Kayden mengerutkan keningnya mencoba mengingat siapa saja orang yang membencinya selama ini. Tapi, kemudian dia menggelengkan kepalanya. Selama ini, orang-orang yang menjalin hubungan dengannya, baik itu hubungan bisnis atau pribadi, tidak pernah ada masalah. Dia selalu menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga rasanya kecil kemungkinan kalau ada temannya yang membenci dirinya. Namun, tidak demikian halnya mengenai hubungannya dengan wanita yang pernah singgah di hatinya. Ada dua nama wanita yang pernah ada di hati Kayden. Dua-duanya telah membuat dia kecewa. Hal itu membuat dia enggan untuk kembali menjalin hubungan asmara. Walaupun ibunya sering meminta dia untuk cepat mencari pendamping hidup, namun tetap tidak dia gubris. Sehingga sampai detik ini, dia tetap menjomblo.“Sepertinya aku nggak punya musuh. Aku mencoba mengingat-ingat, tapi tidak menemukan orang yang secara terang-terangan membenciku. Tidak tahu juga kalau memang ada orang yang diam-diam membenci aku
“Kamu nggak menginap saja, Dev. Sudah malam ini, dan bahaya juga kalau mengemudi di malam hari,” ucap Satria mengingatkan.“Tapi, besok pagi aku harus kerja, Yah! Kalau menginap takutnya besok malah kesiangan karena terkena macet. Bandung kan sama saja dengan Jakarta suka macet juga,” ucap Devan.“Ya sudah kalau begitu. Kamu hati-hati di jalan, ya. Jangan ngebut!” pesan Satria.Devan menganggukkan kepalanya dan mencium punggung tangan kedua orangtua angkatnya, saat dia berpamitan untuk kembali ke Jakarta.“Hati-hati di jalan ya, Nak,” ucap Nani, lalu mencium pipi kiri dan kanan Devan sebelum dia melepas kepergian anak angkatnya itu.“Iya, Bu. Ibu juga jaga kesehatan! Kalau sudah letih jangan dipaksakan untuk menyulam!” ucap Devan yang diangguki oleh Nani. Devan kemudian membalas mencium pipi kiri dan kanan ibu angkatnya. Kemudian setelah itu, dia beralih memeluk ayah angkatnya dengan erat. Lalu dia melangkah ke arah mobilnya, dan mengemudikan mobilnya meninggalkan halaman rumah orang
Pagi harinya, Devan mendapati Nadya sudah berangkat ke kantor. Dia tersenyum kala melihat pakaiannya teronggok di sofa. Pakaian itu semalam yang dia lepaskan di kamar Nadya, sebelum Kayden menelepon dan menggagalkan rencananya.Devan paham kalau saat ini Nadya kesal padanya. Itu karena dia meninggalkan Nadya ketika menerima telepon. Hal itulah yang menyebabkan Nadya langsung menutup pintu, dan mengunci kamarnya sehingga Devan tidak bisa masuk ke kamar itu. Padahal Devan ingin melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda.Devan tersenyum ketika melihat sarapan sudah tersedia di meja makan. Dia lalu memakannya dengan lahap. Setelah selesai sarapan, dia mengirimkan pesan ke tunangannya itu.[Sayang, terima kasih untuk sarapannya. Ini enak sekali]'Tak lama, pesan Devan dibalas oleh Nadya. Devan sangat senang ketika Nadya membalas pesannya, tetapi rasa senangnya seketika hilang kala dia membaca pesan itu. Pesan yang Nadya kirimkan hanya berupa emoticon orang yang merotasi matanya. "Kamu mas
Setelah rapat pemegang saham berakhir, Devan segera pergi dari gedung perkantoran itu. Dia berniat akan menjemput Nadya, untuk dia ajak makan siang bersama.Sementara itu di kantor Nadya, gadis itu tengah sibuk memeriksa berkas ketika dering teleponnya terdengar nyaring. Nadya meraih telepon genggamnya itu. Seulas senyum terbit dari bibirnya kala nama Devan terpampang di layar telepon genggamnya. Dia segera mengangkat panggilan telepon tersebut."Halo, Mas,” sapa Nadya.“Halo, sayang. Kita makan siang bareng, yuk!” sahut Devan di seberang sana."Eum, kerjaan aku banyak, Mas," ucap Nadya.“Ya nanti dikerjain lagi setelah makan siang,” timpal Devan. Maya tidak langsung menjawab, dia berpikir sejenak. Dan akhirnya…"Ok deh. Tapi makan siangnya jangan jauh-jauh, ya. Kerjaan aku banyak," jawab Nadya akhirnya.“Nggak jauh kok. Di dekat sini saja. Sekarang aku sudah ada di lobby. Ayo, turun!” ucap Devan."Hah! Sudah di lobby?"Nadya lalu menutup panggilan teleponnya dan berjalan tergesa-ges
