"Sayang, kamu maafkan aku 'kan?" Aldin berjalan cepat menyusul istrinya menuju meja makan.
"Nggak!" jawab Sisil dengan ketus. "Sekarang aku maafin kamu, besok-besok juga kayak gitu lagi," ketus Sisil. Lalu wanita yang sedang marah duduk di kursi dengan meja yang penuh makanan di depannya.
Jam makan malam sudah terlewat, sang bunda dan Aldin tidak mau makan sebelum Sisil diketemukan. Dan akhirnya mereka makan bersama setelah wanita cantik yang dicari-cari itu keluar kamar.
Aldin sudah mencari istrinya dengan penuh kecemasan, tapi ternyata wanita yang dicari-cari itu sedang terlelap di kamar tamu di rumahnya sendiri.
Hari ini mereka makan malam tanpa canda tawa seperti biasanya. Aldin tidak berani membujuk sang istri saat wanita bertubuh mungil itu sedang makan. Ia takut membuat nafsu makan istrinya hilang kalau dirinya terus berbicara.
"Bunda duluan ya, takut anak-anak nyariin." Bunda Anin segera pergi meninggalkan Aldin dan Sisil supaya anak
Sisil kembali ke kamarnya saat Bara dan Gara sudah terlelap. Padahal ia ingin bermain dengan kedua keponakannya itu. "Aldin juga udah tidur, mungkin dia lelah nyariin aku," gumam Sisil sembari memandangi wajah suaminya yang sedang terlelap. Lalu wanita bertubuh mungil itu naik ke tempat tidur, dan berbaring di samping suaminya yang sudah terlelap. Kedua anak manusia itu tidur saling membelakangi. Hingga keesokan paginya tanpa terasa mereka tidur saling berpelukan. Saat Sisil membuka mata, wajah sang suami yang pertama ia lihat. Wajah tampan suaminya berada sangat dekat dengannya, sehingga embusan napas laki-laki yang berbrewok tipis itu terasa hangat di wajahnya. 'Al terlihat sangat kelelahan,' ucap Sisil dalam hati sembari mengelus wajah tampan itu. "Maafin aku, Al," gumam Sisil dengan sangat pelan. Wanita cantik itu segera turun dari tempat tidur setelah mencium pipi sang suami. Aldin tetap tertidur pulas tidak merasa terganggu sama
Aldin dan Sisil keluar dari kamar bersama-sama, tapi di antara mereka tidak ada yang saling menyapa satu sama lain.Sisil merasa suaminya sudah berubah, tidak mau memperjuangkannya lagi, padahal Aldin memberinya waktu untuk menenangkan diri. Sedangkan Aldin berpikir kalau wanita yang dicintainya itu terlalu egois dan tidak menghargai usahanya untuk meminta maaf, kesabarannya merasa sudah habis menghadapi sang istri.Pasangan suami istri itu bersikap seolah-olah tidak saling kenal. Sampai di meja makan pun mereka sarapan dengan tenang. Tidak ada yang memulai percakapan. Membuat kedua keponakannya merasa heran.Bunda Anin menoleh pada kedua cucunya yang hendak berbicara. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya dengan pelan supaya kedua anak laki-laki itu tidak berbicara apa-apa kepada Om dan tantenya. Bara dan Gara pun tidak jadi berbicara. Mereka menghabiskan sarapannya dengan tenang.'Mereka nggak boleh melihat pemandangan aneh seperti ini. Ba
Hari-hari pun berlalu dengan cepat, tapi bagi pasangan suami istri itu terasa sangat lama. Hidup satu atap, tapi saling membenci adalah hal yang sangat menyakitkan bagi keduanya.Pagi ini Sisil bangun pagi-pagi sekali. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mengganti pakaiannya, wanita cantik itu berniat melakukan olahraga pagi di hari libur ini.Sejak mertua dan keponakannya pulang dari rumahnya, Sisil kembali tidur di kamar pribadinya. Ia menghindari suaminya supaya tidak sering berdebat yang akan menambah buruk keadaan rumah tangganya."Apa keputusanku udah benar, tidur di kamar terpisah dengan suamiku sendiri?" gumam Sisil sembari berlari kecil mengelilingi halaman belakang rumahnya.Setelah berlari cukup lama, wanita cantik itu duduk selonjoran di rerumputan yang ada di taman bunga mawar di belakang rumahnya."Kalau aku balik lagi tidur di kamar utama, mau ditaruh di mana harga diriku. Aku kan pergi dari kamar itu atas kemauanku
Ketika Aldin sedang menyeruput kopinya, terdengar teriakan Sisil memanggil pelayan di rumahnya."Ayo Pak kita berangkat! Aku udah siap!" teriak Sisil yang terdengar sampai ke telinga suaminya yang sedang duduk di teras depan rumah sembari menikmati kopi di pagi hari."Mau ke mana dia?" gumam Aldin setelah menaruh cangkir kopi di meja."Aku pergi dulu." Sisil meraih tangan Aldin, lalu menciumnya.Walaupun tidak minta izin untuk pergi keluar rumah, setidaknya ia sudah berpamitan dengan suaminya.Aldin tidak berbicara satu patah kata pun, walau dalam hatinya ia begitu penasaran ke mana istrinya pergi. Padahal seandainya Aldin bertanya, dengan senang hati Sisil akan menjawabnya.Laki-laki dengan brewok yang semakin tebal di wajahnya terus menatap sang istri yang sudah berdandan cantik itu.Sejak berselisih paham dengan istrinya, ia merasa sangat malas merawat dirinya sendiri karena tidak ada lagi yang protes jika brewoknya semakin menebal
