"Biarlah saja, Bu, saya juga tak lagi mempermasalahkan hal itu. Semua sudah ditangani pihak yang berwajib. Jadi Bu Lilis mau pesan apa?" tanya Reva."Saya mau pesan satu keju dan nastar keju masing-masing tiga puluh toples ya, Bu," jawab Bu Lilis."Oh, baik. Akan segera saya siapkan. Berarti minggu depan, ya?" sahut Reva memastikan."Iya, Bu. Terima kasih banyak," balas Bu Lilis kemudian pamit meninggalkan rumah Reva. Reva kemudian mengecek berbagai perlengkapan untuk membuat kue yang diminta Bu Lilis dan menyuruh Lina untuk berbelanja. Lina pun menurut. Ia kemudian berangkat menuju toko kue. Reva hanya mengecek rekaman cctv selama ia meninggalkan rumah. Tak ada kejadian aneh. Hanya saja ia menyayangkan perbuatan Tika dan Mila yang sangat keterlaluan. Padahal Reva sudah memberikan yang terbaik untuk kedua karyawan nya itu.Tiba-tiba Reva teringat dengan Tio. Tio pasti kesulitan untuk mengurus Angga sendirian juga harus mencari pekerjaan baru karena Mila harus di penjara. Ada keingi
"Iya, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, Reva," jawab Roy dengan wajah yang serius."Ada apa sih?" tanya Reva penasaran. Ia melihat wajah suaminya berubah jadi khawatir.Roy kemudian mengajak Reva untuk menuju ke rumahnya. "Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu.""Apa?" tanya Reva lirih. Ia tak mau merusak suasana padahal ia juga sudah penasaran. "Aku kalah tender hari ini. Dan dana investasi yang sudah aku keluarkan cukup banyak. Dan aku merugi cukup banyak. Dan aset yang akan aku berikan sama kamu aku gunakan untuk menutup kekurangan," jawab Roy."Oh, aku kira apa. Nggak apa-apa. Namanya usaha. Ada pasang surutnya. Aku nggak masalah kok dengan aset apapun. Yang penting kamu sehat dan selalu ada di samping ku itu sudah lebih dari cukup. Kaku sekarang istirahat saja dulu! Kamu pasti lelah," sahut Reva kemudian menggandeng tangan suaminya ke kamar."Kamu nggak marah?" tanya Roy saat masuk ke dalam kamar."Kenapa aku harus marah? Aku nggak masalah kok. Aku nggak mempermasala
Keesokan harinya Reva ingin sekali makan cilok yang dijual. Entah kenapa Reva sangat menginginkan cilok yang dijual oleh abang keliling.Reva pun membeli satu bungkus dengan pedas yang tak biasa. Padahal Reva juga tak terlalu suka pedas. Ia pun menghabiskan colok yang ia beli sendiri. "Non, lagi mau cilok, ya? Mau Bibi bikinkan?" tanya Bi Ira sembari menawarkan diri."Nggak usah, Bi! Aku sudah beli dan sudah puas rasanya," jawab Reva. Ia pun sudah tak menginginkan cilok itu lagi.Sore harinya Roy pulang. Ia membawa salad buah kesukaan Reva. "Wah, aku mau nih," ucap Reva langsung meraih salad buah yang Roy bawa. "Kamu mandi sana! Bau banget."Roy hanya menghela napas. Sambutan dari istrinya cukup membuatnya kesal. Tetapi ia tak mau marah di depan istrinya. Ia selalu menjaga perasaan istrinya. Baginya Reva adalah segalanya baginya.Roy tetapi tak langsung ke kamar. Ia ke dapur untuk minum air putih. Dan Bi Ira menghampiri Roy. "Pak, saya mengira kalau Non Reva sedang hamil. Tadi sia
Reva pun dibimbing dokter kandungan menuju ke kamar mandi. Sementara Roy dan dokter menunggu di depan ruang tersebut. Reva memegang benda pilih itu pun bergetar. Ia mencelupkan benda tersebut di wadah kecil kemudian ia ambil dan lihat hasilnya.Deg.Strip dua. Reva pun merasa lemas. Antara sedih dan bahagia. Karena ia tak menyangka kembali di berikan kepercayaan oleh Tuhan. Ia merasa begitu bersyukur dan cairan bening dari ujung netranya pun meleleh."Rev, Reva, apa kamu masih lama?" tanya Roy. Ia mulai khawatir karena istrinya cukup lama ada di dalam kamar mandi.Senyap. Tak ada jawaban dari dalam. Roy kemudian membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci. Ia kemudian melihat istrinya duduk termenung di dalam kamar mandi sambil memperhatikan benda pipih yang Reva pandangi. "Rev, are you okay?" tanya Roy lirih. Ia tak mau sampai salah bicara. Apapun hasilnya itu adalah yang terbaik. Reva memperlihatkan benda pipih tadi pada Roy. Roy pun terkejut sekaligus senang. Akhirnya ia dibe
