Dokter keluarga Pradipta datang untuk memeriksa kondisi Aldin. Tidak ada yang serius, sang dokter pun hanya memberikan vitamin dan obat anti mual untuk Aldin.
Setelah sang dokter pergi Aldin meminum obatnya. Ia berharap semua akan cepat berakhir.
"Al, kamu istirahat aja!" titah sang bunda.
Aldin menganggukkan kepala, lalu sang bunda membantunya untuk membenarkan posisi tidurnya.
Ia tidur sambil melingkarkan tangannya di paha Sisil yang sedang duduk selonjoran sambil bersandar pada sandaran tempat tidur.
"Sayang, kamu jangan pergi!" Aldin semakin mempererat pelukannya di paha sang istri.
"Aku nggak akan pergi," jawab Sisil sembari mengusap-usap kepala suaminya.
"Tante cantik, Om ganteng lagi sakit ya?" Gara menempelkan telapak tangannya di dahi Aldin.
Anak kecil itu melakukan apa yang dilakukan sang mommy kepadanya.
"Om ganteng nggak sakit," ucap Gara setelah memeriksa suhu tubuh Aldin.
"Apa Om ganteng
Hari berganti hari, kini kondisi Aldin sedikit lebih baik dari sebelumnya. Ia hanya mengalami mual di pagi hari setelah bangun tidur.CEO muda itu pun sudah mulai kembali bekerja. Ia tidak mau bekerja dari rumah yang hanya akan menyusahkan sang istri karena ia selalu ingin bermanja-manja dengan wanita hamil itu.Sedangkan Sisil sangat tidak mau kalau dipeluk. Ia merasa tidak nyaman kalau lengan sang suami menindih tubuhnya."Sayang, kamu hati-hati di rumah! Jangan pecicilan! Ingat kandunganmu sudah semakin membesar. Jangan melakukan hal yang akan membahayakan dirimu dan anak kita!" Aldin terus saja menyerocos sebelum berangkat kerja."Iya, Bawel," jawab Sisil setelah mengecup bibir suaminya. "Kamu nggak bakal bisa diem kalau nggak dibungkam," ucap Sisil sembari terkekeh. "Udah cepat pergi!" Sisil mengibaskan tangannya mengusir sang suami yang masih saja berpidato di pagi hari ketika hendak pergi kerja."Kayaknya kamu senang kalau aku nggak ad
Aldin terkejut mendengar suara yang tidak asing baginya. Ia menoleh pada pintu ruangannya yang terbuka.Istri, dan bundanya muncul dari balik pintu, mereka datang sambil membawa banyak kotak makanan."Kamu ngapain ke sini?" Aldin bangun dari duduknya menghampiri dua wanita cantik yang mengisi hatinya."Al, kok kamu gitu? Sisil udah capek-capek masakin buat kamu. Walau lagi hamil, tapi dia semangat banget membawakan makanan untukmu!" tegur sang bunda pada anaknya.Sisil hanya tersenyum mendengar ucapan sang bunda, 'Untung aku datang bareng Bunda," kata Sisil dalam hatinya.'Bunda nggak tahu aja, dia semangat bukan karena aku, tapi karena ingin bertemu sekretaris baru,' ucap Aldin dalam hati sembari melirik dengan sinis istri tercintanya yang sedang tersenyum, seolah mengejeknya."Iya, Bun," sahut Aldin tampak memelas, "Terima kasih Sisil sayang, atas kejutannya." Ia terpaksa tersenyum, padahal dalam hatinya merasa kesal, ia tidak mengin
"Al, biarkan aku mencuci mataku dulu." Sisil menepis tangan Aldin. Pandangannya tidak lepas dari sekretaris baru sang suami. "Mataku sedikit rabun karena hanya melihat wajahmu terus sepanjang hari."Aldin menyentil pelan kening istrinya dengan jari telunjuk, "Jadi kamu bosen sama suamimu ini?""Bukan bosen, tapi bosen banget," sahut Sisil sembari menahan tawanya.Aldin mengangkat tubuh sang istri, dan mendudukkan di pangkuannya. Ia mengunci tubuh Sisil dengan kedua tangan."Apa kamu mau dihukum di depan mereka," bisik Aldin sembari menempelkan bibirnya di daun telinga sang istri."Dengan senang hati," sahut sisil sambil tertawa."Kalian mau makan apa mau mesra-mesraan?" Akhirnya sang bunda membuka suara melihat anak dan menantunya sejak tadi sibuk sendiri."Aldin nih, Bun!" tukas Sisil sembari melepas lengan suaminya, lalu kembali duduk di sofa."Kamu yang kecentilan." Aldin memencet hidung istrinya dengan gemas."Ini ba
