Share

Bab 28

Penulis: Dayu SA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 21:00:20

Lucas kembali ke kamarnya dengan langkah tenang, meski setiap gerakan seakan mengiris lukanya yang belum sepenuhnya pulih. Namun rasa sakit fisik itu bukanlah yang paling mengganggunya. Ada sesuatu yang lebih mengusik di dalam pikirannya, sesuatu yang tidak bisa ia redam meski berkali-kali mencoba.

Emma.

Ia melepas kemejanya perlahan, merasakan perban yang melilit perutnya sedikit lembap, bekas darah yang mengering di tepinya. Luka itu belum benar-benar sembuh, tapi Lucas selalu punya cara untuk bertahan. Ia menatap bayangannya di cermin, mencoba mencari jawaban di mata dinginnya sendiri. Namun pantulan itu tak memberi apa-apa, hanya sosok pria dengan dinding baja di sekeliling hatinya.

Tapi retakan kecil telah muncul di dinding itu.

Lucas duduk di tepi ranjang, menunduk, mencoba mengabaikan ingatan tentang bagaimana tangan Emma yang hangat menyentuh dahinya, suara lembutnya saat memaksanya minum obat, dan tatapan cemas yang tidak pernah ia dapatk
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 29

    Sore itu, Emma turun dari kamarnya setelah merasa cukup beristirahat. Meski tidur siang seharusnya membuat tubuhnya segar, kenyataannya yang tersisa hanyalah rasa lesu. Kepalanya masih terasa berat, seolah kelelahan semalam belum sepenuhnya hilang. Ia menghela napas panjang, melangkah menuju taman belakang untuk mencari udara segar.Begitu pintu geser dibuka, semilir angin menyambut, membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang masih hangat oleh sisa-sisa matahari siang. Rambut Emma tergerai pelan, diterpa angin sore yang lembut. Ia berdiri sejenak, membiarkan pikirannya kosong, mencoba melupakan segala kecemasan yang mengendap di hatinya.Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuatnya menoleh.Lucas.Pria itu berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja gelap yang longgar, sedikit terbuka di bagian atas, memperlihatkan garis samar perban di bawahnya. Wajahnya pucat, lebih pucat dari yang seharusnya untuk seseorang yang mengaku "baik-baik saja."

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 30

    Udara di kamar Lucas terasa lebih berat daripada biasanya. Lampu meja di sudut ruangan memancarkan cahaya temaram, menciptakan bayang-bayang lembut di dinding. Suara jarum yang menembus kulit, diiringi desisan pelan dari Lucas, menjadi satu-satunya suara yang terdengar di antara mereka. Tangan Emma bergetar sedikit, tetapi ia tetap berusaha stabil. Keringat dingin membasahi pelipisnya, bukan karena takut, melainkan karena ia bisa merasakan betapa kerasnya Lucas menahan rasa sakit. Pria itu tak mengeluh, hanya menggertakkan rahangnya sesekali, seolah rasa sakit hanyalah gangguan kecil yang bisa diabaikan. "Sebentar lagi selesai," bisik Emma pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri lebih dari Lucas. Lucas hanya mengangguk singkat. Napasnya berat, tapi matanya tetap menatap lurus ke depan, seolah menolak untuk menunjukkan kelemahan di hadapan Emma. Setelah jahitan terakhir selesai, Emma menarik napas lega, membersihkan area di sekitar luka sebelum menutupnya dengan perban bersih. T

