BRAK!!
Hantaman pintu yang kencang membuat pria yang tengah bersama Adley di sebuah hotel sangat terkejut dan segera menghentikan 'permainannya'.
"Bajingan kau! Apa yang sedang kau lakukan!?" suara seorang pria dengan bariton yang kencang terdengar ke seluruh kamar mereka berada.
"Kau!?" Sang pria itu membelalakkan iris biru langitnya ketika tahu siapa yang sedang berdiri di depannya. "Papa!" sambungnya.
Pria setengah baya itu kemudian berjalan menghampiri ranjang panas mereka. Iris hitam pekat miliknya melihat pria muda yang tak lain adalah Cleon, sang putra yang telah telanjang setengah badan serta sang wanita, Adley yang masih berada dalam pengaruh aphrodisiac. Dengan wajah arogan dan dingin, pria setengah baya yang tak lain adalah Delano langsung berujar, "Jika kau ingin tidur dengan 100 wanita, aku akan memberikannya padamu detik ini juga dan silakan kau 'cicipi' mereka! Tapi sekarang, kau bukan lagi seseorang yang memiliki kebebasan seperti dulu
"Lalu apa yang kau inginkan?" bariton Cleon dan delik iris birunya menatap sang papa yang bersikap arogan. "Menikah!" singkat Delano. "Apa? Menikah? Apa aku tak salah dengar?" Delano menghampiri putra bungsunya dan membetulkan dasi kupu-kupu hitam yang melingkar di kerah kemeja satin yang melekat di tuksedo miliknya. "Bukankah kau saat ini sedang terikat dengan salah satu brand pakaian ternama di Italia? Hmmm, apa ya, oh, Bulgati. Bukankah itu namanya?" seringai Delano tampak arogan. Cleon bergeming. Tangannya mengepal dengan kuat di samping tubuhnya. Iris biru langit itu kini benar-benar menjadi iris banderillero yang siap menusuk dengan tanduknya. "Kenapa? Heran, kenapa aku bisa tahu? Jangan lupa Cleon, kau adalah anakku! Walau bagaimanapun juga, darah lebih kental daripada air dan buah tak akan jauh jatuhnya dari sang induk." Delano menyeringai dengan arogan. Cleon mengepalkan tangannya kuat dan kencang, menahan segala ketegangan da
Sunset Beach RestaurantNetra Kael segera bergegas menuju Madeilane yang tampak sedang bersitegang dengan seorang laki-laki bertopeng. Dengan sopan dan ramah, Kael berusaha membujuk laki-laki itu agar mau menerima Madeilane sebagai lady escort-nya di acara tersebut. Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Dengan tegas pria itu menolak mentah-mentah Madeilane, sang lady escort kesayangan Blue House sembari berkata, "Aku mau Teonna Lovandra!"Tentu saja, ucapan pria bertopeng ini mengejutkan Kael dan Madeilane yang memang belum pernah berjumpa dengan Teonna namun sangat penasaran."A--apa Tuan? Maaf, tapi Nona Teonna Lovandra sedang tak ada di tempat. Lagipula, bagaimana Anda tahu jika ada salah satu pegawai kami bernama Teonna Lovandr?" Kael sedikit curiga namun juga penasaran."Memangnya jika aku tahu, apa aku akan dihukum atau dilaporkan polisi?" tanya pria bertopeng itu dengan seringai di wajahnya."Tidak, Tuan. Maksud saya bukan begitu, tapi
"Semua sesuai rencana. Tinggal jalankan misi." Seorang pria dengan tuksedo hitamnya terlihat tengah mengamati Delano dan kedua putranya. Senyum seringai terutas di wajahnya yang ditumbuhi jenggot tipis dibawah dagunya. Tak lama kemudian, pria ber-tuksedo hitam itu segera meninggalkan Sunset Beach Restaurant dan menghampiri sebuah Bentley warna hitam yang terparkir di restoran itu. "Tuan, semua sudah siap." Lelaki itu menemui pria yang sedang bersama seorang wanita tengah bercumbu mesra. "Hnnn, bagus! Tinggal kita eksekusi saja. Tak sabar aku ingin melihat bagaimana akhir dari klan Graciano." Seringainya. "Tapi, bagaimana dengan sang kakak? Sepertinya dia bukan orang yang mudah ditaklukkan. Seorang androgini, akan lebih sulit untuk ditebak perilakumya. Lagipula, kudengar dialah pemilik dari Blue House Restaurant, tidak ... tapi lebih tepatnya rumah lotus?" ucap wanita yang ada di dalam mobil itu tersenyum. "Kau bisa menanganinya?" pria it
