Aku harus bersyukur pada derita yang aku terima di masa lalu. Karena itu adalah penyebab kekuatanku pada saat ini. Dewasa tak selalu menuntut kita berubah, tetapi perubahan yang baik selalu menuntut kita untuk menjadi lebih dewasa. Qoute by: Larisa Maheswari.*** Jakarta. Di rumah utama keluarga Winata. Pak Arya sedang pusing memikirkan pekerjaan di kantor cabang yang sedang ada masalah, ditambah lagi saat ini ia harus menghandel perusahaan utama yang berada dibawah pimpinan putranya.Selama Adi belum kembali ke Jakarta, maka dia yang bertanggung jawab penuh pada perusahaan itu. Biasanya Yogi yang selalu mewakili Adi di perusahaan, tetapi saat ini tidak ada yang bisa diandalkan. Jadi mau tidak mau, Pak Arya harus memegang dua perusahaan sekaligus.“Ma, sampai kapan Adi di sana? Papa tidak bisa jika harus lama-lama menangani dua perusahaan. Mama tahu sendiri jarak tempuh di antara dua perusahaan itu lumayan memakan waktu,” kata Pak Arya.Ibu Airin menggelengkan kepala. “Mama juga ti
“Apa? Tadi kamu bilang apa, Risa?” tanya Adi sembari berjalan mendekat ke arah istrinya. Setelah Bu Sukma memintanya untuk sarapan bersama yang lain, Adi pura-pura pergi dan bersembunyi di balik tembok, lalu mengikuti pimpinan panti. Saat Bu Sukma masuk ke dalam kamar Risa, ia berdiri di depan pintu kamar yang sedikit terbuka. Sehingga ia bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Bu Sukma dan Risa. Awalnya ia hanya ingin memastikan jika Risa tidak mendengar percakapannya dengan sang ibu di telepon.Akan tetapi dugaan Adi ternyata benar, Risa sudah mendengar semuanya. Bahkan ia merasa kecewa sama ibu mertuanya, padahal itulah yang Adi takutkan. Namun, Adi lebih terkejut mendengar ucapan Risa yang mengatakan bahwa dirinya sedang hamil.“Adi … ka-kamu!” ucap Risa dengan terbata-bata.“Risa, aku tidak salah dengar, ‘kan? Kamu hamil? Mama aku juga sudah mengetahui soal ini?” Adi terus mendekat ke arah Risa. “Jangan mendekat! Tidak! Aku tidak hamil!” ujar Risa sambil memundurkan lang
Helikopter yang membawa Risa telah sampai di Jakarta. Pak Arya juga sudah menunggu kedatangan menantunya di landasan untuk helikopter (helipad) yang berada tidak jauh dari rumah sakit.Adi keluar dari helikopter sambil menggendong istrinya, sebenarnya Risa masih sanggup untuk berjalan sendiri, tetapi Adi tidak mengizinkannya.“Adi, Risa. Syukurlah, kalian sudah sampai. Mama kamu sudah sangat khawatir,” kata Pak Arya seraya menghampiri Adi.“Kita harus segera ke rumah sakit, Pa. Risa harus diperiksa sama dokter,” ujar Adi.“Ayo!” seru Pak Arya seraya membukakan pintu mobil untuk putra dan menantunya.Setelah Adi, Risa dan Bu Sukma masuk ke dalam mobil. Pak Arya juga masuk ke dalam mobilnya, lalu mengikuti mobil putranya menuju rumah sakit.Lima menit kemudian, dua mobil telah terparkir di halaman Rumah Sakit Sanjaya Medical Centre. Pengawal yang tadi ikut bersama Pak Arya turun lebih dulu untuk membukakan pintu mobil, sedangkan yang satunya sudah berdiri di samping mobil Adi.“Silahkan
“Wa’alaikum salam,” sahut Bu Sukma dan Ibu Airin secara bersamaan.Seorang ibu-ibu masuk ke dalam ruangan itu dengan menggandeng seorang anak kecil yang berusia sekitar lima tahun. Ibu Airin tidak mengenal ibu itu, tetapi dia kenal gadis kecil yang sedang bersama wanita tersebut. Karena gadis kecil itu adalah anak murid Risa yang pernah datang ke rumahnya.“Bunda Risa!” panggil gadis kecil itu seraya berlari ke arah bed pasien yang ditempati Risa.Risa menoleh ke arah sumber suara saat mendengar seseorang memanggilnya. Ia tersenyum bahagia karena sudah lama tidak bertemu dengan gadis kecil itu.“Indri … kamu di sini? Kok, kamu bisa tahu kalau Bunda Risa ada di sini?” tanya Risa seraya bangun dari tidurnya. “Sini, Sayang! Duduk sama Bunda,” pintanya sambil menepuk tempat tidur di sampingnya, ia merasa sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan anak murid yang sudah seperti anak kandungnya.Gadis kecil itu tanpa ragu naik ke atas tempat tidur, lalu duduk di pangkuan Risa. Adi terlihat tida
