"Alice, jangan samakan Milan dengan Toronto. Di sini tempat tinggal keluargaku. Aku tidak ingin ada pemberitaan macam-macam tentang diriku," seru William yang mulai malas menanggami ucapan Alice."Kalau begitu, kenapa kau tidak mengenalkan aku dengan keluargamu? Kita sudah menjalin hubungan lama William!" balas Alice.William membuang napas kasar. "Aku belum bisa mengenalkanmu pada keluargaku. Banyak hal yang harus aku katakan padamu Alice.""Ada apa? Kau ingin mengatakan apa?" tanya Alice menatap serius Wlliam."Banyak hal yang harus kau ketahui, mungkin kau belum melihat berita di media tentang diriku." tukas William dingin.Alice mengerutkan dahinya. "Apa yang kau maksud William? Aku tidak mengerti." "Aku dijodohkan dengan anak sahabat ayahku, Dia anak dari Mario Nicholas, Aku rasa kau pernah mendengar nama Mario Nicholas. Beberapa bulan terakhir Mario Nicholas mampu membawa perusahaannya berada di puncak," jawab William menatap lekat manik mata Alice. "Dan aku sudah menikah denga
"Pa, aku tidak mau pa. papa tahu kan aku ini masih belum lulus kuliah? usia ku masih sangat muda untuk menikah. Aku tidak mau paa..." kata Marsha dengan nada memohon pada ayahnya."Papa tidak mau tahu, kau harus menikah dengan William. Anak sahabat papa itu bukan pria sembarangan Marsha, papa memberikan masa depan yang baik untuk mu!" seru Mario dengan nada penekanan dan tidak ingin di bantah."Ma, bantuin aku ma. Jangan diam saja ma, aku tidak mau menikah muda mah," bujuk Marsha dengan penuh permohonan pada Clara."Sayang, apa yang di katakan papa itu benar. Kau pasti akan bahagia dengan William. Dia anak dari Paman Lukas. kau tahu kan Paman Lukas pemilik Geovan Group? masa depan mu akan sangat baik jika kau menikah dengan William sayang," ujar Clara dengan suara lembut."Kenapa mama sama saja dengan papa!" ucap Marsha ketus."Marsha, meskipun nanti kamu menikah dengan William. Kau akan tetap bisa melanjutkan kuliah mu, jadi papa tidak ingin mendengar alasan apapun dari mu. Kau akan
Marsha yang baru saja kembali dari kampus. Dia memutuskan mendengarkan saran dari Karin. Paling tidak Marsha bertemu dahulu dengan anak dari Geovan Group. Akhirnya Marsha mengatakan pada kedua orang tuanya jika ia mau untuk di pertemukan terlebih dahulu dengan sosok William Geovan.Kedua orang tuanya pun sangat bahagia dengan keputusan Marsha ini. Tapi Marsha sudah mengatakan pada orang tuanya, jika dia hanya ingin bertemu terlebih dahulu. Marsha ingin tahu apakah pria yang di jodohkan padanya menyukai perjodohan ini. Marsha sangat berharap pria itu tidak menyukai perjodohan ini.Entah harus bicara apa dengan Raymond. Karena Raymond sebenarnya tahu jika Marsha menyukai Raymond. Hanya saja Marsha menolak Raymond karena larangan dari orang tuanya, yang tidak memperbolehkan dirinya memiliki seorang kekasih.Raymond pernah mengatakan pada Marsha, jika dia akan menunggu Marsha hingga Marsha siap untuk menerima dirinya. Dan Marsha sudah berencana menerima Raymond saat dirinya lulus kuliah n
Siang itu William baru saja kembali dari Italia. William memegang perusahaan keluarganya yang berada di Italia. Karena keinginan ayahnya untuk ia pindah ke Kanada tahun ini. Dengan terpaksa William pun akhirnya kembali ke Kanada."William," panggil Lukas saat melihat William baru saja tiba di rumah.William langsung menoleh dan menatap Lukas "Ya, ada apa?""Kemarilah, ada hal penting yang harus papa bicarakan dengan mu," ujar Lukas dan William langsung berjalan mendekat ke arah orang tuanya."William, apa kau masih ingat dengan sahabat lama papa yang bernama Mario Nicholas?" tanya Lukas menatap lekat William."Ya, aku mengingatnya. Paman Mario yang istrinya adalah orang Indonesia itu?" tanya William. Lukas mengangguk."Papa sudah memutuskan akan menjodohkanmu dengan anak dari sahabat papa itu, namanya Marsha. Papa yakin kau pasti akan menyukai gadis itu." Lukas berkata dengan yakin."Tunggu, maksud papa jadi papa memintaku kembali ke Kanada hanya karena papa ingin menjodohkanku dengan