Adley melangkahkan kakinya keluar markas interpol dan mencari tempat aman untuk mengganti identitasnya. Tak lama kemudian, dia telah berubah menjadi sosok orang lain dan pekerjaan yang 'menantang' telah menanti di depan matanya. Dengan rambut merah gelap kecoklatan miliknya yang dikuncir ekor kuda, heels 7 cm warna hitam, baju off shoulder warna pastel yang dipadu padan rok warna putih berenda selutut membuat penampilannya terkesan elegan namun seksi. Kacamata hitam keluaran brand ternama terpampang menutupi sebagian matanya. Kini, Adley telah siap untuk menuju 'kantor' barunya. Drtzz ... drrtzz ... Suara getar ponsel Adley membuatnya mengalihkan sedikit perhatian netranya saat akan menyalakan mesin mobil miliknya. "Ini ..." netranya menatap nomor telepon tiada bernama. "Halo," [Teonna, ini Aaron.] "Oh, Tuan Aaron. Apa kabar?" [Lekas segera temui Tuan Cleon! Beliau menunggumu di hotel Eldrich, sekarang!] Beep ....
Markas Interpol, London "Fuhhhhh!" Adley segera duduk di kursi kesayangannya sembari menyandarkan punggungnya ke kursi coklat agak kemerahan yang sedikit empuk dan memijat-memihat keningnya. "Apa yang telah kulakukan, Tuhan ..." Pikirnya masih memijat keningnya. Tak lama kemudian, sang beruang tua memanggil namanya dengan bariton miliknya. Adley yang memejamkan matanya seraya memijat keningnya pun tak sadar matanya terpejam 'tuk sesaat. "Dia tidur?" Ignacio berdiri tepat di depan meja Adley. Ignacio mengulurkan tangannya ingin membangunkan Adley, akan tetapi niatnya itu ia urungkan karena melihat kerja keras Adley selama beberapa minggu ini dan usahanya yang tak sia-sia hingga dia berhasil 'menikahi' Cleon Juvenal Graciano. Lyn yang baru saja masuk ke ruangan tampak terkejut melihat Ignacio berdiri di meja kerja mereka. "P---" Lyn membuka sedikit mulutnya hendak menyapa Ignacio, namun tiba-tiba ia langsung terbungkam ketika tahu Adley
"Apa yang kau inginkan?" tanya Cleon dengan bass-nya. "Bisakah kau mengajakku pergi mengunjungi perusahaanmu? GG Pharmacy?" pinta Adley tersenyum. "Dan kenapa kau ingin ke sana?" "Sebagai calon nyonya presdir, bukankah hal yang wajar jika saya menyapa dan mengenal karyawan Anda? Lagipula, Anda juga belum pernah sekali pun menginjakkan kaki Anda ke tempat itu, bukan? Jadi, kenapa kita tak menggunakannya sebagai moment merayakan pengangkatan Anda sebagai CEO untuk kali kedua," jelas panjang lebar Adley masih mendekap erat sang banderillero. Cleon bergeming sejenak, "Pekerjaanku banyak! Dan aku tak ingin menghabiskan waktuku hanya duduk di belakang meja dan dibatasi dinding tebal bermata dan berkuping!" tegasnya. Adley tersenyum. Dia mengerti betul apa maksud ucapan Cleon. "Lalu, kenapa ayah Anda memberikan perusahaan itu jika Anda tak mampu mengelolanya?" pancing Adley semakin dalam dan erat mendekap sang CEO. "Kau sedang mengore
