Share

Bab 49

Penulis: Fidia Haya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 49

“Heleh! Miskin saja sombongnya minta ampun,” balas Yu Rahma.

Kamar Yu Rahma yang bersebelahan dengan kamar Ajeng merasa terganggu. Dia mendatangi kamar perempuan itu dengan berkacak pinggang.

“Pergi sana Yu!” Ajeng berusaha mendorong tubuh Yu Rahma yang jauh lebih besar dari dirinya.

Tetapi, sia – sia saja. Tubuh Yu Rahma tidak bergeser sesenti pun.

Mata Yu Rahma tertumpu pada makanan dan sebungkus rokok di atas kardus. Dengan santai perempuan itu mengambilnya. Setelah itu ia melihat teh botol di dekat bantal. “Jadi manusia itu jangan pelit – pelit! Toh makanan gak dibawa mati!”

“Jangan dibawa Yu! Itu punyaku!” Setengah histeris Ajeng mau merebut makanan dan minuman miliknya.

“Wkwkwkwk… itu tadi, sekarang semua ini milikku!” ucap Yu Rahma gembira meminum teh botol dan bergegas pergi ke kamarnya.

Sementara Ajeng terlihat gelisah. Ia bolak – balik di atas kasurnya. Berkali – kali ia melirik jam weker butut di atas kardus. Jantungnya berdetak lebih cepat.

Sementara itu di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 50

    Bab 50 Matahari bersinar sangat terik. Panasnya menyengat menghanguskan kulit. Ajeng berjalan lamban di tepi jalan, memaksa kakinya tetap melangkah meski dengkulnya gemetar sejak dua jam lalu. Peluh bergerombol memenuhi kening Ajeng dan beratus kali ia menyekanya. Panas matahari dan capai tak sanggup ia tahan lagi. Fisiknya semakin lemah, kepalanya pening dan terasa mau pingsan. Ajeng memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon Trembesi. Ia duduk berselonjor dan membuka botol minum lalu menghabiskan isinya yang tinggal seteguk. Mata wanita itu menerawang menembus batas cakrawala. Rumahnya masih 2 km lagi dan ia tak sanggup meneruskan… __________ “Jangan ngomong ngawur kamu Pak. Bagaimanapun Ajeng itu anakmu. Kalau dia mati kamu juga yang sedih!” dengus Ibu Amina. Mukanya menekuk menahan kesal. Bapak tertawa sinis. “Jikalau pun Ajeng mati. Aku gak bakalan sedih! Aku masih punya Amina dan Ayang cucuku yang cantik. Mereka perhatian dan sayang sama kita. Coba Ibu pikir siapa yang

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 51

    Bab 51Make up artis sedang merapikan make up Amina saat bapaknya menelpon. “Assalamualaikum Pak?” jawabnya ramah.“Amina, ibumu belum pulang dari pasar dari tadi sore.” Suara Bapak terdengar risau di seberang.“Mungkin Ibu masih main ke rumah temannya. Apa Bapak sudah telpon Ibu?” Amina berusaha menenangkan diri.“Ibumu gak bawa telepon. Bapak takut ada sesuatu yang terjadi menimpa ibumu.”“Siapa itu?” sela Eril. 5 menit lagi Amina tampil.“Bapak.” Amina menjaukan ponsel dari mulutnya. Kemudian dia melanjutkan percakapannya lagi dengan bapaknya. “Pak, maaf aku harus tampil. Nanti aku hubungi lagi.” Dia buru – buru menutup telponnya.“Ada apa?” tanya Eril melihat raut muka Amina yang tegang.“Ibu belum pulang dari pasar dari sore,” jawab Amina gugup.“Biar aku yang tangani. Kamu tenang saja.” Eril menepuk – nepuk punggung tangan Amina.Amina mengangguk. “Tolong telpon Ayang, apakah dia sudah makan malam?” pintanya dengan mata teduh. Ia tidak tenang meninggalkan anaknya sendirian bersa

