Share

Frauded

Author: Ae-ri Puspita
last update Last Updated: 2023-01-18 19:39:17

Ini sudah 1x24 jam, mungkin lebih dari janji yang pria gila itu ucapkan, tapi hingga saat ini belum kunjung batang hidungnya tampak. Bloon-nya aku malah termakan dengan janji manisnya. Ternyata semua pria di zaman sekarang sama saja. Catat! zaman sekarang, bukan zaman dahulu. Kutarik napas dalam-dalam, menghembuskannya. Baiklah, Syifani tahan, tahan sebentar lagi. Detik berganti menit, kesel, aku beranjak menuju pintu. Menendangnya sekuat tenaga

sambil mengeluarkan suara keras seperti suara mahasiswa yang turun ke jalan meminta keadilan kepada pemerintah.

“Buka! Aku tahu kau ada di luar.” Bomat kalau pintu ini bakal rusak ataupun roboh.

“Tepati janjimu kurang ajar…..” Tanganku dengan keras menggedor-gedor pintu bercat putih itu.

“Sergio si…”

Ucapanku menguap di udara tatkala pintu itu terbuka lebar, menampilkan wajah merah padam seorang pria.

“Apa kau tidak bisa sehari saja tidak berisik?”

Kuangkat wajahku, pongah, menentangnya. “Tepati janjimu!”

Ia menatapku lamat-lamat sedangkan aku berusaha berjinjit agar menyamakan tinggi badan dengannya sambil berkacak pinggang.

“Xavier! Siapkan mobil, " teriaknya menggema.

Aku mengernyit heran, belum sempat aku menyela pria itu lebih dahulu menarik pergelangan tanganku. Keluar dan menyeret tubuhku masuk ke dalam mobil, menutup kasar pintu mobil kemudian ikut duduk di sampingku.

“Kemana kita?” Aku menoleh ke arahnya.

Pria itu diam. Wajahnya dingin sarat akan kemarahan.

“Sergio!” Pria itu masih diam.

“SERGIO KEMANA KAU AKAN MEMBAWAKU SI…”

“Bisakah kau diam!” Ia menatapku tajam. Rahang tegas yang ditumbuhi brewok itu terlihat mengeras.

Apa pria ini baru saja diputuskan kekasihnya? Mengapa dia semarah ini. Tak ada salahnya aku bertanya, bukan? Dia sendirilah yang sudah membuat janji akan melepaskanku dari jeratannya dan bukan salahku jika aku menagihnya. Janji adalah hutang saat kau berjanji itu artinya kau berhutang, dan hutang wajib dibayar.

Sepanjang jalan tak ada yang membuka suara. Aku menatap pepohonan yang menjulang tinggi, bergerak seirama seakan tengah mengikuti gerak laju kendaraan. Tak berselang lama, kendaraan yang kami tumpangi pun berhenti di salah satu rumah mewah ala kastil atau apalah namanya.

Seseorang dengan goldy outfit yang melekat di tubuh tinggi tegapnya, membukakan pintu untukku.

Aku tercengan menatap kagum rumah ala kastil si rambut panjang kuning itu.

Dari fasad luar bangunan saja sudah memiliki nuansa klasik kastil kuno. Bahkan untuk menguatkan nuansa klasiknya, dinding pada sisi bangunan luar dilapisi batuan alam dalam warna abu pucat lengkap dengan atap yang bernuansa tradisional Eropa sangat apik menghiasi sisi fasad luar. Pada fasad bangunan juga muncul struktur yang menyerupai menara sehingga memberi efek menguatkan konsep.

Begitu masuk, aku makin dibuat terkagum, ruangan tengah rumah ini didominasi sentuhan dinding white gold dengan detail ukiran klasik ala renaissance, struktur kayu dengan konstruksi tebal dan padat ukiran yang senada dan nuansa offwhite yang kuat di berbagai sudut. Aku penasaran berapa biaya yang sudah orang ini keluarkan untuk membuat bangunan megah seperti ini?

“Do you like it?”

Aku mengangguk tak sengaja. Reflek berbalik. Pria itu mengulas senyum tipis.

“No.” Aku berjalan lebar ke arahnya. Mengangkat wajah sok menantang. “Aku ingin kau menepati janjimu.”

“Sudah kutepati.”