"Orang yang sangat menginginkanmu menjadi menantunya ingin bertemu denganmu malam ini pukul 7," ucap Cleon masih berbisik di telinga Adley.Mata Adley sontak membelalak. 'Delano Julian Graciano?' gumamnya."Pa--papa Anda, Tuan?" tanya Adley terkejut"Papamu juga, bukan? Bukankah kita akan segera menikah? Kenapa masih kikuk seperti itu?" Seringai Cleon tepat di hadapan wajah Adley.Tegang dan salah tingkah! Dua kata yang paling tepat untuk menggambarkan ekspresi Adley saat ini."Secepat itu papa Anda ingin bertemu dengan saya, Tuan?""Mungkin dia sudah tak tahan! Jangan banyak tanya lagi, sekarang bawa aku ke tempat tinggalmu! Aku ingin tahu di mana dan bagaimana calon istriku selama ini tinggal!" Ucap Cleon memalingkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar Blue House.'Apa! Rumahku? Apa dia sudah gila!' gumam Adley sembari menggigit ujung jari telunjuk kanannya. "Apa yang kau tunggu! Tunjukkan padaku!" peri
"Aku mau kalian dalam waktu dua hari?" ucap Delano tiba-tiba. "Apa!? Dua hari?" sahut Cleon terkejut. "Pelayan, bawakan aku sebotol white wine seperti ini." Sambil menunjuk botol anggur di tangannya. "Sampai mana percakapan kita tadi? Oh, ya, aku ingin kalian menikah dalam dua hari ini. Soal biaya dan semuanya, tenang saja ... Papa yang akan menanggungnya," senyum Delano lebar terurai. Cleon hanya bergeming mendengar ucapan sang papa. Netranya tak berfokus pada Delano yang sedang memperhatikannya. Sementara itu, Adley yang berada di tengah-tengah persiteruan ayah-anak ini mengambil kesempatan dengan berusaha menarik perhatian sang calon mertua. Entah apa yang ada di pikiran Adley. Di berdiri dari kursi yang berseberangan dengan Delano, kemudian duduk di sebelah kanan sang mertua metroseksual, menuangkan anggur yang tersisa sedikit di botolnya dan memberikannya pada Delano, "Bolehkah saya memanggil Anda dengan sebutan 'Ayah'?" senyum Adley memamerkan lesung pi
Adley yang memarkir mobilnya di sebuah taman kota tengah Kota London, langsung menyelasar tempat itu dengan teliti. Suasana yang tak begitu ramai memudahkan netranya menemukan target yang ia cari. "Bingo, gotcha!" Ucapnya langsung melangkah cepat menghampiri kerumunan sekelompok remaja yang tengah bergumul dan menenggak bir lokal sambil bernyanyi-nyanyi. "Selamat malam, Tuan-tuan. Apa aku menggangu pesta kalian?" Tanya Adley tersenyum di hadapan para pemuda tanggung tersebut. "Hey, babe. Apa kau datang ke sini untuk memanaskan malam kami?" tanya salah seorang di antara mereka sambil tertawa lebar. "Anggap saja begitu, Tuan." Jawab Adley sembari mengamati ketujuh remaja itu. "Hei, teman-teman! Sepertinya malam ini akan menjadi malam 'panas'. Hottie ini akan menjadi tungku kita." Ucap remaja itu lagi tambah tertawa lebar. Di saat para remaja tanggung itu tertawa lebar, netra Adley langsung menangkap visual salah satu di antara mereka yang berusa
"Tuan Cleon!" Seorang wanita dengan dress one-shoulder hitam di atas lutut dan ketat serta anting-anting besar di kedua telinganya menyambangi Syden dan Cleon yang tengah minum di depan meja bartender. "Sst ... sst." Senggol Syden ke siku Cleon. "Benar, ternyata ini Anda! Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah lama sekali Anda tak datang ke sini." Wanita itu, Mady mengulas senyumnya lebar dan sesekali melirik Syden. "Hi, Nona. Siapa nama Anda?" tanya Syden tersenyum tipis sambil menatap genit Mady. "Madeleine. Panggil saja aku Mady, Tuan ...," "Syden. Itu namaku." "Syden? Bukankah Anda model terkenal itu, Anda yang sering berada di halaman depan majalah pria, Famous Magazine? Dan juga, anak seorang perancang tas ternama, Lilith Jude?" tanya Mady terkesiap. "Itu ..." Syden hanya tertawa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. "Mau apa kau kemari?" Cleon menyela mereka dengan nada dingin. "S-