Sisil menyuapkan satu sendok penuh makanan ke dalam mulut suaminya dengan kasar."Mmm ...." Aldin menutup mulutnya dengan telapak tangan.Laki-laki itu kesusahan mengunyah makanannya karena terlalu penuh di mulut.Sisil tidak memedulikan suaminya yang hampir tersedak karena kesusahan mengunyah. Ia malah menggeser duduknya supaya berhadapan dengan sekretaris baru itu."Radit, aku mau dong disuapi kamu." Wanita hamil itu mengulurkan piringnya ke hadapan sekretaris baru itu."Tapi, Nyonya ... saya ...." Radit melirik sang bos yang sedang mengunyah makanannya."Ayolah, Dit! Dia lagi hamil, penuhi permintaannya!" titah Bunda Anin. Ia tidak mau cucunya lahir dengan ileran karena keinginannya tidak terpenuhi."Baik, Nyonya." Akhirnya Radit menyuapi Sisil.Wanita hamil itu makan dengan lahap. Setelah menelan makanannya, ia kembali membuka mulutnya, dan Radit pun dengan senang hati menyuapi istri bos-nya itu."A
"Sayang, Bunda mau pulang, apa kamu mau ikut pulang juga?" tanya sang bunda kepada menantunya."Aku-""Sisil akan pulang bersamaku, Bun." Aldin menyela ucapan istrinya.'Kenapa dia? Bukannya tadi dia melarang aku untuk ke kantor?' batin Sisil sembari menoleh kepada suaminya."Jangan pulang malam! Kasihan istrimu menunggu lama." Bunda Anin bangun dari duduknya. Ia segera pulang setelah selesai makan siang bersama pegawai anaknya."Iya, Bun," sahut Aldin.Rudi segera memanggil office boy untuk membereskan bekas makannya."Tuan, Nyonya, terima kasih atas makan siangnya," ucap Radit dengan tulus. "Saya permisi dulu, Tuan."Radit bangun dari duduknya, lalu segera keluar dari ruangan sang CEO. Sedangkan Rudi masih berada di ruangan itu untuk menunggu office boy datang."Al, kamu mau anak cewek apa cowok?" tanya Sisil sembari memainkan dasi sang suami."Laki-laki," jawab Aldin dengan cepat. "Kalau perempuan, nanti centil
"Dasar cewek sinting!" umpat Rudi. Lalu, segera meninggalkan ruangan itu.Aldin, dan Sisil hanya tersenyum melihat pertengkaran antara Rudi, dan pegawai baru itu.Walau Rudi sudah memecatnya, tapi Amy membereskan dulu bekas makanan yang tercecer di lantai."Maafkan saya Tuan, Nyonya," ucap Amy dengan tulus sambil menenteng kantung sampah itu."Amy, kamu tidak usah mendengarkan ucapan Rudi! Kamu akan tetap bekerja di perusahaan saya," kata Aldin.Aldin mempunyai rencana untuk membuat hidup si jomlo ngenes itu menjadi semakin mengenaskan dengan kehadiran wanita yang begitu berani dengan Rudi."Tapi, Tuan, tadi Tuan Rudi sudah memecat saya," jawab Amy dengan sopan."Saya bos-nya di sini, saya yang lebih berwenang dari pada dia," jawab Aldin."Benar! Kamu tetap kerja di sini, kalau perlu kamu jangan menuruti perintah Rudi!" timpal Sisil sembari tersenyum."Terima kasih, Nyonya, terima kasih, Tuan." Amy membungkukkan badannya