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 52

    Bab 52 Tiap kali mendengar nama Ajeng, napas Amina menjadi berat. Ribuan kenangan menyakitkan menorehkan dendam kesumat pada kakaknya. Dadanya seperti ditindih berton – ton batu yang membuat Amina kesulitan bernapas. Keringat dingin mulai mengguyur badannya, kepalanya pusing dan badannya lemas. Perempuan itu berjalan terhuyung ke teras apartemen. Dihirupnya udara banyak – banyak memenuhi rongga kosong. Sedangkan tangannya memegang erat terali besi pembatas. Ayang yang sudah mengantuk mendekati Amina. Tangan kecilnya menarik – narik baju perempuan itu. “Ibu, aku mau nyonyok.” Tangannya menunjuk payudara Amina. Dia tidak bisa tidur sebelum menyusu. Amina menatap Ayang sedih. Ia menelan ludah pahit. Ayang bertumbuh semakin besar tak mungkin dia akan terus menyusui anaknya. Jika dirunut, sebenarnya dirinyalah yang salah, bukan anaknya! Ayang masih suka menyusu, sebenarnya dia hanya membutuhkan kenyamanan seperti Amina. Secara tidak langsung perempuan itu menemukan ketenangan dan str

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 53

    Bab 53 Eril tak bisa berkata – kata. Mulut lelaki itu seketika terkunci dengan pertanyaan Ayang. Ia menunduk sedih. Amina yang mendengarkan percakapan Ayang menangis tersedu – sedu. Ia segera berlari menghampiri anaknya dan memeluknya dengan erat. Ia merasa bersalah telah membuat hidup Ayang berat. “Maafkan Ibu ya Nak. Ibu banyak salah pada Ayang,” ujarnya sesenggukan. “Gak, Ibu gak salah. Ayang yang salah. Ayang janji tidak mau minta nyonyok lagi sama Ibu.” Ayang menjadi bingung ketika melihat ibunya menangis. Makin sedihlah Eril melihat kedua mahluk hidup itu. “Bukan saatnya untuk menangis sekarang.” Dia memegang pundak Amina lembut. Ia bisa merasakan beban yang dipanggul perempuan itu berat. Ia lalu melihat ke Ayang. “Besok kalau ada yang mengejek Ayang lagi. Bilang saja, Om Eril adalah Papa Ayang.” Mata Ayang mengerjap bahagia. “Benarkah? Terus Ayang panggil apa? Om Papa?” tanyanya dengan kepolosan anak – anak. “Jangan ngaco kamu Eril. Ini bukan permainan peran!” protes Am

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 54

    Bab 54Jarak antara Amina dan Eril begitu dekat. Hingga Eril bisa membaui napas wanita itu.Aroma mint menyeruak menerjang pembuluh darah otak Eril.Seketika saraf - saraf tubuh lelaki itu menegang! Sial! Dia menginginkan sebuah ciuman. Eril berusaha menahan diri. "Aku tersanjung dengan kata - kata manismu itu," ungkapnya ringan. Dia mengulum senyum. " Tapi percayalah aku tidak kesepian. Jujur, kehadiran kalian berdua telah membuat hidupku lebih berwarna."Saat itu juga sebenarnya Eril mau membeberkan semua perasaan yang dipendamnya selama ini.Namun, hal itu tidak ia lakukan. Eril khawatir keterus - terangannnya akan mengacaukan kenyamanan Amina bersamanya.Eril diam - diam mengamati pipi Amina yang bersemu merah. "Kita sebaiknya mengobrol di luar. Aku takut pembicaraan kita mengganggu tidur Ayang."Pria itu menggandeng tangan Amina ke ruang tamu. Dia membuka jendela dan korden lebar - lebar, membiarkan angin malam bebas masuk.Hal tersebut ia lakukan untuk menjaga pikirannya tetap

