Share

Permintaan Bhanu

Author: Ayra N Farzana
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Zafran berjalan mendekati kami. Entah bagaimana bisa pria itu ada di sini.

“Om, kapan pulang?” tanya Airin.

Zafran berjalan mendekati gadis kecil itu.

Aku bingung dengan mereka. Ada hubungan apa sebenarnya mereka.

“Farabi ini kakakku.” Zafran memandang pria di hadapannya.

Kalau dilihat tidak ada kemiripan di antara mereka. Kalaupun jalan bersama tidak ada yang mengira kalau mereka bersaudara.

“Deema aku antar kamu pulang, ya.”

Cepat aku menggelengkan kepala. Gegas aku berpamitan dan ke liar dari rumah itu.

Kondisi yang tidak memungkinkan membuatku melajukan motor perlahan. Tanpa sengaja aku melihat sebuah mobil berjalan di belakangku. Mobil itu sama seperti milik Zafran. Pasti pria itu sengaja mengikuti.

Setibanya di rumah, Ayah ternyata sudah menunggu kepulanganku. Pria itu berdiri di teras rumah. Senyumnya mengembang ketika melihatku memasuki halaman. Namun, ketika melihat sebuah mobil yang berjalan di belakangku senyumnya hilang. Aku segera menoleh ke arah mobil. Ternyata Zafran berhenti tepat di depan rumah.

Ayah begitu membenci Zafran karena itu membulatkan tekatnya untuk menikahkanku dengan Mas Bhanu. Apalagi setelah tahu pria yang pernah singgah di hatiku itu lebih memilih Namira.

Tanpa diduga Zafran turun dari mobil. Melihat hal itu Ayah memintaku untuk segera masuk ke dalam rumah. Aku tahu pria itu sama sakitnya sepertiku ketika pria itu meninggalkanku. Aku menuruti perintah Ayah.

“Mau apa kamu ke sini?” Pertanyaan Ayah mengejutkanku. Pria itu begitu marah pada Zafran.

Aku mengurungkan niat untuk masuk kamar dan memilih bersandar pintu yang separo terbuka dan mendengar percakapan.

“Pak, maafkan saya. Bukan maksud saya untuk ....”

Belum selesai Zafran berbicara, Ayah menyanggah perkataan pria itu. “Sudahlah Zafran. Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi dari mulutmu. Pulanglah.”

Mendengar langkah kaki Ayah bergegas aku masuk kamar. Aku masih bisa mendengar pria itu menutup pintu dengan keras. Aku tahu dia kecewa. Aku tahu dia terluka dengan apa yang menimpa diriku. Dua kali disakiti pria.

Aku berdiri di samping jendela kamar mengamati Zafran. Pria itu berjalan perlahan menuju mobilnya. Ada gurat penyesalan dalam wajah itu. Aku sadar di sini bukan hanya diri ini saja yang terluka, tapi juga dia.

Sebelum masuk ke mobil, pria itu memandang ke arahku. Segera aku bersembunyi. Setelah mendengar suara mesin mobil yang dinyalakan, aku kembali mengintipnya.

“Deema.” Tanpa sadar Ayah sudah berdiri di ambang pintu. “Jauhi dia!”

Baru kali Ayah begitu marah. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan perintahnya.

“Maafkan Ayah, Deema. Maaf.” Pria itu menitikkan air mata.

Aku menghampirinya. “Ayah tidak salah. Tidak ada yang salah di sini. Mungkin memang Allah belum mengirimkan jodoh yang tepat untuk Deema.”

Pria itu membelai puncak kepalaku yang tertutup jilbab.

“Ayah jangan khawatir. Deema baik-baik saja. Deema ikhlas dan sabar dengan semua yang terjadi.”

Pria itu tersenyum padaku. Beliau lantas pamit untuk kembali ke kamarnya.