Aku mengernyit bingung. “Where? Kapan kau menepati janjimu?”

“Right now.” Bola mata abu-abunya menatapku dingin.”Bukankah kau sangat ingin keluar dari tempat sebelumnya?”

Aku bergerak bak cacing kepanasan.”Bukan itu maksudku.” Kuhela napas panjang.”Yang kumaksud adalah…Aku ingin pergi sejauh mungkin, pergi dari tempat di mana aku tidak perlu bertemu dengan orang sepertimu lagi.”

Ia menganggukkan kepala.”Baiklah! Kau tidak perlu bertemu dengan orang sepertiku. Karena kau sudah bertemu denganku.”

Aku berdecak kesal. Berapa sebenarnya IQ pria ini? Aku semakin blingsatan.

“Bukan itu maksu—”

“Sir!” Seseorang memotong ucapanku, berjalan dengan langkah lebar ia menghampiri pria di depanku seraya membisikkan sesuatu.

Wajah dingin yang sudah dingin itu semakin dingin, matanya tajam bak elang yang siap untuk menerkam mangsanya.

“Beatrica!” Panggilnya.

Seorang wanita mudah dengan tubuh gembil berjalan tergesa-gesa. Mendekat.

“Iya, Tuan.” Ia menundukkan kepalanya.

“Tugasmu mengawasi wanita ini, pastikan dia tidak keluar kamar. Dan…pastikan dia menghabiskan seluruh makanannya.”

Rahang dan tanganku sama-sama mengeras. Mengawasi? Dia pikir aku tawanan.

Pria kurang ajar itu berbalik badan. Sebelum kaki jenjangnya berhasil melewati pintu, aku lebih dahulu berteriak hingga membuat gerakan kakinya terhenti.

“Ya…Sergio sialan, kau pikir kau siapa, hah? Siapa kau hingga berani mengurungku di rumah sialamu ini, bedebah.”

Ia berbalik badan. Melangkah lebar menuju arahku. Sepertinya aku sudah menyiram bensin ke dalam kobaran api hingga api itu semakin membesar. Lihatlah mata tajam itu seakan ingin melelapku hidup-hidup.

Ia menunduk, mensejajarkan wajahnya ke wajahku. “Sekali lagi kau mengeluarkan umpatan-umpatan kasar itu, aku sendirilah yang akan membungkam mulutmu.”

Aku balik menantang tatapannya. “Kalau begitu lakukanlah! Kau pikir aku takut, hah.”

Dia menyeringai. ”Jangan pernah menyesali ucapanmu, Nona. Karena aku ingin tahu apakah wajah dan bibirmu itu sama-sama manisnya?”

Aku menenguk paksa salivaku. Kini, aku tahu arti ‘membungkam’ yang ia maksud.

Ia kembali menegakkan badannya seraya memasukkan telapak tangannya ke dalam saku celana.

“Kalian!” Ia menatap lima pria kekar yang berjaga di depan pintu masuk.”Pastikan wanita ini tidak kabur atau nyawa kalian yang akan melayang.”

“Yes, Sir!” Jawab mereka serentak.

“Dan kau!” Ia menunjuk wanita mudah yang tampak ketakutan itu dengan dagunya. “Pastikan dia menghabiskan makanannya atau kau yang akan menjadi santapan Jasper yang selanjutnya?”

“Baik Tuan!” Wanita itu tampak makin ketakutan.

Keningku mengkerut, Jasper siapa dia? Apa dia algojonya si pria bedebah ini.

Wanita mudah itu membawaku ke sebuah kamar sesaat pria itu meninggalkan kediaman.

Aku mengerang frustasi. Lagi dan lagi aku harus terkungkung. Apa dia pikir aku burung dalam sangkar?

***

Malam pun tiba. Wanita ini kembali membawakan makanan. Berapa kali aku harus makan dalam sehari? Ini sudah yang keempat kalinya wanita ini membawakanku berbagai macam makanan.

“Aku mohon Nona, tolong habiskan makanannya. Tuan akan marah besar jika mengetahui aku gagal menjaga Nona.”

Ayolah, aku bukan anak kecil lagi yang perlu dijaga apalagi harus sampai diawasi.

“Tapi aku sudah kenyang, Nona.”

Mata wanita muda itu berkaca-kaca. Ia menundukkan kepalanya. ”Tolong bantu aku, Nona. Aku tidak ingin menjadi santapan Jasper yang selanjutnya.”

