"Farhan!" teriakku sambil menubruk tubuhnya yang benar-benar mengeluarkan darah dari dadanya dan ini bukan sekedar halusinasiku seperti beberapa minggu yang lalu.
"Farhan, bangun! Ini aku, kamu nggak boleh begini!" ucapku histeris. "Tolong, panggil dokter!" teriakku kembali lebih panik.
Dan kulihat Ray sudah datang dengan dokter Careld. Tubuh Farhan yang sudah lemah dan terdiam segera dipindahkan dan di buka baju yang membalut badannya. Terlihat di sana di dada Farhan luka itu menganga dan darah masih terus mengalir. Sama persis mimpiku beberapa minggu yang lalu.
Jantung buatan itu terbuka karena beban tubuh Feronika yang tiba-tiba memimpanya tanpa sengaja. Aku, Ray dan sluruh yang ada di situ panik. Nerujing di ruang gawat darurat dan Profesor LinHuang di panggil segera.
Aku lihat wanita paruh baya itu menangis tersedu di tempat duduk penungguan. Di sampingnya om Halim suaminya. Ray yang sedang tak berbaik hati mukanya sedang Dattan yang barusan da
Nit nit nit ...Suara itu sebenarnya menggangguku uang sedang larut dalam kesedihan. Namun aku simak. Ini sebenarnya suara apa. Aku merenggangkan pelukannya Rau."Ini suara apa Ray?" tanyaku sambil menyusut air mata yang terus mengalir di pipi tirusku.Ray hanya bergeming dan seolah mendengarkan sesuatu."Suara monitorkan, Sayang,"Mak jleb di hatiku mendengar Ray memanggilku begitu."Iya, memang monitor, tapi monitor siapa?" tanyaku sambil mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan."Ya Tuhan! Farhan!" Aku menjerit bukan lagi kaget. Lengkingan jeritanku terdengar sampai ke luar ruangan. Membuat orang yang di luar langsung masuk terutama Profesor LinHuang dan dokter Careld."Farhan," jeritku kembali tertahan.Dokter Careld mendekat tergesa di mana tubuh Farhan yang sudah dingin kembali menghangat."Puji syukur ya Alloh," aku makin terjerembab ke dalam dekapannya Ray. Kulihat Farhan menggerakan tangannya.
Kakiku berhenti seketika mendengar suara itu. Dengan gerakan reflek aku memutar badanku menghadap arah suara itu.Feronika Alfarest, wanita itu menatapku dengan pandangan mengharap sesuatu. Dengan pandangan yang dingin aku mendekati wanita itu."Move," panggilnya luruh membuat hatiku seketika mencelos. "Maafkan, Aku,"ucapnya dengan suara menguar perih terdengar di hatiku.Kupeluk erat wanita itu dan kubusikkan sesuatu yang mampu membuatnya bangun dari segala mimpi buruknya."Aku sahabatmu, Fero. Bangunlah, jangan menyerah," ternyata ucapan itu mampu membuat wanita yang umurnya jauh di bawahku itu tersedu. Kutepuk pelan punggungnya lalu kuelus dengan lembut."Dok, bagaimana perkembangannya?""Dia butuh teman oebdukung, mbak Move. Dan saya rasa, Mbak lah yang cocok untuk mendampinginya,""Tapi, Dok," aku hanya memandang tak mengerti."Kami ini saling bermusuhan," akhirnya aku meloloskan ucapan pahitku.Dokter itu hanya ter
"Sial!" Dengusnya membuat beberapa perawat memperhatikan sikapnya."Pak Ray nggak masuk?" Salah satu suster menyapa dengan ramahnya."Oh iya, Sus." Agak gugup Ray membalas sapaan suster itu. Dengan kekesalannya dia masuk ke ruangan itu dan masih melihat drama ala korea dan china. Saling membelai dan menggenggam tangan."Sudah belum dramanya?" tanyanya tanpa basa-basi.Aku dan Farhan saling bertatapan dan melepas tangan satu sama lain."Ray, kenapa?" tanya Farhan polos membuat Ray yang awalnya ingin marah tiba-tiba melunak. Aku bangkit dan mendekatinya."Kalian ngobrolah, Aku tinggal dulu." ucapku sambil bangkit dan berjalan menjauhi mereka."Move," panggil Ray. Dan sesaat aku berhenti."Kamu dan Farhan tidak bermain curang di belakangku kan?"Aku saling tatap dengan Farhan dan entah kenapa aku ingin tertawa geli. Ada seulas senyum terukir di bibir Farhan."Memang boleh kalau Aku ambil dia dari kamu?" l
