Ibu yang baik.
Tidak pernah ada patokan seberapa tinggi sebuah kebaikan. Jika sesuatu cukup membuat kelegaan maka itu sudah bisa dikatakan suatu kebaikan. Begitu pun menjadi seorang ibu.
Sayangnya, cenderung orang-orang melihat dari yang kasar saja. Agni mengandung selama tiga kali dan melahirkan tiga orang putri. Dia membuai dan merawat mereka dengan cara yang sama dan metode pengajaran yang sama pula.
Namun, setiap manusia tercipta tidak sama. Ada yang memang terlahir dengan bintang bersinar di tangan mereka seperti halnya Riana dan Aurora dan ada juga yang sinar bintangnya sedikit lebih buram, itulah S
Raanana tidak mendapat undangannya. Tentu saja karena bagi kedua mempelai paruh baya itu, dirinya bukan orang yang pantas untuk dijadikan bagian dari daftar tamu. Sebab Raanana adalah sumbunya, akar dari keputusan yang dibuat Candra Akarsana. Dengan demikian, Raananalah yang pantas disalahkan. Sudahlah! Mau dibolak-balik macam apa juga, hal itu sudah tidak penting lagi. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Yang bisa Raanana lakukan sekarang hanya mengamati dan kemudian membereskan sisa-sisa masa lalu yang mungkin masih bisa dia perbaiki. “Lama nggak jumpa. Apa kabarmu?”&
Sempat terbersit sebuah tanya, dari mana orang-orang itu mengetahui tempat kerja Aurora yang sekarang? Lalu, Aurora teringat akan kejadian ketika sedang pergi mencari kado Natal untuk Kaira bersama Tita. Mobil coklat itu! Iya. Tok! Tok! Tok! Aurora masih memejamkan mata meskipun sudah sepuluh menit lalu terbangun dari tidurnya. Jadi, dengan jelas dia mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk seseorang. Dengan malas Aurora beranjak untuk mencari tahu, siapa gerangan yang sepagi ini mencarinya? “Wake up, Sunshine!” seru sebuah suara di balik sebuah bouquet bunga besar. 
“Hei, kalian mau minum lagi?” Gael dan Baron mengangkat masing-masing gelas mereka yang masih penuh. Mereka ingin menunjukkan pada pria yang menawarkan minuman itu bahwa keduanya tidak sehebat seorang Aaron Theodore Johansson. “Pecundang!” seru Aaron lalu sekali lagi meminum isi gelasnya. Dan dengan segera senyum manisnya seolah memberi tanda agar para wanita penghibur yang dia sewa mendekat dan mulai menunjukkan kepiawaian mereka. “Aku harap dia kembali gila seperti dulu lagi,” ucap Gael seraya meletakkan gelas di ujung bibir lalu sedikit menyesapnya. “Ini kuat s
“Kamu …?” Aurora begitu terkejut dan tidak menyangka akan sampai di situasi ini juga. Dia hendak cepat-cepat keluar dari ruang yang berisi banyak sapu, ember, dan alat kebersihan lainnya itu. Namun, ada yang lebih cepat geraknya. Sebuah ciuman menukik turun mengunci bibir wanita berusia tiga puluh tahun itu. Aurora mencoba menepisnya, namun tidak bisa. Hisapan itu terlalu kuat dan tubuh Aurora terdesak ke dinding ruang kebersihan rumah sakit. Berteriak? Mana bisa? Akhirnya, tidak ada cara lain, kecuali pasrah sampai bibir itu lepas dengan sendirinya. “Aku ingin lagi!”
