Share

Bab 78

Author: Fidia Haya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 78

"Motor N max ini dari Jazuli kan?" ulang Amina dengan suara tertekan.

Ditekannya seluruh emosi yang membakar dada perempuan itu. Sedangkan matanya dengan detail mengamati perubahan sikap Bu Alwi.

Pertanyaan Amina membuat Bu Alwi terkejut. Suaranya melengking tinggi menjawab.

"Enak saja kamu menuduh. Ini dari hasil proyek suami saya! Kami baru membelinya kemarin cash!"

Orang - orang yang melintas di jalan menoleh dan berhenti ingin melihat apa yang terjadi.

Amina mencibir. "Gak usah bohong. Saya tahu pekerjaan Pak RT. Jika ini bukan dari Jazuli, bagaimana Ibu tahu lelaki itu tergila - gila dengan saya? Bagaimana kalian kenal Jazuli yang bukan orang sini!"

Bu Alwi langsung salah tingkah dengan kebenaran yang dibeberkan Amina. “Memangnya kamu saja yang kenal orang kaya itu. Semua orang tahu siapa Pak Jazuli! Dia orang terpandang dan baik hati.”

Amina melengos. “Embel!” Dia merutuk dalam hati. Kelihatan sekali perempuan itu penjilat. Perutnya menjadi eneg.

“Saya tahu siapa Jazuli.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 79

    Bab 79"Tapi Ril, siapa yang akan menjaga keluargaku?" Amina sadar ia butuh uang, tetapi dia tidak bisa meninggalkan keluarganya dalam keadaan kacau seperti ini.Sebuah dilema dan keputusan sulit yang harus ia putuskan, memikirkan antara karir dan keluarganya. Keduanya sama – sama penting baginya saat ini."Amina tenang, kami semua ada di sini untuk membantumu," kata Bude Surti."Iya Mba Amina, serahkan pada kami. Kami akan bergilir menjaga Pakde Mukidi dan mencari Bude Mukidi, " lanjut Mas Pur.Amina bimbang."Besok Ayang harus masuk sekolah juga." Eril semakin memperkuat alasannya untuk mengajaknya kembali ke Jakarta.Amina tersadarkan. Ayang dari kemarin lepas dari ingatannya."Ril, bisakah kamu undur meetingnya barang sehari? Aku tidak bisa memutuskan mendadak begini?" Ia memilin – milin ujung kemejanya."Tidak bisa! Ibu Hesti pemilik RTV akan terbang ke Yunani besok siang setelah meeting bersama kita."Amina tercenung. Dia menarik napas panjang."Berangkatlah Amina, kami akan memb

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 80

    Bab 80Amina tergagap mendengar permintaan Bapak. Dengan kejadian beruntun yang dilaluinya. Apalagi dengan teror Jazuli yang masih mengintainya. Sulit bagi perempuan itu untuk jauh dari Ayang.Namun, jika dia menolak permintaan Bapak. Amina khawatir akan membuat kesehatannya semakin memburuk.Perempuan cantik itu memandang Eril yang juga menatapnya. Dari sorot mata gadis itu terlihat jelas ia meminta dukungan pria manis itu.Samar, Amina melihat Eril menggelengkan kepalanya.Eril mendekat ke Bapak. "Pak, kami tidak lama di Jakarta, paling cuma 3 hari. Setelah selesai urusan di sana kami segera kembali.""Iya Pak, lagian Bapak masih sakit, kasihan Ayang kalau harus tidur di rumah sakit.""Jangan rayu Bapak, Bapak mau Ayang tetap di sini, nemenin Bapak. Dia satu -satunya yang bisa menghibur Bapak. Titik!"Bapak yang biasanya lembut, berubah kaku dan kolokan. Wajahnya menyimpan kemarahan.Hal itu membuat posisi Amina kian terpojok.Eril meremas rambutnya. Urat - urat dikenangnya tampak m