"Tante Alliya!" teriakku sedikit terpekik. Aku melihat wanita anggun itu tertunduk mengambil pecahan piring yang pecah."Biar saya aja, Tante," ucapku sambil menunduk memunguti pecahan piring itu."Tante duduk di sofa aja, ya biar saya saja," sekali ucapku dengan hormat."Maafkan, Tante ya, Move," aku hanya tersenyum lantas ku ekor sosoknya menuju sofa.Aku kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba apalagi tahu-tahu sudah ada di dapur."Auw," ringisku pelan karena tergores beling piring. Baru saja hari itu mau aku angkat, tangan seseorang sudah mengambilnya dan menghisap jari yang berdarah itu."Ray," suaraku bergetar melihat sosok tampan itu sudah ada di depan mataku dsn mengulum serta menghisap jemariku."Kapan datang?" Kembali kuajukan pertanyaan. Lagi-lagi hanya dijawab dengan senyuman. Lalu mengecup jemariku."Semalam waktu kamu tidur," jawabnya."Sama tante?" Ray hanya mengangguk lalu memunguti sisa pecahan p
Sungguh aku terpana dan cengok mendapatkan kejutan demi kejutan hari ini. Disana banya bunga, banyak makanan yang dikirim untukku hari ini."Tante!" teriakku dengan keras. Wanita paru baya itu datang dengan senyum misterius."Ini , siapa yang beli, untuk apa makanan sebanyak ini, Tan?" tanysku meluoakan status aku dan status dia siapa. Sebegitu akrabnya aku memanggilnya seolah kami tak pernah ada masalah sebelumnya."Untuk kita maks, dan kita hidangkan bersama," jawabannya membustku mengerutkan kening."Lihst siaoa yang ada di balik karangan bunga itu?"Aku mengerjab dan melongok ke arah belakang karangan bunga yang besar itu."Feronika," desisku tak percaya."Hai-hai. Lady-lady. Aku sudah datang. Maafkan sedikit terlambat karena pesanannya yang behitu banyak jadi harus pelan-pelan dan hati-hati," ucapnya sambil mendorong bawaannya yang berada di troli barang.Sumpah demi apapun, aku gagal paham dengan semua i
Aku bangun dengan tergagap ketika ada suara dering telpon menguar dari atas nakas. Lalu kupeluk seseorang yang sudah dari semalam menemani begadangku. "Sayang, bangun. Berangkat kerja," suaraku sambil mengelus punggung telanjangnya yang terasa dingin. "Aku cuti, Yank," ops lupa. Dia sudah ambil cuti beberapa hari untuk pre wedding kami. Lalu ku elus kembali punggungnya dan aku rasa dia sudah terlelap dalam tidur kembali. Karena hari ini aku juga ada persipan ke kantor Farhan aku bergegas mandi. Kutinggalkan dia sendiri di apartemen. "Lho, kok malah ke sini?" tanya Farhan sambil meletakkan berkas di atas meja kerjanya. "Aku cuma mau lihat kamu, terus ada janji sama teman," ucapku lalu membereskan meja kerjanya yang berantakan. "Jangan buat aku kembali ke dunia khayalku lagi. Nanti aku nggak bisa move on dari kamu," sekilas aku tersenyum lalu menghampirinya. "Aku pergi, ya?" ucapku. "Tunggu!" Kuhentikan langkahku. Menungg
