"Selamat pagi, tawananku" sapa Marco, suaranya datar, namun ada sesuatu yang berbeda di dalamnya. Ada kegelisahan, ada ketakutan yang ia coba sembunyikan di balik penampilannya yang tegas.
Hiriety terkekeh lucu, mata abu-abunya menatap kedua pergelangan kakinya yang diborgol dengan rantai panjang yang tertambat pada tiang pilar ranjang. Rantai besi itu berkilau di bawah sinar matahari pagi yang menerobos jendela kamar tidur yang mewah itu.
"Kau benar-benar melakukannya" Hiriety mendesah dramatis, menatap borgol di kakinya dengan ekspresi terhibur. "Aku harus mengakuinya, Valley. Kau lebih gila dari yang kukira."
Marco berdiri sambil menyandarkan bahunya ke dinding dengan tangan terlipat di dada. "Aku hanya memastikan kau tetap di sini."
Hiriety mengangkat sebelah alis, lalu dengan santai menjulurkan kakinya yang terikat rantai. "Dan kau pikir ini akan menghentikanku?"
Marco menyeringai kecil. "Kau tidak bisa pergi jauh dengan itu, Walton." Tatapann
Phantom Rolls-Royce itu melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Washington dengan brutal. Kedua tangan Marco mencengkeram kemudi erat-erat, rahangnya mengeras, dan matanya dipenuhi kemarahan.Pikirannya kacau.Sialan.Dia sudah bilang pada Hiriety bahwa dia tak akan menyentuh Selena lagi. Dia bahkan sudah mulai… melepas obsesi itu. Tapi sekarang, Yurid malah membuat semuanya semakin buruk.Dan yang lebih parah—bagaimana reaksi Hiriety setelah ini?Marco memukul setir dengan keras.Brengsek!Di kursi penumpang, ponselnya bergetar lagi. Nama Yurid tertera di layar, tapi Marco menolak menjawab.Dia menekan pedal gas lebih dalam. Rumah Lily berada di pinggiran kota, sebuah tempat yang cukup tersembunyi dan jauh dari pusat keramaian. Di sana, dia pernah menyembunyikan banyak orang… tapi dia pernah berpikir akan menyembunyikan Selena di tempat itu.Ketika kepalanya hanya dipenuhi dengan Selena
“Bagaimana perasaanmu melihat wanita yang kau cintai dinikahi oleh pria lain?” Hiriety bertanya dengan jahilnya ketika Matthias dan Selena mengucapkan janji suci mereka“Apa saat ini jantungmu terasa sesak?” Hiriety kembali berbicaraMarco menghela napas panjang, menatap pasangan di altar tanpa ekspresi yang jelas. Matanya tetap terkunci pada pasangan yang tengah mengucapkan janji suci mereka di altar—Matthias dengan setelan tuksedo hitam yang sempurna, dan Selena dalam gaun putih yang membuatnya tampak begitu anggun.Jika ini adalah dirinya yang dulu, dia pasti sudah merencanakan sesuatu. Dia pasti akan melakukan sesuatu untuk menghentikan pernikahan itu. Tapi sekarang?Marco justru merasa kosong.Hiriety, di sampingnya, masih menatapnya dengan senyum jahil, menunggu reaksinya seperti seorang penonton yang menikmati drama favoritnya."Sesak?" Marco mengulang pertanyaannya dengan nada datar. "Tidak. Mungkin lebi
Marco mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan malam Washington dengan brutal.Tangannya mencengkeram setir erat, buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengatup, napasnya berat, dan pikirannya dipenuhi hiruk-pikuk emosi yang sulit ia kendalikan.Sialan.Dia tidak bodoh. Dia tahu Hiriety memainkan sesuatu. Dia tahu wanita itu menikmati membuatnya frustasi. Tapi tetap saja...Tetap saja, melihatnya tersenyum seperti itu pada pria lain—melihatnya membiarkan Erasmus menyentuhnya seperti itu—mengguncangnya dengan cara yang tidak bisa ia jelaskan.Dia melajukan mobilnya lebih cepat. Jalanan malam yang sepi memudahkan amarahnya tersalurkan lewat cara yang lebih aman daripada menghancurkan sesuatu dengan tangannya sendiri.Setengah jam kemudian, dia sampai di penthouse pribadinya. Sebuah apartemen luas di pusat kota yang biasanya menjadi tempatnya berpikir dengan tenang. Tapi malam ini? Tidak ada ketenangan.