Setelah kepergian Ayah, tubuhku luruh ke lantai. Air mata deras, jatuh membasahi pipi. Aku menyandarkan diri pada tempat tidur.

‘Ayah sebenarnya putrimu ini tak sekuat Asiyah yang begitu sabar dan tabah menghadapi suaminya—Firaun—yang kejam. Tidak juga seperti Aisyah yang bisa memimpin perang Basra. Aku hanya wanita biasa, Ayah. Aku juga merasakan sakit di hati ini. Namun, aku berusaha tegar agar air mata tak jatuh sia-sia hanya demi pria yang tak berharga. Doa kan putrimu agar kelak dapat menemukan kebahagiaan.’

***

 Menuruti nasihat Ayah, aku jarang ke rumah Bu Nirmala. Semua dilakukan untuk menghindari pertemuan dengan Mas Bhanu. Karena hal itu justru akan menimbulkan rasa sakit. Untuk perceraian aku belum mengurusnya. Sengaja agar pria itu yang mengurus semuanya. Toh yang salah dia. Kenapa aku yang harus repot.

“Anak-anak hari akan belajar tentang operasi penjumlahan dengan menyimpan.” Aku menuliskan angka 360 di papan tulis. Kemudian menulis angka 245 di bawah angka tadi dan menarik garis lurus di ujungnya diberi tanda plus

“0 di tambah 5?”

Anak-anak kompak menjawab, “5”

Aku menuliskan jawaban mereka. Lalu kembali bertanya penjumlahan pada angka puluhan dan seterusnya.

Setelah materi selesai aku sampaikan, aku menulis lima soal dan meminta para siswa untuk maju satu persatu mengerjakannya.

“Airin.” Pada soal terakhir aku meminta Airin untuk maju. Namun, ketika melihat kondisi gadis kecil itu aku begitu khawatir. Bergegas aku menghampirinya. Demam.

Aku segera menghubungi ayahnya dan mengabarkan putrinya sedang sakit. Sayangnya, Pak Farabi sedang ada rapat. Jadi dia tidak bisa menjemput putrinya.

Kebetulan waktu itu jam pelajaran telah usai. Anak-anak juga saatnya pulang. Aku pun mengantarkan Airin pulang mengendarai motorku.

Setibanya di rumah Airin, Mbak Darsi mengendong gadis kecil itu ke kamarnya. Aku mengikuti mereka.

“Mbak ambilkan air untuk mengompres Airin.”

Wanita bernama Darsi itu keluar dari kamar Airin. Tal berselang lama dia kembali dengan air dingin dan sapu tangan yang kuminta. Aku membasahi sapu tangan dengan air dingin dan meletakannya di dahi Airin.

“Mbak ada parasetamol enggak?”

“Ada, Bu. Sebentar saya ambilkan.”

Ketika Mbak Darsi datang dengan parasetamol yang aku minta, aku langsung meminta Airin meminumnya.

Usai minum obat, gadis kecil itu terlelap. Melihat hal itu, aku hendak pulang. Saat akan berdiri, Airin meraih tanganku. “Bu Deema di sini saja, ya?” pintanya. “Sampai Papa pulang.”

Tak tega akhirnya aku menurut. “Tapi, ibu salat dulu sebentar, ya. Kamu sama Mbak Darsi dulu.”

Gadis kecil itu mengangguk menuruti perkataanku. Di arahkan Mbak Darsi, aku pun menuju musala kecil yang ada di bagian tengah rumah.

“Deema.” Ketika hendak meninggalkan musala usai salat ternyata Pak Farabi sedang menungguku. Pria itu berdiri bersandar tembok tepat di samping pintu musala.

Aku menghentikan langkah. “Ya, Pak.”

“Terima kasih sudah bersedia menjaga putriku,” ucapnya.

“Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaganya. Aku juga ibu Airin.”

Mendengar hal itu Pak Farabi menoleh. Mungkin dia salah mengartikan perkataanku. Aku pun menambahinya. “Airin juga anak didik saya. Saya wajib menjaganya.

