Bab 34 31082022 Amina dan Eril kaget melihat Ibu Amina berdiri di dekat mereka dengan membawa Ayang di sampingnya. Buru- buru mereka bangun. “Maaf Bu, ini tidak sesuai yang Ibu pikirkan. Tadi saya melompat dari balkon kamar dan secara tak sengaja menimpa Amina,” beber Eril menjelaskan, supaya tak ada praduga yang tidak – tidak. Dia menjadi gugup. “Betul Bu, kami tidak melakukan apa – apa.” Amina turut memperkuat penjelasan Eril. “Hmm, apa benar begitu?” Ibu Amina masih memandang curiga kepada Amina dan Eril. “Kenapa Eril melompat, bukankah ada pintu masuk?” “Apa lagi yang harus Amina jelaskan. Eril menguji nyalinya dengan mencoba melompat ke balkon.” Amina mulai kesal. “Jika kalian bertindak ya tidak – idak lebih baik menikah saja.” “Apa – apaan sih Ibu ini, seenak sendiri menuduh dan memaksa orang untuk menikah. Amina dan Eril tidak ada apa – apa.” “Benar Bu, Ibu salah paham saja.” Berbeda dengan Amina yang tampak emosi, Eril masih sabar menghadapi Ibu Amina yang agak kolot
Bab 35 31082022 Ibu muda yang menggunakan celana legging dan kaos ketat berwarna merah, memandang Ibu Amina dengan jijik. Sedangkan anaknya bermain bola tak jauh dari Ayang. “Hih, saya benar kan? Gak ada anak kecil yang takut rumput, anak Ibu saja yang aneh masak memegang rumput saja menangis jejeritan seperti melihat setan!” jawabnya pedas. “Jaga ya omongan kamu. Anak saya tidak gila, cucu saya juga tidak aneh. Dia diculik orang! Kalau tidak percaya lihat televisi!!” Naps Ibu tersengal – sengal. Dia tidak terima anak dan cucunya dilecehkan orang. Ibu muda itu tertawa terbahak-bahak mengejek Ibu Amina. “Halu kali ye masuk tivi. Memangnya siapa situ?” Ibu Amina mau membalas tapi suaminya datang mencegah. “Sudah Bu, jangan diladeni, gak perlu itu. Kita kembali saja ke restoran. Siapa tahu Amina dan Eril sudah selesai sarapan.” Bapak menggendong Ayang, tangis anak itu telah berhenti lama. Ibu mendengkus kesal dan masih menggerutu hingga ia bertemu dengan Amina dan Eril. “Ibu ken
Bab 36 Amina mengejar perempuan yang mirip sekali dengan kakaknya. Postur tubuh dan gayanya berjalannya serupa dengan saudara kandungnya itu. Ia yakin sekali wanita itu adalah Ajeng meski rambutnya telah dipangkas pendek. Mata Amina detail menelusuri ruang tunggu yang luas itu, kemudian ia menangkap sosok Ajeng masuk ke dalam toilet. Tapi setelah menunggu lama, Ajeng tak muncul. “Asem! Ke mana manusia biadap itu!” rutuk Amina jengkel. Tangannya sudah gatal ingin menjambak rambut kakaknya. Ia lalu melihat jam di tangannya. Seketika dia panik dan berlari menuju tempat Eril dan Ayang. “Semoga Eril tidak marah!” Namun Amina lemas, dia tersesat! Tadi dia lupa di mana Eril dan Ayang menunggunya. Sekarang ia tak tahu bagaimana menemukan Eril dan Ayang. Rasa bingung dan ketakutan mulai menghantam benaknya. Bagaimana ia menemukan mereka? Ia cemas pria itu meninggalkannya sendirian? Sementara dia belum pernah ke Jakarta dengan menggunakan pesawat. Amina berjalan tak tahu arah dengan air ma