“Sebenarnya siapa si Jasper itu?” tanyaku penasaran. Mengapa dia sangat takut dengan si Jasper, Jasper itu.

Ia mengangkat wajahnya.”Anda beneran tidak tahu?”

Aku menggeleng.

“Dia adalah aligator yang dipelihara oleh Tuan Sergio.”

“Aligator?”

Ia menganggukkan kepalanya. “Seekor buaya. Sarangnya ada di belakang mansion ini dan dijaga ketat oleh beberapa pengawal.”

Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Apa bisa buaya memelihara buaya?

Related chapters

  • Tamally Ma'ak   Forbearance

    Cahaya mentari bersinar terpantul menebus masuk melalui kaca bening penjara kamar ini. Berapa kali pun, aku mencoba untuk kabur, hasilnya tetap sia-sia. Kesabaranku selama berada di tempat ini benar-benar diuji. Lelah, putus asa, tapi aku tidak ingin menyerah. Tak ada kata menyerah dalam hidupku. Tempat ini seperti labirin. Sangat sulit dan tak ada celah untuk bisa kabur. Di setiap sudut ruangan terdapat ranjau pemantau, hingga aku tidak bisa lari melewati ranjau itu. Apa yang harus aku lakukan? Pikiranku membawaku berkelana mencari cara sedangkan mataku menatap lurus burung-burung yang berterbangan bebas di luaran sana. Berkicau seperti senandung melodi pagi yang menenangkan. Kuulas senyuman miris, kapan aku bisa bebas dari jeratan pria bedebah itu? Aku ingin kembali merasakan kebebasanku. Bebas kemana pun ku inginkan, bebas melakukan apa pun yang ku inginkan. Bukan terkungkung layaknya burung dalam sangkar dan terpenjara layaknya seorang penjahat buronan polisi. Kuhela napas pa

    Last Updated : 2023-01-19
  • Tamally Ma'ak   Ain't A Whore

    “Sergio lepaskan aku sialan!” Aku berusaha keras agar lepas dari jeratan pria bedebah gila ini, tapi tubuh dan tenaganya lebih besar dariku. Mata elang itu kembali menatapku seperti binatang buas yang sedang kelaparan. “Sekali lagi kau mengumpat, aku bersumpah akan membungkam mulutmu.”Napasku memburu. "Baiklah, lepaskan aku… please." Muak, rasanya memohon pada pria brengsek sepertinya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. “Bukankah kau sendiri yang hendak menyerahkan dirimu dengan datang ke kamar ini, Mi amor?”Pria bedebah sialan ini benar-benar menguji kesabaranku. Lama-lama ku tonjok juga muka menyebalkannya. Kuhela napas lelah. “Kau pikir aku sama dengan wanita yang tadi kau bawa itu, huh?"Bibirnya terkatup, matanya menatapku lekat. “Apa kau tidak pernah merasa bersalah telah merusak kehormatan seorang wanita?”“Mereka sendirilah yang datang melemparkan tubuhnya padaku.” Ia melepaskan kungkungan tangannya. Berdiri selangkah dariku. Kubalas tatapannya dengan tatapan tajam. Ja

    Last Updated : 2023-01-20
  • Tamally Ma'ak   What Happened?

    Smart timepiece backlight alarm clock berdering nyaring masuk ke dalam gendang telingaku. Kelopak mataku perlahan terbuka, mengerjap berulang-ulang kali guna menyesuaikan spotlight yang menerobos masuk ke dalam retina. Menoleh, ternyata sudah pukul setengah tiga dini hari. Menguap sembari bangun secara perlahan, menyadarkan kepala pada sandaran kasur, mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sempurna lalu menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuhku dan melangkah malas masuk ke dalam kamar mandi. Berwudhu dan melaksanakan salat malam. "Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra' Ayat 79) Rasa haus menyerang tenggorokanku. Kulangkahkan kaki menuju nakas, duduk di pinggir kasur, menghela napas pelan saat melihat gelas di atas nakas itu sudah kosong. Dengan berat kaki, kuayunkan langkah menuju pintu, mengetuknya, berulang-ulang kali berharap para pengawal yang ber

    Last Updated : 2023-01-21
  • Tamally Ma'ak   Husband?