Pria itu tersenyum. Aku lantas berpamitan pada pria itu untuk kembali ke kamar Airin. Aku hendak melihatnya sebentar dan pamit karena papanya juga sudah pulang.

Ketika tiba di kamar bernuansa merah muda, ternyata Airin sudah tertidur lelap, ditemani boneka minion kesayangannya. Aku menyentuh dahi Airin. Sudah tak terlalu panas. Badan gadis itu juga dipenuhi keringat. Aku membuka selimut yang menutupinya.

“Airin sudah tidur sedari tadi.”

Aku dikagetkan dengan suara Pak Farabi. Ternyata pria itu sudah berdiri di belakangku. Sontak aku membalikkan badan. “Pak.”

Pak Farabi berjalan mendekat ranjang. Sontak aku mundur beberapa langkah. Pria itu duduk di tepi ranjang. Lembut dia membelai kepala putrinya.

“Oh iya, Pak. karena Airin sudah tertidur dan Bapak juga sudah pulang, saya hendak pamit mau pulang.” Aku beralasan Ayah akan khawatir kalau aku pulang terlambat. Pak Farabi pun mengiyakannya.

***

Setibanya di rumah, aku melihat sebuah mobil terparkir di depan rumah. Pasti tamu ayah pikirku. Aku segera memarkirkan motor.

“Deema.” Panggil seseorang ketika aku hendak masuk ke dalam rumah.

Suara itu aku sangat mengenalinya. Mas Bhanu. Aku memandang ke sekeliling rumah khawatir Ayah melihat kehadirannya. Hal itu akan memancing emosi Ayah.

“Deema, aku ingin berbicara sebentar,” ucap Mas Bhanu yang sudah berdiri di belakangku.

“Pulanglah,” jawabku tanpa menolehnya

Pria itu berjalan dan berdiri tepat di hadapanku. “Aku hanya ingin bicara sebentar.”

Aku menggelengkan kepala. “Besok saja.”

“Apa kamu takut dengan ayahmu. Jangan khawatir Deema. Pria tua itu sedang tak ada di rumah.”

Aku memandang pria itu. Dia menjelaskan kalau dirinya sudah tiba sedari tadi. Pria itu juga sudah mengetuk pintu. Akan tetapi, tak ada jawaban. Aku baru ingat. Setiap Hari Rabu Ayah ada pengajian di rumah Pak Ustaz Fikri dan akan pulang setengah jam pagi.

“Katakanlah apa maumu?”

“Aku ingin kamu menggugatku.”

Bersambung ....

Related chapters

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Hujan

    “Kenapa aku bukan kamu?” Aku menunjuknya. “Kamu yang hendak menikah dengan Afseen. Harusnya kamu yang mengurus segalanya.“Deema. Sulit untukku mengajukan perceraian ke pengadilan.”“Karena sulit atau memang pelit,” sanggahku. Pasti pria itu tak mau keluar uang untuk mengurus perceraian. Dia juga tidak mau repot mengurus semuanya. Enak aja. Aku tidak mau melakukannya. Dia yang berbuat salah, kenapa aku yang harus menanggung segalanya.Pria itu seperti bingung mendengar jawabanku. “Deema, bukan seperti itu. Tak ada alasan untukku mengajukan perceraian ke pengadilan. Tak ada kesalahan dalam dirimu. Jadi tak ada alasan untukku menceraikanmu Sedangkan kamu, bisa saja kamu menggugatku dengan alasan tidak memberimu nafkah selama enam bulan. Beres.”“Bayar pengacara, Mas. Kamu tinggal ongkang-ongkang di rumah. Pengacara yang akan urus segalanya. Beres.”Tak mau mendengar apa-apalagi, aku be

