkali menjadi objek jepretan kamera ponselnya. Menurutnya, aku sangat seksi saat mengenakan daster dengan perut gendut seperti ini. "Mas juga tampan," balasku. Memang fakta, memasuki usia kepala empat. Lelakiku kian matang dan awet tampan. Aku sengaja membuka jendela lebar-lebar, untuk sirkulasi udara di pagi hari. Tirai coklat muda kutarik ke pinggir, lalu mengikatnya di bagian tengah. Sebentuk tangan melingkari perutku yang bulat. Meraba pergerakan sang bayi di dalam sana. "Wah, sepertinya dia sedang bermain, May." Calon papa mengusap permukaan perut yang sedikit lancip. "Sekarang lebih anteng, Mas. Enggak intens nendang-nendang." "Mungkin karena dia ada feeling kalau sebentar lagi akan melihat dun

  • Telat Nikah    POV Indraguna

    "Aku enggak mau USG, Mas!" Ada ketakutan di wajah istriku mendengar saran dari beberapa orang terdekat. "Kenapa, May?" Mayra beringsut ke jendela kamar, membuka gorden dan berdiri melipat tangan di sana. Aku menyusul, memeluk perut yang kini membuncit di usia kehamilan lima bulan. "Biar jadi surprise saja." Kegelisahan itu berbeda, entah kenapa di balik kebahagiaan ini, dia seperti menyimpan kekhawatiran. "Sayang. USG itu bukan hanya untuk mengetahui jenis kelamin anak kita saja. Tapi juga untuk melihat kondisi Indraguna junior di dalam sini." Aku mengusap perut Mayra dengan gerakan memutar. "Jadi Mas Gun menginginkan anak lelaki?" "Ya, enggak juga, May. Tadi hanya perumpamaan saja. Mau laki-laki atau perempuan sama saja. Saya tetap bersyukur dengan anugerah luar biasa ini." "Jujur, aku sedikit takut, Mas." Mayra berbalik, menenggelamkan wajahnya di dadaku. Seakan meminta perlindungan dari bahaya yang mengancam. "Takut kenapa, hem?" "Karena aku mengandung di usia yang tak la

  • Telat Nikah    Ngidam

    Jam di nakas masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun, sejak terbangun karena tenggorokanku haus tadi. Sulit mata ini untuk terpejam kembali. Bergonta-ganti posisi tidur pun tetap membuatku merasa tak nyaman. Aku gelisah. Bukan karena memikirkan persoalan berat. Namun, tiba-tiba saja terlintas ingin memakan sesuatu. Makanan yang tidak tersedia di rumah ini, mustahil juga ada yang menjualnya di jam seperti ini. "Mas!" Aku menepuk pundak lelaki yang tengah terbuai mimpi. "Hmmm." Dia hanya menggeliat sebentar, lalu tertidur lagi. "Mas--" Kuguncangkan lagi bahu kekar itu. Kali ini dia terbangun dan langsung terduduk mengumpulkan kesadaran. "Kenapa, Sayang?" Tangan besarnya terulur mengelus pipiku. "Aku--" Ah, bagaimana mengatakannya? Tega sekali aku mengusik suamiku yang tengah beristirahat, setelah seharian penuh bekerja keras. Ditambah mengurus istrinya yang mendadak sensitif dan manja. "Kamu sakit? Muntah-muntah lagi?" Dia menempelkan telapak tangan di kening, lalu beralih

  • Telat Nikah    Sebuah Jawaban

    "Mas! Ada apa?" Kening istriku mengerut. Entah bagaimana meluapkan kebahagiaan tiada tara ini. Usai mengakhiri percakapan dengan dokter Hans, aku tak langsung menjawab pertanyaan Mayra. Beranjak dari kursi, kutarik tubuh wanita yang masih keheranan itu ke dalam pelukan. Erat. Menghujani tiap inci wajahnya dengan kecupan. Tak peduli meski ada Firman dan Rasti di sana. "Mas ... siapa yang menelepon?" "Dokter Hans, Sayang." "Gimana hasil tes terakhirku, Mas?" Mayra mulai tak sabaran saat aku menyebutkan nama dokter yang menangani program bayi tabung kami. "Alhamdulillah ... positif, May." Dia menarik wajah dari dadaku, menatap suaminya ini dalam-dalam. Bibir tipisnya menganga seakan tak percaya. Perlahan jariku mengusap kaca-kaca di sepasang mata indah itu. Namun, sekali mengerjap tetesan bening tetap meluncur di kedua pipi. "Kamu serius, Mas?" Aku mengangguk yakin. "Iya, Sayang." "Alhamdulillah, ya Allah." Mayra kembali memeluk. Untuk beberapa saat kami terdiam, hanya isak yan

  • Telat Nikah    Kado Istimewa

    "Maafkan mama, May." Wanita tua itu menunduk, ada air mata yang tersimpan di sana. Aku membungkuk mensejajarkan tubuh dengan beliau yang terduduk di kursi roda. Menggenggam tangan keriput nan dingin di pangkuannya. "Mayra sudah memaafkan Mama, jauh sebelum Mama meminta maaf." Aku menelungkupkan kepala di pangkuan ibu mertua. Tak lama, kurasakan usapan lembut di bahu. Ada kasih sayang tulus yang tersalur darinya. "Alhamdulillah." Mas Gun yang menyaksikan adegan ini tampak lega. Dirangkulnya dua wanita yang teramat dia cintai. Lantas diciuminya bergantian. Aku kembali. Setelah perenungan panjang tempo hari. Setelah mengumpulkan rekam peristiwa yang kami lalui hingga detik ini. Hatiku cenderung memilih untuk bertahan. Menyambut erat tangan yang juga mati-matian ingin mempertahankanku di sisinya. Menerima segala sesuatu yang tak bisa kuberikan padanya. Tidak ada alasan lagi untuk pergi, karena dia memiliki seribu satu cara agar aku tetap tinggal. "Papa!" Zio muncul dari ruang dalam

DMCA.com Protection Status