"Al, kenapa lo masih ngebiarian dia kerja?" Rudi duduk di hadapan Aldin, dan Sisil."Ini sudah jam kerja," sahut Aldin sembari menunjuk jam yang melingkar di tangannya. Ia mengingatkan pada sahabatnya kalau di jam kerja ia harus bersikap seperti rekan kerja.Rudi pun melihat jam yang melingkar di tangannya, lalu menatap Aldin lagi, "Sorry, Bos.""Kamu yang membuatnya melakukan kesalahan!" tuduh Aldin, "Dia baru melakukan satu kali kesalahan, dan ya kesalahan itu tidak fatal, kaki kamu tidak sampai lumpuh 'kan?"Mendengar sahabatnya lebih membela pegawai baru itu membuat Rudi semakin kesal. 'Mana ada orang lumpuh hanya gara-gara tersiram bumbu masakan,' batin Rudi."Saya yang akan membuatnya pergi sendiri dari perusahaan ini." Rudi bangun dari duduknya, "Semua wanita menyebalkan," gumamnya sebelum keluar dari ruangan bos-nya."Hey! Istriku seorang wanita!" teriak Aldin saat mendengar gumaman sahabatnya."Ya, saya tahu itu," sahut Rudi
"Baik, Tuan," jawab Amy dengan sopan.Wanita sederhana itu bangun dari duduknya. Ia melangkah keluar dari ruangan itu setelah terlebih dulu izin kepada Sisil.'Kenapa Tuan Aldin begitu membenci Tuan Rudi? Kenapa nggakk dipecat aja? Apa mungkin orang itu juga berpengaruh di perusahaan ini?' Amy bertanya-tanya dalam hatinya.Sebenarnya ia merasa aneh dengan sikap Nyonya, dan tuannya yang kadang bersikap seperti seseorang yang sangat akrab dengan Rudi, tapi kadang mereka juga ingin menyusahkannya.Ia berjalan menuju pantry sambil bertanya-tanya dalam hatinya. Setelah sampai pun ia masih tetap termenung. "Apa aku berdosa melakukan pekerjaan ini?" gumam Amy. "Tapi, aku sangat membutuhkannya."Wanita itu mengembuskan napasnya dengan berat. "Sudahlah! Itu urusan mereka. Aku yakin Tuan, dan Nyonya orang baik," ucapnya sembari tersenyum. Lalu segera membuat kopi untuk Rudi sesuai arahan bos-nya.Hidup di keluarga yang sederhana, dan dibesarkan
Kemudian membenamkan wajahnya di antara kedua pada sang istri. Lalu pria itu mengeluarkan jurus lidah membelah semak-semak."Mas ...." Amy menggelinjang sambil mencengkram rambut sang suami. "Ampun, Mas!"Walaupun sang istri meminta ampun, ia tidak mendengarkan ucapan istrinya. Rudi terus melanjutkan aksinya.Sentuhan lidah dan tangannya berhasil membuat Amy menjerit merasakan kenikmatan yang bergejolak di dalam tubuhnya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan.Ia meninggalkan jejak-jejak cinta di tubuh sang istri. Amy menjerit saat Rudi menyesapi pusat intinya dengan rakus."Mas ... awas, aku pengin pipis."Amy mendorong wajah suaminya, berusaha menyingkirkan kepala sang suami dari daerah keramatnya."Namun, Rudi tidak mau menuruti keinginan sang istri, ia malah melakukan aksinya lebih dan lebih lagi."Mas ... aahhh...!"Napas wanita itu sudah tersengal-sengal. Ia menjerit merasakan kenikmatan yang lua
"Mas, aku tidur duluan ya." Setelah mandi dan berpakaian Amy naik ke tempat tidur.Wanita itu menyingkirkan kelopak mawar merah yang sudah kembali ditata berbentuk hati. Ia malah membersihkannya tanpa sisa. Kelopak bunga itu berserakan di lantai.Rudi hanya melongo melihat itu semua. 'Kenapa? Apa dia marah atau efek kelelahan?'"Sayang, kok bunganya dibuang?" tanya Rudi setelah naik ke tempat tidur."Memangnya kenapa? Nggak boleh ya? Emangnya itu buat apaan?"Amy malah balik bertanya kepada suaminya."Boleh," jawab Rudi cepat. "Sekarang kamu istirahat ya." Rudi mencium kening istrinya dengan mesra. Ia tidak mau membahas hal sepele yang akan memancing keributan.Amy meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu membalikkan badannya membelakangi sang suami.Terdengar bunyi ketika Amy meregangkan otot-ototnya.'Kelihatannya dia sangat lelah.' Rudi memijat bahu sang istri dengan lembut. "Kamu capek ya?"
