William turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah. William tidak habis pikir anak dari Belinda Moen berani datang menemuinya. Bagi Wiliam anak dari Belinda Moen itu terlalu berani hingga menghampiri dirinya. Saat William melangkah masuk, langkahnya terhenti melihat Albert berdiri menundukan kepalanya."Kenapa kau di sini?" tanya William dingin. Harusnya Albert berada di kantor, karena William menyerahakan semua perkejaannya pada Albert. "Tuan, maaf saya meninggalkan perusahaan. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan langsung." jawab Albert. "Kita bicara di ruang kerja ku," balas William. Albert mengangguk patuh. Kemudian William berjalan menuju ruang kerjanya dan Albert mengikuti William dari belakang. William melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, dia duduk di kursi kerja dan menatap lekat Albert. "Apa yang ingin kau katakan?" "Anak buah kita ada yang mengikuti Nyonya Clara. Hari ini Nyonya Clara pergi ke CF Toronto Eaton Centre." jawab Albert yang menjelaskan. "D
Clara duduk di tepi kolam renang, angin yang berhembus menyentuh kulitnya begitu menyejukan. Setelah pertemuannya dengan Belinda membuat Clara semakin yakin dengan keputusannya. Bagi Clara, wanita di masa lalu Mario benar-benar bukan wanita tidak berpendidikan. Meski saat Clara bertemu Belinda, kesan pertama yang Clara lihat dari wanita itu adalah kecantikan dan keanggunannya. Harus Clara akui, di usia yang sudah tidak muda lagi Belinda masih terlihat sangat cantik, kulit yang putih bersih dan tubuh yang sangat indah. Sayangnya, itu semua tidak sesuai dengan sifat yang di tunjukannya. Clara menatap pemandangan yang begitu indah, lalu dia memejamkan matanya sebentar menikmati hembusan angin menyentuh kulitnya. Mungkin ini tidak akan lama lagi, karena Clara sudah memutuskan untuk segera bercerai dengan Mario. Dia akan segera meminta pengacara pribadinya untuk segera mengurus perceraiannnya dengan Mario. Marsha yang baru saja tiba di rumah orang tuanya, dia menatap Clara tengah duduk d
Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam lobby hotel. Ketukan heels yang mereka pakai begitu menggema, mereka melangkah dengan begitu anggun memasuki lobby hotel. Sudah sejak tadi terutama Agatha menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak? dengan balutan gaun berwarna maroon membuatnya terlihat begitu cantik dan seksi. Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam sebuah restaurant yang berada di dalam Ritz Carlton Hotel di Toronto Kanada. Saat Belinda dan Agatha melangkah masuk ke dalam langkah mereka terhenti saat Hardwin assistant Mario sudah berdiri di depan Belinda Agatha. "Menyingkirlah, aku ingin bertemu dengan Mario." tukas Belinda dingin. "Nyonya Belinda, saat ini Tuan Mario masih bertemu dengan rekan bisnisnya. Lebih baik anda kembali, dan menemui Tuan Mario besok hari." ujar Hardwin menjelaskan, karena memang Mario masih tidak bisa di ganggu."Tidak!" tolak Belinda tegas. "Aku dan putri ku bisa menunggunya di dalam sampai Mario menyelesaikan meetingnya. Menyingkirlah jang
"Apa papa sangat yakin Agatha adalah anak mu?" tukas William, tatapannya tetap menatap tajam Belinda."Jaga bicara mu William Geovan!" bentak Belinda yang tidak terima dengan apa yang di katakan William."Kau yang jaga bicara mu! siapa kau berani membentak ku!" suara William begitu keras, dingin dan tajam hingga membuat Belinda terdiam tidak berani menjawab perkataan William."Kenapa kau membentak ibu ku!" seru Agatha meninggikan suaranya, dia tidak terima William membentak ibunya."Hentikan ini, William kau harus mengerti son. Papa mohon, mengertilah karena ini kenyataan yang harus kita terima." ujar Mario berusaha menghentikan perdebatan ini.William tersenyum tipis, "Kenyataan seperti apa yang papa katakan itu?""William, papa tahu kau pasti akan selalu membela Marsha. Tapi kenyataannya papa telah memiliki anak dari Belinda. Kita semua harus menerima ini son." Mario berusaha menjelaskan dan meminta William menerima ini. William kini mengalihkan pandangannya ke arah Belinda. "Nyony