    Embun jatuh perlahan seiring fajar menyapa keramaian, terdengar derap langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang ke sana kemari, membuat tidurku terganggu. Perih, saat mata ini terbuka, berapa jam tidurku? "Awww…." Meringis pusing, memujit pelipis saat membangungkan diri sendiri. Kuangkat wajah bantalku melihat ventilasi udara yang telah memantulkan cahaya sang surya. Ternyata aku tidak sadar ketiduran bahkan mukena yang semalam aku pakai masih terpasang di tubuhku. Sebentar! Mukena? Mataku sontak membulat. Teringat. Bagaimana keadaan pria itu? Apa dia baik-baik saja? Kusingkirkan kain panjang yang membalut tubuhku dan menyimpannya kembali di atas bedside cabinet. Berjalan keluar. Tunggu. Sontak langkah kakiku terhenti. Tersenyum licik. Bukankah ini kesempatan untukmu kabur Syifani? Apa yang kau tunggu lagi? Kesempatan emas ini tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.Bener, untuk apa juga aku peduli padanya? Kuangkat bahu tak acuh seraya bergegas berlari keluar rumah sakit

    Last Updated : 2023-01-22
  • Tamally Ma'ak   Who's He?

    Aku berdehem membuat dua anak manusia yang dimabuk cinta tersebut menoleh ke arahku. "Ah, Bell. Dia adalah Syifani." Aku tersenyum, mengangguk kecil. "Oh, really?" Entah apa yang membuat mata wanita ini berbinar seperti itu menatapku. Dia bergerak menujuku, sontak membuat mataku terbelalak saat dia tiba-tiba saja memelukku. Dia merenggangkan jarak pelukannya, tersenyum duchenne, memandangiku cukup lama. "Dia sama sekali tidak berubah, " ucapnya menoleh ke arah Sergio. "She still looks the same as before."Aku mengernyitkan kening? Apa maksudnya. "Apa kamu tidak ingat apapun?" tanyanya padaku. "Iya." Sungguh, aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya. "Really? Kau tidak ingat apapun soal… ""Bella!" Aku dan wanita yang bernama Bella itu refleks menoleh ke arah Sergio. Wajah pria itu terlihat memerah dengan napas yang naik turun, tak teratur. Dia memejamkan matanya sejenak, jakunnya ikut naik turun." Aku ingin berbicara dengan Bella berdua. Keluarla!""Ah, iya. " Entah mengapa a

    Last Updated : 2023-01-23
  • Tamally Ma'ak   Commemoration

    Tepat seminggu setelah menjalani pemulihan, akhirnya Sergio diperbolehkan untuk pulang. Kini kami sedang dalam perjalanan, entah kemana. Aku pun tidak berniat untuk mencari tahu kemana arah mobil ini melaju. Kutarik napas dalam-dalam, menghembuskannya. Memandangi gedung-gedung tinggi yang berdiri dengan angkuhnya seakan tersenyum mengejekku. Mobil yang kutumpangi, akhirnya tiba di halaman mansion berwujud kastil itu. Lagi. Kuhela napas gusar. Sungguh keputusan yang sangat buruk. Kuikuti langkah lebarnya memasuki tempat tersebut. Tempat yang sepatutnya sudah kutinggalkan. Tapi karena keduguan yang kulakukan, akhirnya aku kembali terjebak di penjara ini. "Naiklah!" titahnya. Menyuruh menaiki anak tangga mansion ini dengan dagunya. Lekas kucekal pergelangan tangannya saat ia hendak mengayunkan langkah kembali. Dia menoleh. "Bisakah kau kembalikan buku-bukuku yang kau sita? Aku butuh benda-benda itu untuk menghilangkan kejenuhanku." Kutatap ia menggibah. Berharap hatinya tersentuh. "

    Last Updated : 2023-01-24
  • Tamally Ma'ak   Who?

