Dengan wajah lelah, Marsha melangkah masuk ke dalam rumah. Sebentar lagi dia akan lulus kuliah, tapi Marsha tidak bisa fokus pada setiap mata kuliahnya. Belakangan ini terlalu banyak yang di pikirkan. Sudah beberapa hari ini Marsha memang menghindar dari Mario, terdengar jahat tapi Marsha belum siap berbicara dengan ayahnya. Ya, meski terkadang dia menjawab tapi itu hanya sekedar menanyakan kabar. "Nyonya," sapa seorang pelayan saat melihat Marsha masuk. Marsha tersentak, saat ada yang menyapanya. "Ah ya." "Maaf nyonya, jika saya mengejutkan nyonya." kata pelayan itu menundukan kepalanya. Marsha tersenyum. "Tidak, ini salah ku karena aku melamun. Ada apa? kau ingin menyampaikan sesuatu pada ku?" "Iya nyonya, saya ingin memberitahu jika tuan sudah pulang. Dia berada di ruang kerjanya saat ini." ujar pelayan itu. Marsha mengerutkan dahinya. "Suami ku sudah pulang? sejak kapan? kenapa dia pulang cepat?" "Sekitar satu jam yang lalu tuan sudah berada di rumah nyonya. Tadi tuan berpe
Sudah beberapa hari setelah William mengetahui hasil test DNA itu, dia tetap memilih untuk diam. William belum ingin memberitahukannya pada Mario. Alasannya William ingin melihat apa rencana dan maksud dari Belinda. Saat ini William meminta Albert untuk selalu mengawasi pergerakan Belinda dan kedua anak dari Belinda. Hingga detik ini Mario masih belum menemui Agatha dan Archie. Ini yang membuat William memilih untuk menahan diri memberitahukan pada Mario. William tengah berdiri menatap luar jendela, dia ingin sekali mengajak Marsha berlibur setelah ini semua selesai. Belakangan memang sangat sibuk di perushaaan. Tentu saja ini karena Lukas ayahnya masih dalam pemulihan. William memang sengaja meminta Lukas untuk beristirahat. Terdengar suara ketukan pintu, William menoleh ke arah pintu dan langsung memintanya untuk masuk. Dia melirik arloji kini sudah pukul sepuluh pagi. William ingat sebentar lagi dia memiliki meeting dengan Mr. Kim. "Tuan," sapa Albert menundukan kepalanya saat m
Clara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju CF Toronto Eaton Centre. Terlalu banyak masalah membuat Clara memilih mendatangi salah satu mall. Sudah lama setelah dirinya bertengkar dengan Mario dia lebih memilih di rumah. Meski masih di dalam rumah, tapi Clara sudah tidak berbicara lagi dengan Mario. Bahkan Clara juga jarang mengangkat telepon dari Marsha putrinya. Bukan dia tidak ingin mengangkat telepon dari putrinya, tapi dia memilih untuk meenangkan diri. Clara juga tidak ingin membebani masalah yang terjadi pada putrinya itu. Saat Clara sudah tiba di CF Toronto Eaton Centre, dia langsung memarkirkan mobilnya khusus parkiran VIP. Dia turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mall. Tujuan Clara mendatangi mall bukan untuk berbelanja. Dai hanya ingin duduk di salah satu kafe dan menghabiskan waktunya di sana.Clara masuk ke dalam sebuah kafe yang posisinya tidak jauh dari lobby utama. Clara memesan hot cappucino dan cheese muffin. Clara memilih duduk di sudut, jauh d
Marsha melangkah keluar dari kelas, dia baru saja menyelesaikan UAS. Memijit pelan lehernya yang mulai terasa pegal, lalu Marsha melirik setiap sudut mencari keberadaan Karin. Namun sahabatnya itu tidak juga terlihat. Marsha mengambil ponselnya di dalam tas, dan mencari kontak Karin. Nada tersambung tapi Karin tidak juga menjawab telepon darinya. Marsha membuang napas kasar, bisa-bisanya Karin langsung menghilang.Marsha berjalan menuju taman, dia berharap sahabatnya itu berada di sana. Karena biasanya, Marsha selalu menunggu Karin seelsai kelas di taman. Saat Marsha sudah tiba di taman, ternyata benar Karin tengah duduk di taman. Tapi tunggu, dari kejauhan Marsha melihat wajah muram Karin. Dengan cepat Marsha melangkah mendekat ke arah Karin. "Karin," sapa Marsha, dia langsung duduk di hadapan Karin."Sha? kau sudah selesai?" Karin terlihat tidak bergitu bersemangat. Marsha terus menatap sahabatnya itu. Terlihat sangat berbeda dari biasanya. "Ada apa Karin? kau memiliki masalah? at
William turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah. William tidak habis pikir anak dari Belinda Moen berani datang menemuinya. Bagi Wiliam anak dari Belinda Moen itu terlalu berani hingga menghampiri dirinya. Saat William melangkah masuk, langkahnya terhenti melihat Albert berdiri menundukan kepalanya."Kenapa kau di sini?" tanya William dingin. Harusnya Albert berada di kantor, karena William menyerahakan semua perkejaannya pada Albert. "Tuan, maaf saya meninggalkan perusahaan. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan langsung." jawab Albert. "Kita bicara di ruang kerja ku," balas William. Albert mengangguk patuh. Kemudian William berjalan menuju ruang kerjanya dan Albert mengikuti William dari belakang. William melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, dia duduk di kursi kerja dan menatap lekat Albert. "Apa yang ingin kau katakan?" "Anak buah kita ada yang mengikuti Nyonya Clara. Hari ini Nyonya Clara pergi ke CF Toronto Eaton Centre." jawab Albert yang menjelaskan. "D
Clara duduk di tepi kolam renang, angin yang berhembus menyentuh kulitnya begitu menyejukan. Setelah pertemuannya dengan Belinda membuat Clara semakin yakin dengan keputusannya. Bagi Clara, wanita di masa lalu Mario benar-benar bukan wanita tidak berpendidikan. Meski saat Clara bertemu Belinda, kesan pertama yang Clara lihat dari wanita itu adalah kecantikan dan keanggunannya. Harus Clara akui, di usia yang sudah tidak muda lagi Belinda masih terlihat sangat cantik, kulit yang putih bersih dan tubuh yang sangat indah. Sayangnya, itu semua tidak sesuai dengan sifat yang di tunjukannya. Clara menatap pemandangan yang begitu indah, lalu dia memejamkan matanya sebentar menikmati hembusan angin menyentuh kulitnya. Mungkin ini tidak akan lama lagi, karena Clara sudah memutuskan untuk segera bercerai dengan Mario. Dia akan segera meminta pengacara pribadinya untuk segera mengurus perceraiannnya dengan Mario. Marsha yang baru saja tiba di rumah orang tuanya, dia menatap Clara tengah duduk d
Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam lobby hotel. Ketukan heels yang mereka pakai begitu menggema, mereka melangkah dengan begitu anggun memasuki lobby hotel. Sudah sejak tadi terutama Agatha menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak? dengan balutan gaun berwarna maroon membuatnya terlihat begitu cantik dan seksi. Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam sebuah restaurant yang berada di dalam Ritz Carlton Hotel di Toronto Kanada. Saat Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam langkah mereka terhenti saat Hardwin assistant Mario sudah berdiri di depan Belinda Agatha. "Menyingkirlah, aku ingin bertemu dengan Mario." tukas Belinda dingin. "Nyonya Belinda, saat ini Tuan Mario masih bertemu dengan rekan bisnisnya. Lebih baik anda kembali, dan menemui Tuan Mario besok hari." ujar Hardwin menjelaskan, karena memang Mario masih tidak bisa di ganggu."Tidak!" tolak Belinda tegas. "Aku dan putri ku bisa menunggunya di dalam sampai Mario menyelesaikan meetingnya. Menyingkirlah jang
"Apa papa sangat yakin Agatha adalah anak mu?" tukas William, tatapannya tetap menatap tajam Belinda."Jaga bicara mu William Geovan!" bentak Belinda yang tidak terima dengan apa yang di katakan William."Kau yang jaga bicara mu! siapa kau berani membentak ku!" suara William begitu keras, dingin dan tajam hingga membuat Belinda terdiam tidak berani menjawab perkataan William."Kenapa kau membentak ibu ku!" seru Agatha meninggikan suaranya, dia tidak terima William membentak ibunya."Hentikan ini, William kau harus mengerti son. Papa mohon, mengertilah karena ini kenyataan yang harus kita terima." ujar Mario berusaha menghentikan perdebatan ini.William tersenyum tipis, "Kenyataan seperti apa yang papa katakan itu?""William, papa tahu kau pasti akan selalu membela Marsha. Tapi kenyataannya papa telah memiliki anak dari Belinda. Kita semua harus menerima ini son." Mario berusaha menjelaskan dan meminta William menerima ini. William kini mengalihkan pandangannya ke arah Belinda. "Nyony
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d