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 31

    Lampu-lampu kota berkelap-kelip di kejauhan, menciptakan pola cahaya yang seolah menari di balik kaca jendela besar sebuah penthouse mewah. Angin malam berhembus lembut, namun tak mampu menembus kaca tebal yang melindungi ruangan itu dari dunia luar. Di dalam, suasana terasa tenang, nyaris membeku dalam kesunyian yang mahal.Seorang pria paruh baya duduk di kursi kulit hitam yang menghadap langsung ke jendela. Setelan jasnya yang rapi mencerminkan kelasnya, sementara dasi yang sedikit longgar memberi kesan bahwa malam itu adalah waktu santainya setelah seharian mengatur dunia di tangannya. Ia mengangkat gelas anggur merah ke bibirnya, menyesap perlahan, membiarkan sensasi asam dan pahit itu mengalir di lidahnya.Pikirannya jauh, mengamati gemerlap kota di bawah sana, seolah segala yang berada di luar jendela itu hanyalah pion-pion kecil dalam permainan besar yang ia kuasai. Namun, ketenangan itu buyar ketika pintu ruangan terbuka pelan.Seorang pria berpakaian gelap masuk dengan langk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 32

    Hujan tipis mengguyur langit senja, mengaburkan pemandangan di luar jendela besar kediaman Lucas yang menyerupai kastil megah. Benteng batu kokoh, jendela-jendela tinggi dengan vitrase gelap, dan penjagaan ketat di setiap sudut membuat tempat itu lebih mirip benteng daripada rumah. Di dalamnya, keheningan yang mencekam terasa lebih dingin dibanding udara luar.Lucas berdiri di depan jendela di ruang kerjanya, satu tangan dimasukkan ke saku celana, sementara tangan lainnya memegang segelas whisky separuh penuh. Sorot matanya tajam menembus tirai hujan tipis, memantulkan kecemasan yang jarang terlihat di wajahnya. Ponsel di meja kayu hitam bergetar pelan, memecah kesunyian. Ia mengambilnya dengan cepat, membaca pesan singkat yang hanya berisi dua kata: “Dia datang.”Rahang Lucas mengeras. Tanpa berkata apa-apa, ia meletakkan gelasnya dengan suara denting halus di atas meja, lalu melangkah cepat ke arah tangga. Langkahnya penuh ketegasan, namun ada ketegangan yang tak bisa ia sembunyikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 33

    Malam merayap masuk ke setiap sudut kastil Lucas, membawa hawa dingin yang merambat di sepanjang dinding batu yang bisu. Lampu gantung di lorong berayun pelan, bayangannya menari di lantai marmer yang mengkilap. Meski udara di dalam ruangan tetap hangat, suasana hati Lucas terasa jauh lebih dingin.Lucas berdiri di depan jendela ruang kerjanya, menatap gelapnya langit malam yang hanya diterangi kilatan samar lampu kota di kejauhan. Pikirannya masih tertinggal pada percakapan dengan ayahnya. Kata-kata pria itu bergema di benaknya, seperti duri yang menancap tanpa bisa dicabut."Jangan tunjukkan kelemahanmu, Lucas. Dunia tidak memberi belas kasihan pada orang yang lemah."Lucas mengepalkan tangannya di sisi tubuh, mencoba menenangkan amarah yang bergemuruh. Namun, pikirannya justru melayang pada sosok Emma—satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa kehilangan kendali.Tanpa bisa menahan dorongan itu, ia meninggalkan ruang kerjanya, langkah kakinya cepat dan mantap menyusuri lorong p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 34

    Langkah Lucas menggema di sepanjang lorong kastil yang kini terasa lebih sunyi dari biasanya. Setiap dentuman sepatunya di atas marmer seolah menjadi detak jantungnya yang berdebar kencang. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras, dan matanya dipenuhi kilatan amarah yang tak berusaha ia sembunyikan. Pesan singkat itu masih terpatri jelas di benaknya, mengubah ketakutan yang samar menjadi kemarahan yang nyata.Begitu tiba di kamar Emma, Lucas membuka pintu dengan kasar. Emma terkejut, hampir menjatuhkan buku yang tengah ia baca. Tatapannya tertuju pada Lucas yang berdiri di ambang pintu dengan napas memburu, sorot matanya gelap dan penuh kecemasan."Lucas? Ada apa?" tanya Emma cepat, bangkit dari duduknya.Lucas tidak menjawab. Ia hanya melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya, lalu mendekati Emma dengan tatapan tajam. Tanpa peringatan, ia meraih kedua bahu gadis itu, menatapnya seolah ingin memastikan Emma benar-benar ada di hadapannya."Ada apa?" ulang Emma, suaranya lebih pelan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 35