Hiriety duduk dengan tenang, mengabaikan kakak dan papanya yang menatapnya dengan tatapan tajam“Papa sudah mendengar semuanya dari Matthias. Kali ini penjelasan apa yang kau berikan Hirie?” Caid bertanya dengan nada beratHiriety menghela napas pelan lalu mendongak dengan ekspresi polos. "Penjelasan tentang apa, papa?" tanyanya ringanMatthias, yang sedari tadi diam, akhirnya menegakkan tubuhnya. "Kau tahu apa," suaranya dalam "Kenapa kau bersama Marco Valley?"Hiriety tersenyum kecil "Kau membuatnya terdengar seolah-olah aku melakukan kejahatan, Mattie.."Matthias mendecak pelan, jelas tidak terhibur dengan nada santai adiknya. Caid, di sisi lain, hanya menatapnya dalam, ekspresinya sulit ditebak."Kau tahu siapa Marco Valley, Hiriety" ujar Caid, suaranya lebih tenang tetapi penuh tekanan. "Dan kau juga tahu hubungan keluarga kita dengan keluarganya."Hiriety memutar gelas wine di tangannya, ekspresinya tetap santai. "Te
“Apa saat ini mama akan jadi seperti papa?” Tanya Hiriety setelah terdiam beberapa saat, ditatapnya netra coklat Lova dari bawahLova tersenyum tipis, tetapi tatapannya tetap tajam. “Seperti papa bagaimana maksudmu?”Hiriety mengangkat bahu, masih menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya. “Seperti Matthias dan Papa, yang terus memperingatkanku tentang Marco Valley seolah aku ini anak remaja yang baru mengenal lelaki” gerutunyaDisaat seperti ini, saat bersama Lova, Hiriety bisa bertingkah manja, menikmati posisinya sebagai anak bungsu dan putri tunggal keluarga Walton"Dan kau ingin mama berbeda?" Tanya LovaHiriety mengangkat sedikit kepalanya, menatap Lova dengan mata berbinar jahil. "Tentu saja. Mama selalu berbeda, kan?"Lova tersenyum tipis. "Benar. Tapi itu bukan berarti mama akan selalu membiarkanmu melakukan apapun sesuka hati."Hiriety mendesah dramatis, menjatuhkan kepalanya kembali ke pa
Hiriety berdecak kesal, dia memang sering mendapatkan perintah dari papanya untuk melakukan transaksi namun untuk transaksi kali ini Hiriety tak menyukainya.Masalahnya pria yang melakukan transaksi dengannya adalah salah satu pria yang pernah Hiriety campakkan dan mereka putus tanpa kejelasan“Kau masih sama cantiknya seperti sepuluh bulan lalu” Cary, pria tampan dengan rambut blonde itu menyapa dengan wajah tengilnyaHiriety menghela napas panjang, menatap Cary dengan ekspresi malas. "Dan kau masih sama menyebalkannya seperti sepuluh bulan lalu" balasnya cepat.Cary tertawa kecil, jelas tidak tersinggung. "Ah, Hirie, kau tidak berubah. Selalu blak-blakan."Hiriety menatap pria itu dengan bosan. Dia tidak punya waktu untuk basa-basi dengan seseorang yang masa berlakunya sudah kadaluarsa dalam hidupnya. "Kau ingin menyelesaikan transaksi ini atau hanya ingin mengulang drama lama?"Cary menyeringai, lalu bersandar santai di kursin
