Sampai di rumah, Aku terus memikirkan penuturan anakku, aku masih merasa kaget, shock dan juga masih merasa setengah tak percaya.Tita dengan jelas melihat perempuan itu berbuat semaunya pada Mas Firman saat dia sedang tertidur, sayangnya aku belum bisa membuktikannya, kalaupun aku menanyakannya pada suamiku maupun Maya."Aaaaarrrgggh ....!" Aku kesal dan kecewa dengan Maya, aku sudah mengganggapnya seperti pahlawan yang sudah menyelamatkanku, aku memberinya pekerjaan dan mengajaknya tinggal di sini sebagai balasan karena dia telah menolongku, tapiii ... kenapa dia malah seperti ini, seperti pagar makan tanaman, apa dia berusaha mengambil apa yang bukan miliknya, bagaimana kalau Mas Firman juga menyukainya, aku harus bagaimana.Aku hanya bisa memijat pelipisku yang terasa berdenyut, kepalaku terlalu pusing memikirkan ini semua.Aku mengambil ponselku dan menghubungi seseorang. "Pak Iwan, besok tolong ke sini. saya ingin menambahkan beberapa kamera CCTV di rumah saya!""Iya Bu, saya ak
Apaaa ... Maya pernah jadi sekretaris Pak Amir? Tapi kenapa, dia tak pernah bilang sama saya, dia bilang dia sudah menganggur selama setahunan ini? Sejumlah pertanyaan aku lontarkan pada Bu Rossa."Mungkin dia tidak mau skandal dengan suami saya terbongkar, Bu Arlita," lirih Bu Rossa."Maksud Bu Rossa??" Aku kembali terkejut dengan pernyataan Bu Rossa."Iya Bu Arlita, Maya pernah menjalin hubungan asmara dengan suami saya."Deg! Ini yang aku takutkan, Maya ternyata memang perempuan tidak baik."Bagaimana bisa, Bu Rossa, saya tahu sekali Pak Amir itu orang yang sangat baik, bijaksana dan yang pasti sangat setia?" Aku masih belum percaya Pak Amir berselingkuh di belakang Bu Rossa."Pada mulanya memang Maya itu bekerja secara profesional, dia sekretaris yang sangat terampil, segala pekerjaan dengan cepat bisa dia kuasai. Tapi setelah beberapa bulan, saya menemukan beberapa kejanggalan, ketika saya sering menemukan parfum seorang wanita di baju kerja suami saya, bahkan noda lipstik. Kecur
Maya melihatku seperti ketakutan, dia tertunduk."Ada apa Mas, kok berhenti ketawanya, terganggu sama kehadiranku?" sindirku."Apaan sih kamu, Sayang?" jawab Mas Firman seperti merasa tak enak ketika aku tegur."Gak kok, aku lagi ngobrol aja soal tadi di tempat pertemuan dengan beberapa pengusaha, aku ketemu dengan Pak Pedro, pengusaha yang genit suka gangguin pengusaha wanita ataupun sekretaris pengusaha lain, pas dia deketin Maya, Maya dengan beraninya menendang anunya Pak Pedro sampai meringis kesakitan, hahaha ...!" Mas Firman tergelak karena Maya berhasil membuat Pak Pedro jadi kapok genit sama wanita."Oooh ... gitu," jawabku dengan ekspresi datar dan lalu kusambung lagi dengan ucapan yang menohok suami dan Maya."Tapi kalau kamu yang genit, bukan hanya aku tendang Mas, aku akan sunat lagi sekalian anunya." Mas Firman langsung berhenti tertawa dan wajahnya langsung pucat."Wiiih ... Mamah kok jadi sadis amat sih!" Mas Firman memegang anunya, sepertinya dia takut aku melakukannya
"Paaah ... hati-hati yah di sana!" ucapku saat Mas Firman memasuki mobilnya diikuti Maya di belakangnya."Bu, saya berangkat dulu yah. Ibu jangan mengkhawatirkan Pak Firman, selama di sana saya akan selalu mendampingi Pak Firman, jadi semua kebutuhannya biar saya yang penuhi," ucap Maya sebelum menaiki mobil kantor yang telah menunggu di depan rumahApa maksudnya ... jangan khawatir, jelaslah aku khawatir! Wong, kamu perginya berduaan saja. Terus maksud kamu, memenuhi kebutuhannya apa, apa termasuk kebutuhan biologisnya. Aku benar-benar kesal mendengar kalimat terakhirnya, seenaknya saja dia berkata demikian."Udah Mah, benar kok kata Maya. Mamah gak usah terlalu mengkhawatirkan aku. Kalau aku butuh apa-apa ada Maya yang siap membantu. Ya sudah aku pamit yah. Kamu baik-baik yah di rumah!" Mas Firman malah mendukungnya lagi membuatku tambah kesal saja, huuu ...!!! Makin besar kepala saja dia, berasa menang didukung Mas Firman."Iya Pah! Awas jangan macam-macam di sana!" Aku berbisik di
