Share

Bab 71

Author: Fidia Haya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 71

Pur cepat menghentikan motornya dan mendekati Ibu Amina. Mesin motor, tetap ia nyalakan sebagai penerang.

“Mas Pur, hati – hati,” kata Eril pelan. Dia khawatir Ibu Amina yang memegang arit di tangannya. Walaupun ia tahu lelaki itu bisa silat.

“Tenang Mas, saya bisa atasi ini.”

Penampilan perempuan tua di depannya itu benar - benar berantakan. Rambutnya yang biasa ia gelung dibiarkan terurai dan awut - awutan.

Jika saja lelaki itu tidak mengenalnya, ia bakalan lari tunggang - langgang melihat wanita berjalan malam - malam sendirian di tengah sawah.

"Bude, mau ke mana?" tanya Pur. "Biar saya anterin."

Ibu Amina, terkejut melihat kedatangan Pur dan Eril. "Gak, kamu pulang saja. Bude mau bunuh orang!" Mata Ibu Amina menyala merah.

"Istighfar Bude. Siapa yang mau Bude bunuh? Ayo kita pulang. Mba Amina, Mba Ajeng, dan Ayang menunggu Bude. Pakde juga tadi telpon bingung nyari Bude." Pur memegang tangan kanan Ibu Amina yang memegang arit.

Tangan perempuan itu kaku dan tak mau melepaska
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 72

    Bab 72Sebelum orang lain sadar apa yang dilakukan ibunya, Amina secepat kilat menghambur keluar rumah dan menyambar kain untuk menutupi tubuh sang ibu yang telanjang.Namun, sebelum mencapai sang ibu, kaki Amina terantuk batu, kakinya terkilir dan membuatnya terjatuh terjerembab di atas lumpur. Muka dan sebagian tubuh bagian depan kotor.“Amina!” kata Eril. Dia buru – buru membantu gadis itu berdiri.Amina bangun. “Ibu!” kata Amina sambil menangis dan berjalan tertatih – tatih.Ibu menoleh. Dia tertawa melihat wajah Amina yang belepotan lumpur. “Kamu malam – malam kok malah main lumpur, Nduk. Sana main sama kakakmu di dalam. Bangunkan dia Nduk.”“Oalah, kasihan Bude, dia jadi gila mengetahui anaknya meninggal,” celetuk salah satu pelayat. Tanpa berusaha membantu. Mereka malah asyik menonton aksi Ibu Amina seperti sebuah pertunjukan.Tangis Amina makin deras mengalir mendengarnya. “Pake baju dulu ya Bu, malu dilihat orang.” Amina melilitkan kain menutupi badan ibunya.“Ora! Ibu sumuk.

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 73

    Bab 73"Maaf sayang, aku tak menemukan ibumu," kata Eril lunglai. Ia keliling desa selama dua jam tapi pencariannya nihil.Amina kasihan melihat Eril yang tampak sangat kelelahan dan kedinginan."Masuklah dan bersihkan dirimu, aku mau buatkan kamu minuman hangat," ucap Amina sabar. Dia kemudian mengambilkan handuk dan baju kering untuk Eril, lalu membuatkan teh hangat."Bapak mana?" tanya Eril melihat rumah Amina sepi dan sedikit menakutkan karena masih ada jenazah Ajeng."Kondisi Bapak drop Ril, dia dibawa ke rumah sakit sama Pakde Sule dan istrinya," jawab Amina serak sambil menyodorkan segelas teh hangat untuknya.Reflek, lelaki itu memeluk Amina. Dia tidak berkata apa - apa selain memeluk tubuh wanita itu erat.Merasa dilindungi Amina menangis tersedu. "Aku takut Ril, aku takut Kak Ajeng membawa Bapak dan Ibu," isaknya tertahan.Berada di pelukan Eril membuat hati Amina nyaman, kehangatan menjalar di hatinya."Tenanglah sayang, kita berdoa semoga Bapak dan Ibu tidak apa - apa," bi