Hiriety berjalan keluar dari lobi utama gedung pencakar langit dengan langkah tegas.Suara high heels-nya terdengar jelas di atas lantai marmer, menciptakan ritme yang kontras dengan malam yang hening. Udara dingin menyambutnya saat ia melangkah keluar, tapi perhatiannya langsung tertuju pada sosok yang sudah menunggunya di depan.Marco Valley.Pria itu bersandar santai di mobil rolls royce hitamnya, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, ekspresi wajahnya tenang seperti biasa. Namun, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Hiriety tahu dia tidak sekadar lewat.Hiriety menghentikan langkahnya beberapa meter darinya, lalu menyilangkan tangan di depan dada, menaikkan sebelah alis. "Tak lelah mengintaiku, Valley?" suaranya terdengar ringan, tapi matanya meneliti Marco dengan penuh kewaspadaan.Marco tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Hiriety lama, seolah sedang menilai reaksinya. Lalu, dengan langkah santai, dia mendorong tubuhnya dari mobil
Kurang dari 10 menit mobil mewah itu melaju menuju hotel bintang lima di pusat kota Washington. Sepanjang perjalanan, Marco harus menahan geraman dan hasratnya karena Hiriety yang dengan sengaja menggodanya.Entah itu mengusap pangkal pahanya, mengecup lehernya atau bahkan melebarkan selangkangannya menghadap pada MarcoIni pertama kali Marco berurusan dengan wanita secara langsung dan dia langsung dihadapkan pada ratunyaHiriety adalah sosok yang penuh daya tarik, dan setiap gerakan yang dilakukannya hanya semakin membuat Marco tertegun. Dia berusaha untuk tetap fokus pada jalan, tetapi perhatian dan pikirannya terus teralihkan oleh godaan Hiriety.“Kau tak mau menyentuhnya, Valley?” bisikan penuh godaan itu membuat Marco mencengkram kemudi dengan kuat"Aku sedang mengemudi, Hirie" jawabnya, suaranya sedikit serak. Ia berusaha untuk terdengar tenang, tetapi gemetaran di tangannya mengkhianatinya.Hiriety terkekeh pelan, suaranya
"Hiriety Bedine Walton! Sedang apa kau?!!"Suara Marco terdengar dalam dan berbahaya di seberang telepon.Hiriety menyandarkan punggungnya ke meja di belakangnya, masih di dalam ruangan Erasmus. Dengan senyum nakal, dia melirik Erasmus yang masih berdiri di depannya, dasinya masih tergenggam di tangan Hiriety.“Aku sibuk” jawabnya santai, suaranya penuh godaan.Marco terdiam beberapa detik. “Sibuk dengan siapa?”Hiriety bisa merasakan nada posesif dalam suara Marco, yang justru membuatnya semakin ingin bermain-main dengannya.“Hmm, kau tahu sendiri” balasnya dengan nada sok misterius. “Ada banyak pria tampan di Milan.”Erasmus menahan tawa, tetapi ekspresi matanya tajam, seolah ingin tahu bagaimana kelanjutan percakapan itu.Marco menggeram di telepon. “Hiriety.”Nada suaranya berbahaya.Hiriety tertawa kecil. “Kau tahu, Valley? Aku suka mendengar s
"Aku mendengar semuanya." Suara dingin Matthias terdengar dari seberang.Hiriety menutup mata, mencoba menahan dorongan untuk mengumpat. Tentu saja kakaknya mendengar."Jadi?" jawabnya santai. "Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah, kan?""Aku tidak peduli dengan urusanmu dan Valley" balas Matthias tajam. "Tapi jangan meracuni pikiran istriku dengan omong kosong semacam itu.""Aku tidak teracuni Matthias! Aku hanya—""Kau tak perlu membelanya, Princess" potong Matthias cepat. "Aku sedang menasehati adik bebalku ini."Selena langsung mengatupkan mulutnya, wajahnya semakin merah. Hiriety tertawa pelan. "Oh, Matthias. Aku tidak meracuni istrimu. Kami hanya berbincang santai, kau tahu? Percakapan antara dua wanita dewasa.""Kau tahu maksudku, Hiriety" Matthias memperingatkan. "Selena tidak perlu tahu seberapa ‘bagus’ pria lain selain suaminya."Hiriety terkekeh. "Santai saja. Selena setia padamu. Aku hanya berba