Pasangan pengantin baru itu menunggu di depan ruang bersalin."Dari dulu sampai sekarang lo selalu merepotkan gue, Sil," gumam Rudi sambil menatap pintu ruang bersalin."Mas, nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau nolong tuh harus ikhlas.""Kamu tahu?" Rudi memegang bahu Amy sembari menatap wajah sang istri.Amy menggeleng pelan. "Nggak!""Oh iya, aku belum ngomong," kata Rudi sembari menyeringai. "Sejak dia nikah, yang ngurusin Sisil kalau lagi berantem sama Aldin itu aku, dari dulu sampai sekarang tuh anak dua merepotkan banget.""Kalau nggak ikhlas nolongnya nanti kamu nggak bakal dapat pahala loh, Mas. Lagian Tuan Aldin dan Mbak Sisil udah baik banget sama aku.""Iya, Sayang, maafkan aku." Rudi memeluk mesra wanita yang dinikahinya beberapa jam lalu. "Aku hanya heran aja, kenapa Aldin tidak pernah ada di saat Sisil butuh."Amy melepas pelukannya karena ia merasa malu berpelukan di tempat umum."Tadi 'kan Tuan Al
Andin mengetuk-ngetuk pintu dengan keras sembari berteriak memanggil nama sahabatnya.Beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. "Lo kebelet juga?" tanya Sisil sembari meringis."Gue khawatir sama lo," sahut Andin. "Sil, lo baik-baik aja 'kan?"Ibu dua anak itu merasa khawatir dengan kakak iparnya yang terlihat sangat pucat."Gue mules, Din," jawab Sisil. "Tapi, dari tadi nggak keluar-keluar.""Jangan-jangan kamu mau ngelahirin." Andin segera memapah Sisil menuju ranjang pengantin."Tiduran dulu, Mbak. Aku panggil Tuan Aldin dulu." Setelah membantu Sisil berbaring di tempat tidur pengantin. Ia berlari keluar memanggil suami Sisil.Tempat tidur yang sudah dirancang untuk pengantin baru, dengan taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk hati, kini berantakan oleh Sisil yang sedang merasakan kontraksi."Perut lo sering kontraksi nggak?" tanya Andin pada Sisil setelah memberikan air minum kepada sahabatnya itu.
Di kediaman Amy sedang disibukkan dengan persiapan acara akad nikah yang akan dilaksanakan siang hari dan langsung dilanjut dengan resepsi.Hari ini adalah hari kebahagiaan Amy dan Rudi setelah beberapa bulan lalu Rudi melakukan lamaran dadakan.Amy menginginkan pesta yang sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga, kerabat dekat, dan beberapa rekan kerja Rudi."Amy, kamu cantik sekali," puji Sisil saat gadis manis itu selesai dirias.Amy mengenakan kebaya pengantin berwarna putih dengan bordiran bunga dan aksen-aksen mutiara melengkapi penampilannya sebagai pengantin sunda.Siger berwarna silver bertengker indah di kepalanya. Dan beberapa hiasan lainnya, seperti untaian melati yang semerbak.Hiasan daun sirih berbentuk wajik di tengah keningnya semakin mempercantik riasan wanita itu.Akad nikah berlangsung di lantai bawah, di mana resepsinya dilakukan. Sedangkan Amy berada di dalam kamar pengantin ditemani oleh Sisil.'