Kondisi restaurant itu terlihat masih sunyi. Mario masih duduk di hadapan William, dia terdiam dengan apa yang barusan terjadi. William masih duduk di hadapan Mario. Saat William datang, dia memang meminta Albert untuk mengkosongkan restuarant ini. William tidak ingin ada pengunjung yang mengambil gambar dirinya. Beruntung, selama ini anak buah William selalu mengawasi pergerakan Belinda dan juga anaknya. Itu yang membuat William tahu keberadaan Belinda. "William, dari mana kau tahu tentang ini?" Mario bertanya dengan tatapan kosong, dia masih tidak menyangka wanita yang sejak dulu dia percayai nyatanya membohongi dirinya. Bahkan hampir merusak kehidupan keluarganya. "Sejak awal aku sudah tidak mempercayainya. Itu kenapa aku bertanya apa alasan mu percaya dengan Belinda. Karena aku pernah di posisi mu pa, begitu percaya pada masa lalu dan kenyataannya dia telah berani menipu ku." jawab William. "Dulu papa memang sangat mempercayai Belinda, bahkan tidak pernah terpikir dia akan beru
Marsha menatap wajah Clara yang terlihat beegitu terkejut, "Ma, mama kenapa?" tanya Marsha cemas dan panik. Clara tidak bergeming, bahkan matanya masih terus menatap isi yang tertera di keras tersebut. Mario membiarkan Clara terus menaatp hasil itu. Mario menunggu hingga Clara bertanya padanya. "Kau sudah membaca hasilnya? dan itulah kenyataannya Clara. Jika kau tidak mempercayai ku maka kau bisa bertanya langsung pada menantu mu Wiliam." kata Mario menjelaskan kebenarannya. Beruntung William membantu dirinya. "Ma, mama kenapa hanya diam?" desak Marsha tidak sabar. Sejak tadi ibunya itu tidak menjawabnya. "Apa maksud mu ini?" akhinya Clara bertanya dan menatap Mario. "Kau melihatnya bukan? hasil test itu tertera dengan jelas. Anak Belinda bukanlah anak ku. Kau bisa bertanya pada menantu mu William. Karena dia yang membantu ku. Jika bukan karena William, mungkin aku tidak tahu seperti apa keluarga kita ini." kata Mario menjelaskan semuanya. Marsha tersentak saat Mario menyebutkan
Marsha melompat turun dari mobil, dia langsung belari masuk ke dalam rumah. Langkahnya terhenti ketika ada pelayan yang menundukan kepala menyapa dirinya. "Nyonya," sapa sang pelayan. "Apa suami ku sudah pulang?" tanya Marsha terburu-buru. "Sudah nyonya. Saat ini tuan berada di ruang kerjanya." jawab pelayan itu. Marsha mengangguk, lalu berlari menuju ruang kerja William. Dia ingin segera bertemu dengan suaminya itu. Sudah sejak tadi Marsha tidak sabar bertemu dengan suaminya saat ayahnya mengatakan suaminya itu terlibat dalam test DNA anak dari Belinda. "William," Marsha memanggil dengan cukup keras saat masuk ke ruang kerja William. Marsha tersentak saat melihat Albert berada di ruang kerja William. Melihat Marsha datang, William menggerakan kepalanya memberi kode pada Albert untuk meninggalkannya. Albert menunduk lalu undur diri dari ruang kerja Wiliam. Saat Albert pergi, Marsha langsung berlari ke arah Wiliam. Dia langsung duduk di pangkuan suaminya itu. William membenarkan
Marsha berjalan keluar dari kamar mandi, dengan tubuh yang masih memakai bathdrobe. Marsha melangkah masuk ke dalam walk in closet miliknya. Dia memilih gaun tidur berwarna putih bermotif brokat tipis. Namun, saat Marsha ingin membalikan tubuhnya, dai tersentak saat merasakan tangan yang memeluknya begitu erat. Marsha menoleh dan menggeleng pelan melihat Wiliam memeluk erat dirinya. "Kau mengagatkan ku William!" "Aku menyukai wroma mu," William tidak mendengarkan keluhan Marsha, dia terus mengecupi leher putih Marsha. Wiliam mulai menaikan tangannya dan meremas dada Marsha hingga membuat Marsha mendesah pelan. "William kau benar-benar!" dengus Marsha. "Apa kau tidak ingin memberikan ku hadiah hm? aku sudah membantu mu. Harusnya aku mendaptakn hadiah dari mu." William terus mengecupi leher istrtinya itu. Marsha mengrutakn dahi tidak mnegerti dengan apa yang di katakan William. "Hadiah ap-"Belum selesai Marsha menyelesaikan ucapannya, dia langsung terkesiap ketika William membalik