“Risa, apa kamu serius ingin kembali ke panti asuhan itu lagi?” tanya Pak Arya.“Maaf, Pa. Aku harap, Papa dan Mama bisa menerima keputusan aku,” ujar Risa.Ibu Airin duduk di samping Risa, lalu menggenggam tangannya. “Sayang … Mama mohon sama kamu! Tolong dipikirkan lagi, kamu bisa tinggal sama Mama jika kamu tidak ingin kembali ke apartemen. Tapi tolong jangan pergi lagi!” pintanya.“Kamu tidak akan ke mana-mana, Risa! Aku tidak akan membiarkan kamu pergi,” kata Adi dengan nada datar.Risa menghela napas berat, lalu menghembusnya dengan kasar. “Apa yang akan kamu lakukan jika aku tetap memilih untuk pergi? Apa kamu akan mengurungku? Atau memukulku seperti biasa yang kamu lakukan selama ini? Aku sudah tidak bisa merasakan sakit lagi saat ini, karena semua rasa sakit sudah aku lewati!” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.Semua orang ada di ruangan itu terdiam membisu, terutama Adi. Kata-kata yang baru saja Risa ucapkan seperti cambuk yang menghantam tubuhnya, semua rasa sakit yang Risa
“Kamu benar-benar sudah bikin malu keluarga, Adi. Papa bahkan malu mengakui kamu sebagai anak kandung Papa! Seorang laki-laki akan memiliki harga diri yang tinggi ketika dia bisa memenuhi tanggung jawabnya, tapi apa yang kamu lakukan?! Kamu malah mengabaikan istrimu demi wanita jalang itu!” teriak Pak Arya dengan raut wajah memerah seperti bola api, beliau merasa sangat malu karena sifat buruk putranya.Tidak hanya Pak Arya dan Ibu Airin yang terkejut mendengar penuturan Risa, dokter Leni selaku sahabat baiknya Adi pun merasa sangat kecewa atas sikap pria itu terhadap istrinya. Yang dokter Leni tahu selama ini Adi adalah pria yang sangat loyal terhadap kekasihnya, Sonya. Maka dari itu ia tidak menyangka jika Risa diperlakukan seperti oleh sahabatnya.“Tega banget kamu, Adi!” gumam dokter Leni seraya menggelengkan kepalanya.“Aku sudah pernah memberinya black card waktu itu, Pa. Tapi dia sendiri yang menolaknya,” tandas Adi yang tidak terima terus dipojokkan.“Iya.Kamu memang pernah me
Keesokan harinya, di ruang rawat Risa. Adi dan kedua orang tuanya tengah bersiap-siap untuk membawa Risa pulang ke rumah utama keluarga Winata. Sembari menunggu Risa melakukan pemeriksaan sebelum pulang, Adi meminta pengawal untuk membawa barang-barang istrinya ke mobil.Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Anita juga ikut mengantar Risa sampai ke mobil. Tidak hanya dokter Anita, dokter Reyhan dan dokter Leni pun tak tinggal diam. Mereka berdua telah menunggu Risa di lobby rumah sakit.“Pak Reyhan, apa benar Kalau Risa itu adalah teman masa kecilnya Bapak?” tanya dokter Leni, ia baru mengetahui soal itu dari dokter Anita.“Iya, Dok. Dia adalah gadis kecil saya!” jawab Reyhan sambil tersenyum, membuat siapa saja meleleh melihatnya.Dokter Leni pun manggut-manggut menanggapi, ia bisa melihat dari raut wajah dokter Reyhan saat mengatakan bahwa Risa adalah gadis kecilnya. Tatapan mata yang berbinar penuh cinta dan senyuman penuh kebahagiaan menghiasi wajahnya. Sang dokter mengatakan itu
Setelah sampai di rumah utama keluarga Winata, Risa disambut ramah oleh para pelayan yang memang sedang menunggu kedatangan nyonya muda mereka. Terutama Mia, dia yang paling antusias di antara banyaknya pekerja di rumah itu.Bu Sukma turun dari mobil seraya melihat ke sekeliling bangunan raksasa yang ada di hadapannya.“Masya Allah … ini rumah mertuanya Neng Risa? Ini namanya bukan rumah, tapi istana! Lalu, untuk apalagi Neng Risa minta rumah yang lebih besar dari ini?” gumam Bu Sukma, ia terkagum-kagum melihat desain rumah mertuanya Risa.“Masuk, Sayang! Ayo, Bu Sukma!” seru Ibu Airin sambil menggandeng tangan Risa.“Iya, Nyonya.” Bu Sukma masih tertegun melihat rumah mewah yang ada di hadapannya.“Akhirnya, aku balik lagi ke rumah ini. Tapi kali ini aku tidak datang sendiri,” gumam Risa seraya mengelus perutnya.Mendengar suara klakson mobil di depan rumah, Mia dan teman-temannya berjalan menuju teras depan. Mereka sangat yakin jika itu adalah Risa.“Nyonya Muda!” pekik Mia seraya b
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d