    Denting jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kututup buku diaryku, menyimpannya di atas nakas seraya menarik selimut dan mencoba tuk memejamkan mata. Berkali-kali tapi sulit, hingga aku tersentak kaget saat jam weker berdering nyaring masuk ke dalam membran timpani-ku tepat pada pukul 4.30 subuh. Jam berapa aku tidur semalam? Kugerakkan tubuhku masuk ke dalam kamar mandi. Mandi subuh dan berwudhu. Kemudian melangkah menuju lantai dasar. Setidaknya beberapa hari ini aku bisa merasakan sedikit kebebasan, berkeliaran dalam mansion mewah ini, walau harus diawasi dengan ketat. Anak buah pria itu menatapku tajam saat aku berjalan di depannya menuju dapur. "Masak apa?" Beatrica tersentak kaget reflek menoleh. "Aku lagi buat American Pancakes untuk Tuan Sergio dan ayam goreng untuk Anda." Dia tersenyum manis sekali. Ayam goreng? Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan makanan kesukaan Upin Ipin itu. "Apa pria itu sangat suka dengan makanan itu?"Beatrica mengangguk. "Tuan tidak suka mak

    Last Updated : 2023-01-25
  • Tamally Ma'ak   Dunno Who

    Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Namun jika kalian bertemu musuh, bertabahlah menghadapinya (HR Bukhari).***Di suatu tempat? Aku mengernyit tak paham. Rumah sakit? Mataku reflek membeliak lantas menoleh ke belakang. Pria dengan wajah sangar seperti psychopath itu tengah menatap datar ke arahku. Kutelan kasar ludahku, lekas memalingkan pandangan ke depan. Entah mengapa, menatap pria itu membuat gemuruh jantungku bertalu-talu. Apa sebenarnya aku pernah bertemu dengannya? Mengapa tatapan pria sangar itu seakan tak asing bagiku. Tanpa sadar tanganku saling menggenggam satu sama lain, menyalurkan gugup yang kian mendera hatiku. Ada apa sebenarnya, mengapa juga aku harus merasakan takut pada orang yang baru pertama kali aku temui? Tanpa sebab?Ya Allah lindungi hamba,” Allahumma inna naj'aluka fi nuhurihim wa na'udzubika min syururihim.Artinya: "Ya Allah kami jadikan Engkau di depan mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka." (HR. Abu Dawud)"Apa Sergio tidak men

    Last Updated : 2023-01-26

Latest chapter

  • Tamally Ma'ak   Contend

    Kusibak selimut yang membungkus tubuhku seraya bergegas mencari keberadaannya, di kamarnya, kosong. Melangkah lebar menuju lantai dasar, ternyata di ruang tamu juga kosong, hanya ada beberapa bodyguard berkepala plontos yang sedang berjaga, kuayunkan kaki menuju dapur–ternyata dia ada di sana tengah menikmati sarapan paginya seakan tak ada beban apa pun yang ia rasakan. “Sergio!” Dia tak menoleh sedikitpun. “Apa kamu masih bisa sarapan di saat situasi seperti sekarang, hah?” Aku berdiri di sampingnya, menatapnya dengan tatapan menggebu emosi. “Kau ingin aku mati karena tidak sarapan?” Tak acuhnya memasukkan potongan roti ke dalam mulutnya. Kugebrak meja membuat atensinya teralihkan padaku.”Kau tahu, gara-gara kau nama baikku jadi tercemar?""Apa kau hanya memikirkan nama baikmu?" Apa dia bilang hanya? Aku berdecih jengkel. Ingin rasanya aku meninju wajah iblisnya ini. Dengan entengnya dia mengeluarkan kalimat sialan itu. "Kalau bukan karena kau, aku tidak akan pernah mengalami pe

  • Tamally Ma'ak   Bad News

    Kuhela napas pelan. Percuma. Pria itu hanya diam seperti patung pancora. Hingga mobil itu berbelok menuju pekarangan mansion, kami masih saja diam dalam kebisuan. Gegas, ku ayunkan kaki sesaat mobil tersebut berhenti, melangkah lebar menuju kamar. Menutup dan menguncinya seraya melangkah membaringkan diri di atas tempat tidur. Menatap plafon dengan ribuan pertanyaan. Sebenarnya siapa mereka? Mengapa aku merasa pernah bertemu dengan pria berwajah psikopat itu?Gelap, itulah yang aku lihat, tapi kegelapan itu hanya bersifat semantara. Lampu-lampu yang bergelantungan di atasku perlahan mengeluarkan cahayanya. Mataku mengikuti arah cahaya lampu itu, menyipitkan mata, tatkala pandanganku seperti melihat bayangan seseorang. “Sergio!” Dia berbalik, senyum yang semula terbit kini redup saat pria itu menodongkan senjata ke arahku. Mataku kembali menatapnya dengan pandangan yang berkabut air mata sedangkan Sergio menatapku dengan seringaian yang menjijikkan. “A—Ap…”Dor!“Astaghfirullahaladzim