Kring ... kring ... kring Ponsel dengan volume dering nyaring terdengar di salah satu kantong jaket jenis hoodie milik seorang pemuda plontos dengan piercing telinga sebelah kanan. Pemuda yang tengah asyik minum dengan beberapa orang teman wanitanya di sebuah kafe pinggir Kota London mengacuhkan panggilan yang datang dari seseorang yang paling ditakutinya. "Brengsek! Bajingan! Cari mati dia!" Adley yang tampak kesal langsung menuju parkiran Blue House dan membuka pintu mobil sport merahnya. Kring ... kring ... kring Kali ini giliran ponsel Adley yang berdering. "Rupanya masih mau hidup dia, hah!" ucap Adley membuka kunci password gawainya dan matanya terbelalak ketika tahu siapa yang sedang menghubunginya. Beberapa menit Adley mendiamkan panggilan itu. Kini dia membisukan ponselnya dan hanya menggetarkannya, wajah kesal Adley semakin bertambah dengan panggilan masuk yang baru saja datang ke ponselnya. 'Mau apa orang
Wanita itu merendahkan tubuhnya, mensejajarkan tingginya dengan duduk di seberang meja Daria."A-Anda ... Nona Teonna!" serunya.Adley hanya mengulas senyum ramah. "Apa kabar? Kau kenal aku?" tanya Adley sok jual mahal."Eh, itu ...," Daria tampak tersipu malu menundukkan kepalanya."Hahaha, tenang saja. Aku hanya bercanda. Tapi, dari mana kau tahu namaku dan bagaimana kau yakin jika aku adalah Teonna?""Hanya menebak."Teonna mengulas senyumnya. Dia melihat wanita muda nan cantik dengan wajah eksotis itu terkesiap. "Kau itu cantik, apa kau tahu?" seloroh Adley menatap Daria lekat.Tersipu malu dan terkejut, dia membalas, "Terima kasih, Anda juga terlihat sangat cantik bahkan layaknya anugerah dewi Athena.""Hahaha, Athena, ya ... bijak dan adil. Tapi sayangnya, aku tak sebijak dan seadil dia." Ucap Adley tersenyum lepas. "Oh, ya ngomong-ngomong Daria, dari mana asalmu kemarin?""Uzbekistan, Nona.""Ah, ya.
"Bagaimana jika kita mainkan permainan yang kau mainkan sebelumnya?" bisik Cleon di telinga Adley."A--apa maksudmu?" Adley terkesiap dan memandangnya."Apa kau pikir aku tak tahu, hah! Kau yang akan mendapatkan keuntungan jika aku bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarga! Sementara aku bekerja, kau bisa bebas dan leluasa bertemu dengan saudaraku!"Adley hanya terdiam, 'Kupikir dia curiga akan apa,' gumam Adley menatap datar ke arah sang suami."Kenapa diam? Benar begitu, kan?" tanya Cleon lantang.Adley menyeringai. "Kenapa kau senyum seperti itu? Apa yang lucu, hah?""Sejak kapan kau mulai memperhatikan gerak-gerikku, suamiku? Apa kau ... cemburu?" seloroh Adley."Jangan gila! Kita menikah tanpa cinta, tanpa mengenal satu sama lainnya, dan kini kau bilang aku cemburu? Sinting kau!""Benarkah? Jika kau memang tak ada rasa cemburu, berarti aku bebas mau pergi ke mana dan dengan siapa. Sekarang ... lepaskan tanganmu!" pe
