“Larangan apa? Memangnya ada, ya, Nit?” tanya Risa dengan polosnya. Anita rasanya ingin tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan sahabatnya itu. Sementara Adi justru merasa gemas mendengar pertanyaan yang diajukan istrinya, ia pikir Risa mengerti maksud dari pertanyaannya dan tidak perlu dijabarkan. Jika seperti ini, Adi malah menyesal telah mengajukan pertanyaan itu kepada dokter Anita.“Tanyakan saja sama suami kamu, Ris. Larangan apa yang dia maksud,” ujar Anita sambil menahan tawa yang nyaris meledak, ia tidak menyangka Risa sepolos dan selugu itu.“Sudahlah, bukan larangan apa-apa. Tidak usah kamu pikirkan,” kata Adi sembari menatap Risa yang masih terlihat bingung.“Tidak apa-apa, di sini saya akan jelaskan. Tidak ada larangan untuk melakukan hubungan suami istri selama masa kehamilan, apalagi ini sudah memasuki trimester kedua, tapi tetap harus hati-hati, ya,” ujar Anita sambil menatap Risa, lalu mengedipkan matanya.Adi merasa lega setelah mendengar penjelasan dari dokter A
Di saat yang bersamaan, ada sebuah truk kontainer datang dari arah depan. Adam berusaha mengelak dengan membanting setir, tetapi karena laju kendaraannya sudah di atas rata-rata membuat ia kesulitan untuk mengendalikan kecepatan mobil itu.“Adam awas!” teriak Sonya dengan kencang saat melihat mobil mereka akan menghantam truk yang ada di depan.“Sonya, kamu lompat sekarang! Cepat!” perintah Adam sambil berusaha mengendalikan laju kendaraannya, tetapi sayangnya sudah terlambat.BRAKK!“Tidak, Sayang! Aaaaa … Adam!” pekik Sonya saat truk kontainer menghantam mobil mereka.Kecelakaan pun tak terhindari, mobil yang Adam kendarai dihantam oleh truk kontainer hingga terpental beberapa meter. Sopir truk itu pun tak bisa mengontrol kendaraannya hingga menghantam pembatas jalan.“Astaghfirullah … laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil azhiim!” ucap Risa seraya menutup matanya.Risa sangat syok melihat kecelakaan terjadi tepat di depan matanya, Adi jadi lupa jika saat ini istrinya tenga
Kabar duka yang baru saja Adi terima dari pihak rumah sakit, membuat ia syok berat. Siapa pun salah satu yang dimaksud oleh pihak rumah sakit itu, tetap saja kedua-duanya adalah orang yang penting dalam hidupnya, meskipun mereka berdua telah melakukan kesalahan yang fatal.Bi Ratih langsung menghampiri Adi saat melihat tuan mudanya sampai menjatuhkan gagang telepon, ia yakin ada sesuatu yang tidak beres karena bisa dilihat dari raut wajah pemuda itu.“Tuan Muda, ada apa?” tanya Bi Ratih seraya mengambil telepon yang dijatuhkan Adi.“Tidak apa-apa, Bik. Saya harus ke rumah sakit,” kata Adi sembari melangkah keluar dari rumah.Bi Ratih hanya mengangguk setuju sambil menatap punggung Adi yang semakin menghilang di balik tembok.“Ada apa, Bik?” tanya Mia yang baru saja datang dari arah belakang.“Tidak tahu, Tuan Muda tidak memberi penjelasan apapun. Sudahlah, lebih baik kita lanjutkan pekerjaan,” kata Bi Ratih sambil berjalan ke arah belakang.Adi kembali melajukan mobilnya menuju rumah
Sore harinya di rumah utama keluarga Winata. Setelah pulang dari pemakaman, Adi meminta semua orang untuk berkumpul di ruang keluarga. Karena ada sesuatu yang ingin ia sampaikan soal kecelakaan yang dialami almarhum Adam.“Ada apa kamu meminta kami semua untuk kumpul di sini, Di?” tanya Pak Arya, merasa penasaran apa yang akan disampaikan putranya.“Ini soal almarhum Kak Adam, Pa. Maaf kalau aku harus membuka lagi kejadian pahit yang terjadi tadi siang, tapi ini semua aku lakukan agar kalian tidak bertanya lagi kenapa dan bagaimana kecelakaan itu terjadi? Makanya di sini aku akan menjelaskan semuanya,” kata Adi seraya duduk di kursi tunggal yang bersebelahan dengan Risa.“Memangnya ada apa? Apa yang terjadi sama kakak kamu sebenarnya?” tanya neneknya Adi, orang tua dari Ibu Airin.“Kecelakaan yang terjadi sama almarhum sebenarnya adalah ulahnya sendiri,” jelas Adi semakin membuat semua orang penasaran.“Maksudnya bagaimana? Jelaskan dengan benar, Adi!” pinta Ibu Airin dengan suara sera