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 74

    Bab 74Amina mendesah panjang, mungkinkah orang - orang lupa kalau ada jenazah yang harus mereka urus segera."Aneh, sepertinya ada yang tak beres ini," desah Eril. Ia mengerti kegalauan Amina."Mandikan dulu Ayang, biar aku coba cari tahu kenapa orang - orang belum datang ke sini," kata Eril menatap iba pada Amina.Perempuan yang dicintainya itu tampak layu, lingkaran hitam menghiasi wajahnya.Lelaki itu makin salut dengan Amina. Dia masih tenang, meski tengah menghadapi tsunami kehidupan yang memporak - porandakan rasa nyamannya."Bagaimana caranya Ril?""Aku mau ke rumah Pak RT." Tanpa menunggu persetujuan Amina, Eril bergegas mengambil kunci motor Bapak.Baru saja hendak melangkah. Dia mendengar suara Mas. Pur dan Kang Parman di luar."Assalamualaikum...'"Waalaikum salam, mari masuk Mas," ucap Eril senang menyilakan kedua orang itu masuk.Kang Parman dan Mas Pur masuk dan duduk di atas karpet yang telah digelar di ruang tamu."Ada berita gawat ini Mas, Mba Amina mana? Kasihan di

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 75

    Bab 75Atas kesepakatan Amina, jenazah Kak Ajeng dibawa ke rumah sakit di mana Bapak di rawat.Sesampainya di rumah sakit, Amina dan Ayang bergegas ke ruang operasi.Sementara Eril masih mengurus administrasi Kak Ajeng sekaligus Bapak.Dari jauh dia melihat Bude Surti terkantuk - kantuk menunggu. Dia duduk di kursi panjang. Sedangkan Kang Sule, nampak tertidur di samping perempuan itu."Bude," panggil Amina."Bapak gimana?" tanyanya cemas.Bude Surti yang melihat kedatangan Amina dan Ayang kaget."Lho, Amina, Kenapa ke sini? Bapakmu masih di operasi, mungkin sebentar lagi selesai." Bude Surti masih bingung dengan kedatangan Amina. "Kakakmu gimana? Apa sudah selesai pemakamannya?" tanya Bude Surti. Kantuknya hilang setelah melihat perempuan cantik itu.Amina menggeleng. "Belum Bude, saya membawa Kak Ajeng ke sini," ucap Amina sendu."Apa Ajeng hidup lagi?" Bude Surti seperti orang linglung. "Tidak, saya membawa jenazah Kak Ajeng untuk dimandikan dan dikafani, setelah itu baru saya baw

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 76

    Bab 76"Owh, cuma segitu saja harganya Pak RT?" jawab Amina dingin. Dia menutup telpon dan memberikannya pada Pakde Sule."Gendeng! Jangan dikasih dia! Amina!" Pakde Sule geram. "Enak saja minta - minta uang seenak perutnya sendiri."Bude Surti ikut dongkol. "Pantes saja, kehidupan Pak RT glamour, wong kerjanya malakin orang, aku jadi ikutan gemas dengannya Pak!""Nanti aku kasih pelajaran di Bu. Biar dia kapok!"Amina menarik napas panjang. "Gak usah Pakde. Nanti tambah panjang masalahnya."Kemudian Eril menelponnya, Ajeng hendak dimandikan. "Bude, Pakde, saya nitip Bapak dulu. Kak Ajeng mau dimandikan." Amina membuka tasnya dan memberikan sejumlah uang di tangan Bude Surti "Pakailah uang ini untuk keperluan kalian." Amina tahu pekerjaan Pakde Sule dan Bude Surti hanyalah buruh tani."Terima kasih Amina. Soal bapakmu, jangan khawatir, serahkan sama kami."Bude Surti melihat ke Ayang, sikap anak itu sangat manis. Dia sama sekali tak rewel. Ada kerinduan di dadanya memiliki anak sendi