  • Tamally Ma'ak   Dunno Who

    Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Namun jika kalian bertemu musuh, bertabahlah menghadapinya (HR Bukhari).***Di suatu tempat? Aku mengernyit tak paham. Rumah sakit? Mataku reflek membeliak lantas menoleh ke belakang. Pria dengan wajah sangar seperti psychopath itu tengah menatap datar ke arahku. Kutelan kasar ludahku, lekas memalingkan pandangan ke depan. Entah mengapa, menatap pria itu membuat gemuruh jantungku bertalu-talu. Apa sebenarnya aku pernah bertemu dengannya? Mengapa tatapan pria sangar itu seakan tak asing bagiku. Tanpa sadar tanganku saling menggenggam satu sama lain, menyalurkan gugup yang kian mendera hatiku. Ada apa sebenarnya, mengapa juga aku harus merasakan takut pada orang yang baru pertama kali aku temui? Tanpa sebab?Ya Allah lindungi hamba,” Allahumma inna naj'aluka fi nuhurihim wa na'udzubika min syururihim.Artinya: "Ya Allah kami jadikan Engkau di depan mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka." (HR. Abu Dawud)"Apa Sergio tidak men

  • Tamally Ma'ak   Who?

    Denting jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kututup buku diaryku, menyimpannya di atas nakas seraya menarik selimut dan mencoba tuk memejamkan mata. Berkali-kali tapi sulit, hingga aku tersentak kaget saat jam weker berdering nyaring masuk ke dalam membran timpani-ku tepat pada pukul 4.30 subuh. Jam berapa aku tidur semalam? Kugerakkan tubuhku masuk ke dalam kamar mandi. Mandi subuh dan berwudhu. Kemudian melangkah menuju lantai dasar. Setidaknya beberapa hari ini aku bisa merasakan sedikit kebebasan, berkeliaran dalam mansion mewah ini, walau harus diawasi dengan ketat. Anak buah pria itu menatapku tajam saat aku berjalan di depannya menuju dapur. "Masak apa?" Beatrica tersentak kaget reflek menoleh. "Aku lagi buat American Pancakes untuk Tuan Sergio dan ayam goreng untuk Anda." Dia tersenyum manis sekali. Ayam goreng? Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan makanan kesukaan Upin Ipin itu. "Apa pria itu sangat suka dengan makanan itu?"Beatrica mengangguk. "Tuan tidak suka mak

  • Tamally Ma'ak   Commemoration

    Tepat seminggu setelah menjalani pemulihan, akhirnya Sergio diperbolehkan untuk pulang. Kini kami sedang dalam perjalanan, entah kemana. Aku pun tidak berniat untuk mencari tahu kemana arah mobil ini melaju. Kutarik napas dalam-dalam, menghembuskannya. Memandangi gedung-gedung tinggi yang berdiri dengan angkuhnya seakan tersenyum mengejekku. Mobil yang kutumpangi, akhirnya tiba di halaman mansion berwujud kastil itu. Lagi. Kuhela napas gusar. Sungguh keputusan yang sangat buruk. Kuikuti langkah lebarnya memasuki tempat tersebut. Tempat yang sepatutnya sudah kutinggalkan. Tapi karena keduguan yang kulakukan, akhirnya aku kembali terjebak di penjara ini. "Naiklah!" titahnya. Menyuruh menaiki anak tangga mansion ini dengan dagunya. Lekas kucekal pergelangan tangannya saat ia hendak mengayunkan langkah kembali. Dia menoleh. "Bisakah kau kembalikan buku-bukuku yang kau sita? Aku butuh benda-benda itu untuk menghilangkan kejenuhanku." Kutatap ia menggibah. Berharap hatinya tersentuh. "

  • Tamally Ma'ak   Who's He?

