“Terima kasih, Ma.” Risa mempererat pelukannya.“Sama-sama, Sayang,” kata Ibu Airin sambil mengelus surai panjang milik Risa.Suasana di ruangan itu menjadi haru, Anita juga ikut bahagia melihat Risa begitu dicintai oleh ibu mertuanya.“Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, Ris. Aku juga ikut bahagia melihat kamu hidup bahagia,” gumam Anita.Sementara di luar ruangan, Adi tampak gelisah menunggu kabar dari ibunya. Sudah hampir setengah jam berlalu, tetapi sang ibu dan dokter Anita belum juga ada tanda-tanda bahwa mereka akan keluar dari ruangan itu.“Kenapa Mama lama sekali, Pa? Ngapain saja mereka di dalam?” tanya Adi yang terus menatap ke arah pintu ruang IGD.Pak Arya geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya, lalu menarik tangan Adi dan memintanya untuk duduk kembali.“Tenanglah, Adi! Kenapa kamu jadi panik seperti ini ? Mama kamu pasti akan keluar sebentar lagi,” ujar Pak Arya.“Kenapa baru sekarang Anda merasa khawatir, Bung? Kemana saja Anda selama ini? Penyesalan itu mema
Waktu sudah menunjuk di angka lima sore, Risa dan Bu Sukma baru saja sampai di panti asuhan. Mereka tidak kembali dengan tangan kosong, ia membawa beberapa barang-barang keperluan untuk anak-anak panti. Setelah meletakkan barang bawaannya, Risa izin ke kamarnya untuk membersihkan diri karena sebentar lagi akan masuk waktu shalat magrib. “Bu, Risa ke kamar duluan, ya. Sudah gerah banget ini,” kata Risa seraya mengipas wajahnya dengan satu tangan. “Iya, Neng. Neng pasti capek juga,” ujar Bu Sukma. “Ibu juga pasti capek,” sahut Risa sambil tersenyum. “Ibu Cuma duduk saja di mobil, sementara Neng Risa menyetir pulang dan pergi. Ditambah lagi saat ini Neng sedang hamil muda,” ujar Bu Sukma seraya mengelus perut Risa yang masih rata. “Tidak apa-apa, Bu. Alhamdulillah, bayinya pengertian banget,” tutur Risa dengan lembut. “Yaudah, sana istirahat. Ibu juga mau siapkan makan malam,” kata Bu Sukma seraya mendorong pelan tubuh Risa. Risa masuk ke kamarnya, lalu membersihkan diri. Hari ini
Pagi pun menjelang, sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar. Namun, sang pemilik kamar sepertinya masih enggan untuk membuka matanya. Semalam, Adi terus terjaga hingga pukul 02 pagi dia baru tertidur.Suara alarm, deringan ponsel, bahkan teriakan dari luar kamar tak ada satupun yang berhasil membangunkannya. Pria itu malah menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.Sementara di meja makan, Pak Arya telah selesai sarapan dan siap untuk pergi ke kantor. Ia sebenarnya ingin berangkat bersama Adi, tetapi yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar dari kamarnya.“Ma, Papa pergi duluan saja, ya. Sudah terlambat ini,” ujar Pak Arya sembari melihat jam di pergelangan tangannya.“Iya, Pa. Ayo, Mama antar ke depan!” seru Ibu Airin sambil menenteng tas kantor suaminya.Mereka berdua berjalan dengan bergandengan tangan hingga sampai di halaman depan, lalu Ibu Airin mencium tangan suaminya sebelum masuk ke dalam mobil.“Ma, jangan lupa bangunin Adi! Hari ini dia ada jadwal meeti
Setelah Sonya keluar dari ruangannya, Adi duduk di sofa dengan wajah tertunduk. Ia sadar bahwa semua masalah yang terjadi karena kesalahannya sendiri dan ia tidak ingin membahayakan keselamatan Risa, sudah cukup ia memberi penderitaan pada istrinya selama ini, sekarang saatnya ia menebus semua kesalahan itu.Tok, tok, tok!Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Adi, di depan pintu tampak sang sekretaris tengah berdiri mematung melihat ruangan bosnya yang sudah sangat berantakan, dan ini bukanlah yang pertama kalinya ia mendapati ruangan atasannya yang berantakan seperti itu.‘Apun, dah. Ini Pak Adi kalau lagi marah apa harus selalu menghancurkan semua barang-barang yang ada di dekatnya? Untung saja dia itu bos yang kaya raya, jadi gampang banget kalau mau beli apa-apa,’ batin sekretaris Adi seraya melangkah menuju sofa yang ditempati atasannya.“Ada apa?” tanya Adi dengan ketus tanpa melihat ke arah sang sekretaris.Sekretaris itu pun kaget mendengar pertanyaan Adi yang sangat ketu