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 81

    Bab 81Amina memandang wajahnya di cermin. Meskipun make up tebal menutupi wajahnya, tetapi tak bisa menutupi sisa – sisa kelelahan yang tergambar jelas di matanya.Setibanya di Jakarta, Amina hanya tidur beberapa jam. Itupun tidak pulas. Ia masih sering terjaga dan teringat dengan Bapak dan ibunya yang belum diketemukan. “Di mana dirimu Ibu?” katanya lirih."Hey, apakah sudah siap?" sapa Eril manis. Lelaki itu berdiri di depan pintu kamarnya. Dengan memakai celana jeans dan kemeja putih, pria itu tampak menawan."Mmm... sudah." Amina tersenyum lalu mengambil tas di atas meja. "Apa kamu bertemu Ayang, dari tadi ia belum ke sini."“Iya. Dia masih makan ice cream bersama Bik Susi di teras." Eril terus memandang Amina dengan mata rindu."Apakah mau berangkat sekarang?" tanya Amina, membuyarkan pandangan Eril. Dia melenggangkan kakinya keluar kamar.Mata Eril dibuat takjub oleh cara Amina berjalan. Perempuan itu berjalan gemulai. Terusan selutut berwarna pink muda dengan rempel detail yan

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 82

    Bab 82"Bagaimana jika aku tidak mau menikah, Ril? Apakah kamu tetap mencintaiku?" ulang Amina dengan dada berdebar. Ia tahu dirinya memiliki perasaan yang sama dengan lelaki itu. Tetapi dia belum pernah menyatakan perasaannya secara terbuka.Eril memelankan mobilnya, kemudian menoleh dan menatap raut muka Amina dengan lembut. Kebetulan saat itu suara Rizky Febian mengalun lembut. Eril mengikuti sebait lagunya.Selama napas jantung ini berdetak, ku akan selalu menjagamu hingga akhir waktu."Ril, aku serius, ngapain kamu malah bernyanyi?" ujar Amina cemberut."Itulah perasaanku padamu, Amina. Aku tidak tahu apakah perasaan itu akan berubah atau tidak nanti. Tapi aku berjanji akan menjaganya di sini." Eril menunjuk dadanya.Lelaki itu tersenyum manis. "Tidak usah dipikirkan soal masa depan. Biarlah itu rahasia Allah. Lebih baik kita jalani saja setiap hari dengan suka cita. Aku tidak butuh apa – apa, aku hanya mau kamu dan anakmu berada di sisiku. Kita menjaga satu sama lain."Amina men

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 83

    Bab 83Amina menaiki lift dengan terburu - buru menuju apartemennya.Wajah Bik Susi kelihatan cemas. Dia terlihat berjalan mondar - mandir di depan kamar Amina."Ayang apa masih di dalam Bik?" tanya Amina gugup. Dia melemparkan tasnya di sofa."Masih di dalam Bu, dari tadi saya panggil - panggil, tetapi Ayang tidak menyahut. Saya takut ada apa - apa."Amina memanggil - manggil nama anaknya. "Ayang, tolong buka lpintu Nak. Ini Ibu sudah datang."Sama tak ada jawaban. Amina sampai menempelkan telinganya ke pintu. Dia tak mendengar gerakan gerakan sedikitpun di dalam."Eril, bagaimana ini?" Air matanya mulai merebak. Sedangkan raut muka Amina tak bisa menyembunyikan ketakutannya."Bik, tolong ambilkan perkakas di dapur." Eril menggulung lengan kemejanya. Bik Susi melesat seperti burung mengambil apa yang diperintahkan Eril. Beberapa detik kemudian lelaki itu sibuk mencongkel pintu kamar Amina. Hingga keringatnya bergerombol di dahinya.Di belakang pemuda itu, Amina dan Bik Susi menungg