Bab 37 04092022 Langkah Ajeng panjang – panjang menapaki lantai Bandara Juanda. Ia berniat keluar dan mencari taksi. Niatnya untuk kabur ke Jakarta pupus sudah setelah Amina mengenalinya. Beruntung ia bisa mengecoh dan lepas dari kejaran Amina. Selama perjalanan, mulut Ajeng tak henti mengeluarkan gerutuan tak jelas. Badannya dari semalam demam, terasa panas dingin, sekujur tubuhnya ngilu dengan kelelahan kronis. Ditambah sariawan parah hingga membuatnya susah makan. Sedikit – sedikit Ajeng mengeluh dengan rasa sakit yang ia derita. Rasa pening di kepalanya bertambah berat. Perempuan itu bersandar di kursi mobil. Tanpa bisa ditolak pikirannya bermain – main lalu melayang pada Wahyu – suaminya. Andaikan ia tidak mata duitan, nasibnya tidak akan begini. Hidup di perantauran sebagai buronan tidaklah menyenangkan. Terlebih, ia harus melayani keganasan seks Bang Tato yang membuat tubuh mulus Ajeng babak belur. Parahnya lelaki itu suka merekam adegan seks nyeleneh mereka. Adegan s
Bab 38 04092022 Reflek Ajeng bangun dan mencari perawat yang berbicara di depan kamarnya. “Siapa yang kena HIV? Apakah yang kalian maksud adalah saya?” Perawat klinik itu bungkam, mengetahui dirinya salah telah membocorkan rahasia pasien. “Sebaiknya kita menemui Dokter dulu Mba, nanti beliau yang akan menjelaskan.” Ia lalu mengajak Ajeng masuk ke ruangan dokter yang berada di depan ruang tunggu. Di sana, Dokter Astiti telah menunggunya. Ia menyapa Ajeng dengan ramah. “Selamat sore Mba, silahkan duduk.” “Dokter, apa betul saya terkena HIV AIDS?” tanya Ajeng tak sabar. Dokter Astiti tidak menjawab, dia memberikan hasil lab Ajeng, “Silahkan dibuka dulu Mba.” Dengan gemetar Ajeng membuka lembaran kertas itu. Sekujur tubuh Ajeng lemas membaca hasil lab. Dunianya seketika runtuh, masa depannya direnggut oleh penyakit yang belum ada obatnya. “Aku kena HIV AIDS?” gumamnya pelan. “Tak mungkin, tak mungkin aku terkena penyakit jahanam itu. Aku sehat!” sangkalnya mentah – mentah. Siapa y
Bab 39 05092022 Bang Tato meletakkan gelas wine di atas meja, lalu menyilangkan tangan ke dada sedangkan kaki kiri diletakkan pada paha kanan. Kemudian terdengat tarikan napas lamban. Wajahnya tampak kaku dan dingin. “Sayangnya aku tidak mau mati bersamamu. Aku masih mau hidup lama. Kalau kamu mau mati, matilah sendiri, tidak usah ajak – ajak.” Mulut lelaki itu mencibir, matanya memandang rendah Ajeng. Mata Bang Tato lekat mengamati tiap perubahan mimik Ajeng. Secara lugas Bang Tato berusaha mengiris makna yang tersirat dalam kalimat Ajeng. Hidungnya keras mencium “bau amis”. Ada sesuatu yang tak beres yang disembunyikan oleh Ajeng. Mau apa Ajeng? Apakah wanita penyuka uang itu ingin membunuh dan menguasai hartanya? Sikap Bang Tato mulai hati - hati. Ia tidak mau tergelincir dalam pusaran jebakan yang ditebar oleh Ajeng. Dia sudah malang melintang terjun di dunia hitam, setidaknya ia memiliki dasar untuk menilai seseorang. Apakah orang tersebut tulus atau berniat buruk. Terleb
Bab 40 07092022 “Bangun Mba! Molor terus! Bayar dulu karcisnya!” Cipto, kernet sopir bis jurusan Surabaya – Jember menepuk – nepuk pundak Ajeng yang tertidur pulas di kursi penumpang. Bukannya bangun Ajeng malah menaikkan kedua kakinya di atas kursi. Sedangkan kepalanya terantuk – antuk, mulutnya menganga lebar mengeluarkan dengkuran yang keras. Penumpang perempuan di samping kursi Ajeng sampai menutup telinga karena istirahatnya terganggu dengan bunyi dengkuran Ajeng. “Mba bangun. Kita sudah mau sampai,” Cipto masih semangat membangunkan Ajeng. Kesabaran lelaki itu menipis. Ia telah membangunkannya berkali – kali, tetapi perempuan itu belum juga bangun. Ia menguncang – guncangkan tubuh Ajeng lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. “Apaan sih, ganggu tidur orang saja!” jawab Ajeng marah. Mulutnya menguap lebar dan mengeluarkan bau alcohol bercampur bau mulut. “Sana, pergi! Jangan ganggu aku.” Kesadaran perempuan itu belum pulih. Ia meneruskan tidurnya. “Dasar pemabuk!” ge
