Rasa penasaran membuat Laila memutuskan untuk melangkah keluar kamar. Dari atas ia menemukan mbok Darmi tergopoh-gopoh menyambut wanita yang sepertinya tak asing itu. Apa dirinya pernah bertemu dengan wanita itu? Tapi di mana? Batinnya.Semakin penasaran, Laila pun bergerak menuruni anak tangga satu persatu untuk memastikan. Suara langkah kakinya membuat kedua wanita seusia itu menoleh ke arah Laila. “Kau?” Miranda mengerutkan kening. Kemudian melangkah menghampiri Laila yang masih berdiri di ujung tangga.“Jadi, kau ....” Miranda menjeda ucapannya, kemudian menoleh pada mbok Darmi seolah meminta kepastian.“Iya Nyonya, Nyonya Laila istri tuan muda,” sahut mbok Darmi membenarkan pertanyaan yang tadi sempat majikannya itu tanyakan pada dirinya.Miranda tersenyum, matanya berbinar penuh keharuan menatap Laila yang perlahan mulai mengingat wanita itu.Miranda menyentuh pipi Laila dan berucap. “Beruntung sekali Yudis menikahi gadis baik sepertimu.“Anda ... Wanita yang di taman itu, buka
Di halaman belakang terlihat Laila duduk di kursi santai menghadap kolam renang. Menatap lurus ke arah kolam yang memiliki kedalaman satu meter di depannya. Di sana terlihat seorang pembantu tengah membersihkan kolam begitu telaten. Seperti biasa setiap hari kolam itu akan dibersihkan, karena memang sang majikan sangat menyukai olah raga berenang.Mengingat Yudis, Laila jadi ingat tentang pertengkarannya kemarin di ruang kerja. Dirinya tak pernah menyangka sang suami tega mengatakan perkataan yang menyakitkan dan secara tak langsung mengingatkan siapa dirinya. Hanya seorang gadis biasa yang kebetulan beruntung di pinang oleh pria kaya.Perih kembali menerpa ulu hatinya yang mulai rapuh. Satu titik air mata pun lolos begitu saja di kedua pipinya. Pikiran Laila terus berkecamuk, mempertanyakan perasaan Yudis yang sebenarnya. Apakah pria yang satu bulan menjadi suaminya itu benar-benar mencintainya? Laila menghela napas mencoba menghirup udara di pagi hari. Menutup mata dan merasakan de
Pagi hari setelah keberangkatan Yudis ke kantor, Laila pun mulai sibuk membongkar tempat pakaiannya di walk in closet. Ia meneliti beberapa gaun yang sudah di sediakan suaminya itu semenjak dirinya menginjakkan kaki di rumah ini. Satu pun belum ada yang ia pakai kecuali baju harian. Gaun-gaun yang tergantung di almari itu sangat indah, bahkan Laila tak bisa membayangkan berapa uang yang harus di keluarkan suaminya untuk membeli satu helainya.Namun, bukan itu masalahnya, yang jadi beban pikirannya semalaman adalah sore nanti Laila harus mendampingi Yudis menghadiri acara empat bulanan istrinya Adrian. Ini untuk pertama kalinya gadis berhijab itu diajak oleh sang suami menghadiri acara di luar. Sejak kemarin dirinya masih bingung memilih gaun mana yang cocok digunakannya sore nanti. Ia khawatir salah berdandan dan hanya akan membuat malu Yudis di depan para sahabatnya. Laila ingin bertanya pada sang suami, tapi enggan. Percekcokan antara dirinya dan pria itu pagi kemarin membuat kedua