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 77

    Bab 77Hening!Eril bungkam. Dia tidak merespon apapun yang diucapkan Amina sampai mereka tiba di rumahnya.Pria itu tetap diam, dan sibuk dengan ponselnya.Amina kebingungan dengan gelagat tak biasa Eril. Dia menjadi serba salah ketika lelaki itu mendiamkannya. Seribu pertanyaan menyerbu benak Amina. Apakah ada yang salah dengan ucapannya?Usai tahlillan selepas ashar, Eril terlihat bercengkrama dengan Mas Pur dan Kang Parman di teras. Setelah itu dia pergi ke luar tanpa pamit.Amina gelisah.Bude Surti yang datang membantu Amina, diam - diam ia memperhatikan sikap mereka berdua. “Amina, maaf Bude mau tanya?” tanyanya sambil merapikan piring dan gelas.Amina yang sedang menyapu menghentikan aktifitasnya. “Iya ada apa Bude?”“Apa kamu dan Eril sedang bertengkar?” tanya Bude Surti hati – hati.“Gak Bude, kami hanya lelah,” jawab Amina bohong, ia menggigit bibirnya pelan.Bude Surti melihat Amina. “Istirahatlah, biar Bude yang meneruskan menyapu.” Ia kasihan melihat Amina.“Tanggung Bud

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 78

    Bab 78"Motor N max ini dari Jazuli kan?" ulang Amina dengan suara tertekan.Ditekannya seluruh emosi yang membakar dada perempuan itu. Sedangkan matanya dengan detail mengamati perubahan sikap Bu Alwi.Pertanyaan Amina membuat Bu Alwi terkejut. Suaranya melengking tinggi menjawab."Enak saja kamu menuduh. Ini dari hasil proyek suami saya! Kami baru membelinya kemarin cash!"Orang - orang yang melintas di jalan menoleh dan berhenti ingin melihat apa yang terjadi.Amina mencibir. "Gak usah bohong. Saya tahu pekerjaan Pak RT. Jika ini bukan dari Jazuli, bagaimana Ibu tahu lelaki itu tergila - gila dengan saya? Bagaimana kalian kenal Jazuli yang bukan orang sini!"Bu Alwi langsung salah tingkah dengan kebenaran yang dibeberkan Amina. “Memangnya kamu saja yang kenal orang kaya itu. Semua orang tahu siapa Pak Jazuli! Dia orang terpandang dan baik hati.”Amina melengos. “Embel!” Dia merutuk dalam hati. Kelihatan sekali perempuan itu penjilat. Perutnya menjadi eneg.“Saya tahu siapa Jazuli.

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 79

    Bab 79"Tapi Ril, siapa yang akan menjaga keluargaku?" Amina sadar ia butuh uang, tetapi dia tidak bisa meninggalkan keluarganya dalam keadaan kacau seperti ini.Sebuah dilema dan keputusan sulit yang harus ia putuskan, memikirkan antara karir dan keluarganya. Keduanya sama – sama penting baginya saat ini."Amina tenang, kami semua ada di sini untuk membantumu," kata Bude Surti."Iya Mba Amina, serahkan pada kami. Kami akan bergilir menjaga Pakde Mukidi dan mencari Bude Mukidi, " lanjut Mas Pur.Amina bimbang."Besok Ayang harus masuk sekolah juga." Eril semakin memperkuat alasannya untuk mengajaknya kembali ke Jakarta.Amina tersadarkan. Ayang dari kemarin lepas dari ingatannya."Ril, bisakah kamu undur meetingnya barang sehari? Aku tidak bisa memutuskan mendadak begini?" Ia memilin – milin ujung kemejanya."Tidak bisa! Ibu Hesti pemilik RTV akan terbang ke Yunani besok siang setelah meeting bersama kita."Amina tercenung. Dia menarik napas panjang."Berangkatlah Amina, kami akan memb

Latest chapter

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 178 – Last Episode

    Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 177

    Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 176

    Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 175

    Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 174

    Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 173

    Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 172

    Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 171

    Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 170

    Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men

DMCA.com Protection Status