Hoaaahh! Untuk kesekian kalinya, Aurora menguap. Matanya pedas bukan main. Semalam suntuk dia menjalani shif tanpa memejamkan mata. Ditambah lagi dia harus melewati hampir satu jam bersama seseorang yang perlu tenaga ekstra untuk melunakkannya. Siapa lagi jika bukan si tuan muda kastil putih itu. Pagi ini cuaca juga tidak mendukung, tiba-tiba saja dingin secara ekstrim. Seingat Aurora dia membawa jaket sewaktu berangkat kerja, namun sepertinya tertinggal di laci. Ingin dia kembali masuk lagi ke dalam tempat kerjanya. Sayangnya, niat itu urung sebab saking mengantuknya. “Lembur lagi?” tiba-tiba
“Bukan kamu yang gagal, tapi memang Aaron yang nggak mau.” Kalimat pamungkas yang Gael ucapkan masih terngiang di telinga. Alice juga dengan sangat teliti memeriksa raut muka adik sepupu Aaron itu dan tidak menemukan kebohongan di sana. Gael yang banyak bicara, suka seenaknya, ‘playboy’ kelas kakap, dan sangat menjengkelkan itu jujur belaka. Namun, masih ada yang mengganjal hati wanita itu. Masih ada cukup alasan untuk tidak setuju jika Aaron dan Aurora bersatu. Aaron tidak hanya menjadi salah satu ambisi Alice saja, pria itu juga membuatnya tidak rela dengan semua kelebihan yang Aaron punya.&
“Apa aku mengganggu waktumu, Raa?” Untuk sesaat Raanana tidak mempercayai penglihatannya. Apa yang ada di depannya itu benar Amanda? “Jika iya … .” “Silakan duduk!” potong Raanana cepat setelah memastikan bahwa tamunya pagi ini benar-benar ibu kandung Aaron. Puluhan tahun menjadi menantu dari keluarga bangsawan kaya membuat Amanda Carelia harus menjaga sikap di mana saja, termasuk di depan teman kuliahnya sendiri. Namun, kali ini entah mengapa, wanita itu tampak tida
Dalam hidup Alice selama tiga puluh tahun ini selalu dipenuhi dengan pilihan-pilihan. Namun, entah apa yang terjadi padanya di awal usia tiga puluh satu tahun hingga Alice merasa sudah tidak memiliki pilihan lagi. “Klo gelas itu penuh maka aku akan menuang isinya secara paksa!” putus Alice dengan tekadnya. Anak pertama Surya Praja Pangestu itu masih terlihat cantik seperti biasa. Hari ini dia juga mengenakan busana dari koleksi terbaiknya, kelompok baju-baju yang dia desain khusus untuk diri sendiri dan tidak ada satu pun penggemar baju rancangannya yang bisa memiliki mereka. Seperti biasa pul
“Tidak ada obat lain yang mampu menyembuhkan seorang pria, kecuali wanita yang dia cintai.” Mata Aaron terpejam sempurna dan sebuah senyum tercetak begitu jelas membingkai kedua belah bibirnya. Hari ini mungkin hari yang sama dengan hari lainnya, namun bagi Aaron hari ini sangatlah istimewa. Bagaimana tidak? Wanita yang membuatnya mengikrarkan diri sebagai bajingan sejati kini telah kembali padanya. “Apa kamu suka?” “Mataharinya?” tanya Aurora. Masih dengan posisi yang sama dengan dua puluh menit sebelumnya, membelai terus-menerus rambut pria yang berbaring santai di pangkuannya. Dengan cepat Aaron membuka mata lalu segera bangun. “Apa?” tanya wanita bermata bulat itu dengan tanpa dosa. “Kita nggak lagi bahas matahari, kamu tau itu?” protes Aaron. Aurora tertawa. “Kenapa kamu ketawa? Apa marahku lucu buat kamu?” “Iya,” tukas Aurora. “K
Aurora mengetahui kedatangan Aaron lewat jendela. Dia juga dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan pria itu jatuh bangun dalam kepayahan. Sudah bisa Aurora pastikan, malam ini Aaron sedang dalam pengaruh minuman. Dengan langkah gesa dia menuju bangunan yang dulu menjadi tempatnya mencari biaya pengobatan sang ayah. Masih lorong yang sama sehingga dengan mudah dia melewatinya meskipun sepatu yang dia gunakan haknya cukup tinggi. Dia mendengar suara Aaron yang mendesah dengan kesal menaiki tangga. Semakin dekat dia semakin tahu bahwa pria itu mungkin akan rubuh lagi dalam waktu dekat untuk itulah Aurora semakin mempercepat langkahnya. Deg!&