Setelah berkenalan dengan si pemilik salon, Laila pun diajak melakukan berbagai macam perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Awalnya ia merasa tak nyaman, saat harus membuka hijab. Laila takut ada pria di sini yang melihat auratnya yang sejak remaja dijaga. Namun, petugas salon itu memberitahu dan meyakinkannya jika di sini tak ada karyawan dan pelanggan pria. Mendengar jawaban dari perempuan yang belum ia ketahui namanya itu, Laila pun pasrah dan mulai menikmati.Selesai merawat diri Laila pun diajak Miranda ke butik. Mertuanya itu memilih gaun berwarna salem yang menurutnya sangat cocok dengan kulit Laila.Gaun panjang hingga mata kaki itu membungkus tubuh Laila dengan pas. Berikut hijab dengan warna yang sama, tak lupa perias yang mendandaninya menempelkan bunga di bagian leher bawah telinganya. Memberikan kesan manis dan elegan."Perfect." Miranda tersenyum puas dengan hasilnya."Bagaimana, Ma, Laila enggak pantas, ya, mengenakan gaun ini?" tanya Laila minder. "Enggak, s
Rangkaian acara empat bulanan pun telah selesai dilaksanakan, terakhir ditutup dengan doa yang dibacakan oleh ustad yang memang diundang khusus oleh sang tuan rumah penyelenggara acara ini. Kemudian dilanjut acara makan bersama dengan berbagai menu buatan koki restoran terkenal. Di saat tamu lainnya sibuk mengambil dan menyantap makanan, Laila justru sibuk mengedarkan pandangan ke setiap sudut taman untuk mencari keberadaan Yudis. Jujur dirinya merasa cangung dan bingung tidak ada orang yang ia kenal di sini. Hanya ada Alena yang terkadang datang menghampirinya sebentar kemudian pergi lagi untuk menyapa tamu lainnya.Detik kemudian Laila mendegar suara pria yang memanggil nama suaminya. Ia menoleh ke sumber suara. Lalu mengikuti arah pandang dua pria yang tak asing baginya. Iya, Laila ingat kedua pria itu adalah teman-teman Yudis yang pernah ia lihat di Cafe Radya saat pertemuan pertama mereka.Laila cukup lega melihat keberadaan Yudis yang ternyata tengah duduk di bawah payung gaje
Yudis menyandarkan punggung ke sandaran kursi kebanggaannya sebagai pemilik Prasetya grup. Tangannya mengusap wajah kasar, lantas mengerang frustrasi. Ia merasa sangat kesal, karena sedari tadi tak bisa fokus dengan pekerjaannya. Bayangan di mana saat Yudis mengecup bibir Laila yang terasa manis itu terus berputar di dalam otaknya. Bahkan tadi pagi dirinya terciduk oleh sang istri, saat memperhatikan bagaimana Laila membersihkan bibirnya sendiri dengan lidah usai meneguk susu. Membuat pria itu kembali memikirkan hal yang tidak-tidak. Sial!Netra miliknya bertemu dengan iris hitam Laila. Namun, dengan cepat Yudis mengalihkan pandangannya ke nasi goreng di hadapannya yang tinggal separuh. “Mas Yudis butuh sesuatu?” tanya Laila heran, saat melihat sang suami seperti memperhatikan dirinya.Yudis berdehem seraya mengembalikan kesadarannya, lantas kembali memasang wajah datar untuk menutupi rasa gugupnya, karena ketahuan. “Tidak, lanjutkan saja sarapanmu.”Setelah itu tak ada percakapan
“Mas, Yudis,” panggil Laila ragu-ragu.Perempuan yang sudah tak mengenakan hijab saat di dalam kamar itu berdiri di hadapan Yudis yang duduk di sofa khusus di dalam kamar. Mata pria itu fokus pada layar Ipadnya yang menampilkan gambar grafik.Yudis menoleh pada Laila tanpa ekspresi. “Ada apa?”“E, itu Mama pergi dari kemarin malam.”“Terus?”“E, sampai saat ini mama belum kembali.”“Lantas, apa urusannya denganku?”“Bisakah mas Yudis menghubungi mama dan memintanya pulang?” Laila menatap penuh permohonan pada pria yang menatapnya tajam.Sebenarnya Laila ingin menyampaikan soal kepergian Miranda itu sejak kemarin, akan tetapi ia menunggu waktu yang tepat, saat Yudis sedang tak disibukan dengan pekerjaan kantor. Namun, kenyataannya Yudis tidak pernah bisa lepas dari pekerjaannya di mana pun. Bahkan seperti saat ini, padahal sudah waktunya mengistirahatkan tubuh, ia justru sibuk dengan benda pipih di tangannya itu.Kepergian Miranda Laila ketahui dari mbok Darmi. Wanita tua itu memberit