Marsha mematut cermin, kini dirinya tengah di rias oleh make up artist yang telah di sewa oleh ibunya. Setelah selesai di make up, Marsha langsung memakai strap dress yang telah di siapkan oleh ibunya.Saat Marsha sudah mengganti pakainnya dengan gaun berwarna navy yang sangat kontras di kulit putih miliknya, Clara dan Rossa penata riasnya sangat terkejut saat melihat Marsha yang saat ini jauh lebih dewasa. Marsha terlihat sangatlah cantik dan anggun."Nona Marsha, anda sangat cantik," puji Rossa."Sayang, mama tidak menyangka putri mama sangatlah cantik," kata Clara, dia tidak berhenti menatap putrinya yang terlihat sangat cantik hari ini.Marsha hanya memutar bola matanya malas. Sangat menyebalkan hanya bertemu dengan pria yang di jodohkan, dia harus di rias seperti ini."Rossa, bisa tinggalkan aku sebentar dengan putri ku?" pinta Clara."Baik nyonya," Rossa langsung berjalan meninggalkan Clara dan Marsha.Clara melangkah mendekat ke arah Marsha, lalu dia mengelus dengan lembut pipi
William kembali menatap Marsha yang tengah mengalihkan pandangannya, jika di lihat-lihat memang Marsha adalah gadis yang sangat cantik. Itulah yang di pikir oleh William, Tapi tetap saja, William tidak pernah memiliki pasangan seorang gadis kecil seperti Marsha."Jadi kau ini tidak suka dengan perjodohan ini?" tanya William kembali."Tentu, jika aku bisa melarikan diri dan menghindar dari perjodohan ini. Percaya lah aku akan melakukannya," jawab Marsha.William menyeringai. "Good, kalau begitu kita buat kesepakatan.""Kesepakatan?" Marsha mengerutkan dahinya. Dia sedikit bingung dengan ucapan William."Ya, kesepakatan. Kita akan tetap menikah. Dan berpura-pura kita menerima perjodohan ini, aku akan membuat perjanjian besok untuk kita. Besok pagi kau ke kantor ku. Aku akan memberikan surat perjanjian itu pada mu," jelas William.Mendengar ucapan William membuat Marsha tersenyum. "Setuju! tentu aku menyetujuinya!""Allright, sekarang berikan nomor ponsel mu." William menyerakan ponsel m
Marsha mendengus tak suka. "Aku tidak perduli dengan mu yang tidak tertarik. Tapi usia ku sudah 20 tahun. Bukan gadis kecil lagi!" "Terserah, lebih baik kau tanda tangan." William menyerahkam pena pada Marsha."Ya," Marsha mengambil pena yang ada di atas meja dan langsung menandatangani surat perjanjian itu. "Sudah. " Marsha memberikan surat perjanjian pada William."William, aku ingin bertanya sesuatu pada mu," ucap Marsha setelah menyerahkan surat perjanjian itu. William menatap lekat Marsha. "Apa yang ingin kau katakan?" "Hem.. begini apa aku boleh memiliki kekasih?" tanya Marsha hati-hati."Tidak," jawab William dingin.Marsha mendelik, dia menatap tajam William. "Kenapa aku tidak boleh memiliki kekasih?" "Aku tahu kau ini belum pernah memiliki kekasih bukan? Jika sampai orang tuamu tahu kau memiliki kekasih. Lalu kau kenapa-kenapa mereka akan menyalahkanku. Aku tidak mau di salahkan atas perbuatan bodohmu!" tukas William dingin."CK! aku ini bukan anak kecil lagi. Aku bisa m
William menyandarkan punggungnya di kursi. Memejamkan mata lelah. Pikirannya kini tidak bisa berpikir jernih. Tujuannya kembali ke Kanada, hanya untuk memimpin perusahaan tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan harus menikahi wanita yang bahkan dia tidak mengenal wanita itu. Hingga detik ini, William masih terus memikirkan cara bagaimana dirinya harus menjelaskan pada Alice. Tidak mungkin William membiarkan kekasihnya harus terluka karena ini. Terdengar suara dering ponsel membuat William menghentikan lamunannya. William membuka matanya, dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja. William membuang napas kasar, ketika menatap ke layar tertera ibunya menghubungi dirinya. Tidak ada pilihan lain, tidak mungkin William tidak menjawab panggilan itu. William menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakan ke telinganya. "Ya?" jawab William saat panggilannya sudah tersambung. "William, apa kau sibuk?" tanya Veronica dari seberang line. "Tidak, ada apa