"Sayang, ayo makan dulu! Kamu nggak boleh terlambat makan lo, ya? Ada dua nyawa di tubuh kamu yang butuh asupan,'' ajak Roy. Reva tersenyum. "Iya, tunggu!'' Ia mematikan keran dan masuk ke dalam rumah. Sementara Roy juga ikut masuk dan mendampingi istrinya.Menu makan hari ini adalah sup sayur dan ayam. Ini semua juga demi Reva. Agar Reva makan makanan yang bergizi. Reva juga lebih suka makan makanan berkuah. Tak sulit bagi Bi Ira memasak untuk Reva. Apalagi keinginan Reva juga masih wajar dan masuk akal. Tidak ingin makan di atas awan alias naik pesawat. Kalau pun iya Roy pasti bisa mengabulkan. Apapun yang Reva inginkan Roy akan mengiyakan. "Kamu nanti makan siang di rumah atau di kantor?'' tanya Reva."Makan di rumah saja. Aku mau menemani kamu makan siang. Dan memastikan kamu benar-benar makan,'' jawab Roy.Bi Ira hanya tersenyum. Ia senang ketika majikannya kembali akur. Padahal dua hari yang lalu masih ribut gara-gara masalah kecil saja. Begitu lah ibu hamil. Ada saja mood yan
"Aku hamil, Bu,'' jawab Reva dengan nada tinggi. "Hah? Apa?" tanya Bu Ningsih tak kalah tinggi. Ia terkejut dengan jawaban dari putri sulungnya."Ya, Bu. Kok sampai nada tinggi banget deh. Nggak nyaman," keluh Reva."Alhamdulillah kalau begitu. Jaga baik-baik ya kandungan mu. Nanti kalau acara tiga bulanan undang ibumu juga!" sahut Bu Ningsih."Iya, Bu. Kalau begitu aku tutup dulu telepon nya. Ibu bisa melanjutkan masaknya,'' sahut Reva kemudian mengakhiri panggilannya dengan ibunya.Kembali pada tokonya Reva, Reva menyapu tokonya. Ia melihat ada beberapa debu. Ia tak mau toko kue nya terlihat kotor. Karena yang namanya menjual makanan tentu harus bersih dari higienis. Ia tak mau kalau toko kue nya dicap kotor dan jorok.Apalagi Reva juga telah mengantongi nomor izin untuk berjualan. Sehingga ia terus mempertahankan kebersihan dan yang paling penting adalah kualitas kuenya.Hari berlalu begitu cepat. Kini kandungan Reva memasuki usia tiga bulan. Seperti biasanya Reva akan mengadakan
"Oh, karena hal itu. Iya, mereka adalah anak-anak yang kurang beruntung. Tapi sesungguhnya mereka itu sedang mendapatkan kasih sayang Tuhan. Jadi kita yang masih diberikan kepercayaan maka kita harus menjaga anak kita sebaik mungkin," sahut Roy. Ia juga membayangkan kalau ibunya sendiri jahat dan tak terlalu peduli padanya. Ia bahkan lebih banyak waktu dengan Bi Ira daripada dengan orang tuanya sendiri yang masih hidup dan juga banyak harta. Ia tak ingin mewariskan hal itu pada anaknya kelak. Meskipun ia sibuk ia akan meluangkan banyak waktu untuk istri dan anak-anaknya."Aku akan menjaga anak kita. Aku berjanji akan jadi ibu yang baik untuk anak kita," balas Reva."Tentu, kamu pasti akan jadi ibu yang baik karena tumbuh dari keluarga yang harmonis," ucap Roy.Reva menganggap kalau sebenarnya Roy merasa tumbuh di keluarga yang kurang harmonis. "Iya, aku akan memberikan lingkungan penuh cinta di keluarga kita.""Terima kasih, sayang. Kamu memang begitu pengertian. Kamu adalah wanita te
Saat sedang menikmati steak hot plate, Reva melihat orang yang ia kenal. Ia kemudian memanggil nya. "Linda!" seru nya.Yang merasa dipanggil pun menoleh. Ia juga melihat Reva lalu menghampiri Reva. "Wah, Bu Reva. Sudah sangat lama kita tidak berjumpa.""Sini, Lin, kita ngobrol-ngobrol dulu mumpung ketemu. Kamu apa kabar?" tanya Reva."Baik, Bu. Bagaimana sama Bu Reva?" tanya Lina balik."Baik juga. Kamu sama siapa ke sini?" "Sendiri, Bu. Maklum jomblo," jawab Linda. Ia ingin tertawa lepas. Hanya saja ada Roy merupakan mantan CEO di kantornya. Linda memang sudah lama resign dari kantornya Roy. Karena Linda merasa tak nyaman setelah tidak lagi bekerja dengan Reva. Sehingga Lina memilih resign dan ia bekerja di tempat lain. Roy juga bersikap dingin kalau bersama pernah lain. Ia hanya bersikap manis pada istrinya saja. Roy yang merasa istrinya ingin ngobrol sama Linda pun menarik dari dan membiarkan mereka ngobrol berdua. "Aku ke sana dulu bentar, ya?" ucapnya."Iya, hati-hati!" sahut
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but