Beberapa bulan kemudian... Tokyo, Japan... "Selena... Miracle... Hati-hati, jangan melempar bola salju seperti itu," seru Marsha memberikan peringatan pada kedua putrinya itu, yang tengah bermain salju. "Sean, jaga kedua adikmu. Jangan sampai mereka terluka," lanjutnya yang sedikit berteriak memperingatkan putra sulungnya itu, yang juga ikut bermain salju dengan Selena dan Miracle. "Sayang, Sean akan menjaga Selena dan Miracle dengan baik. Kau tenang saja," William merengkuh bahu Marsha seraya mengecup kening Marsha. "Lihatlah, Dominic masih tertidur pulas, meski tadi suaramu kencang. Tapi dia tetap tenang," ujarnya yang kini melihat ke arah Dominic yang tengah dalam pelukan Marsha. Marsha mendesah pelan, kemudian dia menatap Dominic yang masih tertidur pulas. Beruntung, putra bungsunya itu, tidak terbangun karena mendengar suaranya yang sedikit kencang memperingati ketiga anaknya. Ya, waktu berjalan begitu cepat. Kini Dominic berusia delapan bulan. William dan Marsha, sengaja men
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi laki-lakinya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak keempat mereka adalah laki-laki. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sesaat William menatap Marsha dengan tatapan yang begitu bahagia. Tidak pernah terpikir dalam hidup mereka, akan kembali merasakan kebahagiaan ini lagi."Dia mirip dengan Sean saat bayi," ucap William di telinga Marsha seraya memberikan banyak kecupan dipipi istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih telah memberikanku hadiah yang luar biasa."Marsha tersenyum dia terus mengusap lembut kepala bayi laki-lakinya itu. "Aku juga sangat bahagia, William. Melahirkan buah cinta kita adala
Marsha mematut cermin. Tubuhnya kini telah terbalut dress khusus wanita hamil yang membuat Marsha sangat nyaman. Ya, lagi dan lagi Marsha mengalami kenaikan berat badan cukup drastis. Berkali-kali suaminya mengatakan dirinya sangat cantik dan seksi saat hamil, namun Marsha tentu tidak akan percaya. Bagaimana tidak? Setiap kali Marsha menatap ke cermin, dia selalu melihat tubuhnya tampak begitu besar. Beruntung, kali ini adalah kehamilan yang terakhirnya. Memiliki empat anak sudah lebih dari cukup bagi Marsha. Padahal dulu, dia hanya menginginkan dua anak saja. Tapi William tidak akan pernah mau jika hanya dua anak. Bahkan hingga detik ini, William selalu meminta untuk kembali menambah anak. Marsha benar-benar tidak habis pikir dengan keinginan sang suami. "Setelah melahirkan, aku harus berolah raga. Aku tidak ingin gemuk seperti ini terus," gumam Marsha seraya mengusap perut buncitnya. "Sayang, Mommy sangat mencintaimu. Tenang saja, Mommy tidak akan menyalahkanmu karena kau membuat t
Suara teriakan yang keras membuat Laura yang baru saja menata pajangan di rumahnya, langsung terkejut. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu rumahnya. Seketika Laura mengerutkan keningnya, melihat Lea yang baru saja pulang sekolah, dengan raut wajah yang marah melangkah masuk ke dalam rumah. "Ahg! Kenapa mereka itu menyebalkan sekali! Mereka menggangguku!" seru Lea dengan suara keras kala tiba di rumah. "Sayang? Kau kenapa?" Laura mendekat ke arah Lea, dia langsung mengelus lembut pipi putrinya itu. "Tidak baik, gadis cantik masuk ke dalam rumah dengan wajah yang kesal. Sekarang katakan pada Mommy ada apa dan di mana Ken? Kenapa Ken tidak pulang bersama denganmu?" Lea mendengus, dia mencebikan bibirnya. "Ken masih berada di sekolah. Ada khursus yag harus dia ikuti. Mommy, aku rasanya ingin pindah sekolah saja. Aku tidak mau bersekolah di sekolah yang sama dengan Ka Sean. Aku pusing, Mommy!" Laura menautkan alisnya menatap bingung Lea. "Kenapa, sayang?