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Sakit

    “Ada apa denganmu Zafran?” Pria itu memandang adiknya lalu beralih memandangku. “Apa yang salah dengan perkataanku. Bukankah memang benar perkataanku.” Pak Farabi menjelaskan kalau guru merupakan orang tua kedua bagi muridnya.Zafran menghela napas lega mendengar penjelasan kakaknya. Pria itu lalu kembali melanjutkan makannya. Aku hanya bisa menghela napas lega, karena awalnya aku berpikir ada maksud lain dari perkataannya.“Tapi, Papa.” Airin memandang Ayahnya. Gadis seakan tak terima dengan ucapan Pak Farabi “Itu beda.”“Beda gimana?” tanya Pak Farabi.“Airin maunya ibu beneran!” Gadis cilik itu memandang papanya.Mendengar hal itu aku kembali terlonjak. Sedangkan Zafran menundukkan kepala. Entah apa yang ada di pikirannya.“Mana bisa, Airin. Ibu Deema kan sudah punya suami.” Pria itu memandangku.“Ya ....” Mendengar jawaban papanya, Airi

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Jangan Lakukan Itu, Mas

    “Jangan sentuh aku!”Aku hendak menendangnya. Sayang, kedua kakiku diinjaknya. Sakit. Bukan hanya kaki yang sakit, tapi juga hatiku. Aku sangat takut jika pria itu akan berbuat yang tidak-tidak.Mas Bhanu merapatkan kedua tanganku di atas kepala. Dengan posisi masih menempel di dinding dengan satu tangannya. Sedangkan tangan satunya meraih wajahku. Mencengkeram antara dua rahang dan mendekatkan ke wajahnya.“Jangan la-kukan itu, Mas,” Aku coba memalingkan wajah. Namun, cengkeramannya semakin kuat. Saat itu aku ingin berteriak, tapi tidak bisa. Aku hanya bisa menangis seraya berdoa agar selamat dari pria itu.Aku coba menarik kaki dan tanganku agar bisa terlepas darinya. Akan tetapi tidak bisa. Sedangkan tubuhku semakin terasa lemas. Kepala semakin berputar. Aku bisa merasakan keringat dan air mata jatuh bersamaan. Setelahnya gelap.Ketika terbangun, aku sudah berada di tempat tidur. Di dahiku ada sapu tangan basah yang

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Permintaan yang Tak Dapat Dilakukan

    Siang itu aku jadi menemui Zafran. Di hadapan kami hanya ada dua jus alpukat. Aku menolak tawaran makan dari pria itu. Kafe yang berada di jantung kota itu, dulu menjadi saksi bisu pertemuan dua hati yang tak akan pernah bersatu. Dari dulu tempat makan yang sering kami datangi itu selalu ramai, walau begitu aku sering mengajak Liza untuk menemui Zafran. Namun, kali ini aku menemuinya sendiri. “Segera ceraikan suamimu. Aku akan membiayainya.” Perkataan Zafran begitu mengejutkanku. Aku memandang pria yang pandangannya tertuju pada jus alpukat yang sedang di aduk-aduknya. “Apa maksudmu?” “Ceraikan suamimu dan kembalilah kepadaku.” “Apa?!” Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang dikatakannya. “Bagaimana dengan Namira?” “Terus bagaimana denganmu? Apa selamanya kamu akan bertahan dengan pria yang akan menyakitimu itu!” Zafran terlihat sangat kesal. &ldqu