Hai semuanya, terima kasih terima kasih terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita recehku. Maaf, atas semua hal yang mengecewakan kalian, entah dari alur, typo atau kesalahan penulisan nama tokoh. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Untuk kedepaannya aku akan belajar menulis dengan baik lagi. Maaf, kalau selama ini slow update karena kemarin aku lagi kurang sehat, tapi alhamdulilah sekarang udah sembuh dan bisa menamatkan cerita ini. Jika ada keluhan, silakan komen di bawah ini. Aku menerima kritik dan saran dari kalian semua untuk membangun aku menjadi lebih baik lagi. Love sekebon untuk kalian yang sudah mendukung aku dan cerita-cerita recehku. Sampai jumpa di cerita yang baru. Eh, Pengantin Tuan Haidar masih lanjut. Insyaallah aku akan rajin update lagi. I LOVE YOU ALL MY READERS.
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Kondisi kesehatan Amy semakin membaik.Berada di tengah-tengah orang yang menyayanginya membuat Amy bersemangat untuk segera sembuh."Amy, kamu mau ke mana?" tanya Sisil ketika Amy bangun dari duduknya.Wanita hamil itu sedang berada di rumah Amy. Ia jarang sekali berada di rumahnya. Sisil selalu berkunjung ke rumah sahabat, mertua, dan juga teman barunya.Sisil pergi tidak sendiri, ia pasti ditemani Andin atau Bunda Anin. Kedua wanita itu tidak mengizinkan Sisil untuk bepergian sendiri karena kehamilannya yang semakin membesar."Saya mau ambilkan camilan untuk Mbak Sisil dan Mbak Andin," jawab Amy. "Ibu hamil pasti sering laper.""Duduk!" perintah Sisil kepada wanita yang telah menyelamatkan hidupnya. "Kamu jangan banyak gerak. Istirahat aja dulu! Lagi sakit juga nggak bisa diem.""Iya, Mbak." Amy pun kembali duduk di hadapan Sisil dan Andin."Sama kayak lo, lagi hamil
Bu Mila langsung terdiam mendengar ucapan Amy. Ia menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya."Maksud kamu apa?" Sisil meraih tangan Amy. Ia menatap bola mata gadis itu, terlihat kesedihan di dalamnya. "Terus siapa yang dicintai Rudi?""Saya nggak tahu, Nyonya karena saya nggak kenal, tapi kayaknya saya pernah melihat wajahnya. Dia cantik, sangat cantik.""Aduh Amy, jangan panggil aku Nyonya, dan jangan berbicara formal kayak gitu, aku nggak suka.""Iya, Mbak, maaf. A-aku masih belum terbiasa," ucap Amy pelan."Baiklah aku maafkan," balas Sisil dengan serius."Tapi, Nak. Rudi bilang sama Ibu kalau dia mencintaimu."Bu Mila menjadi sedih mendengar ucapan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya itu.Amy meraih tangan Bu Mila, menatap wajah wanita tua itu yang terlihat sedih padahal awalnya terlihat sangat bahagia."Bu, terima kasih udah ngurusin saya sampai detik ini, walau saya bukan siapa-siapa, tapi Ibu begi
"Apa wanita ini kekasihnya Mas Rudi?" Amy memerhatikan wanita yang berfoto dengan sang asisten CEO itu. "Jadi, selama ini dia nggak mencintaiku? Kenapa dia sejahat itu sama aku."Amy menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi tubuh hingga wajahnya dengan selimut.Gadis itu menangis dalam diam. Hatinya terasa sakit melihat Rudi berfoto mesra dengan wanita seksi.Hampir satu jam ia menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.Pagi-pagi sekali ia sudah membuka mata. Kepalanya terasa pusing karena terlalu lama tertidur. Matanya terasa sulit untuk dibuka lebar, wajahnya masih terlihat sembab akibat menangisi Rudi."Kenapa aku nangis ngeliat dia sama wanita lain? Dia kan bukan siapa-siapa aku, toh aku juga sudah menolak cintanya." Amy menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun dengan sangat hati-hati.Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Amy melihat wajahnya yang te