"Mommy..." Seorang anak perempuan berusia empat tahun berlari menghampiri Karin yang tengah memasak di dapur. Disusul dengan anak laki-laki yang juga berusia empat tahun, ikut berlari menghampiri Karin. Karin yang baru saja selesai masak, dan hendak meletakan makanan di atas meja, dia langsung mengalihkan pandangannya kala ada yang memanggilnya. Seketika senyum di bibir Karin terukir, melihat kedua anaknya tengah menghampirinya. Dengan cepat Karin langsung membuka tangannya dan memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. "Kelvin... Charlotte... Kalian sudah pulang?" Karin memberikan banyak kecupan pada kedua anaknya itu. "Ya, Mommy. Kami sudah pulang," jawab Kelvin dan Charlotte bersamaan seraya memeluk erat tubuh Karin. "Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa kalian selalu bersama Selena dan Miracle?" tanya Karin sambil mengelus lembut pipi Kelvin dan Charlotte. Kelvin Frans Geovan dan Charlotte Frans Geovan, anak kembar dari Frans dan Karin yang berusia empat tahun ini ben
Lima Tahun Kemudian..."Astaga, Miracle. Hentikan bermain dengan pisau! Nanti kau terluka, Miracle!" Suara Marsha berseru dengan nada yang keras, agar putri kecilnya itu menghentikan bermain dengan pisau. Vanessa Miracle William Geovan, sejak kecil William mengajarkan bela diri pada Miracle, demi melindungi dirinya sendiri. Tentu William melakukan itu semua karena Miracle tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. William selalu waspada jika suatu saat ada yang berusaha mencelakai putrinya. Namun, Miracle sangat berbeda dengan Selena, saudara kembarnya yang berambut pirang, memiliki sifat yang begitu lemah lembut. Sangat sulit bagi William, mengajarkan Selena bela diri, karena berkali-kali Selena akan selalu terluka. Itu kenapa Willliam lebih memilih menjaga Selena dengan banyak pengawal yang mengikuti putrinya itu. "Mom, aku bisa melempar pisau di papan tepat sasaran. Aku hebat, kan, Mom?" Miracle tersenyum bangga, kala pisau yang dia lempar ke papan, tepat sasaran. Kemudian, dia pun
Karin menatap keindahan Canada's sugar beach. Sudah sejak beberapa hari lalu dirinya ingin pergi ke pantai ini. Tapi dia terpaksa menunda karena Frans disibukan dengan pekerjaannya. Dengan kaki telanjang, dan perut yang membuncit Karin melangkah melusuri pantai. Ya, kini kandangan Karin memasuki minggu ke tiga puluh empat. Selama kehamilan ini. Karin dilarang untuk melakukan kegiatan berat. Biasanya Karin menghabiskan waktu bersantai di rumah atau menonton film drama kesukannya. Jika Karin ingin keluar rumah, maka Frans harus ikut dengannya. Sejak hamil, sifat Frans memang begitu overprotective padanya. Dulu Karin berpikir, dia tidak akan pernah tahu bagaiamaa sifat seorang suami yang mengatasi istrinya yang tengah mengandung, tapi ternyata Tuhan begitu baik padanya, hingga memberikan kesempatan untuknya hamil. Kebahagiaan Frans dan Karin bertambah saat Dokter memberitahu dia hamil bayi kembar. Tentu Karin dan Frans begitu bahagia menyambut bayi kembar mereka. "Frans, kenapa kau tid
"Karin, pagi ini aku berangkat lebih awal. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan menggantikan William. Beberapa hari ke depan, William tidak masuk ke kantor," ucap Frans seraya memakai dasi. Karin yang tengah duduk, dia bangkit berdiri mendekat ke arah Frans, dan langsung mengambil alih Frans yang tengah memakai dasi. "Aku mengerti, William pasti sedang menemani Marsha yang baru melahirkan. Saat ini Marsha benar-benar membutuhkan William berada disisinnya." Karin menepuk pelan dada Frans kala selesai memakaikan dasi suaminya. "Terima kasih sudah mengerti," Frans menarik dagu Karin, mencium dan melumat lembut bibir Karin. "Yasudah aku berangkat sekarang. Malam ini kau tidurlah duluan. Jangan menungguku." "Hati-hati. Kabari aku jika kau sudah di kantor. Jangan lupakan makan siangmu," balas Karin mengingatkan. Frans mengangguk. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Karin, lalu melangkah keluar meninggalkan kamar. Karin hendak menemani Frans, namun, Frans memintanya untuk tetap di
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Marsha meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar. Anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. William selalu mencium Marsha selama proses persalinan. Kebahagiaan William dan Marsha kini benar-benar begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka adalah perempuan. Hal yang membuat William bertambah bahagia adalah saat sang Dokter mengatakan anak kembar mereka bukanlah kembar identik. Anak perempuan pertama yang lebih dulu lahir memiliki rambut pirang seperti Marsha. Sedangkan anak perempuan kedua yang lahir, memiliki rambut coklat seperti William. Sungguh, William tidak menyangka, bayi kembarnya akan lahir dengan begitu special. Kini Marsha tidak akan lagi iri, karena sekarang, Marsha memiliki satu anak yang begitu mirip dengannya. "Nyonya Marsha, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Marsha. Sedangkan William d