“Baik, Pak. Permisi,” ucap Bayu sembari meninggalkan ruangan sang atasan. “Apa yang terjadi sama Pak Andre?” gumamnya setelah sampai di luar ruangan.Setengah jam kemudian, Andre keluar dari ruangannya menuju ruang meeting. Saat sampai di sana, semua orang sudah berkumpul dan menunggu kedatangannya.“Selamat siang semuanya!” ucap Andre dengan nada datar, lalu duduk di kursi kebesarannya.“Siang, Pak.” Semua orang yang ada di sana menjawab secara serentak.“Mari, kita mulai meetingnya! Bayu, berkasnya!” pinta Andre.“Ini, Pak.” Bayu membuka sebuah map, lalu meletakkannya di depan Andre.“Bacakan!” titah Andre dengan tegas.“Baik, Pak.” Bayu pun menjelaskan tujuan meeting hari ini dan memaparkan semua poin-poin penting pada semua staf yang hadir.Selama meeting berlangsung, Andre terlihat diam dengan tatapan kosong menatap lurus ke depan. Ia bahkan tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh asisten pribadinya. Namun, tiba-tiba ia berdiri seraya menggebrak meja dengan keras sehingga me
“Bukan apa-apa. Ayo, kita kembali ke kamar!” seru Adi sambil menarik tangan Risa, lalu keluar dari kamar orang tuanya.Risa masih belum puas dengan jawaban Adi, ia merasa ada yang ditutupi darinya. Tidak mungkin tidak ada apa-apa, jika memang tidak ada apa-apa kenapa ayah mertuanya harus mengerahkan pengawal sampai ke tempat acara yang akan mereka datangi nanti malam.“Kenapa aku merasa ada yang kamu tutupi dari aku, katakan saja ada apa? Aku janji tidak akan memikirkannya,” ujar Risa seraya mengangkat dua jarinya membentuk huruf v.Adi menjadi bingung harus bagaimana, jika dia mengatakan yang sebenarnya kepada Risa, dia tidak yakin jika istrinya bisa menerima kebenaran itu dengan mudah? Tapi jika dia tidak mengatakannya, Adi sangat yakin jika Risa tidak akan berhenti bertanya sebelum ia mendapatkan jawabannya.‘Kenapa susah sekali membohongi kamu, Risa. Aku tidak mungkin mengatakannya saat ini, aku harus menunggu pria itu mendekam di penjara lebih dulu, barulah aku akan memberitahumu
Setelah mengobati luka Adi, Risa memintanya untuk beristirahat sebelum masuk waktu zuhur. Mereka berdua juga sedang menunggu pihak butik yang mengantarkan baju untuk dipakai nanti malam.“Terima kasih,” ucap Adi tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah sang istri, sementara Risa hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.Tak lama kemudian, suara adzan telah berkumandang. Risa masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu, setelah itu ia menyiapkan pakai shalat untuk dirinya dan juga sang suami.“Kamu bisa ambil air wudhu nggak? Tapi itu lukanya jangan sampai basah!” ujar Risa memperingatkan.“Bisa, tenang saja. Ini sudah tidak sakit lagi,” kata Adi.“Yakin?” tanya Risa.“Iya,” jawab Adi sambil berjalan masuk ke kamar mandi.Setelah selesai shalat zuhur, mereka berdua keluar dari kamar untuk makan siang bersama. Di meja makan sudah ada Ibu Airin dan Pak Arya yang sedang menunggu merek berdua.“Papa kira kalian tidak akan ikut makan bersama,” ujar Pak Arya.“Maaf,
“Kak Rey … Kakak di sini juga? Kok, bisa?” tanya Risa seraya mengerutkan dahinya karena yang ia tahu acara ini adalah jamuan makan malam sesama pengusaha, sedangkan Reyhan seorang dokter bedah. Risa lupa jika Reyhan adalah anak angkat dari seorang pengusaha juga, yaitu Abraham Sanjaya.Untuk sesaat Reyhan terpaku melihat penampilan Risa malam ini, kemudian tersenyum melihat ekspresi wanita cantik itu yang tak percaya dirinya bisa berada di sana.“Kakak disuruh Papi datang ke sini untuk mewakilinya. Papi tidak bisa datang karena lagi keluar kota, tapi nggak nyangka bisa ketemu kalian juga di sini. Kakak pikir, suami kamu akan mengurungmu terus di kamar,” ujar Reyhan.“Ngapain Anda memanggil istri saya?” tanya Adi dengan ketus serta raut wajah penuh kebencian.“Ada yang salah? Saya mengenal dia, jadi wajar saya memanggilnya!” pungkas Reyhan tak mau kalah.“Sudah-sudah! Kenapa jadi berdebat? Ayo, kita masuk! Tidak enak jika dilihat sama yang lain,” ujar Risa menengahi.‘Kenapa harus bert