"Aku menikahi Lucas karena satu alasan!" "Apa?" "Balas dendam!" "Apa!?" **** 'Jangan kau kira bisa lari dariku, Lucas! Aku tahu apa yang sedang kau lakukan di belakangku! Kali ini, aku tak akan membiarkan hal itu menimpa pada putriku! Nyawa pun akan kuberikan demi melindunginya.' Kediaman Graciano Mini dress warna hitam nan seksi dipilih Adley sebagai 'pembuka' untuk menyambut kedatangan sang 'suami'. Eyeliner yang tajam ditambah riasan nude dan pemerah bibir yang sangat mencolok, membuat Adley menunjukkan sisi yang lain dari dirinya. Kecantikan yang paripurna! Begitulah kiranya yang bisa menggambarkan sosok Adley Britta Calla. "Hmm, seharusnya ini bisa membuat pria itu 'jatuh cinta' denganku. Tapi kenapa sulit sekali menaklukkan Gunung Kilimanjaro, huh." Tin ... tin ... tin .... Adley melihat jam dinding yang terpasang di kamar utama mereka, "Pukul delapan, it's time for show!" Ucapnya setelah selesai m
"Kita akan lakukan black conspiracy!" Senyum tipis di bibir atas Cleon terlihat samar namun ekspresi yang menyiratkan 'ada sesuatu' tampak dengan jelas tergambar di wajahnya. "Maaf, Pak. Tapi apa itu black konspirasi?" tanya salah satu dari mereka. Cleon hanya terdiam menanggapi pertanyaan salah satu pegawainya. Ia malah mengambil telepon yang ada di meja kerjanya dan menghubungi Stacy. "Stacy, ke ruanganku. Sekarang!" [Baik, Pak.] Tok ... tok ... "Masuk." "Pak, Anda memanggil saya?" tanya sang asisten pribadi, Stacy berdiri di antara pegawai lelaki yang dipanggil Cleon. "Kalian, keluarlah! Ada yang ingin kubicarakan dengan asisten baruku ini," titah Cleon melirik Stacy. "Baik, Pak." Kini hanya tinggal Stacy dan Cleon yang ada di ruangan itu. Cleon berdiri menghampiri Stacy, memutarinya dan berkata, "Aku memiliki sebuah misi untukmu!" "Misi? Misi apa, Pak?" tanya wanita itu de
"Apa kau mau menggantikan posisi suamimu di perusahaaan yang ia pegang saat ini? Dan buat seakan itu sebagai suatu 'kecelakaan'?" Sebuah pernyataan yang entah dari mana atau siapa yang mengatakannya pada Kael, hingga dia bisa berkata seperti itu. Adley yang telah keluar dari Blue House dan menuju parkiran. Dirinya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang mahasiswa hukum bisa mengatakan hal seperti itu! Jemari lentik nan panjang terawatnya mengetuk-ngetuk stir mobil yang semakin lama semakin kencang ketukannya, gemas juga cemas! Irisnya menyeloroh ke depan kaca mobilnya dan tiba-tiba, ia melihat Dangelo juga Amber keluar dari sebuah restoran yang berseberangan dengan Blue House. Dengan tawa lebar, sang wanita terus menggelayuti lengan Dangelo bagai lem kayu. Dan sang pria, tampak menikmati tawa lepas sang wanita. "Sudah kuduga! Mereka bukanlah klien 'biasa'! Siapa sebenarnya dua orang ini?" ucap Adley melihat keduanya bersiap akan meninggalkan tempat tersebut.
"Apa aku mengganggumu, Tuan Kael?" Suara bariton Dangelo membuat Kael terkejut dan segera merapikan pakaiannya. Dangelo hanya tersenyum satu garis menarik bibir atasnya melihat perbuatan Kael dengan salah satu 'kelinci putih' miliknya, Audrey. Dangelo melirik Audrey yang hanya mengenakan pakaian yang ada di bagian dalam tubuhnya dan terlihat kikuk di depan sang majikan. "Apa saya mengganggu Anda?" tanyanya sekali lagi. "Keluarlah, aku ada urusan." Perintah Kael seraya menepuk pelan bahu Audrey. Audrey dan Dangelo saling bertatap pandang, Dangelo mengangguk seakan memberi tanda padanya, "Ada apa, Tuan Dangelo? Kenapa Anda tiba-tiba datang ke sini tanpa memberitahu?" tanya Kael yang telah selesai berpakaian. "Jika saya memberitahu Anda, maka saya tak akan pernah tahu kelakuan seorang mahasiswa teladan universitas terkenal di negara ini dan juga seorang CEO dari tempat terkenal." Seloroh Dangelo dengan pandangan seakan memandang rendah Kael.