“Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kalau Palasik yang kulihat tadi mencelakai Maya? Dan membawanya pergi?” gumamnya yang merasa keadaan sekarang ini sedang genting.Kuyang, perempuan tanpa tubuh yang melayang itu seharusya menghantui ibu melahirkan. Affan hanya terus heran kenapa Maya jadi korbannya? Apa dia baru saja melahirkan? Atau ada hal lain?Sosok hantu berwujud wanita yang bisa melepas kepala dari bagian tubuhnya dan terbang dengan organ tubuh seperti jantung, hati, usus dan ginjal yang menggantung di bawah kepalanya itu benar –benar membuatnya tak habis pikir. Kalau jadi korban palasik si siluman penghisap darah, bukankah seharusnya Sarah –lah korbannya. Affan justru mendapati sang istri meninggal dengan cara bunuh diri. Ia sampai menyangsikan mitos yang beredar tentang hantu itu. “Jadi itu tidak benar? Yah. Kalau dipikir mana ada wawancara untuk kaum palasik?”Affan menggeleng. “Ya Allah. Apa yang kupikirkan di saat seperti ini?”Affan mengacak rambut kasar karena frustas
__________Setelah tak mendapatkan apa pun, Affan akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor Maya. Pria itu lantas mengklik nomornya dan panggilan terhubung, ia merasa sangat lega. "Syukurlah." Bisa jadi yang dipikirkan salah. Mana ada orang yang pindah alam tapi ponselnya masih aktif? "Tak masalah jika dia tak mengangkat. Dia bisa jadi marah. Huft." Pria itu mengembus napas.Atas pemikiran itu, Affan berjalan cepat -cepat ke arah rumah ke dua orang tua Sarah. Di mana semua orang terutama laki -laki yang sudah berkumpul di sana._____________Sementara itu di rumah sakit....Ibu Maya seperti orang kelimpungan karena tak kunjung mendapatkan kabar dari putrinya. "Ini anak kenapa sih, hape gak diangkat terus?!" ucapnya di sela langkah mondar -mandir di depan ruangan di mana Angel sedang dirawat. Sejak kepergian anaknya itu, dia berupaya menghubungi Maya dan kembali menasehati. Namun, sampai sekarang sudah lebih dua jam tak juga ada kabar, hingga niatnya menasehati berubah jadi pert
“Jadi di mana itu?” tanya Jimmy pada orang yang diberinya tugas mencari tahu lokasi Maya. Mereka bicara melalui saluran telepon.“Dia berada di sebuah kampung di belakang rumah sakit, Tuan.”“Rumah sakit?” Dua alis tebal Jimmy tertaut. Dia berpikir mungkinkah itu rumah sakit di mana putrinya –Angel dirawat?“Benar rumah sakit Harapan Bangsa.” Pria di seberang memperjelas keterangannya.“Ah, ya. Baiklah. Terima kasih.” Jimmy manggut –manggut. Setelah disebut nama rumah sakitnya, dia kemudian yakin kalau itu memang rumah sakit di mana Angel dirawat.Panggilan pun berakhir, dan dia berniat menghubungi ibu mertuanya yang sudah menunggu kabar darinya mengenai keberadaan Maya sekarang.“Ngapain sih, Maya di kampung malam –malam begini? Iseng saja. Apa dia merasa bosan mengurus Angel?” omelnya selagi tangannya bergerak menggeser layar ponsel mencari nomor kontak ibu Maya.Dia kadang kesal pada Maya yang tidak konsisten pada ucapannya sendiri. Andai, wanita itu memang tidak bisa merawat Angel
Ibu Maya masih juga gelisah meski pun Daniel mengatakan akan mengurus Maya segera. Entahlah, seolah ada sesuatu yang buruk tengah terjadi tanpa sepengetahuannya. Wanita tua itu mondar –mandir di samping ranjang tempat Angel berbaring sembari menyatukan jari jemari. Tapak tangannya saling mengusap keringat dingin yang terasa di sana.Mungkin hubungannya dengan Maya tidak sebaik hubungan ibu dan anak di luar sana. Namun, tetap saja ada ikatan batin yang sulit dijelaskan antara ke duanya karena memiliki ikatan darah. Biasanya jika perasaannya tak enak, ada sesuatu terjadi pada Maya. Misalnya saja ketika janda beranak satu itu kembali mengejar Affan –mantan pacarnya dulu. Pria yang sampai detik ini membuat wanita paruh baya itu muak dan membencinya.“Bu. Apa Ibu perlu sesuatu?” tanya Rima. Perempuan muda yang menjadi baby sitter untuk Angel. Maya sudah lama memperkerjakannya dan sudah dipercaya seperti keluarga sendiri, karenanya ia pun diberi banyak akses di rumah Maya.Rima sedang membe