    Malam merambat perlahan, melapisi kastil Lucas dengan selimut gelap yang pekat. Lampu-lampu temaram di sepanjang lorong memantulkan cahaya samar di dinding batu, menciptakan bayangan yang bergerak seiring hembusan angin. Di luar, udara dingin menampar wajah para penjaga yang berdiri tegak di pos mereka, waspada terhadap setiap gerakan mencurigakan.Lucas berjalan cepat melewati lorong, wajahnya tegang, pikirannya berputar cepat memikirkan pesan ancaman yang diterimanya. Setiap langkahnya terdengar berat, menggema di antara dinding yang dingin. Hugo menyusul di belakangnya, membawa laporan tentang jejak mencurigakan yang ditemukan di sekitar area luar kastil."Mereka tidak berusaha bersembunyi," ujar Hugo, suaranya rendah namun serius. "Jejaknya terlalu jelas. Seolah-olah mereka ingin kita tahu."Lucas berhenti di depan pintu ruang senjata, menoleh pada Hugo dengan tatapan tajam. "Mereka ingin membuat kita cemas. Tapi kita tidak akan bermain sesuai aturan mereka."Ia membuka pintu dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 36

    Pagi datang dengan langit kelabu, awan menggantung rendah seolah ikut menekan suasana hati yang mencekam di dalam kastil. Hembusan angin dingin merayap melalui celah-celah jendela, membawa aroma tanah basah dari hujan tipis yang turun semalaman. Lucas berdiri di balkon kamarnya, tatapannya kosong menembus kabut pagi. Pikirannya penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban. Ancaman itu bukan sekadar gertakan—ini adalah pesan, sebuah peringatan bahwa seseorang di luar sana tahu persis bagaimana menusuk kelemahannya. Dan lebih buruk lagi, mereka berani melakukannya. Di belakangnya, Emma berjalan pelan mendekat, membungkus dirinya dengan selimut tipis. Ia berdiri di samping Lucas, menatap pemandangan yang sama. "Apa yang kau pikirkan?" suaranya pelan, hampir tenggelam oleh suara angin. Lucas tidak segera menjawab. Tangannya yang menggenggam pagar balkon mengepal, buku-buku jarinya memutih. "Aku berpikir… bagaimana mereka bisa sedekat ini tanpa kita sadari." Emma menoleh, meneliti wajah Lucas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02

Bab terbaru

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 94 - Janji di Bawah Langit Malam [END]

    Emma menatap langit malam yang terbentang luas di atasnya. Kilauan bintang-bintang tampak berkelip di antara gelapnya malam, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Angin berembus lembut, membelai kulitnya dengan kesejukan yang menenangkan. Ia berdiri di samping Lucas, di sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan kota dari kejauhan. Tempat ini begitu sunyi, seolah terpisah dari dunia yang penuh hiruk-pikuk di bawah sana. Emma mengerti bahwa Lucas tidak membawa dirinya ke sini tanpa alasan. "Tempat ini..." Emma membuka suara, memecah keheningan di antara mereka. "Kenapa kau membawaku ke sini?" Lucas mengalihkan pandangannya dari hamparan kota dan menatap Emma. "Ini tempat yang sering kudatangi saat aku butuh berpikir," jawabnya pelan. "Di sini, aku bisa merasa bebas. Tidak ada gangguan, tidak ada tekanan, hanya aku dan pikiranku sendiri." Emma mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ketenangan yang sama. Dalam sebulan terakhir, hidup mereka penuh dengan kekacauan. Konflik