Yudis terbangun dengan sakit kepala yang mendera. Satu botol wine semalam cukup membuatnya mabuk dan akhirnya tertidur hingga pukul delapan pagi. Semenjak misinya mendekati Laila, Yudis tak lagi menyentuh minuman itu. Namun, untuk menghilangkan rasa bersalahnya pada sang istri, karena ucapan kasarnya semalam, ia pun kembali menenggak wine yang memang tersimpan rapi di lemari ruang kerjanya tanpa sepengetahuan Laila.Yudis berdiri dari sofa santai yang memang ia siapkan khusus di ruang kerja. Pria yang masih mengenakan piyama tidur itu bergerak membuka pintu lantas keluar dan menuju kamarnya.Di sana Yudis tak menemukan Laila. Kamar sudah terlihat rapi dan wangi. Hanya ada setelan kerja dan perlengkapan lainnya yang sudah perempuan itu siapkan seperti biasanya di atas kasur. Yudis lantas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan bau alkohol dari tubuhnya.Selesai dengan ritual mandinya, Yudis mengenakan setelan kerja. Mengenakan jam tangan dan tak lupa menyemprotkan parfum. Selepas itu
“Kenapa baru pulang?” tanya Yudis tiba-tiba.Laila terlonjak kaget mendengar suara berat Yudis. Hampir saja gody bag berisi baju kotor miliknya terlepas dari genggamannya. Suasana kamar yang temaran, membuat Laila tak bisa melihat pria itu yang ternyata tengah duduk di sofa santai miliknya. Laila menyalakan lampu utama agar bisa lebih leluasa menatap Yudis. Mulai hari ini Café-nya tutup di jam sepuluh malam, dan itu sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh Laila dan dua rekannya. Café Radya memang di siang hari akan sepi pengunjung. Namun, di malam hari begitu ramai. Jadi, Laila memutuskan untuk buka dari pukul sepuluh pagi dan tutup pukul sepuluh malam, kembali pada rute seperti dulu.“Mas Yudis sudah pulang?” tanya Laila, sembari meletakkan gody bag ke atas nakas dengan perasaan setenang mungkin.Laila sudah dapat menebak jika suaminya itu pasti akan marah, karena tak menghubungi Yudis lebih dulu kalau ia akan pulang malam.Laila juga tidak ingat untuk memberitahu Yudis. Sejak tadi
Laila terperangah saat memindai penampilan wanita yang selalu terlihat cantik dan wangi di depannya. Wajah yang selalu terpoles make up mahal itu terlihat pucat. Matanya sembab seperti habis menangis berhari-hari.“Bu, apa ka_” Suara Laila tercekat saat wanita yang berpenampilan menyedihkan itu memeluknya dan terisak.Laila terdiam, membiarkan Belinda menangis dalam pelukannya. Perlahan tangannya terangkat dan mengelus punggung wanita tua itu.Setelah terlihat tenang, Laila membawa Belinda ke lantai dua. Tempat yang ia dan kedua rekannya gunakan sebagai tempat istirahat dan ibadah. Laila mempersilakan sahabat mertuanya itu untuk duduk di atas permadani yang sering digunakan untuk rebahan.Laila mengangsurkan tisu wajah ke hadapan Belinda guna mengelap air matanya yang tak kunjung surut. Entah apa yang terjadi dengan wanita di depannya itu.“Maaf,” lirih Belinda, “maaf sudah mengganggu waktumu.”Laila menggeleng, lantas tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, kebetulan hari ini Cafe tak ter