“Ma –maya?” Suara Affan tergagap. Suara pria itu tercekat di kerongkongan dan tak bisa lagi berkata apa –apa, selain bergegas memeriksanya.“Bukannya itu wanita yang berpelukan denganmu tadi, Fan?!” tanya Wahono dengan mata membeliak.Affan mendengar itu. Dia lalu sadar maksud si Bapak mertua yang sedari tadi menyebutnya punya selingkuhan dan bermesraan dengan wanita lain. Sepertinya pria tua itu tadi sudah melihatnya bersama Maya. Berpelukan di depan rumah. Mungkin bapak mertua datang untuk memanggilnya agar hadir di acara doa bersama untuk sang istri.Namun, yang dilihat justru pemandangan sangat tak menyenangkan antara dirinya dan Maya. Kalau begitu, wajar jika Wahono marah dan menyalahkan Affan.Sayangnya, sekarang bukan waktu tepat menjelaskan itu. Affan harus memeriksa sosok yang dikatakan sebagai Mayat oleh Pak Malih tadi. Hingga ia pun mengabaikan apa yang Wahono katakan dan membalik tubuh Maya.Tubuh wanita itu dingin. Sesuatu yang membuat Affan takut. Ia masih tak percaya,
‘Kalau ini benar, jangan –jangan hal lain yang Mbak Sarah katakan juga benar. Aku pikir cuma pesan tentang wanita itu saja yang kutangkap, tapi benar sempat ada kejadian lain di rumah ini dan aku melihatnya. Apa jangan –jangan soal gedebog pisang yang Mbak Sarah tunjuk di rumah orang tuanya itu juga benar?’ Alif menoleh, mengalihkan tatapan dari wajah Abah Bisri ke arah pintu rumah Affan yang membuat bulu kuduknya meremang.Alif masih sambil menatap tak percaya. “Masih hidup?” ustaz muda itu menggumam.Pria itu lalu bergegas masuk diikuti oleh pamannya –Abah Bisri ke rumah Affan yang mulai sesak dipenuhi warga.“Begini, ya, Bapak –bapak. Karena ternyata bukan mayat yang ditemukan, silakan pulang ke rumah masing –masing saja dulu, sampai saya kabari di grup.” Pak RT berdiri di depan pintu. Menghimbau warga yang tidak berkepentingan untuk pergi saja.Namun begitu, Pak RT membiarkan Abah Bisri dan Ustaz Alif untuk tetap masuk. Karena tentu saja mereka sangat diperlukan untuk mengatasi ma
Tangan Jimmy mengepal di atas meja kerja di depannya. Ada amarah yang menggumpal di dalam dada, kala mengingat semua ucapan seorang wanita yang bekerja untuknya, bahwa Angel yang ia cintai dengan sepenuh hati selama ini bukanlah putrinya.“Itu tidak mungkin! Rima pasti hanya mengada –ada saja,” gumamnya mengeratkan gigi –gigi menahan emosi.Dia merasa perlu menyangkal apa yang sudah disampaikan wanita itu ke padanya, lantaran tak bisa menerima hal ini dengan mudah. Bagaimana bisa dia ditipu selama bertahun –tahun dan telah menghabiskan harta yang entah berapa nilainya.“Itu tidak mungkin kan, Angel? Papi tahu kamu sangat mencintai papi seperti papi mencintai kamu.” Mata Jimmy sampai memerah karena emosi mulai penuh menguasainya.“Tidak! Aku tidak boleh diam saja seperti orang bodoh!” Dihentakkan kepalan tangan ke meja di bawahnya dengan kuat.Lalu meraih ponsel dan berniat menghubungi salah satu orang kepercayaannya di Indonesia. Jimmy perlu memastikan apakah Angel benar anaknya atau
“Itu bukan tubuh Mbak Sarah, Mas.”“Apa?” Alif tak mengerti maksud ustaz Alif. Bagaimana mungkin bukan tubuhnya? Lalu bagaimana anak yang ke luar dari perutnya?“Maksud Ustaz? Tubuh yang mana?” Affan masih tidak mengerti. Tubuh Sarah yang mana yang bukan tubuh istrinya? Apakah tubuh yang berada di rumahnya atau yang kaku di rumah orang tuanya?“Allahualam, Mas. Sepertinya tubuh yang terbujur kaku di rumah Pak Wahono dan lalu dikubur di TPU sekarang.” Alif menjawab begitu saja apa yang didengar dan dipahaminya dalam mimpi ketika bertemu dengan almarhumah Sarah. “Nggak mungkin.” Pria itu tertawa konyol. Miris mendengar ucapan tak masuk akal dari Alif. Bagaimana bisa ustaz iu mengucap sesuatu yang tak masuk akal dan tak bisa dicerna oleh otak manusia.Jelas –jelas mereka melihat tubuh Sarah berdarah –darah dan kemudian dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Bahkan seorang bayi ke luar dari perutnya.“Entahlah Mas. Saya juga tak ingin percaya. Tapi ... faktanya beberapa hal yang saya den
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
“Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t