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Bukan Pembantu

    Ayah begitu marah melihat kehadiran Mas Bhanu. Apalagi pria itu menuduhku atas perbuatan yang tak aku lakukan. Tak ingin ada keributan, aku meminta Ayah untuk membiarkan pria itu mencari Bu Nirmala di setiap sudut rumah. Setelah tidak menemukan apa yang dicari pria itu pergi tanpa pamit. Aku menghampiri Ayah yang berdiri ruang tamu. Pikiranku tak tenang memikirkan keberadaan Bu Nirmala. Entah di mana saat ini beliau berada. Tak ingin berdiam diri, aku pun meminta izin untuk mencari ibu mertuaku itu pada Ayah. “Deema, hari sudah malam. Ayah takut kamu kenapa-napa?” Aku coba meyakinkan Ayah kalau aku bisa menjaga diri. Apalagi tempat yang hendak aku tuju tergolong ramai, karena berada di daerah pemukiman padat. Apalagi jarak dan jalan menuju ke sana masih aman. Sebab tak melewati jalanan yang sepi. “Baiklah, Nak. Namun, jangan terlalu ikut campur dengan urusan mereka.” Aku mengiyakan perkataan Ayah. Bergegas aku

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Kejadian Naas

    “Turun!” Salah satu mereka memintaku turun. Aku pun menurut karena takut. Aku seorang diri, mereka berdua. Apalagi badan mereka juga terlalu besar. Tidak ada cukup tenaga untuk melawan dua pria tersebut. Aku memandang dua pria itu dari atas ke bawah. Pria pertama berbadan besar, mengenakan jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans. Pria satunya berbadan tinggi, kurus dengan tangan penuh tato. Mereka berjalan mendekat, seketika aku mundur beberapa langkah. Aku begitu takut bila mereka berbuat yang tidak-tidak padaku. Aku menatap ke sekeliling. Berharap ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Namun, tak ada siapa-siapa. Suasana malam itu benar-benar sepi, tak ada seorang pun yang melintas. Suasana semakin mencekam. Ditambah angin yang berembus kencang. “Mau ke mana kamu!” Pria berbadan besar itu berjalan mendekat dengan senyum yang menyeringai. Jantungku pun berdetak kencang. Keringat juga bercucu

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Beradu dengan Afseen

    Hening .... Hanya suara angin yang berembus yang menemani kebersamaan kami. Entah apa yang hendak pria itu katakan. Sudah beberapa saat berlalu, pria itu belum mengatakan apa yang hendak disampaikannya. “Pak, saya harus pulang,” kataku pada akhirnya. Hari juga semakin sore. Aku harus bergegas pulang. Ada Ayah di rumah yang menanti kedatanganku. Tak ingin lagi diri ini membuatnya cemas. Aku pun bangun. “Deema, tunggu.” Pria itu memegang tanganku. Sontak aku menolehnya. Dia pun melepas tangannya dariku. “Maaf.” Aku pun berjalan menuju motor. Tak di sangka Pak Farabi mengikuti. Pria itu memegang helm yang hendak aku pakai. Dia meminta waktu sebentar. Pria itu menarik napas lalu berkata, “Deema. Ada debar aneh saat berada di dekatmu. Ada luka saat melihat air mata jatuh di pipimu. Ada rasa benci ketika melihat orang lain menyakitimu. Ada rasa ingin selalu menjaga dan berada di sampingmu.&rdq

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Bertemu Rana

    Aku menghela napas lega, ketika dokter menyatakan Afseen dan bayinya dalam keadaan baik-baik saja. Jika tidak, seumur hidup aku pasti akan dihinggapi perasaan berdosa. Wanita yang terbaring di tempat tidur itu tampak tak suka. Aku tahu, pasti dia semakin membenciku dengan apa yang terjadi padanya tadi. “Maafkan aku, Afseen. Aku tak bermaksud ....” Belum selesai berbicara wanita itu menyela. “Diam kamu! Aku tahu kamu tidak ingin melihat aku dan Mas Bhanu hidup bahagia kan?” “Tadi kalau kamu tidak memulainya, pasti aku tidak akan mendorongmu.” “Halah! Itu hanya alasanmu saja.” Mimik wajah wanita itu berubah, bersamaan dengan suara pintu terbuka. Tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang datang. “Afseen. Bagaimana keadaanmu.” Pria itu mendekati istrinya. Aku bisa melihat mulut Afseen komat-kamit. Pasti wanita itu menceritakan semua pada Mas Bhanu. “Deema.” Ma