Bab 49Sepekan setelah kejadian sepulang dari rumah sakit tempo lalu, Laila terus berusaha menghindari Yudis. Ia merasa malu jika harus berpapasan dengan suaminya itu. Hingga pada suatu malam, saat Laila terbangun dari tidurnya karena merasa haus, ia pun turun ke dapur untuk mengambil air dan membasahi tenggorokannya yang kering.Di dapur saat tengah menikmati air putih yang Laila ambil dari dalam lemari es. Suara deheman Yudis hampir membuatnya tersedak. Seketika Laila menoleh ke arah di mana Yudis kini berdiri, masih dengan setelan kerjanya. Rambutnya yang biasa rapi itu kini terlihat berantakan dan wajah tampannya nampak terlihat begitu lelah.Yudis berjalan melangkah mendekat pada Laila yang terlihat mulai gugup menahan debaran jatungnya yang berpacu tidak seperti biasanya.Yudis menarik kursi di samping Laila. “Aku lapar, bisakah kau buatkan makanan.”Laila tak menjawab, ia hanya mengangguk, lantas berdiri dan bergerak menuju lemari Es. Di sana Laila mencari bahan yang sekiranya
Mobil yang membawa Yudis dan Laila berhenti di depan pekarangan rumah. Tak menunggu lama, Laila cepat keluar dari kendaraan beroda empat itu dan masuk kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Sementara Yudis kembali ke kantor untuk bekerja.Saat sudah berada di dalam kamar, Laila sulit terlelap padahal matanya sudah mengantuk dan mulutnya tak berhenti menguap. Perlakuan Yudis tadi di mobil membuatnya hampir melayang.Laila pikir suaminya itu akan melakukan hal yang sama seperti malam kemarin kepadanya. Nyatanya pria itu hanya menyentuh pipi Laila lembut dan hal itu mampu membuat sekujur tubuhnya merinding serta jantungnya berdetak lebih cepat.Beruntung Handphone milik Yudis berbunyi dan pria itu melepaskan tangannya dari wajah Laila untuk menerima panggilan yang terlihat begitu penting. Saat itu juga Laila mulai bisa bernapas lega setelah beberapa menit menahan napas, karena perlakuan Yudis yang tak terduga.Karena belum bisa memejamkan mata, Laila pun beranjak dari te
Pukul sembilan pagi usai melaksanakan salat duha, Laila bersiap mengemasi barangnya yang tak seberapa. Kemarin sore Mbok Darmi datang menjenguk dan membawakan beberapa keperluan untuknya, seperti baju dan yang lainnya. Pelayan suaminya itu juga membawakan makanan kesukaannya. Tentu saja Laila sangat senang, karena makanan dari rumah sakit cukup membosankan.Mbok Darmi menemaninya di rumah sakit setelah Chef Mia pulang, karena sudah sore dan rekannya itu harus menjemput anaknya dari rumah penitipan, dan besok pagi harus buka Café.Tepat pukul sembilan malam, Yudis tiba di rumah sakit dengan wajah lelah. Pria itu kemudian meminta mbok Darmi untuk pulang, karena dirinya sudah datang dan akan menginap di rumah sakit menemani sang istri. Pembantunya itu sempat menolak, karena tak tega melihat sang majikan yang terlihat lelah dan butuh istirahat. Namun, keputusan Yudis tak bisa diganggu gugat. Pada akhirnya mbok Darmi pun menyerah, lantas pulang bersama sopir pribadi majikannya itu.“Apa su
Di kantor Yudis benar-benar kaget saat mendapati kabar dari Jimmy tentang istrinya yang masuk rumah sakit. Sekretarisnya itu mendapat laporan langsung dari suruhannya yang memang ditugaskan untuk mengawasi Laila selama di luar rumah.Tak menunggu lama pria dengan setelan kerja warna hitam itu berdiri dari duduknya. Meninggalkan para klien di ruang meeting. Yudis meminta Jimmy untuk menggantikannya memimpin rapat siang hari ini.Wajah Yudis terlihat begitu tegang, ada raut kekhawatiran di paras tampannya yang selalu terlihat tegas dan berwibawa itu. Diam-diam ia menyesali perbuatannya semalam. Sangat mungkin Laila masuk rumah sakit karena ulahnya.Tadi pagi Yudis terbangun sudah tidak mendapati Laila di sampignya. Bahkan istrinya itu tidak menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya. Yudis menanyakan kepada para pembantunya juga tak ada yang tahu. Bahkan Mbok Darmi pun tak mengetahuinya. Biasanya setelah subuh perempuan tua itu akan mendapati sang istri majikannya itu tengah berkutat di d