“Jadi.. kau menerimanya?” Tanya SelenaHiriety mengangguk sambil memakan es krim vanila miliknya. Mereka berada diapartemen mereka, tepatnya di Milan, Italia.Setelah menikah, Selena kembali melanjutkan kuliah fashionnya dan kali ini suami Selena itu sedang membasmi hama hingga Hiriety harus kembali menjadi bodygurad berkedok roommate untuk Selena“Bukannya kau dekat dengan Sir Eras?” Selena kembali bertanyaHiriety menyesap es krimnya dengan malas, matanya menatap Selena dengan ekspresi datar. "Sir Eras? Erasmus maskudmu?" ulangnya seolah tidak paham.Selena mengangguk cepat. "Bukannya dia juga tertarik padamu?"Hiriety terkekeh, meletakkan sendoknya di atas mangkuk dengan santai. "Tertarik? Bisa jadi. Tapi aku bukan tipe wanita yang hanya menerima satu pilihan saja, Selena."Selena memutar matanya. "Jadi kau akan memainkan dua pria berbahaya sekaligus?"Hiriety menyandarkan tubuhnya ke sofa, melipat ka
“Aku ingin menawarkan kesepakatan”Hiriety meletakan sendoknya, mereka masih berada di kamar hotel yang saat ini dalam kondisi sangat berantakan akibat ulah keduanya semalam"Kesepakatan?" tanyanya, alisnya terangkat sedikit, seolah menantang Marco untuk menjelaskan lebih lanjut.Marco mengangguk, matanya tetap tertuju pada Hiriety. "Aku ingin menawarkanmu sebuah kesepakatan, Hirie. Sesuatu yang lebih dari sekadar satu malam. Aku tahu kau bukan wanita yang mudah dijinakkan, tetapi aku ingin mencoba. Aku ingin memiliki dirimu, bukan hanya tubuhmu."Hiriety menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya terkekeh pelan. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan kakinya dengan anggun. "Milikkmu?" ulangnya dengan nada geli. "Kedengarannya seperti tawaran yang sangat klise."Marco tidak tersenyum. "Aku serius."Hiriety terkekeh pelan, suaranya masih bergema dengan kelembutan sisa kenikmatan. Ia menarik tangannya dari genggama
Kurang dari 10 menit mobil mewah itu melaju menuju hotel bintang lima di pusat kota Washington. Sepanjang perjalanan, Marco harus menahan geraman dan hasratnya karena Hiriety yang dengan sengaja menggodanya.Entah itu mengusap pangkal pahanya, mengecup lehernya atau bahkan melebarkan selangkangannya menghadap pada MarcoIni pertama kali Marco berurusan dengan wanita secara langsung dan dia langsung dihadapkan pada ratunyaHiriety adalah sosok yang penuh daya tarik, dan setiap gerakan yang dilakukannya hanya semakin membuat Marco tertegun. Dia berusaha untuk tetap fokus pada jalan, tetapi perhatian dan pikirannya terus teralihkan oleh godaan Hiriety.“Kau tak mau menyentuhnya, Valley?” bisikan penuh godaan itu membuat Marco mencengkram kemudi dengan kuat"Aku sedang mengemudi, Hirie" jawabnya, suaranya sedikit serak. Ia berusaha untuk terdengar tenang, tetapi gemetaran di tangannya mengkhianatinya.Hiriety terkekeh pelan, suaranya
Hiriety berjalan keluar dari lobi utama gedung pencakar langit dengan langkah tegas.Suara high heels-nya terdengar jelas di atas lantai marmer, menciptakan ritme yang kontras dengan malam yang hening. Udara dingin menyambutnya saat ia melangkah keluar, tapi perhatiannya langsung tertuju pada sosok yang sudah menunggunya di depan.Marco Valley.Pria itu bersandar santai di mobil rolls royce hitamnya, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, ekspresi wajahnya tenang seperti biasa. Namun, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Hiriety tahu dia tidak sekadar lewat.Hiriety menghentikan langkahnya beberapa meter darinya, lalu menyilangkan tangan di depan dada, menaikkan sebelah alis. "Tak lelah mengintaiku, Valley?" suaranya terdengar ringan, tapi matanya meneliti Marco dengan penuh kewaspadaan.Marco tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Hiriety lama, seolah sedang menilai reaksinya. Lalu, dengan langkah santai, dia mendorong tubuhnya dari mobil