"Diaa ... hmm ... salah menginput data perusahaan Mah, semuanya jadi kacau, kita harus mengulang dari awal bulan, mengkoreksi semuanya kan itu butuh waktu Mah," jawab Mas Firman seperti terlihat panik.Kenapa menurutku itu alasan yang tidak masuk akal yah, data apa yang Mas Firman maksud. Aku benar-benar gak habis pikir dengan alasan Mas Firman."Ya tinggal betulin aja, apa susahnya sih, kita kumpulin datanya terus masukin yangg benernya udah beres, kenapa harus marah-marah segala sih!" Giliran aku yang sewot kali ini."Iya Mah, kamu bener. Ya udah Maya, sana kamu ke kamar istirahat sana." "Iya Pak kalau gitu saya permisi, Bu mari!" ucapnya terlihat lemas, Maya pun beringsut ke kamarnya."Paah ... kamu gak bohong kan sama Mamah, sebenarnya apa sih yang terjadi antara Papah sama Maya?" Aku masih belum puas mendengar jawaban Mas Firman."Hmm ... sebenarnya dia telah salah menyetujui perjanjian dengan Pak Pedro soal kerjasamanya dengan perusahaanku, Mah. Padahal aku sudah menolaknya den
Mas Firman pulang dari kantor, mereka memang pulang bersama, tapi tidak ada percakapan sama sekali.Aneh sekali mereka, dari kemarin mereka terlihat acuh, tapi kenapa kata Azra mereka saling berciuman di kantor.Apa mereka sedang bersandiwara kalau sedang di rumah, tapi kalau di kantor sebenarnya mereka dekat bahkan bisa bermesraan.Aku menyapa suamiku seperti biasa, agar tidak kentara kalau aku sedang mencurigainya. Sedangkan pada Maya melihatnya saja aku malas."Sore, Bu!" sapanya terlihat biasa saja, seperti tidak terjadi sesuatu dengan mereka."Sore!" jawabku datar.Maya langsung menuju kamarnya, begitu pun suamiku dia masuk ke kamar kami, untuk berganti baju dan mandi."Gimana kerjaannya Pah, lancar?" tanyaku saat suamiku sedang melucuti pakaiannya."Lancar.""Aku langsung mandi yah, gak kuat gerah!" "Memang gerah sih apalagi kalau udah deket-deket sama yang bening-bening!" aku sengaja menyindirnya apa dia mengerti maksudku."Hah?" Mas Firman terlihat mengerutkan dahinya."Maks
Mas Firman semakin hari semakin mesra padaku, aku juga tidak tahu apa yang menyebabkannya suamiku sedikit demi sedikit berubah, pulang kerja juga gak pernah telat, dan sekarang dia gak pernah lembur, di juga gak pernah bawa kerjaannya lagi ke rumah.Tapi aku senang, bahkan Azra gak pernah memberikan laporannya tentang Mas Firman lagi, mudah-mudahan saja memang waktu itu dia salah lihat.Diantara Mas Firman dan Maya pun masih terjadi perang dingin, mereka masih tidak saling bicara di rumah. Entah ini kabar baik atau kabar buruk bagiku, tapi ada jarak diantara mereka membuat kecurigaanku sedikit berkurang.Aku berusaha berpikiran positif, mungkin Mas Firman berusaha untuk bersikap profesional, kalau di rumah dia menganggap Maya bukan siapa-siapa, kalau di kantor baru mengganggapnya sekretaris.Bahkan di hari libur ini dia mengajak kami jalan bertiga, aaah ... sudah lama rasanya kami tidak jalan bertiga seperti sekarang ini."Asyiiik ... kita berenang Pah!" sorak Tita kegirangan mendenga
Aku anggap pembicaraanku sore itu selesai walaupun aku masih merasa janggal dengan jawaban Mas Firman.Tiba-tiba Ponselku berbunyi dan aku tidak mengetahui nomor siapa ini. "Halo, Bu Arlita saya Syaka, leader di restoran Bu Arlita cabang Bandung...""Oh iya Syaka ada apa yah?""Gini Bu, ini tentang Bu Zahra.""Ada apa dengan Zahra?""Bu Zahra sedang sakit sudah ada tiga hari dirawat, hmm ... maaf mengganggu Bu Arlita, tapi saya diminta hubungi Ibu oleh Bu Zahra. katanya restoran saat ini tidak ada yang mengawasi, saya juga diminta bantuin tugasnya Bu Zahra, tapi maaf Bu, kayaknya saya gak sanggup, apalagi pegang dua cabang."Ya ampun Zahra sakit, apa karena aku kasih dia amanah yang lebih berat yah."Ya sudah malam ini juga aku akan pergi ke Bandung.""Makasih Bu, maaf yah Bu saya sudah mengganggu Ibu karena hari ini bukan jadwal Ibu berkunjung ke Bandung!""Iya gak apa-apa!"Aku pun segera membereskan baju-bajuku ke dalam koper, aku harus pergi ke Bandung sekarang juga."Loooh Maaah
Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna
"Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah
William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng
"Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala
"Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d
Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k
Fayra POV"Kamu senang kan bisa bertunangan dengan pria yang kamu cintai?" tanya Mama."Tentu saja, Ma. Akhirnya aku bisa miliki dia," jawabku dengan senyuman yang lebar."Pertahankan dia Fay, jangan kayak Mama. Mama dulu terlalu mementingkan ego Mama untuk menjadi model yang terkenal. Hingga Mama kehilangan Papa kamu. Dia memilih menikah dengan wanita lain." Mama terlihat begitu sedih, mungkin itu penyesalan yang tak berujung dalam hidupnya, kehilangan cinta sejatinya.Aku tidak boleh seperti Mama, aku harus bertahan demi cintaku pada Pak Willy."Maaf Ma, aku dari dulu ingin sekali menanyakan hal ini? Apaaa... Papaku masih ada? Kenapa Mama selalu menyembunyikannya dariku?"Mungkin ini saatnya aku mendesak Mama untuk memberitahu secara mendetail soal Papaku."Maaf Fay, belum saatnya kamu tahu. Suatu hari nanti pasti Mama akan kasih tahun kamu, Fay.""Mama selalu begitu, kenapa sih Ma?" Mama tetap tak mau bilang soal Papa. Sampai hari ini hanya namanya saja yang aku tahu."Kamu kan uda
Sial banget hidupku, kenapa harus kenal sama gadis itu, padahal dari awal pun aku tidak tertarik sedikit pun sama dia. Aku harus menemui Papanya Firlita siapa tahu dia bisa membujuk Papaku untuk membatalkan pertunangan ini."Pak Firmaaaan .... Saya mohon tolong saya, saya benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama gadis itu. Saya hanya mencintai putri Pak Firman." Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, entah Pak Firman akan melihat kesungguhanku ini."Saya tidak yakin setelah saya mendengar ucapan gadis itu!" Pak Firman tampaknya sudah terlanjur percaya dengan ucapan gadis itu."Pak, saya sangat yakin kalau saya ini dijebak, tolong izinkan saya tetap bersama Firlita? Dan tolong bilang sama Papa saya untuk Menolak pertunangan saya dengan Fayra, Pak.""Maafkan aku Willy, aku belum seratus persen percaya sama kamu." Aku tahu ini bakalan sulit, tapi demi Firlita Aku harus terus membujuknya."Tante Arlita, saya sungguh-sungguh sama Firlita... tolong bantu saya. Saya tahu, kalau saya
Flashback on"Pak Willy tolong saya, saya disekap oleh seseorang di sebuah apartement!!" Suara Fayra terdengar panik di ujung telepon."Ka-kamu di mana Fay?" tanyaku ikut panik."Saya ada di apartement Berlian lantai 7 kamar 52, cepat Pak! Saya takut ini!"Tok! Tok! Tok !! "Wei, cepaaaat.... kalau gak saya akan mendobrak pintu kamar mandi itu!"Terdengar suara laki-laki yang berteriak sambil menggedor pintu dengan keras."Udah yah Pak, kayaknya mereka udah curiga! Pak Willy harus cepat, saya takut Paaak...!" katanya sambil berbisik dan terdengar begitu gugup.Tut! Dia mematikan sambungan telepon.Aduh, gimana ini? Aku harus menolongnya, tapii... bagaimana dengan pertunanganku.Aku melihat ke arah jam tanganku, masih ada Waktu sekitar dua jam.Aku pun bergegas makin cepat pergi, makin cepat beres urusannya dan aku bisa pergi ke pertunanganku."Lho Willy, kamu mau ke mana? Kok malah pergi acara pertunangan kamu sebentar lagi?" tanya Papa saat melihatku hendak pergi."Ada urusan sangat