“Aurora?” kejut Thea. “Kapan kamu datang?” tanyanya dengan binar bahagia dan dengan cepat memeluk teman lamanya itu. Aurora tersenyum, “Sore tadi.” “Kastil ini menyeramkan tanpa kehadiranmu! Tuan Muda benar-benar gila sekarang!” lapor Thea pada Aurora. Dan masih banyak lagi kalimat yang Thea keluarkan dari mulut ceriwisnya, curahan hati yang mungkin lama dia pendam dan tidak tahu harus dia curahkan pada siapa. Namun, isi pokok dari semua celotehan itu tidak lebih dari sekedar fakta yang buram. Yang pasti hanya satu, tuan muda kastil putih itu senantiasa pula
Dia pria yang kaya. Fisiknya rupawan, tinggi, gagah, dan sempurna. Ditambah dengan kemampuannya yang cerdas bahkan ketika dua puluh tahun berlalu dengan dia tertimbun trauma tidak dapat menghentikan sepak terjangnya untuk menjadi satu-satunya yang terpilih mewarisi semua aset milik keluarga. Bukan hanya sekedar dia putra tunggal saja, namun juga karena dia mumpuni. Nick, ayahnya percaya bahwa Aaron bisa mengelola semua yang dia wariskan dengan baik. Kepercayaan itu tidak dilandasi kasih sayang semata ayah kepada anak, melainkan dari segi potensi. Putranya itu memang mahakarya terbaik yang pernah dia miliki. Sampai suatu ketika anak laki-laki semata wayangnya itu membuat keputusan demi keputusan di lua
Dua hari lalu, Raanana datang ke rumah Ken. “Aku mengganggu waktu pensiunmu?” “Sedikit,” jawab Ken. “Syukurlah maka dengan begitu kau pasti berpikir sekarang untuk apa aku menemuimu?” Ken duduk juga menyandingi wanita yang sudah dia anggap seperti ibunya itu. “Dia bersikeras untuk nggak mau memberitahukan alamatnya. Jadi, jangan memaksaku!” ucap Ken seolah sudah tahu maksud kedatangan Raanana.&n
“Di sini dia tinggal?” tanya Amanda pada wanita yang berdiri berkacak pinggang di sebelahnya. Wanita seusia Amanda itu membenarkan letak kacamatanya dan membaca sekali lagi tulisan yang tertera di selembar kertas. Lalu, dengan mantap dia mengangguk. “Kalau berdasarkan catatan dari keponakanmu, memang di sinilah tempat tinggalnya.” Amanda Carelia melihat sekeliling. Rumah di depannya berukuran kecil bahkan masih jauh kalah kecil daripada taman samping kastil tempatnya tinggal selama ini. Namun, begitu tampak sangat rapi dan terawat. Bangunan utamanya ada di tengah di kerumuni oleh tanaman-tanaman bunga dengan berbagai warna. Dan yang membuat berbeda adalah sebuah kedai minuman k
Brakh! Pria paruh baya itu terkejut mendengar suara meja yang sengaja digebrak oleh atasannya. “Hei, Pak Tua!” kata Aaron. “Aku dianggap gila selama puluhan tahun. Tapi, aku lebih cerdas darimu! Aku bahkan bisa membuat laporan semacam itu hanya dengan mata tertutup! Jadi, selama ini apa kerjamu?” teriaknya bertubi-tubi. Baron melirik pengawal yang berdiri tegap di sebelahnya, sesama rekan abdi setia yang berpindah haluan seiring tahta yang beralih dari sang ayah ke putra tunggalnya. Dia tidak sedang bermain mata, melainkan memberikan kode pada rekannya itu bahwa malam ini mereka be
Gael datang menemui Alice seusai sidang yang menjatuhkan vonis pada wanita itu bahwa dia sedang ada dalam gangguan jiwa. Kondisi Alice tidak banyak berubah, kecuali rambut yang tampak kusut dan tatapan kosongnya. Gael menggeleng lemah. Seperti itulah akhir untuk orang yang terlalu mengikuti ambisi dalam diri. “Bisa buka aja borgolnya?” pintanya pada salah seorang petugas yang mendampingi Alice. Gael merasa iba pada wanita itu. “Untuk apa kamu datang? Mau menertawakan aku?” Tidak Gael sangka bahwa dia akan mendengar pertanyaan itu dari Alice yang sudah lesu dan layu.&n
Dua sepupu itu datang hampir bersamaan dan bertemu di perempatan sebuah lorong. Mereka itu Gael dan Ken yang kemudian melihat apa yang Nick lakukan pada Aurora. Mereka juga menjadi saksi bagaimana bibi mereka membela wanita itu. Tentu saja itu di luar dugaan, namun melihat dari yang terjadi sepertinya memang hati seorang ibu lebih mudah luluh daripada seorang ayah. “Aku lelah,” tutur Amanda. Nick diam menatap istrinya. Cinta pertamanya itu terlihat berbeda dari wanita yang dikenalnya selama ini. “Nyonya Johansson, Anda tidak perlu … .”&n