“Untunglah sakitmu tidak parah, asam lambungmu naik dan kau juga terkena dehidrasi. Katakan, apa yang membuat seorang Laila yang sangat anti meninggalkan sarapan di pagi hari kecuali puasa tiba-tiba jatuh pingsan, karena tak sarapan sehingga asam lambungmu naik?” todong Chef Mia, sembari mengaduk bubur untuk menyuapi Laila.“Tidak apa-apa, aku hanya lupa saja, wajarkan aku manusia biasa jika sesekali lupa.” Laila membuka mulutnya saat sesendok bubur di sodorkan ke depan mulutnya.“Bohong, itu sama sekali bukan dirimu, Laila.” Chef Mia mendengus kasar. Sembari tangannya kembali menyendok bubur di dalam mangkuk. Lantas menyuapi Laila kembali. “Dokter tadi mengatakan sesuatu padaku. Kau tahu Dokter berkata apa?”Laila menggeleng tidak tahu sembari mengunyah pelan bubur yang kembali masuk ke dalam mulutnya.“Dokter mengatakan, kau itu seperti korban pemerkosaan,” jelas Chef Mia.Mendengar penjelasan dari rekannya itu, seketika Laila tersedak bubur. Chef Mia langsung menyambar air di atas
Setelah selesai urusannya dengan Rio, kini Yudis masuk ke dalam rumah. Langkanya begitu cepat dan lebar, sembari matanya menatap ke lantai dua di mana kamarnya berada. Kedua tangannya mengepal, rahangnya mengetat saat kembali membayangkan bagaimana Laila dengan senang hati dalam satu mobil bersama Rio bahkan masuk ke dalam rumah temanya itu.Dulu, sebelum menikah Laila tidak pernah mau satu mobil bersama dirinya dengan alasan bukan mahram. Tapi, lihat apa yang istrinya itu lakukan bersama Rio bukan hanya satu mobil, keduanya bahkan masuk ke dalam rumah hanya berdua. Entah apa saja yang sudah lakukan di dalam sana.Membayangkan Laila disentuh oleh Rio membuat Yudis semakin emosi, ia akan memberi pelajaran pada Laila. Perempuan itu sudah berani mengabaikan peringatannya.Brak!Yudis mendorong pintu kamar yang tak di kunci begitu kasar, sehingga membuat Laila yang baru saja keluar dari kamar mandi berjingkat kaget. Jantungnya berdetak kencang saat Yudis menghampiri dirinya yang masih ber
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Belinda, Laila lantas berpamitan. Karena hari sudah mulai sore dan sebentar lagi memasuki waktu magrib. Ia juga tak ingin terlambat pulang sampai rumah.“Aku antar?” cegah Rio. Saat keduanya sudah berada di teras rumah Belinda. Ternyata pria itu mengekor di belakang, tanpa sepengetahuan Laila.“Tidak usah aku bisa naik taksi Online,” tolak Laila, berbohong padahal ia sendiri pun bingung bagaimana memesan taksi Online, sementara ponselnya mati habis baterai. Biarlah, setelah sampai di gerbang kompleks nanti Laila akan mencari ojek saja, barang kali ada tukang ojek yang mangkal di sana.“Langit terlihat mendung dan sepertinya akan turun hujan. Akan lebih baik dan lebih aman kau kuantar.” Rio bergerak menghalangi Laila yang hendak kembali melanjutkan langkahnya dengan gerakan tiba-tiba.Laila cukup kaget dengan apa yang dilakukan oleh pria yang kini berdiri di depannya itu. Beruntung kakinya dapat mengerem dengan cepat, kalau tidak tubuhnya bisa men