Melihat Risa seperti ketakutan, Adi mengurungkan niatnya dan berusaha membuat wanita itu lebih rileks dan tenang. Meskipun naluri lelakinya sangat membutuhkan istrinya saat ini, tetapi ia tidak mau memaksakan kehendaknya yang nanti akan membuat Risa takut lagi padanya.“Hei, kamu jangan takut,” ucap Adi seraya menangkup wajah Risa dengan kedua tangannya. “Aku tidak akan memaksa, maaf jika kamu jadi teringat kejadian pada kejadian malam itu. Aku minta maaf,” ucapnya lagi sembari memeluk Risa dengan erat.“Tidak, kamu tidak salah. Aku yang minta maaf karena aku belum bisa memenuhi kewajibanku sebagai seorang istri,” sahut Risa dalam dekapan suaminya.“Tidak apa-apa, aku akan selalu menunggu sampai kamu siap dan memang karena keinginanmu, bukan hanya karena ingin memenuhi kewajiban sebagai seorang istri,” ujar Adi sambil memejamkan mata menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.“Terima kasih karena kamu sudah mau mengerti,” ucap Risa semakin mempererat pelukannya.‘Astaga …, aku bis
Adi hanya tersenyum kecut melihat apa yang dilakukan ibu dari mantan kekasihnya, ia sudah sangat hafal watak ibu dan anak itu. Mereka berdua sama-sama pintarnya bermain peran dalam menaklukkan hati seseorang, tetapi Adi tidak akan termakan lagi dengan semua drama mereka.“Tolong jangan seperti ini, Bu. Saya akan berdosa jika membiarkan Ibu melakukan ini.” Risa berusaha menarik kakinya yang dipegang oleh ibunya Sonya.“Ck! Masih drama yang lama, katakan saja apa yang Ibu inginkan! Tidak perlu memainkan peran seperti itu,” sergah Adi dengan bersedekap, ia tidak merasa iba sama sekali pada wanita paruh baya itu.Ibunya Sonya mendongak menatap Risa. “Kamu seorang wanita, pasti kamu mengerti bagaimana perasaan putri Ibu saat ini. Dia sudah tidak bisa melihat lagi, masa depannya sudah hancur. Ibu mohon kasihanilah dia!” ujar ibunya Sonya dengan wajah memelas.“Bangunlah, Bu! Ayo, duduk sini!” ajak Risa seraya membawa ibunya Sonya duduk di sofa. “Apa yang ibu inginkan dari saya?” tanyanya de
Adi memutar mobil ke arah yang berlawanan dengan jalan menuju rumah utama keluarga Winata, ia akan membawa Risa ke sebuah villa pribadinya yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Villa itu sangat jarang dikunjungi karena Adi lebih memilih tinggal di apartemennya yang sangat mewah.Di pertengahan jalan, Adi menghentikan mobilnya hanya sekedar untuk membenar posisi tidur istrinya. Sayang, niat baiknya malah membuat sang istri terbangun karena terusik dengan apa yang ia lakukan.Risa mengerjap seraya mengucek-ngucek matanya. “Kita sudah sampai, ya?”tanyanya sembari melihat ke luar jendela, tetapi ia merasa asing dengan jalan yang ditempuhnya saat ini. Itu bukan jalan menuju rumah utama keluarga Winata.“Belum, kita tidak akan pulang ke rumah. Aku akan membawa kamu ke suatu tempat,” jawab Adi seraya melihat sekilas ke arah Risa.“Ke mana? Kok, aku merasa belum pernah lewat sini, kamu mau bawa aku ke mana?” Risa memperhatikan dengan teliti ke mana arah mobil itu akan membawanya, tetapi ia
Melihat suaminya kembali tidak membawa apa-apa, Risa menggerutu kesal. Karena ia pikir Adi akan mencari pinjaman mukena pada penjaga villa yang ia katakan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, laki-laki itu malah kembali dengan tangan kosong.“Kamu nggak bawa apa-apa? Mukenanya mana? Memangnya tadi kamu pergi ke mana? Aku pikir kamu pergi ke rumah penjaga villa ini untuk meminjamkan mukena untukku,” gerutu Risa dengan wajah cemberut.“Aku sudah lakukan itu untukmu, tunggu saja sebentar! Jangan marah, Sayang! Kamu tambah cantik kalau lagi marah seperti ini,” ujar Adi menggombal, tetapi ada satu kata yang membuat Risa merasa seperti ada ribuan kupu-kupu di perutnya saat mendengar kata sayang yang baru saja diucapkan suaminya.‘Apa?! Telinga aku masih normal, ‘kan? Apa tadi aku yang salah dengar, ya? Tapi itu tidak mungkin, tadi jelas-jelas dia memanggil aku dengan sebutan sayang,’ batin Risa seraya tersenyum.Adi juga tidak sadar apa yang baru saja ia ucapkan, kata-kata itu spontan ke
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d