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 93 - Masa Depan yang Baru

    Matahari baru saja terbit di ufuk timur, menyapu kediaman Lucas dengan cahaya keemasan yang lembut. Setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan, pagi ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi ancaman yang membayangi, tidak ada lagi pertarungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lucas bisa menarik napas lega.Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan taman di bawah sana. Udara pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma embun yang menyegarkan. Namun, pikirannya masih terpusat pada satu hal—Emma.Wanita itu telah melalui begitu banyak hal. Ia terluka karena menjadi bagian dari dunianya, dunia yang penuh dengan bahaya dan intrik. Tetapi, meskipun demikian, Emma tidak pernah menunjukkan penyesalan. Ia tetap berada di sisinya, menghadapi semuanya dengan keteguhan hati yang luar biasa.Lucas tahu, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang.Tanpa ragu, ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar te

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 92 - Penerimaan Antonio Aldrin

    Malam di kediaman Lucas begitu sunyi. Udara dingin menyusup melalui jendela besar di ruang kerjanya, tetapi pria itu tetap duduk tegak di balik meja kayu besar, menatap laporan-laporan yang tersusun rapi di hadapannya. Setelah semua konflik yang ia hadapi, organisasi mulai kembali stabil. Ia telah menyingkirkan Morelli dan Vasquez, membuktikan bahwa ia bukan pemimpin yang bisa diremehkan. Namun, Lucas tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang harus ia hadapi—ayahnya.Seakan menjawab pikirannya, ketukan keras terdengar di pintu ruang kerjanya. Lucas tidak terkejut. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat pria itu akan datang menemuinya."Masuk," katanya, suaranya tetap dingin dan terkendali.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Antonio Aldrin. Meski usianya sudah semakin tua, auranya masih menekan, menandakan bahwa ia adalah seseorang yang telah lama terbiasa dengan kekuasaan. Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sorot matanya t

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 91 - Langkah Terakhir

    Malam sudah larut, tetapi Lucas masih duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terhampar di mejanya. Titik-titik merah menandai lokasi para sisa anak buah Morelli dan Vasquez yang masih berkeliaran. Beberapa di antara mereka sudah melarikan diri ke luar negeri, tetapi sebagian kecil masih bertahan, berusaha mencari perlindungan.Lucas menghela napas panjang. Satu langkah lagi, dan ini semua akan selesai.Pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Stefan masuk dengan ekspresi tegas. "Semuanya sudah siap. Anak buah kita sudah berada di posisi masing-masing."Lucas mengangguk, lalu berdiri. "Bagus. Pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk melarikan diri.""Kita juga sudah mengamankan jalur komunikasi mereka. Jika mereka mencoba meminta bantuan, pesan itu tidak akan pernah sampai," tambah Stefan.Lucas menyeringai kecil. "Kali ini, aku ingin memastikan mereka tidak punya tempat untuk kembali."Stefan menatapnya sejenak sebelu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 90 - Langkah Baru

    Pagi menjelang dengan tenang di kediaman Lucas. Sinar matahari keemasan menyelinap melalui celah-celah jendela besar, menerangi ruangan dengan kehangatan yang lembut. Suara burung di kejauhan terdengar samar, berpadu dengan desiran angin yang berembus perlahan.Emma membuka matanya perlahan. Rasanya tubuhnya lebih ringan, meski masih ada sedikit nyeri di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Saat ia menggerakkan kepalanya, matanya langsung menemukan sosok Lucas yang masih duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi lembut."Kau tidak tidur?" suara Emma serak karena baru bangun.Lucas menggeleng pelan. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Emma tersenyum kecil. Ia tahu Lucas masih merasa cemas, tetapi ia juga tahu pria itu tidak akan mengatakannya secara langsung. Jadi, ia hanya meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat. "Aku sudah lebih baik. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."Lucas menghela napas, lalu akhirnya i

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 89 - Sisa-Sisa Pengkhianatan