Latest chapter

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Ending

    Hal itu membuatku malu, aku lantas menyenggol lengan pria itu karena malu. Sedangkan Ayah tersenyum melihat tingkah kami. “Ayah, Deema punya kabar bahagia,” ucapku. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin memberitahukan perihal kehamilanku pada Ayah. “Kabar apa, Deema?” Ayah yang duduk di teras bersama kami memandangku. Pria itu sepertinya sudah tidak sabar untuk mendengarnya. Sejenak aku memandang Pak Farabi yang duduk di sampingku untuk meminta izin padanya. Pria itu mengangguk. Gegas, aku mengambil sebuah kotak kecil dari dalam tas dan menyerahkannya pada Ayah. “Buka, Yah. Kabar bahagianya ada di sana.” Aku menunjuk kotak beludru berwarna biru itu pada Ayah. Perlahan, Ayah membukanya. “Apa ini, Deema?” tanya Ayah memandangku. Pria itu lantas mengamati benda kecil yang berada di dalam kotak. “Deema hamil Ayah.” Mendengar itu, mata Ayah berkaca-kaca. “Benarkah itu, Deema?” Pria itu seakan tak percaya dengan apa yang aku katakan. “Iya, Ayah. Sebentar lagi, Ayah akan memiliki cuc

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Kehamilan yang Dinantikan

    Aku begitu terharu ketika dokter menyatakan aku telah hamil delapan minggu. Memang aku terakhir datang bulan sebelum berangkat bulan madu. Sehari setelah mengetahui kabar kehamilan, aku dan Pak Farabi pulang ke kota kelahiran kami. Kepulangan kami tak ada satu keluarga pun yang tahu. Pun dengan berita kehamilanku. Aku dan Pak Farabi berencana ingin memberi kejutan pada semua keluarga. Pulang dari bandara kami sengaja tak menelepon sopir untuk menjemput. Melainkan mengendarai taksi daring. “Deema, Farabi, kenapa kalian sudah pulang?” tanya Bu Sekar. Beliau begitu terkejut melihat kepulanganku dan Pak Farabi malam itu.Berbeda dengan beliau, Airin justru sangat bahagia melihat kehadiran kami. Gadis kecil itu bahkan berlari untuk memelukku.Kami berdua hanya diam mendengar pertanyaan Bu Sekar.“Apa ada kabar bahagia untuk kami?” tanya Bu Sekar kembali.Pak Farabi yang sedari tadi pura-pura memasang wajah memelas, menjawab kalau aku tak mau disentuh olehnya.Sontak Bu Sekar marah pad

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Cucu 2

    Hubunganku dengan Pak Farabi juga semakin baik, hanya saja aku belum melakukan ritual malam pertama dengan pria itu. Padahal sebelumnya kami berdua sama-sama pernah menikah. Aku heran juga pada pria itu, kenapa dia bisa begitu sabar menahan hawa nafsunya. “Farabi, kapan kamu punya anak dari Deema?” Minggu siang, Bu Sekar ke rumah bersama dengan Rana. Waktu itu Rana dan Airin asyik bermain di ruang keluarga. Aku menemani mereka berdua. Sedangkan Ibu dan Pak Farabi duduk di sofa. Seketika tatapan Pak Farabi beralih padaku. Pria itu seakan-akan memintaku untuk menjelaskan semua pada Ibu. Tak mau ambil pusing, aku mengalihkan pandangan pada gadis kecil yang sedang asyik main kereta es krim di sampingku. “Kalau perlu, kalian pergi ke dokter.” Wanita itu semakin memojokkan Pak Farabi. “Bu, bagaimana bisa Deema hamil, Farabi aja belum menyentuhnya.” Entah pria itu keceplosan atau memang sengaja. Suara Ibu seketika menggelegar, memenuhi ruang keluarga. Tak ingin mendengar obrolan orang