Hiriety berdecak kesal, dia memang sering mendapatkan perintah dari papanya untuk melakukan transaksi namun untuk transaksi kali ini Hiriety tak menyukainya.Masalahnya pria yang melakukan transaksi dengannya adalah salah satu pria yang pernah Hiriety campakkan dan mereka putus tanpa kejelasan“Kau masih sama cantiknya seperti sepuluh bulan lalu” Cary, pria tampan dengan rambut blonde itu menyapa dengan wajah tengilnyaHiriety menghela napas panjang, menatap Cary dengan ekspresi malas. "Dan kau masih sama menyebalkannya seperti sepuluh bulan lalu" balasnya cepat.Cary tertawa kecil, jelas tidak tersinggung. "Ah, Hirie, kau tidak berubah. Selalu blak-blakan."Hiriety menatap pria itu dengan bosan. Dia tidak punya waktu untuk basa-basi dengan seseorang yang masa berlakunya sudah kadaluarsa dalam hidupnya. "Kau ingin menyelesaikan transaksi ini atau hanya ingin mengulang drama lama?"Cary menyeringai, lalu bersandar santai di kursin
“Apa saat ini mama akan jadi seperti papa?” Tanya Hiriety setelah terdiam beberapa saat, ditatapnya netra coklat Lova dari bawahLova tersenyum tipis, tetapi tatapannya tetap tajam. “Seperti papa bagaimana maksudmu?”Hiriety mengangkat bahu, masih menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya. “Seperti Matthias dan Papa, yang terus memperingatkanku tentang Marco Valley seolah aku ini anak remaja yang baru mengenal lelaki” gerutunyaDisaat seperti ini, saat bersama Lova, Hiriety bisa bertingkah manja, menikmati posisinya sebagai anak bungsu dan putri tunggal keluarga Walton"Dan kau ingin mama berbeda?" Tanya LovaHiriety mengangkat sedikit kepalanya, menatap Lova dengan mata berbinar jahil. "Tentu saja. Mama selalu berbeda, kan?"Lova tersenyum tipis. "Benar. Tapi itu bukan berarti mama akan selalu membiarkanmu melakukan apapun sesuka hati."Hiriety mendesah dramatis, menjatuhkan kepalanya kembali ke pa
Hiriety duduk dengan tenang, mengabaikan kakak dan papanya yang menatapnya dengan tatapan tajam“Papa sudah mendengar semuanya dari Matthias. Kali ini penjelasan apa yang kau berikan Hirie?” Caid bertanya dengan nada beratHiriety menghela napas pelan lalu mendongak dengan ekspresi polos. "Penjelasan tentang apa, papa?" tanyanya ringanMatthias, yang sedari tadi diam, akhirnya menegakkan tubuhnya. "Kau tahu apa," suaranya dalam "Kenapa kau bersama Marco Valley?"Hiriety tersenyum kecil "Kau membuatnya terdengar seolah-olah aku melakukan kejahatan, Mattie.."Matthias mendecak pelan, jelas tidak terhibur dengan nada santai adiknya. Caid, di sisi lain, hanya menatapnya dalam, ekspresinya sulit ditebak."Kau tahu siapa Marco Valley, Hiriety" ujar Caid, suaranya lebih tenang tetapi penuh tekanan. "Dan kau juga tahu hubungan keluarga kita dengan keluarganya."Hiriety memutar gelas wine di tangannya, ekspresinya tetap santai. "Te