Melihat Risa seperti ketakutan, Adi mengurungkan niatnya dan berusaha membuat wanita itu lebih rileks dan tenang. Meskipun naluri lelakinya sangat membutuhkan istrinya saat ini, tetapi ia tidak mau memaksakan kehendaknya yang nanti akan membuat Risa takut lagi padanya.“Hei, kamu jangan takut,” ucap Adi seraya menangkup wajah Risa dengan kedua tangannya. “Aku tidak akan memaksa, maaf jika kamu jadi teringat kejadian pada kejadian malam itu. Aku minta maaf,” ucapnya lagi sembari memeluk Risa dengan erat.“Tidak, kamu tidak salah. Aku yang minta maaf karena aku belum bisa memenuhi kewajibanku sebagai seorang istri,” sahut Risa dalam dekapan suaminya.“Tidak apa-apa, aku akan selalu menunggu sampai kamu siap dan memang karena keinginanmu, bukan hanya karena ingin memenuhi kewajiban sebagai seorang istri,” ujar Adi sambil memejamkan mata menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.“Terima kasih karena kamu sudah mau mengerti,” ucap Risa semakin mempererat pelukannya.‘Astaga …, aku bis
Adi hanya tersenyum kecut melihat apa yang dilakukan ibu dari mantan kekasihnya, ia sudah sangat hafal watak ibu dan anak itu. Mereka berdua sama-sama pintarnya bermain peran dalam menaklukkan hati seseorang, tetapi Adi tidak akan termakan lagi dengan semua drama mereka.“Tolong jangan seperti ini, Bu. Saya akan berdosa jika membiarkan Ibu melakukan ini.” Risa berusaha menarik kakinya yang dipegang oleh ibunya Sonya.“Ck! Masih drama yang lama, katakan saja apa yang Ibu inginkan! Tidak perlu memainkan peran seperti itu,” sergah Adi dengan bersedekap, ia tidak merasa iba sama sekali pada wanita paruh baya itu.Ibunya Sonya mendongak menatap Risa. “Kamu seorang wanita, pasti kamu mengerti bagaimana perasaan putri Ibu saat ini. Dia sudah tidak bisa melihat lagi, masa depannya sudah hancur. Ibu mohon kasihanilah dia!” ujar ibunya Sonya dengan wajah memelas.“Bangunlah, Bu! Ayo, duduk sini!” ajak Risa seraya membawa ibunya Sonya duduk di sofa. “Apa yang ibu inginkan dari saya?” tanyanya de
Adi memutar mobil ke arah yang berlawanan dengan jalan menuju rumah utama keluarga Winata, ia akan membawa Risa ke sebuah villa pribadinya yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Villa itu sangat jarang dikunjungi karena Adi lebih memilih tinggal di apartemennya yang sangat mewah.Di pertengahan jalan, Adi menghentikan mobilnya hanya sekedar untuk membenar posisi tidur istrinya. Sayang, niat baiknya malah membuat sang istri terbangun karena terusik dengan apa yang ia lakukan.Risa mengerjap seraya mengucek-ngucek matanya. “Kita sudah sampai, ya?”tanyanya sembari melihat ke luar jendela, tetapi ia merasa asing dengan jalan yang ditempuhnya saat ini. Itu bukan jalan menuju rumah utama keluarga Winata.“Belum, kita tidak akan pulang ke rumah. Aku akan membawa kamu ke suatu tempat,” jawab Adi seraya melihat sekilas ke arah Risa.“Ke mana? Kok, aku merasa belum pernah lewat sini, kamu mau bawa aku ke mana?” Risa memperhatikan dengan teliti ke mana arah mobil itu akan membawanya, tetapi ia
Melihat suaminya kembali tidak membawa apa-apa, Risa menggerutu kesal. Karena ia pikir Adi akan mencari pinjaman mukena pada penjaga villa yang ia katakan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, laki-laki itu malah kembali dengan tangan kosong.“Kamu nggak bawa apa-apa? Mukenanya mana? Memangnya tadi kamu pergi ke mana? Aku pikir kamu pergi ke rumah penjaga villa ini untuk meminjamkan mukena untukku,” gerutu Risa dengan wajah cemberut.“Aku sudah lakukan itu untukmu, tunggu saja sebentar! Jangan marah, Sayang! Kamu tambah cantik kalau lagi marah seperti ini,” ujar Adi menggombal, tetapi ada satu kata yang membuat Risa merasa seperti ada ribuan kupu-kupu di perutnya saat mendengar kata sayang yang baru saja diucapkan suaminya.‘Apa?! Telinga aku masih normal, ‘kan? Apa tadi aku yang salah dengar, ya? Tapi itu tidak mungkin, tadi jelas-jelas dia memanggil aku dengan sebutan sayang,’ batin Risa seraya tersenyum.Adi juga tidak sadar apa yang baru saja ia ucapkan, kata-kata itu spontan ke
“Tidak usah masak untuk makan malam! Sekarang kita pergi cari pakaian ganti untuk kamu,” kata Adi seraya menarik tangan Risa keluar dari villa.“Tapi sebentar lagi mau magrib, apa tidak sebaiknya kita pergi setelah sholat magrib saja?” ujar Risa.“Tidak perlu, nanti kita bisa cari tempat shalat di luar. Ayo!” seru Adi sambil membukakan pintu mobil untuk istrinya.Risa tidak membantah, ia masuk ke dalam mobil mengikuti keinginan suaminya. Ke mana pun Adi akan membawanya, maka ia akan mengikuti saja karena sudah hafal watak laki-laki itu, dia tidak akan menerima suatu penolakan.Selama di perjalanan menuju tempat yang Adi katakan, Risa terus memikirkan bagaimana cara agar mereka tidak menginap di villa itu malam ini. Namun, Risa tidak menemukan alasan yang tepat untuk menolak ajakan suaminya.‘Ah sudahlah, apa yang aku takutkan. Aku sudah sering tidur berdua dengannya,’ batin Risa mencoba berdamai dengan hatinya.Mobil Adi berhenti di depan sebuah bangunan yang bertuliskan Beauty Salon.