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Cucu

    Menurutnya, semalam yang melihatku dan menahan agar tidak jatuh adalah Mbak Darsi. Wanita itu juga yang menjagaku hingga Pak Farabi pulang. Mengenai kepulangan Pak Farabi, Zafran yang menghubunginya.“Deema bagaimana keadaanmu saat ini? Sudah enakkan kah?” Aku tak menjawab pertanyaan pria itu. Melihatku hanya diam saja, Pak Farabi coba meraih tubuhku.“Eh! Bapak mau ngapain?”“Membawamu ke dokter.”“Aku sudah tidak apa-apa. Mungkin karena semalam aku lupa makan. Jadi masuk angin.”Melotot, Pak Farabi memandangku. Dia bertanya kenapa aku tak makan semalam. Alih-alih menjawab, aku justru mengalihkan perhatian dengan menanyakan kenapa dirinya pulang lebih cepat. Tak mungkin juga aku mengatakan Zafran adalah alasanku tak makan.“Mendengarmu sakit saja sudah mampu mengalihkan duniaku. Beruntung pekerjaan sudah selesai hanya Ayah yang tinggal di sana. Sedangkan aku memilih pulang. Mana sanggup aku jauh darimu!” Pria itu menoel hidungku.Aku begitu bersyukur bisa memiliki Pak Farabi. Walaup

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Seatap dengan Mantan

    “Ya, sudah. Aku pergi dulu. Kamu baik-baik Deema.” Sebelum pergi Pak Farabi mengecup keningku. Hal itu juga dilihat oleh Zafran yang sedang duduk di ruang tamu. Aku bisa melihat pria itu intens menatap ke arah kami. Pada posisi ini aku benar-benar merasa tidak enak hati.Pada acara makan malam bersama aku merasa canggung karena duduk satu meja dengan Zafran. Sedangkan Namira berada di kamar. Wanita itu makan di kamarnya karena kondisi yang tidak memungkinkan.Di sampingku duduk, ada Rana dan Airin. Telaten, aku menyuapi buah hati Namira dan Zafran itu. Ibu juga menawarkan diri untuk menyuapi gadis kecil itu, tapi aku melarangnya dengan dalih dia kelelahan.Kami makan hanya berlima, karena Pak Adilaga juga pergi bersama Pak Farabi Da urusan penting katanya. Menurut Pak Farabi mereka baru pulang besok pagi. Urusan apa aku sendiri tidak tahu.“Deema, kamu tidak makan?” Ibu memandangku yang masih menyuapi Rana.“Habis menyuapi Rana, Bu.”“Ya sudah.” Wanita itu kembali melanjutkan makan.

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Bahaya Satu Atap dengan Mantan

    Napas terasa berat. Dada terasa sesak. Aku begitu tak menyangka dengan kejadian yang menimpaku tadi. Beruntung Pak Farabi sigap dan mendorong tubuh Mas Dhanu menjauh. Dibantu Bu Nirmala, suamiku itu mendorong tubuh pria itu. Sedang aku berlari keluar. Bu Nirmala gegas mengunci pintu kamar pria itu. Dari luar, aku masih bisa mendengar beberapa kali pria itu memanggil namaku. Merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bu Nirmala berkali-kali meminta maaf. “Deema. Tenanglah.” Pak Farabi menggenggam kedua pundakku. Air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi pipi. Bukan hanya rasa takut yang menyelimuti diri, tapi juga rasa berdosa karena disentuh pria bukan mahramku. Kami bergegas pamit pada Bu Nirmala dan Bu Diah. Dengan derai air mata penyesalan, wanita itu melepas kepergianku. Mungkin, ini kali terakhir, aku menginjakkan kaki di rumah itu Di tengah perjalanan, karena tak tega melihat kondisiku, Pak Farabi menghentikan mobil. Memberi waktu agar aku lebih tenang. Namun, setengah jam