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 55

    Bab 55 "Untuk apa kamu bertanya seperti itu?" ucap Amina. Ia bangun dengan wajah murung. Bayangan Jazuli muncul merobek nanah yang mulai mengering. "Hei jangan diambil hati pertanyaanku. Sebagai managermu yang baik hati, aku hanya ingin tahu," canda Eril. "Aku belum pernah jatuh cinta," ungkap Amina. "Hah! Yang bener. Tak mungkin! Kamu cantik sekali." Eril tak percaya dengan perkataan Amina. "Kamu pasti banyak yang naksir dulu." "Aku tidak tahu. Aku tidak pernah memikirkan hal itu karena aku sibuk mencari uang untuk biaya sekolah. Uang orang tuaku habis untuk membayar hutang pernikahan si bangsat itu!" Menyebut nama Ajeng. Mata Amina berkilat marah, sedetik kemudian matanya mengabur dibanjiri oleh air mata. Ia benci dirinya menjadi begitu cengeng dan sensitif. "Maaf, telah membuatmu sedih." Eril merasa bersalah. Eril melihat jam dinding. "Istirahatlah. Besok pagi - pagi kita ada acara kan? Aku tidak mau kamu mengantuk." “Maukah kamu menungguku hingga aku tertidur? Aku sedan

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 56

    Bab 56 “Amina, aku minta maaf jika perkataanku menyakitimu,” ucap Eril gusar. Dia menarik rambutnya ke belakang. Amina berdiri kaku dan memalingkan mukanya. “Oke, kalau kamu menghukumku dengan cara diam begitu. Aku tidak akan marah kepadamu. Sekarang aku mau ke apartemenku dan besok pagi – pagi aku akan menjemputmu.” Eril membalikkan badannya dan pergi. Amina hanya menangis sesenggukan di belakang pintu, setelah pria itu tidak ada di apartemennya, ia menutup pintu. “Tuhan! Aku benci diriku!” Amina memukul dadanya sendiri. Keesokan harinya. Eril terbangun karena silau oleh cahaya matahari yang menerobos masuk melewati celah korden. Lelaki itu memicingkan mata sebelum meraih ponselnya. Matanya seketika terbelalak. Jam 8 pagi!! “Hah! Gawat! Terlambat!” Buru – buru dia bangun dan memakai sepatu lalu menyambar tasnya. Dengan tergopoh – gopoh dia pergi ke apartemen Amina dan Bik Susi menyambutnya dengan tertawa. “Mas Eril, tadi gak mandi ya? Matanya belekan tuh. Hihihi!” “Hih! Gak s

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 57

    Bab 57Eril melanjutkan perkataannya lagi. “Kalian keji sekali menfitnah Amina. Perempuan yang sedang berjuang untuk masa depannya. Saya tahu Amina, saya tahu track record kesehatannya sejak dia dibebaskan.” Dia memeluk dan meremas pundak wanita itu lembut.Amina menunduk. Setetes air matanya jatuh.Semua penonton terdiam.Melihat situasi yang kurang kondunsif. Host pemandu acara mengambil alih. “Amina saya pribadi salut dengan kekuatan kamu sebagai seorang perempuan. Kamu menginpirasi perempuan di luar sana untuk tetap kuat demi sang buah hati. Semangat,” selanya dengan mata berbinar.Dia lalu melihat ke Eril dan memberikan kode dengan mengedipkan sebelah matanya. “Sorry Bro, gue harus melanjutkan acara ini.” Ia mulai beraksi. “Baiklah, siapa yang mau berjoget lagi nih? Coba keluarkan suaranya yang keras.” Eril menangkap pesan itu, ia lalu menggandeng tangan Amina menuruni tangga panggung.Mereka bertemu dengan Carla dan Amel yang masih menunggu giliran bernyanyi.Amel langsung meny

Bab terbaru

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 178 – Last Episode

    Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 177

    Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 176

    Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 175

    Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 174

    Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 173

    Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 172

    Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 171

    Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag

  • Tawanan Mertua Kakak   Bab 170

    Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men

DMCA.com Protection Status