Aku masih terengah, mendapatkan perlakuan Ray yang tiba-tiba frontal. Laki-laki itu tersenyum puas melihatku megap-megap begitu. Lalu dia kembali mengecup dadaku yang sudah banyak bekas kepemilikannya."Itu hukuman buat yang sudah meninggalkan aku sendiri di ranjang," ucapnya dengsm dada masih bergemuruh. Sesekali bibirnya mrnyapukam lidahnya di bagian puncak dan gurun ke perut.Aku hanya tersenyum menahan geli dan menggelinjang. Dan seharian itu kami tidak beranjak dari tempat tidur. Bahkan kami berkalu-kali melakukan itu seolah ini honey moon.Badanku seakan hancur oleh serbuan dan serangan Ray yang seakan-akan tak pernah merasa puas denganku dam selalu minta terus dan terus, lagi dan lagi.Sampai bunyi bel pintu 3x aku masih dikungkung oleh Ray."Siapa sich yang ganggu? Padahak aku sudah matiin semua alat komunikasi biar kita nggak ada tang ganggu." ucapnya kesal namun pada akhirnya dia bangun juga."Ma! Ada kok ka
Dengan lembut aku memakaikan baju coupelan untuk acara kawinanku itu ke badan Farhan dan laki-laki tamoan itu benar-benar tak berkedip melihatku. "Ada yang salahkah di wajahku, sampai kamu melihatnya tak berkedip?" tanyaku sambil terus memakaikan baju untuknya. "Kamu cantik," jawabnya. "Dan seharusnya kamu jadi milikku dan hanya milikku bukan milik orang lain meskipun itu saudara kembarku sendiri," ucap Farhan tentu hanya di dalam hati. Aku hanya tersenyum mendengar dia memujiku. "Sudah dari dulukan aku cantik," timpalku lalu menyuruhnya berputar setelah selesai aku memasangkan baju di badannya. Dan decak kagum dari sang mama yang pertama kali keluar dari mulutnya untuk mengomentari ketampanan putra kembarnya itu. Aku tersenyum lalu menyingkir mengapit tangan kekar sang arjuna hatiku menuju ke Pantry. "Mau apa sich, Sayang?" tanyanya sambil memelukku dari belakang ketika aku membuatkan kopi untuk mereka. "Buat kopi. Kan mama-pa
Hari itu akhirnya datang juga. Hari di mana aku jadi ratu sehari dan Ray jadi raja sehari. Bahagia? Tentu. Bahkan hanya air mata haru yang menjadi temanku.Laki-laki 7 tahunku . Ya Tuhan, akhirnya. Aku benar-benar pengen pingsan karena nggak kuatnya menahan kebahagiaanku.Bahagia! Benar-benar bahagia. Saat ijab kabul itu berlangsung dan jawaban sah itu terdengar, tubuh melemah seketika. Tangan dan kaki ku thremor tiba-tiba.Puji syukur ya Tuhan, semua atas keridhoanmu. Kedua tanganku lama banget tertengadah hingga kulihat imamku masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan."Sudah sah, Sayang," bisiknya sambil mengecup daun telingaku membuat buluku meremang seketika.Kucium punggung tangannya tanda aku sangat menghormatinya lantas dia menyesap bibirku sebentar sebelum selanjutnya kami kembali ke pesta."Ma, Pa," kucium satu per satu punggung tangan mereka lalu kupeluk orang tua itu yang sekarang sudah menjadi orang tuaku.Giliran Farh
Ray masih terengah saat tubuhnya mengejang di atas tubuhku. Berkali-kali dia mengecup bibirku. Dan mengendus leherku saat dia sudah berbaring di sebelahku. Mataku sudah terpejam saat tangannya kembali menyentuh puncak dadaku yang tak terlapisi kain sedikit pun. Pria itu memainjannya dan membuat ku mengerang pelan. "Besok kita pre wedding, aku nggak mau ada halangan lagi." Aku hanya mengangguk sambil menikmati sentuhannya yang mrmbuatku kembali menegang. "Aku mau secepatnya kita menikah, Sayang," ucapnya bergetar sambil mengulum dadaku yang sudah mengeras. "Hemmn," jawabku dengan gelisah. Karena sudah kurasakan milikku lembab lagi. "Oh, Ray," akhirnya lolos juga dari tadi yang kutahan. Desahan berat karena tangan dan mulut Ray yabg usil. Pria itu hanya tersenyum puas melihat ku tersiksa seperti itu. Tak menunggu lama ketika wajahnya kembali terbenam di kedua pahaku aku kembali mendapat pelepasan. Rasanya aku sudah tidak sanggup