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Karma 2

    Heran, aku memandang pria itu.“Aku ikut denganmu.” Pria itu memandangku dengan tatapan entah.Mengangguk, aku mengiyakan permintaannya.Kopi dalam gelas pun segera dihabiskan. Ingin jalan bersama alasannya.Diam, itu yang bisa aku lakukan ketika jemari kami saling terkait. Semakin hari, aku semakin nyaman dengan pr8a itu. Walaupun, hubungan kami berawal dari sebuah keterpaksaan karena tragedi yang menimpa ayahku, diri ini berharap, rumah, pernikahan kami akan langgeng hingga maut memisahkan.***Sebelum berangkat ke kantor, Pak Farabi mengantarkanku ke rumah Bu Diah. Pikirku, pada pukul enam pagi Bu Nirmala pasti belum berangkat bekerja. Usai dari rumah Bu Nirmala, aku langsung berangkat bekerja. Rana, sementara bersama pengasuhnya. Sedangkan Airin ada Mbak Darsi.Pagi tadi, aku juga menyiapkan sarapan buat Bu Nirmala. Pasti wanita itu kerepotan karena harus bekerja. Aku berharap, makanan yang aku bawa bisa bermanfaat untuknya.“Deema, apa kamu tidak takut untuk bertemu dengan Bhanu

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Karma

    Di luar rumah angin bertiup cukup kencang. Ditambah mendung merajai malam. Sendiri aku menyepi. Duduk menatap ke luar melalui jendela. Korden yang menutupi sebagian jendela, melambai. Aku kembali mengingat perkataan Ayah siang tadi. Entah. Haruskah aku tertawa? Menertawakan kabar yang dibawa Ayah atau aku harus bersedih mendengar sang mantan mendapat karma dari segala yang dilakukan padaku pada masa lalu. Tidak! Aku bukan wanita seperti itu. Aku bukan wanita jahat, yang akan menyimpan dendam karena kejadian masa silam. Semua yang terjadi pada Mas Bhanu ada sebab dan akibatnya. Andai, dia tak terlalu diperbudak oleh cinta, maka hal tragis itu tak akan terjadi. Dari cerita Ayah, nasib Mas Bhanu dan ibunya kini terlunta-lunta. Rumah mereka sudah dijual oleh Afseen. Beberapa waktu mereka tinggal di rumah wanita itu. Hingga pada akhirnya, anak dan ibu itu diusir dari rumah wanita kejam itu seperti anjing. Bukan hanya itu, janin dalam kandungan Afseen juga buka darah daging Mas Bhanu. M

  • Talak Usai Bertemu Mantan   Di Balik Sebuah Musibah

    Malam itu, Pak Farabi dan Zafran pergi untuk menunaikan Salat Magrib, aku memilih menunaikan salat di ruang perawatan Namira. Usai melaksanakan kewajiban tiga rakaat, tak lupa kupanjatkan doa kepada Sang Maha Kuasa untuk kesembuhan Namira. Memang wanita itu sudah merebut kebahagiaanku dulu. Namun, aku sama sekali menaruh dendam padanya. Toh semua yang terjadi bukan keinginan wanita itu. “Deema.” Mendengar seseorang memanggil, aku mengedarkan pandangan. Tak ada orang lain di ruangan itu, hanya ada aku dan Namira. Bergegas aku melipat mukena dan perlahan mendekati ranjang. Aku memandang wanita yang terbaring tak berdaya di atas ranjang. Beruntung tak ada luka serius yang didapat. Hanya kaki dan tangannya yang terluka. Kaki yang dulu patah, kini kembali patah. Menurut dokter, hal itu akan sulit untuk disembuhkan. Ternyata wanita itu sudah terjaga. Dia tersenyum memandangku. Ada setitik air menetes melihat wanita itu telah sadar. Ada perasaan lega bisa kembali mendengar suaranya. Be

DMCA.com Protection Status