Bab 41 08092022 Berkali – kali Amina menarik napas dalam meredakan panik yang melandanya. Wajah perempuan cantik itu pucat pasi, tangannya gemetar memegang lengan kursi pesawat Garuda yang baru terbang landas menuju Jakarta. Ingatan akan jatuhnya pesawat yang menewaskan seluruh penumpang membuat denyut nadi wanita itu berdetak kian cepat. Ia ingin turun, tapi tak enak hati dengan Eril. Dia memegang dadanya, merasakan napas yang tak beraturan. Sebenarnya Amina meminta menggunakan moda transportasi darat ke Jakarta. Tetapi lelaki itu bersikukuh tetap menggunakan pesawat dengan dalih tak mau membuang – buang waktu. Sembari mengambil napas, Amina menoleh kepada Eril. Namun, Amina tak menduga, pria itu juga memperhatikan Amina. Sejenak mereka beradu pandang. “Eril melemparkan senyumnya pada Amina Senyum Eril membuat Amina gagap. Ia pura – pura membersihkan remah – remah kripik kentang di baju Ayang yang duduk di antara Amina dan Eril. Anak kecil itu sibuk membuka brosur liburan sam
Bab 178 – Last Episode Jantung Amina serasa mau berhenti, wajahnya seketika memucat melihat Mama dan Neneknya Eril hadir di sana. Wanita itu melepaskan pelukannya. “Kenapa kamu memeluk Amina di sini? Lebih baik bawa Amina ke KUA. Jangan bikin malu orang tua!” kata Iswati bengis. Sontak, Amina terkejut. “Kejutan apa lagi ini, Rey?” tanyanya kebingungan. Reynard, Bu Hesti, Pak Mulyadi, dan Diana bertepuk tangan. “Luar biasa sekali acting Bu Iswati ini. Cocok jadi pemeran antagonis,” ucap Pak Mulyadi bersemangat. “Hesti, kamu mestinya ambil dia untuk salah satu sinetronmu?” Bu Hesti tertawa. “Urusan talent, aku kan pakarnya. Bu Iswati sudah aku kontrak. Baru saja kami menandatangi surat – suratnya.” Iswati tersenyum malu. Amina semakin bingung. “Ril… tolong jelaskan semua ini kepadaku?” “Biar saya yang menjelaskan,” kata Bu Hesti. “Amina, seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya mempunyai dua kejutan. Yang pertama adalah kembalinya Eril bersama kita. Dia sangat mencintaimu,
Bab 177 Amina mengenakan baju terbaiknya. Ia mematut dirinya lama sekali di depan kaca. “Ibu sudah cantik, kok,” kata Ayang geli, melihat sikap ibunya yang bolak – balik menatap cermin. “Benarkah? Ibu merasa kurang pede,” kata Amina. “Yang dikatakan Ayang benar. Ibu cantik sekali.” Bik Susi mengacungkan dua jempolnya. Hari ini ia tidak berjualan dengan Amina, karena Reynard mengajak semuanya pergi. Fahri yang telah berpakain rapi lalu memotret sang Ibu dan memperlihatkannya pada Amina. “Ibu cantik!” Anak itu tersenyum bahagia. Amina tersipu, mendapat pujian dari keluarganya. “Ngomong – ngomong, Reynard mau mengajak kita kemana ya, Bik?” Baru saja Amina selesai bertanya, Reynard sudah muncul di depannya. Pakaian dia rapi dan wangi. “Aku akan membawa kalian ke tempat spesial,” jawab Reynard dengan senyum lebar. “Apa kalian semua sudah siap?” “Sudah dong.” “Kalau begitu, mari kita berangkat.” “Mas Rey, kita mau naik apa?” tanya Bik Susi. “Naik mobil dong, Bik. Masak mau naik