Hari selanjutnya aku sudah pulang dari rumah sakit. Kali ini aku pulang je rumah Ray bukan ke apartemen Farhan. Apartemen Farhan di kosongin sementara waktu. Kalau lagi bisan aja pengen liburan di sana. "Duduk di sini dulu atau mau langsung ke kamar?" tanyanya masih menggendong tubuhku yang masih lemah. "Langsung ke kamar saja," jawabku masih melingkarkan tanganku di lehernya. Setelah sekian lama banyak peristiwa yabg terjadi, entah kenapa baru kali ini aku merasa sedekat ini dengan Ray. Rasanya aku sangat merindukan saat-saat pertama kali dulu kita saling menyayangi tanpa ada pertengkaran dan air mata. Rasanya dulu aku sangat polos mencintai dia tanpa ada yang mengganggu gugat. Agak terhenyak rasanya ketika pria tampanku itu membaringkan tubuhku di tempat tidurnya. Aku terbangun dari lamunanku. "Pesen bubur dulu, ya. Habis itu minum obat." "Ray, nggak usah. Aku bikin sendiri saja." Ray mendelikkan matanya. "Maksudnya aoa mau b
Dorr ... doorr! Suara tembakan itu persis hampir mengenai jantung buatan Farhan ketika tiba-tiba pria tampan itu menutup kembali pintu ruang kerjanya. Buru-buru dia menghubungi polisi dan menghubungi Ray agar cepat bersembunyi. [Ray! Bersembunyi! Mereka menggunaksn senjata api!] Teriakan Farhan cukup membuat Ray mengerti. Pria itu tidak mengibstrupsi saudara kembarnya karena dia harus mencari bantuan. Suasana malam itu kian huru-hara karena tiba-tiba dua orang asing masuk ke ruang kerja Farhan dengan sarkasnya menembakkan beberapa amunisi hingga membuat suasana gaduh. Tak selang lama polisi dapat melumpuhkan penjahat amatiran itu. Ray dan Farhan pergi ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian. "Ulah siapa, menempatkan penjahat amatiran begitu, Far?" Ray tampak kesal karena malamnya ini terganggu dengan ulah para penjahat amatiran yang pada belum bisa menggunakan senjata api. "Aku tahu siapa orangnya. Ni! Tolong pelajari! Aku mau pula
Berkali-kali Renata menelan salivanya. Tak henti-hentinya dia menatap ke wajah sang penguasa itu. Terlihat lebih dingin dan arogan dari biasanya. Manusia dengan jantung buatan itu masih sebuk dengan segaja macam file dan berkas penting serta surat perjanjian kontrak kerja sama. Sedang di sebelahnya setumpuk kertas file yang iya yakini entah kapan selesainya. Tapi bukan itu yang membuat Renata menatap gelisah setumpuk file dan berkas itu. Tapi salah satu berkas dan file itu ada salinan surat kontrak yang suda ia rubah mengenai isi perjanjiannya dengan perusahaan papanya yang terbelit hutang yang banyak. "Renata! Kamu bisa pulabg duluan. Mungkin saya mau tidur dikantor saja untuk menyelesaikan pemeriksakaan berkas filenya." Suara bariton Farhan menggema di ruang kerjanya. "Astaga! Gila apa orabg ini. Mau lembur sampai tidur di kantor segala!" batin Renata ngedumel marah. Kalau sampai bosnya tidur di kantor otomatis berkas file itu pasti akan selesai diperiksa m