“Silahkan, Tuan, Nyonya!” ucap barista dengan sedikit membungkuk, lalu meninggalkan meja yang ditempati sepasang suami istri itu.Adi berdiri menghampiri Risa, melingkarkan tangannya di leher wanita itu. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Risa, jantungnya terasa ingin copot saat Adi menyentuh langsung pada bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian. Bagian bahunya yang terekspos karena model baju yang dikenakannya membuat Risa merinding saat merasakan sentuhan lembut dari tangan laki-laki yang berstatus suami sahnya.“Kamu sangat cantik! Kenapa aku terlambat menyadarinya?” ujar Adi seraya memberikan kecupan pada bahu Risa.“A-aku lapar!” kilah Risa, mencoba mengalihkan perhatian Adi. Tetapi sayangnya, laki-laki itu seolah menulikan telinganya karena ia tahu itu hanya alasan Risa agar ia menjauh darinya.“Kamu lapar? Tunggu sebentar!” kata Adi seraya melepas pelukannya, berjalan mengitari Risa untuk mengambil makanan yang ada di atas meja. Ia mengambil satu piring yang berisi rice bowl
Mobil mereka telah memasuki halaman villa, Adi mengulurkan tangannya kepada sang istri setelah ia keluar lebih dulu dan membukakan pintu mobil.“Terima kasih,” ucap Risa sembari menggenggam tangan Adi.“Sekarang kamu tutup mata dulu!” pinta Adi sambil mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya.“Mau ngapain? Kenapa harus ditutup segala? Kalau aku jatuh bagaimana?” tanya Risa beruntun.“Tenang saja! Ada aku, Sayang. Ayo, tutup matanya!” Adi menutup mata Risa dengan sapu tangan, lalu menuntunnya masuk ke dalam villa.Risa pun terpaksa mengikuti kemauan Adi, ia berjalan dengan mata tertutup sambil berpegangan pada pinggang suaminya.“Masih lama nggak? Gelap ini,” rajuk Risa sembari terus melangkah.“Sebentar lagi. Sabar, ya.” Adi membukakan pintu kamar dengan sangat hati-hati.Saat pintu kamar terbuka, Adi juga melepas ikatan penutup mata Risa. Setelah penutup matanya terlepas, Risa mengerjap untuk menghilangkan rasa buram pada matanya, dan ia begitu terkejut melihat pemandangan di had
Pagi yang begitu cerah, langit bersih tanpa awan. Mentari telah bersinar memberikan kehangatan, sekelebat cahayanya menerobos masuk melalui celah-celah jendela, menerangi kamar yang dingin dan temaram. Sepasang suami istri masih terlelap di balik selimut tebal yang membungkus tubuh polos mereka, keduanya baru saja menghabiskan malam panjang dengan penuh gairah dan bermandikan keringat.Risa menggeliat seraya mengucek mata, membuat seseorang yang ada di sampingnya terusik dengan pergerakan yang ia lakukan. Adi membuka mata, lalu tersenyum saat melihat seorang wanita cantik berada di sampingnya.Perlahan-lahan kedua bola mata Risa terbuka, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan pegal. Bagaimana tidak sakit, seusai shalat subuh mereka berdua melanjutkan lagi agenda yang semalam. Mengingat hal itu, Risa menjadi kesal, karena Adi mengatakan akan melakukan beberapa menit saja, tetapi hasilnya hampir dua jam barulah ia menyelesaikan olahraga paginya.“Aduh … sakit-sakit semua badanku,” kelu
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d