Bab 176“Bagaimana kami percaya? Kamu bisa saja mengelak dengan cara menuduh orang lain?” kata Reynard.“Aku juga tidak percaya dengan kalian. Siapa tahu Eril juga berbohong supaya dia tidak mau bertanggung jawab pada Dokter Kartika.” Vincent membela diri.“F*ck,” cetus Eril gusar. “Kita berdua sama – sama terjebak, dan satu – satunya cara kita harus mendatangi datang ke Jember dan menemui Dokter Kartika dan memintanya mengaku siapa lelaki yang harusnya bertanggung jawab.”“Hmm… sorry, pekerjaanku banyak. Aku tidak bisa ikut kalian.”Reynard menyeringai. “Boleh saja kamu begitu, dan aku tinggal menyebarkan soal hubunganmu dengan Dokter Kartika ke media, beres kan?” Ia mengancamnya. “Aku juga tahu, sugar mommymu.”Gigi Vincent gemeretuk. Dia tidak bisa mengelak lagi.***“Dokter Tika, aku kecewa dengan dirimu. Tak kusangka, kamu bisa senekat itu untuk mendapatkan apa maumu. Kamu rela menghancurkan sahabat baikmu sendiri, dan sekarang meminta pertanggung jawaban aku.” Eril menatap mata
Bab 175“Apa kamu yakin ini cara yang akan kamu tempuh, akan membuat Dokter Kartika mengaku?” Reynard menatap Eril dengan was – was. Lelaki itu selalu membuatnya khawatir.“Bagaimana aku tahu, jika aku tidak mencobanya?” jawab Eril datar. “Sumpah demi Allah! Aku tidak pernah meniduri Dokter Kartika, dan sekarang dia meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya.”Pria itu mendengus, kemudian mengambil rokok dan menyalakannya. “Atau kamu punya ide lain?”Reynard menyalakan rokok dan menghembuskannya pelan ke udara. Mereka masih di salah satu café di bandara. Rencananya, Eril mengajaknya ke Jember, menemui Dokter Kartika dan menyelesaikan masalahnya. Setelah itu barulah ia mau bertemu dengan keluarganya dan Amina. “Aku ragu, jalan yang kamu tempuh akan berhasil, mengingat Dokter Kartika itu licik. Jujur aku tidak menyukainya.” Reynard melihat Eril.“Apa kamu tahu, dia menjelek – jelekkan Amina ke media, ke ibumu. Selain itu dia juga menjadi mata – mata Jazuli bersama Amel. Dia perna
Bab 174Eril terhenyak. “M-maksudmu? Amina tidak jadi artis lagi?”Adrien menggeleng. Dia lalu mengajak Eril duduk di living room lalu menceritakan apa yang didengarnya dari Reynard.“Amina bahkan melarang Reynard untuk mengambil mobilmu, meskipun hidupnya sengsara.” Perempuan itu memandang Eril, dengan sendu. “Karena dia sangat mencintaimu Ril.”Mendengar cerita kelabu Amina, Eril menggigit bibirnya. Dadanya dihantam rasa bersalah tidak bisa melindungi perempuan itu.“Aku juga menemui Ibu dan nenekmu, mereka mengharapkan kehadiranmu dan tanggung jawabmu pada Dokter Kartika,” lanjut Adrien. Kedua matanya nanar memandang Eril.Eril memberikan respon. “Tanggung jawab apa? Aku tidak punya hutang apapun kepada Dokter Kartika.”“Apa hubunganmu dengan Dokter Kartika?” tanya Adrien hati – hati. Ia khawatir pertanyaan menyinggung hati Eril.“Teman biasa. Aku mengenalnya karena dia adalah Psikolog Amina. Justru Amina yang dekat dengannya?” Eril menjelaskan.Adrien mengambil napas. “Aku serius
Bab 173BRAKHesti membuka pintu kantor dengan kasar. “Diana!” Ia memanggil sekretarisnya dengan nada melengking tinggi.Diana yang sedang berada dalam toilet, kaget dan buru – buru menghadap Hesti.“Ada apa, Tante?” jawabnya gugup dengan dengkul gemetaran. Baru kali ini ia melihat Tantenya itu sangat marah dan frustasi.“Kenapa kamu tidak pernah memberitahu saya soal Amina? Apa yang kamu kerjakan selama ini?” Hesti melemparkan tas Hermes miliknya ke kursi.Bola mata Diana berputar kemudian naik ke atas, mengingat – ingat kejadian. “Bukankah Tante yang meminta saya, untuk tidak membicarakan soal Amina?” Ia ingat betul, beberapa waktu lalu, Hesti marah besar kepadanya. Gara – gara dia memberikan titipan Amina dari satpam RTV.Hesti kelihatan menghela napas berat. Dia merasa tertohok dan menjadi orang jahat. Diana, tak bersalah, ia saja yang suka memarahinya. “Mana titipan Amina?” tanyanya parau. Ia ingat pernah meminta sekretarisnya itu untuk membuang titipan Amina.Bergegas Diana menu