Farhan menatap wajah yang umurnya jauh di atasnya itu. Seorang yang seharusnya sudah bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Namun sikap itu jauh dari wajah yang seoerti anak muda itu. Farhan menghela naoas dalam. Baru dia bertatapan secara langsung laki-laki yang sering menyiksa istrinya lahir dan batin. "Kalau hanya ingin bertemu dengan untuk menanyakan masalah Renata, Aku rasa Move sudah memberi tahumu." Pria dewasa itu menghela napas menatap pria yang mukanya sama persis dengan pria yang akan menikahi mantan istrinya. "Kamu tahu sekarang kondisi Move seperti apa?" tanya Farhan sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku. Sejenak laki-laki yang tak lain Dimetri itu menyugar rambut hitamnya. Bukankah dia akan menikah. Sudah seharusnya kan dia berbahagia saat ini___ "Bukkkkk ...!" Pria bertubuh kekar itu sepoyongan, ada darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Sedang Farhan mengibas-ngibaskan tangannya. Ada rasa panas menjala
Teriakan Ray membuat seluruh penghuni ruangan itu tersentak. Semua tertuju pada tubuh Move yang kejang-kejang. Seketika senua yabg ada di ruangan di suruh keluar.Ray dengan paniknya tak bisa menenangkan perasaannya. Berkali-kali dua meraup mukanya. Bahkan semua orang mencoba untuk menenangkannya namun sia-sia.Seilah menunggu anteian lama sekali. Pintu ruangan itu tak kunjung dibuka. Padahal sudah hampir 30 menit. Dan ketika terdengar suara langkah kaki dari dalam menuju pintu keluar, Ray dengan segera menyambut dokter itu."Dok, bagaimana__"Sebaiknya, Bapak lihat sendiri keadaannya di dalam." Suara dokter itu membuat Ray terpana."Ray, sebaiknya kamu ke dalam duluan," ucap mamanya sambil memeluk putranya itu."Aku temani," kata Farhan masuk terlebih dahulu. Lalu di susul Ray.Kedua saudara kembar itu harap-harap cemas ketika memasuki ruangan itu. Beberapa suster sudah pergi meninggalkan mereka tapi di atas pembaringan p
Suara tangisan itu terdengar begitu keras hingga membuatku tersadar. Siapa yang menangis? Aku mencoba bangkit dari pembaringanku. Badanku rasanta remuk redam. Suara itu semakin terdengar di telingaku. Dan aku semakin penasaran. Sebenarnya siapa yang ditangisi? Apakah Ray? Apa calon suamiku itu tidak selamat? Astaga! Buruk sangka aja aku ini. Bagaimana tidak. Aku masih ingat betul bagaimana peristiwa itu terjadi. Ada beberapa mobil yang mengikuti kami ketika aku dan Ray akan mendatangi tempat pemotretan pre wedding kami. Dan tepat di kilometer 17 mobil-mobil itu menyenggol mobil Ray hingga mobil yang kami tumpangi masuk jurang. Itu artinya nyawa kami jadi taruhannya. Tetapi aku masih bisa merasakan sakit. Tandanya aku masih hidup. Nah! Apakah menangisi kematin Ray. Dengan buru-buru aku bangkit dari tidurku. "Ouw!" Kurasakan ada yang sakit di seluh badanku entah itu apa? Dan saat alu bisa melihat siapa yang menangis aku sangat terkejut. It
Melihat tangan thremor yang memegang gelas sampe jatuh ke lantai itu aku sudah nggak kaget. Setidaknya aku sudah bisa membuktikan bahwa semua yang diucapkan oleh Dimetri itu benar adanya.Bahwa Renata memang punya niat nggak baik dari awal datang ke Genius Group. Dua benar-benar wanita ular. Yang bisa bertahan saampai beberapa tahun di perusahaan Farhan hanya untuk menguasai secara garis besar sistem dan cara kerja Genius Group.Licik! Entah dia itu tangan kanan siapa yang di suruh untuk menyusup ke Genius Group. Yang pasti saat ini samua data perusaan dan sitem kinerja Genius Group sudah terbaca dan ia kuasain.Setidaknya kalau tencana ini bisa digagalkan tidak menutup kemungkinan Dinata Group jadi incaran selanjutnya."Renata, dengan reaksi kamu yang seperti ini, sudah cukup menjawab semua pertanyaan yang ada di otak aku. Aku punya bukti kejahatanmu, Renata." Seketika itu wajah Renata berubsh merah padam.Aku langsung beranjak berdiri. Tanpa memo