    Malam telah larut ketika Lucas duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah kekuasaan yang sebelumnya dikuasai Morelli dan Vasquez kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, meskipun kedua orang itu telah ditangkap dan dihabisi, Lucas tahu bahwa masalah tidak berhenti di situ. Stefan berdiri di sampingnya, melaporkan perkembangan terbaru. "Beberapa anggota bawahan Morelli dan Vasquez masih bertahan. Mereka kehilangan pemimpin, tetapi tidak kehilangan ambisi." Lucas menghela napas. "Aku sudah menduga ini. Mereka tidak akan menyerah begitu saja." "Tepat," Stefan mengangguk. "Ada laporan bahwa sebagian dari mereka mencoba membentuk kelompok baru. Mereka masih belum cukup kuat untuk menantang kita secara langsung, tetapi jika dibiarkan, mereka bisa menjadi ancaman dalam beberapa bulan ke depan." Lucas menatap peta di hadapannya. "Siapa pemimpin mereka sekarang?" Stefan

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 88 - Harga Sebuah Penghianatan

    Ruangan itu gelap dan dingin, hanya diterangi oleh satu lampu gantung yang menggantung rendah di langit-langit, memberikan cahaya redup yang membuat bayangan panjang di dinding. Bau debu bercampur darah masih terasa di udara, dan suara napas berat memenuhi keheningan.Di tengah ruangan, dua pria yang terikat pada kursi dengan tangan ke belakang tampak gemetar. Morelli dan Vasquez, dua pemimpin organisasi yang berani mengkhianati Lucas, kini tidak lebih dari bayangan diri mereka yang dulu.Lucas berdiri di depan mereka, mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Matanya dingin, penuh ketegasan. Ia tidak langsung berbicara, membiarkan ketegangan menggantung di udara, membiarkan ketakutan menyusup ke dalam tulang kedua pria itu.Stefan berdiri di sudut ruangan, mengamati dengan ekspresi santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan. Beberapa anak buah Lucas berjaga di sekitar, memastikan tidak ada celah bagi Morelli dan Vasquez untuk melarikan diri.Akhirnya, Lucas menar

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 87 - Amarah yang Belum Reda

    Suasana di dalam kastil terasa tegang. Para penjaga masih berjaga di berbagai sudut, memastikan tidak ada lagi penyusup yang berkeliaran. Stefan telah memerintahkan pembersihan menyeluruh, tetapi atmosfer tetap dipenuhi ketegangan.Di dalam salah satu kamar di sayap barat, Emma terbaring di tempat tidur dengan perban yang melingkari bahunya. Dokter pribadi keluarga Aldrin baru saja selesai membersihkan dan menutup lukanya.Meskipun bukan luka yang fatal, rasa nyeri masih terasa setiap kali Emma bergerak. Namun, yang lebih mengganggunya bukanlah rasa sakit itu sendiri—melainkan ekspresi Lucas.Ia berdiri di sudut ruangan, diam, dengan ekspresi yang gelap dan penuh kemarahan yang tertahan.“Lucas…” Emma memanggil pelan.Lucas tidak segera menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba memastikan bahwa Emma benar-benar masih di sana, masih bernapas, masih hidup.Butuh beberapa saat sebelum ia akhirnya mendekat. Ia duduk d

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 86 - Amarah yang Tak Terbendung

    Dunia seakan melambat saat suara tembakan bergema di luar kastil. Emma menatap keluar jendela dengan mata membelalak, napasnya tertahan melihat beberapa pria bersenjata yang mulai menyerbu area luar.Pelayan yang tadi bersamanya langsung menarik tangannya. “Nona, kita harus pergi! Ini berbahaya!”Emma tersentak dari keterkejutannya dan mengangguk cepat. Mereka berdua bergegas melewati koridor kastil yang panjang, tetapi baru beberapa langkah, suara ledakan kecil terdengar dari luar, mengguncang dinding-dinding kastil.Panik mulai menjalari tubuh Emma. “Lucas! Aku harus menemui Lucas!”“Tuan Lucas pasti sudah bergerak!” Pelayan itu mencoba menenangkannya, tetapi suara alarm yang mulai meraung di seluruh kastil membuat situasi semakin mencekam.Para penjaga segera bergerak, mengambil posisi untuk mempertahankan kastil dari serangan mendadak ini. Emma bisa melihat beberapa orang berlari menuju titik pertahanan, dan di tengah kekacauan itu, ia merasakan ketakutan yang luar biasa.Namun, s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status