Bab 172 “Hih, najis aku ke rumahmu,” sahut wirda jutek. Seketika dirinya muak melihat Amina yang masih kelihatan cantik meski dengan sandal jepit dan pakaian sederhana. Amina tersenyum tipis. “Terserah!! Aku tidak mau memaksa. Asal kamu tahu, Bapakmu sudah menyiksaku selama 6 tahun, dan itu sudah cukup menimbulkan trauma berat. Meskipun aku melarat, tak sudi aku mau merebut suami orang.” Perempuan itu menghela napas pendek. “Daripada kamu menuduh sembarangan, lebih baik telepon suamimu sekarang dan tanyakan apakah dia punya selingkuhan bernama Wirda?” Ia menduga arwah gentayangan yang menemuinya semalam adalah selingkuhan suami kakaknya Wahyu. Mereka memiliki nama yang sama. Wajah Wirda tegang, urat di mukanya menonjol sehingga membuat wajahnya kian tua. Gigi perempuan itu gemeretuk menahan emosi. “Bangsat! Kamu sekarang malah berani menyuruhku!” katanya kasar. “Mba, tahan emosimu, lebih baik kita tengok Bapak sekarang.” Wahyu menyeret tangan kakaknya menjauhi Amina. “Amina, maa
Bab 171 Amir, teman Abah Anom mendekati tubuh Jazuli. Ia menaruh tangannya di depan hidung pria itu. “Dia masih bernapas,” katanya. Lelaki itu melihat ke Abah Anom dan Amina. “Selanjutnya, kita apakan dia?” “Amina, Abah menunggu perintahmu. Jika kamu mau dia mati, anak buah Abah bisa menghabisinya dan membuangnya ke tempat yang tak terdeteksi. Kedua orang itu sangat professional.” Dengan tenang Abah Anom mengatakannya. Lelaki itu dulu terkenal sebagai jawara di kampungnya. Ia ditakuti banyak orang. Amina bergidik mendengar penjelasan tuan rumahnya. Sebenci – bencinya dia pada Jazuli, dia takkan mau menorehkan sejarah sebagai otak pembunuh. “Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Nanti saya akan hubungi keluarganya.” Amir dan temannya menggeleng – gelengkan kepala dengan kebaikan hati Amina. Padahal nyawa perempuan itu tadi terancam, tetapi dia malah menolong orang yang mengancam hidupnya. Abah Anom tersenyum kecil. Dia menepuk pundak Amina dua kali. “Kamu memang wanita baik. Abah kag
Bab 170 Serta merta Jazuli menerkam Amina hingga perempuan itu terjatuh ke lantai. Kemudian ia menciumi wanita itu dengan penuh nafsu. “Sudah lama aku menginginkan kamu Amina sayangku!” Kedua tangannya menekan tubuh Amina hingga perempuan itu sulit berkutik. Bau jigong menyeruak dan menusuk hidung Amina. Perut wanita itu bergolak hebat, pingin muntah entah antara rasa jijik dan putus asa. “Lepaskan aku. Aku janji akan membayar hutangmu segera!” Amina meronta berusaha melepaskan cengkeraman Jazuli dan menghindari serangan ciuman Jazuli yang membabi buta. Napas perempuan itu ngos – ngosan. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan pria gaek itu. Jazuli tertawa terbahak – bahak. Semakin Amina melawan, nafsu binatangnya itu kian menggelora. “Aku tidak butuh uangmu, cantik! Aku hanya butuh kamu!” Ia merasa dirinya menang dan berusaha menindih Amina. Tatapan pria itu kian liar menelusuri wajah cantik Amina. Melihat posisi Amina yang terancam, Fahri mengambil tongkot bisbol. Ia men