“Tom, belum selesai juga kerjaanmu di depan?” tegur sang ibu yang melihat putranya masih bolak –balik dari dapur ke depan.“Haeh, gimana mau kelar kalau dari tadi aku ngerjainnya sendirian Bu?” keluh Tomy. Dia merasa jadi orang paling berguna sekaligus diintimidasi oleh keadaan yang terus menuntut.“Loh, si Affan belum datang? Ibu belum lihat dia juga. Bukannya tadi bapakmu bilang akan menyusulnya?” tanya ibunya heran.Jelas saja Tomy akan merasa lelah dan kesulian sendiri karena mengerjakannya tanpa ada yang membantu. Seharusnya Affan tetap datang walau pun telat. Apa jangan –jangan dia sengaja tidak datang karena ingin memperlihatkan bahwa dia protes pada apa yang wanita paruh baya itu katakan saat ada Indah tadi siang?“Sudah setua itu, harusnya gak ngambekan,” kesal mertua Affan pada lelaki yang rapuh itu. Perbuatan Affan sekarang benar –benar keterlaluan karena akan mengundang pikiran buruk warga yang sekarang sedang berkumpul di rumahnya.“Heh, gak tau Bu ah. Sudah ya, nanti gak
“Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kalau Palasik yang kulihat tadi mencelakai Maya? Dan membawanya pergi?” gumamnya yang merasa keadaan sekarang ini sedang genting.Kuyang, perempuan tanpa tubuh yang melayang itu seharusya menghantui ibu melahirkan. Affan hanya terus heran kenapa Maya jadi korbannya? Apa dia baru saja melahirkan? Atau ada hal lain?Sosok hantu berwujud wanita yang bisa melepas kepala dari bagian tubuhnya dan terbang dengan organ tubuh seperti jantung, hati, usus dan ginjal yang menggantung di bawah kepalanya itu benar –benar membuatnya tak habis pikir. Kalau jadi korban palasik si siluman penghisap darah, bukankah seharusnya Sarah –lah korbannya. Affan justru mendapati sang istri meninggal dengan cara bunuh diri. Ia sampai menyangsikan mitos yang beredar tentang hantu itu. “Jadi itu tidak benar? Yah. Kalau dipikir mana ada wawancara untuk kaum palasik?”Affan menggeleng. “Ya Allah. Apa yang kupikirkan di saat seperti ini?”Affan mengacak rambut kasar karena frustas
__________Setelah tak mendapatkan apa pun, Affan akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor Maya. Pria itu lantas mengklik nomornya dan panggilan terhubung, ia merasa sangat lega. "Syukurlah." Bisa jadi yang dipikirkan salah. Mana ada orang yang pindah alam tapi ponselnya masih aktif? "Tak masalah jika dia tak mengangkat. Dia bisa jadi marah. Huft." Pria itu mengembus napas.Atas pemikiran itu, Affan berjalan cepat -cepat ke arah rumah ke dua orang tua Sarah. Di mana semua orang terutama laki -laki yang sudah berkumpul di sana._____________Sementara itu di rumah sakit....Ibu Maya seperti orang kelimpungan karena tak kunjung mendapatkan kabar dari putrinya. "Ini anak kenapa sih, hape gak diangkat terus?!" ucapnya di sela langkah mondar -mandir di depan ruangan di mana Angel sedang dirawat. Sejak kepergian anaknya itu, dia berupaya menghubungi Maya dan kembali menasehati. Namun, sampai sekarang sudah lebih dua jam tak juga ada kabar, hingga niatnya menasehati berubah jadi pert
“Jadi di mana itu?” tanya Jimmy pada orang yang diberinya tugas mencari tahu lokasi Maya. Mereka bicara melalui saluran telepon.“Dia berada di sebuah kampung di belakang rumah sakit, Tuan.”“Rumah sakit?” Dua alis tebal Jimmy tertaut. Dia berpikir mungkinkah itu rumah sakit di mana putrinya –Angel dirawat?“Benar rumah sakit Harapan Bangsa.” Pria di seberang memperjelas keterangannya.“Ah, ya. Baiklah. Terima kasih.” Jimmy manggut –manggut. Setelah disebut nama rumah sakitnya, dia kemudian yakin kalau itu memang rumah sakit di mana Angel dirawat.Panggilan pun berakhir, dan dia berniat menghubungi ibu mertuanya yang sudah menunggu kabar darinya mengenai keberadaan Maya sekarang.“Ngapain sih, Maya di kampung malam –malam begini? Iseng saja. Apa dia merasa bosan mengurus Angel?” omelnya selagi tangannya bergerak menggeser layar ponsel mencari nomor kontak ibu Maya.Dia kadang kesal pada Maya yang tidak konsisten pada ucapannya sendiri. Andai, wanita itu memang tidak bisa merawat Angel