Setelah mengganti pakaian, Adi keluar dari kamarnya dengan perasaan bahagia. Berjalan menuruni tangga sambil bersenandung ria. Ibu Airin sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya yang seperti anak remaja sedang jatuh cinta.“Yakin kamu mau pergi sekarang, Di? Nanti kamu pulangnya kemalaman,” kata Ibu Airin.“Iya, Ma. Adi tidak mau menundanya lagi, pengawal juga akan ikut. Mama tenang saja, Adi akan bawa menantu Mama pulang.” Adi memeluk Ibu Airin.“Ya sudah, kamu hati-hati. Mama hanya bisa mendoakan kamu,” kata Ibu Airin seraya mengusap punggung Adi.“Adi pergi, Ma,” ucap Adi sembari melepas pelukannya.Adi dan empat orang pengawal keluar dari rumah menuju halaman depan, lalu masuk ke dalam mobil masing-masing. Kali ini Adi membawa Pak Dodi untuk menemaninya, sementara empat orang pengawal membawa dua mobil.Tiga mobil telah keluar dari halaman rumah utama keluarga Winata. Ibu Airin hanya bisa berdoa, semoga perjuangan putranya tidak sia-sia. Meskipun nanti Risa belum bisa
“Aku mohon, Risa! Tolong berikan aku satu kesempatan lagi!” pinta Adi sambil bersujud di hadapan Risa, ia sudah tidak memikirkan harga diri dan martabatnya sebagai seorang pimpinan di perusahaan besar.“Apa yang kamu lakukan?” Risa menarik kakinya yang nyaris saja disentuh oleh Adi. “Bukan aku tempat kamu bersujud,” ucapnya.“Aku akan tetap seperti ini sampai kamu mau memberikan kesempatan kepadaku,” kata Adi tanpa merubah posisinya.“Terserah kamu!” ujar Risa seraya berdiri dari tempat duduknya, lalu pergi dari ruangan itu.“Risa … maafkan aku!” ucap Adi dengan suara serak. “Aku akan tetap berada di sini sampai kamu bisa memaafkanku dan bersedia kembali lagi Jakarta,” ujarnya sedikit berteriak.Risa masuk ke kamar sambil memijit pelipisnya, kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing. Sesampainya di kamar, ia duduk di atas tempat tidur sambil terus memikirkan bagaimana caranya agar Adi bisa pergi dari tempat itu secepatnya. Dengan sikap Adi yang sekarang malah membuat Risa semakin takut
Aku harus bersyukur pada derita yang aku terima di masa lalu. Karena itu adalah penyebab kekuatanku pada saat ini. Dewasa tak selalu menuntut kita berubah, tetapi perubahan yang baik selalu menuntut kita untuk menjadi lebih dewasa. Qoute by: Larisa Maheswari.*** Jakarta. Di rumah utama keluarga Winata. Pak Arya sedang pusing memikirkan pekerjaan di kantor cabang yang sedang ada masalah, ditambah lagi saat ini ia harus menghandel perusahaan utama yang berada dibawah pimpinan putranya.Selama Adi belum kembali ke Jakarta, maka dia yang bertanggung jawab penuh pada perusahaan itu. Biasanya Yogi yang selalu mewakili Adi di perusahaan, tetapi saat ini tidak ada yang bisa diandalkan. Jadi mau tidak mau, Pak Arya harus memegang dua perusahaan sekaligus.“Ma, sampai kapan Adi di sana? Papa tidak bisa jika harus lama-lama menangani dua perusahaan. Mama tahu sendiri jarak tempuh di antara dua perusahaan itu lumayan memakan waktu,” kata Pak Arya.Ibu Airin menggelengkan kepala. “Mama juga ti
“Apa? Tadi kamu bilang apa, Risa?” tanya Adi sembari berjalan mendekat ke arah istrinya. Setelah Bu Sukma memintanya untuk sarapan bersama yang lain, Adi pura-pura pergi dan bersembunyi di balik tembok, lalu mengikuti pimpinan panti. Saat Bu Sukma masuk ke dalam kamar Risa, ia berdiri di depan pintu kamar yang sedikit terbuka. Sehingga ia bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Bu Sukma dan Risa. Awalnya ia hanya ingin memastikan jika Risa tidak mendengar percakapannya dengan sang ibu di telepon.Akan tetapi dugaan Adi ternyata benar, Risa sudah mendengar semuanya. Bahkan ia merasa kecewa sama ibu mertuanya, padahal itulah yang Adi takutkan. Namun, Adi lebih terkejut mendengar ucapan Risa yang mengatakan bahwa dirinya sedang hamil.“Adi … ka-kamu!” ucap Risa dengan terbata-bata.“Risa, aku tidak salah dengar, ‘kan? Kamu hamil? Mama aku juga sudah mengetahui soal ini?” Adi terus mendekat ke arah Risa. “Jangan mendekat! Tidak! Aku tidak hamil!” ujar Risa sambil memundurkan lang
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d