    Aku berdehem membuat dua anak manusia yang dimabuk cinta tersebut menoleh ke arahku. "Ah, Bell. Dia adalah Syifani." Aku tersenyum, mengangguk kecil. "Oh, really?" Entah apa yang membuat mata wanita ini berbinar seperti itu menatapku. Dia bergerak menujuku, sontak membuat mataku terbelalak saat dia tiba-tiba saja memelukku. Dia merenggangkan jarak pelukannya, tersenyum duchenne, memandangiku cukup lama. "Dia sama sekali tidak berubah, " ucapnya menoleh ke arah Sergio. "She still looks the same as before."Aku mengernyitkan kening? Apa maksudnya. "Apa kamu tidak ingat apapun?" tanyanya padaku. "Iya." Sungguh, aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya. "Really? Kau tidak ingat apapun soal… ""Bella!" Aku dan wanita yang bernama Bella itu refleks menoleh ke arah Sergio. Wajah pria itu terlihat memerah dengan napas yang naik turun, tak teratur. Dia memejamkan matanya sejenak, jakunnya ikut naik turun." Aku ingin berbicara dengan Bella berdua. Keluarla!""Ah, iya. " Entah mengapa a

  • Tamally Ma'ak   Husband?

    Embun jatuh perlahan seiring fajar menyapa keramaian, terdengar derap langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang ke sana kemari, membuat tidurku terganggu. Perih, saat mata ini terbuka, berapa jam tidurku? "Awww…." Meringis pusing, memujit pelipis saat membangungkan diri sendiri. Kuangkat wajah bantalku melihat ventilasi udara yang telah memantulkan cahaya sang surya. Ternyata aku tidak sadar ketiduran bahkan mukena yang semalam aku pakai masih terpasang di tubuhku. Sebentar! Mukena? Mataku sontak membulat. Teringat. Bagaimana keadaan pria itu? Apa dia baik-baik saja? Kusingkirkan kain panjang yang membalut tubuhku dan menyimpannya kembali di atas bedside cabinet. Berjalan keluar. Tunggu. Sontak langkah kakiku terhenti. Tersenyum licik. Bukankah ini kesempatan untukmu kabur Syifani? Apa yang kau tunggu lagi? Kesempatan emas ini tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.Bener, untuk apa juga aku peduli padanya? Kuangkat bahu tak acuh seraya bergegas berlari keluar rumah sakit

  • Tamally Ma'ak   What Happened?

    Smart timepiece backlight alarm clock berdering nyaring masuk ke dalam gendang telingaku. Kelopak mataku perlahan terbuka, mengerjap berulang-ulang kali guna menyesuaikan spotlight yang menerobos masuk ke dalam retina. Menoleh, ternyata sudah pukul setengah tiga dini hari. Menguap sembari bangun secara perlahan, menyadarkan kepala pada sandaran kasur, mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sempurna lalu menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuhku dan melangkah malas masuk ke dalam kamar mandi. Berwudhu dan melaksanakan salat malam. "Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra' Ayat 79) Rasa haus menyerang tenggorokanku. Kulangkahkan kaki menuju nakas, duduk di pinggir kasur, menghela napas pelan saat melihat gelas di atas nakas itu sudah kosong. Dengan berat kaki, kuayunkan langkah menuju pintu, mengetuknya, berulang-ulang kali berharap para pengawal yang ber

  • Tamally Ma'ak   Ain't A Whore

    “Sergio lepaskan aku sialan!” Aku berusaha keras agar lepas dari jeratan pria bedebah gila ini, tapi tubuh dan tenaganya lebih besar dariku. Mata elang itu kembali menatapku seperti binatang buas yang sedang kelaparan. “Sekali lagi kau mengumpat, aku bersumpah akan membungkam mulutmu.”Napasku memburu. "Baiklah, lepaskan aku… please." Muak, rasanya memohon pada pria brengsek sepertinya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. “Bukankah kau sendiri yang hendak menyerahkan dirimu dengan datang ke kamar ini, Mi amor?”Pria bedebah sialan ini benar-benar menguji kesabaranku. Lama-lama ku tonjok juga muka menyebalkannya. Kuhela napas lelah. “Kau pikir aku sama dengan wanita yang tadi kau bawa itu, huh?"Bibirnya terkatup, matanya menatapku lekat. “Apa kau tidak pernah merasa bersalah telah merusak kehormatan seorang wanita?”“Mereka sendirilah yang datang melemparkan tubuhnya padaku.” Ia melepaskan kungkungan tangannya. Berdiri selangkah dariku. Kubalas tatapannya dengan tatapan tajam. Ja

DMCA.com Protection Status