Andre mematung setelah mendengar suara seseorang yang sangat familiar di telinganya, bahkan untuk berbalik badan saja pria itu merasa tidak mampu menggerakkan kakinya.‘Kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? Ah, sial!’ ucap Andre dalam hati.“Andre, jawab pertanyaan Mama!” teriak Bu Soraya sembari menarik tangan Andre dengan kasar. “Ayo, jawab!” titahnya lagi.“Jawaban apa yang mau Mama dengar? Memangnya aku ngomong apa? Mungkin Mama salah dengar. Tidak ada yang ingin aku lenyapkan,” kilah Andre tanpa berani menatap ibunya.“Kamu pikir, Mama bodoh? Mama sudah mencurigai gerak-gerik kamu, Andre. Mama yang mengandung dan melahirkan kamu, jadi Mama tahu kalau saat ini kamu sedang merencanakan sesuatu yang buruk terhadap seseorang,” hardik Bu Soraya.“Apa maksud Mama? Aku tidak merencanakan apapun, Mama tidak bisa asal tuduh seperti itu!” protes Andre.“Jangan bohong kamu! Apa maksud kamu mengadakan acara jamuan makan malam dadakan seperti ini? Mama merasa ada sesuatu yang akan kamu laku
Mendengar suara seperti ledakan yang lumayan kencang, membuat Risa terusik dan seketika terbangun dari tidurnya.“Suara apa itu?” tanya Risa sambil mengucek matanya.“Bukan apa-apa, Sayang. Kamu tidur lagi, ya!” pinta Adi, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya dari Risa.“Tapi aku dengar dengan jelas kok, tadi kayak ada ledakan gitu. Apa aku bermimpi, ya? Nggak mungkin, aku nggak bermimpi,” ujar Risa sembari menatap Adi.“Iya, Sayang. Kamu pasti bermimpi,” kata Adi tanpa melihat ke arah istrinya.Risa melihat raut wajah suaminya yang sedikit tegang seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Di saat rasa penasarannya tentang suara yang tadi didengarnya saat sedang tidur belum terjawab, suara tembakan kembali terdengar tepat di belakang mobil mereka.“Aaaaa … suara itu lagi, itu yang tadi aku dengar.” Risa tersentak kaget sambil memeluk Adi dengan erat.“Tenang, ya, Sayang. Ada aku di sini, tidak akan aku biarkan kamu terluka. Aku harus lakukan sesuatu,” gumam Adi sembari mengusap punggun
“Maaf, Tuan. Saya lepaskan selimutnya, ya,” ujar dokter Dafa ragu-ragu karena melihat raut wajah Adi seperti singa yang siap menerkam mangsanya.“Kenapa? Itu tubuh istri saya dari tadi dingin banget, makanya saya kasih selimut,” protes Adi, tidak terima selimut itu dilepas dari tubuh istrinya.“Ini justru tidak baik untuk Nyonya, Tuan. Ruangan ini juga terasa panas,” ujar dokter Dafa.“Itu karena saya yang mematikan AC-nya,” sahut Adi seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu meraih remot AC yang ada di atas nakas.“Adi, sebaiknya kamu jangan protes! Nyalakan lagi AC-nya dan biarkan Dokter Dafa melakukan tugasnya!” titah pak Arya seraya menatap Adi dengan tajam.Sang dokter pun mulai melakukan pemeriksaan kepada Risa, dimulai dari mendeteksi detak jantungnya, mengecek suhu tubuh, dan mengecek tekanan darahnya. Namun, saat melihat hasil yang ditunjukkan oleh sfigmomanometer atau alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah, dokter Dafa menghela napas berat membuat semua or
Waktu telah menunjukkan di angka sebelas malam, Adi sudah berkali-kali menguap karena mengantuk dan juga merasa sangat lelah. Namun, ia tidak bisa tidur sebelum mendapat kabar yang pasti tentang pengawalnya.Meskipun sudah diperingati oleh pak Arya untuk tidak memikirkan soal yang terjadi malam ini, Adi tetap tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu saja. Ia merasa bertanggung jawab atas para bodyguard yang telah mempertaruhkan nyawa mereka demi menyelamatkan dirinya dari serangan musuh.“Ngantuk banget lagi,” ucap Adi seraya menutup mulutnya karena menahan rasa kantuk yang tak tertahan.“Kamu pasti lelah, tidurlah! Tapi sebaiknya kamu sholat dulu sebelum tidur, aku mau sholat sebentar,” ujar Risa seraya turun dari tempat tidur.“Kamu tidak ingat apa yang dikatakan Leni? Kamu harus bed rest, Sayang. Ayo, tidurlah dulu!” pinta Adi sambil menarik tangan Risa.“Aku tidak bisa tidur, dari tadi aku sudah tidur. Kalau aku mati di saat aku tertidur dan belum sholat bagaimana? Bed rest buka
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d