Sisil menyilangkan tangannya di bawah dada, menunggu laki-laki yang mengendarai mobil sport itu keluar."Ada apa lagi sih sama mereka? Bang Al juga ngapain lagi, bikin senam jantung aja. Kalau gue kenapa-kenapa, gimana nasib anak-anak gue?" gumam Andin. Mama muda itu memerhatikan Abang dan istrinya dari dalam mobil sembari memegangi setir.Aldin keluar dari dalam mobil, langsung berhadapan dengan istrinya. "Mau ke mana kamu?" tanya Aldin dengan nada bicara seakan mengejek wanita cantik yang sedang emosi itu.Sisil menggelengkan kepalanya, lalu membalikkan badannya melangkah meninggalkan sang suami tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan suaminya.Tapi, baru satu langkah wanita bertubuh mungil itu melangkah, tangannya dicekal oleh sang suami. "Kenapa nggak jawab pertanyaanku? Kamu mau pergi sama Nabil 'kan?" tuduh Aldin pada istrinya.Sisil membalikkan badannya, lalu menampar laki-laki tampan yang selalu menuduhnya berselingkuh dengan
"Bunda!" teriak Sisil dan yang lainnya saat melihat sang bunda terkulai lemas sambil memegangi dadanya.Aldin langsung menahan tubuh sang bunda yang berdiri di sampingnya sebelum terjatuh. "Bunda, maafin, Al," ucap Aldin sembari membopong sang bunda."Kita bawa ke rumah sakit," kata Andin sembari menitikkan air mata, "Pake mobil aku aja, Bang."Haidar segera masuk ke dalam mobil istrinya, ia duduk di bangku kemudi, sudah siap untuk melajukan kendaraan itu. Aldin membopong sang bunda, masuk ke dalam mobil adiknya."Nenek!" teriak Bara dan Gara hampir bersamaan. Kedua anak laki-laki itu menangis histeris saat sang nenek jatuh pingsan."Bil, kamu jaga anak-anak!" titah Andin pada Nabil. Lalu, wanita cantik yang terus meneteskan air mata itu menyusul suaminya masuk ke dalam mobil."Baik, Nyonya." Nabil langsung membawa Bara dan Gara masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu berusaha menenangkan kedua anak kembar itu yang menangis melihat sang nenek pi
"Nyonya Anin akan segera dipindahkan ke ruang rawat. Beliau baik-baik saja, hanya membutuhkan banyak istirahat terutama pikirannya. Jangan memberi kabar buruk kepada beliau."Setelah menjelaskan kondisi sang bunda, dokter cantik itu pergi meninggalkan keluarga pasiennya."Syukurlah." Aldin mengelus dadanya, merasa lega mendengar sang bunda baik-baik saja. Laki-laki yang terlihat kusut itu memeluk erat istrinya yang masih menitikkan air mata. "Bunda nggak apa-apa, kamu jangan nangis lagi ya," ucapnya pada sang istri sembari mengusap-usap punggungnya."Aku pulang dulu ya, Bang. Mau nyiapin keperluan Bunda," pamit Andin pada abangnya yang dijawab dengan anggukan kepala oleh laki-laki yang masih memeluk wanita bertubuh mungil itu.Setelah adiknya pulang, tidak lama kemudian sang bunda dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah satu jam berada di ruangan itu wanita tua itu masih memejamkan matanya."Al, kok Bunda belum bangun juga?" tanya Sisil pada laki-l
Setelah satu minggu di rawat di rumah sakit, kini sang bunda sudah pulang ke rumahnya. Ayah Rey melarang Aldin untuk membawa Bunda Anin pulang ke rumahnya.Laki-laki tua itu khawatir Aldin mengulangi perbuatannya yang akan membuat kesehatan istrinya kembali menurun."Ayah akan mengajak Bunda tinggal di Bandung untuk sementara waktu. Di sana suasananya lebih tenang dan udaranya lebih bersih," tutur Ayah Rey kepada anak dan menantunya yang sedang berkumpul di ruang tamu."Terserah Ayah aja, kami akan mendukungnya walau pastinya aku akan sangat merindukan Bunda karena nggak bisa ketemu setiap hari," ucap Aldin yang merasa sangat sedih."Akhir pekan kalian 'kan bisa berlibur di sana," ujar sang ayah kepada anak-anaknya."Iya, Ayah, kalau itu yang terbaik buat Bunda, kita akan mendukungnya."Setelah semua setuju dan mengizinkan sang bunda tinggal jauh dari anak dan cucunya, sang ayah bangun dari duduknya lalu melangkah meninggalkan anak dan menan
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te