Ibu Maya masih juga gelisah meski pun Daniel mengatakan akan mengurus Maya segera. Entahlah, seolah ada sesuatu yang buruk tengah terjadi tanpa sepengetahuannya. Wanita tua itu mondar –mandir di samping ranjang tempat Angel berbaring sembari menyatukan jari jemari. Tapak tangannya saling mengusap keringat dingin yang terasa di sana.Mungkin hubungannya dengan Maya tidak sebaik hubungan ibu dan anak di luar sana. Namun, tetap saja ada ikatan batin yang sulit dijelaskan antara ke duanya karena memiliki ikatan darah. Biasanya jika perasaannya tak enak, ada sesuatu terjadi pada Maya. Misalnya saja ketika janda beranak satu itu kembali mengejar Affan –mantan pacarnya dulu. Pria yang sampai detik ini membuat wanita paruh baya itu muak dan membencinya.“Bu. Apa Ibu perlu sesuatu?” tanya Rima. Perempuan muda yang menjadi baby sitter untuk Angel. Maya sudah lama memperkerjakannya dan sudah dipercaya seperti keluarga sendiri, karenanya ia pun diberi banyak akses di rumah Maya.Rima sedang membe
“Ma –maya?” Suara Affan tergagap. Suara pria itu tercekat di kerongkongan dan tak bisa lagi berkata apa –apa, selain bergegas memeriksanya.“Bukannya itu wanita yang berpelukan denganmu tadi, Fan?!” tanya Wahono dengan mata membeliak.Affan mendengar itu. Dia lalu sadar maksud si Bapak mertua yang sedari tadi menyebutnya punya selingkuhan dan bermesraan dengan wanita lain. Sepertinya pria tua itu tadi sudah melihatnya bersama Maya. Berpelukan di depan rumah. Mungkin bapak mertua datang untuk memanggilnya agar hadir di acara doa bersama untuk sang istri.Namun, yang dilihat justru pemandangan sangat tak menyenangkan antara dirinya dan Maya. Kalau begitu, wajar jika Wahono marah dan menyalahkan Affan.Sayangnya, sekarang bukan waktu tepat menjelaskan itu. Affan harus memeriksa sosok yang dikatakan sebagai Mayat oleh Pak Malih tadi. Hingga ia pun mengabaikan apa yang Wahono katakan dan membalik tubuh Maya.Tubuh wanita itu dingin. Sesuatu yang membuat Affan takut. Ia masih tak percaya,
‘Kalau ini benar, jangan –jangan hal lain yang Mbak Sarah katakan juga benar. Aku pikir cuma pesan tentang wanita itu saja yang kutangkap, tapi benar sempat ada kejadian lain di rumah ini dan aku melihatnya. Apa jangan –jangan soal gedebog pisang yang Mbak Sarah tunjuk di rumah orang tuanya itu juga benar?’ Alif menoleh, mengalihkan tatapan dari wajah Abah Bisri ke arah pintu rumah Affan yang membuat bulu kuduknya meremang.Alif masih sambil menatap tak percaya. “Masih hidup?” ustaz muda itu menggumam.Pria itu lalu bergegas masuk diikuti oleh pamannya –Abah Bisri ke rumah Affan yang mulai sesak dipenuhi warga.“Begini, ya, Bapak –bapak. Karena ternyata bukan mayat yang ditemukan, silakan pulang ke rumah masing –masing saja dulu, sampai saya kabari di grup.” Pak RT berdiri di depan pintu. Menghimbau warga yang tidak berkepentingan untuk pergi saja.Namun begitu, Pak RT membiarkan Abah Bisri dan Ustaz Alif untuk tetap masuk. Karena tentu saja mereka sangat diperlukan untuk mengatasi ma
Tangan Jimmy mengepal di atas meja kerja di depannya. Ada amarah yang menggumpal di dalam dada, kala mengingat semua ucapan seorang wanita yang bekerja untuknya, bahwa Angel yang ia cintai dengan sepenuh hati selama ini bukanlah putrinya.“Itu tidak mungkin! Rima pasti hanya mengada –ada saja,” gumamnya mengeratkan gigi –gigi menahan emosi.Dia merasa perlu menyangkal apa yang sudah disampaikan wanita itu ke padanya, lantaran tak bisa menerima hal ini dengan mudah. Bagaimana bisa dia ditipu selama bertahun –tahun dan telah menghabiskan harta yang entah berapa nilainya.“Itu tidak mungkin kan, Angel? Papi tahu kamu sangat mencintai papi seperti papi mencintai kamu.” Mata Jimmy sampai memerah karena emosi mulai penuh menguasainya.“Tidak! Aku tidak boleh diam saja seperti orang bodoh!” Dihentakkan kepalan tangan ke meja di bawahnya dengan kuat.Lalu meraih ponsel dan berniat menghubungi salah satu orang kepercayaannya di Indonesia. Jimmy perlu memastikan apakah Angel benar anaknya atau