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 84

    Bab 84Amina berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan pikiran mengambang. Setelah perdebatan yang diwarnai drama, akhirnya ia berhasil membujuk Ayang ikut dengannya ke Jember.Bik Susi juga diajaknya supaya bisa menjaga Ayang. Walaupun anak itu sudah mandiri, tetapi Amina merasa tenang ada orang yang membantunya menjaga Ayang.“Tolong, tidak usah diungkit soal omongan Bapak ke Ayang. Sedapat mungkin, jaga perasaan dan kesehatannya.” Eril mengingatkan.“Hmm…” Amina menjawab pendek. Setibanya di Bandara Jember, pikirannya melayang pada sang Ibu. Selama beberapa hari ini ia belum mendengar kabar tentangnya. “Apa ada berita soal Ibu?” tanya Amina dengan khawatir. Ia tahu Eril menyebarkan berita kehilangan ibunya di media sosial.“Nanti aku ceritakan setelah kita menjenguk Bapak,”Amina menangkap teka – teki dalam kalimat Eril. Perasaan takut kehilangan ibunya ia telan sendiri. “Apakah ada kabar bahagia?” Ia bertanya lagi setengah menuntut.Eril hanya tersenyum kecil. “Kamu nanti aka

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 85

    Bab 85Eril kemudian mengajak Dokter Kartika bicara lebih pribadi supaya tidak terdengar orang lain."Tolong jelaskan jelaskan dengan rinci, apakah kejiwaan Ibu Amina sulit disembuhkan?""Bisa, tapi Ibu Amina perlu perhatian khusus, dia tidak boleh stres dan tertekan. Selama ini dia memendam masalah, dan tekanan bertubi-tubi yang dialaminya membuat jiwa Ibu Amina tak kuat dan akhirnya meledak."Eril manggut - manggut. "Apa yang harus Amina lakukan Dok?""Untuk sementara, Ibu Amina harus dikirim ke panti rehabilitasi jiwa dulu. Dia harus berada di lingkungan kondunsif. Nanti saya akan berikan rekomendasi.” Dokter Kartika memandang Eril.“Setelah kondisinya membaik, sebaiknya Amina membawanya ke Jakarta. Berada di dekat cucu dan anak yang dicintainya akan mempercepat proses kesembuhannya,” lanju Dokter Kartika.Eril menggigit bibir bawahnya. Apartemen Amina sempit, dan hanya memiliki satu kamar. Jika dia mengajak ibunya, maka harus pindah ke tempat yang lebih luas. Wanita itu juga harus

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 86

    Bab 86"Istighfar Pak. Apa salah Ibu?" teriak Amina gusar. Ia tidak suka melihat sikap Bapak yang mempermalukan ibunya di depan banyak orang. Perempuan itu lalu merangkul Ibu dan anaknya yang mulai menangis ketakutan.Dada Amina bergemuruh dan bersiap - siap meledak melihat wajah bapaknya yang berubah datar dan bengis.Ibu tidak bersuara dia diam dengan muka polos. Dia malah memakan kue yang dilempar Bapak kepadanya.Emosi Bapak naik melihat sikap masa bodoh Ibu. Dia mengambil kue nogosari yang tercecer di lantai. Kemudian pria tua yang baru sembuh dari sakit itu satu tangannya memegang kepala Ibu dan tangan lainnya menyumpalkannya kue ke mulut Ibu.“Makan ini perempuan gila! Kamu mau lagi huh!”Mulut Ibu kewalahan memakan kue yang dijejalkan suaminya. Matanya sampai melotot.Amina ketakutan.Sementara ibu – ibu tetangga yang membantu di situ tertegun dengan sikap Bapak yang lain dari biasanya. Lelaki yang sangat memuja istrinya, tiba – tiba berulah dan tampak sangat membenci perempua

Latest chapter

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 178 – Last Episode

    Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 177

    Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 176

    Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 175

    Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 174

    Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 173

    Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 172

    Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 171

    Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 170

    Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men

DMCA.com Protection Status