Devan kembali ke kantornya setelah dia mengantar Nadya. Dia langsung menuju ruangannya dan membuat surat pengunduran diri yang nantinya akan dia serahkan kepada Doni. Dia membuat surat itu dengan cepat dan setelah itu dia berjalan menuju ruangan Doni.“Doni sudah ada di ruangannya, Tik?” tanya Devan yang diangguki oleh Tika.Tok...tok...tok.“Masuk!” suara bariton milik Doni terdengar dari dalam, dan mempersilakan orang yang mengetuk pintu untuk memasuki ruangannya.Devan kemudian masuk ke dalam ruangan atasan sekaligus sahabatnya itu. Dia tersenyum sumringah kala Doni mengangkat wajahnya dari beberapa dokumen yang menyita perhatiannya.“Hai! Ayo duduk! Ada apa?” Doni bangkit dari kursi dan mendekat ke arah Devan lalu menyalaminya. Dia kemudian memindai penampilan Devan yang hari ini beda dari biasanya. Hari ini Devan tampil rapi.“Aku akan menyerahkan surat ini padamu.” Devan kemudian menyerahkan surat pengunduran dirinya pada Doni, yang langsung dia buka karena penasaran mengenai is
Devan kemudian membalikkan tubuhnya untuk melangkah ke arah pintu kamar dan keluar dari kamar itu. Namun, di saat dia memutar handle pintu, terdengar suara yang mampu menghentikan tangannya untuk membuka pintu kamar itu.“Tolong...tolong.” suara yang keluar dari mulut Nadya terdengar pilu.Devan kemudian bergegas mendatangi gadis itu yang masih meracau, dengan matanya yang masih terpejam. Dia segera membangunkan Nadya dari tidurnya agar mimpi buruknya segera berakhir.“Nad! bangun!” Devan mengguncang sedikit kencang agar Nadya segera terbangun dari tidurnya. Seketika Nadya membuka matanya dan terkejut dengan kehadiran Devan.“Mas, kamu...kamu ada di sini?” tanyanya linglung. Dia kemudian menatap sekeliling kamar dan tak lama menghela napas lega. “Syukurlah ini semua hanya mimpi.”“Kamu mimpi apa?” tanya Devan penasaran.“Aku...aku mimpi di kejar ular yang besar sekali, Mas.” Nadya tersipu menatap Devan, yang kini mengulum senyumnya.“Aku ambilkan minum dulu untuk kamu. Tunggu sebentar
Nadya mengernyit, tidurnya terusik karena merasakan beban di bagian dada. Dia membuka matanya dan melihat sebuah lengan kekar melingkar di tubuhnya dengan posesif. Nadya menoleh, mendapati wajah Devan tepat berada di ceruk lehernya. Kedua mata Devan masih terpejam, pertanda pria itu masih berada di alam mimpinya. Dada Devan bergerak seirama dengan napasnya yang mengalun pelan. Wajah pria itu terlihat begitu damai dengan suara dengkuran halus yang mengiringi. Tubuh mereka masih sama-sama polos, hanya selimut yang kini menutupi tubuh polos mereka.Nadya menghela napas panjang. Pikirannya melayang, memutar kembali kegiatan panas yang mereka lakukan semalam. Dia mengingat jelas bagaimana mereka melakukannya dengan gairah yang begitu menggelora. Dia mengingat jelas bagaimana dirinya merintih, mengerang dan meneriakkan nama Devan berulang kali di setiap pergulatan panas yang mereka lakukan. Dia mengingat bagaimana tubuh mereka melebur menjadi satu. Lagi, lagi dan lagi.Mereka bahkan baru te
Devan dan Nadya tersenyum melihat pasangan suami-istri yang kini saling menggoda satu sama lain. Hal itu membuat Devan menoleh ke arah Nadya dan membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.“Kita juga nanti harus seperti mereka ya, Sayang. Tetap mesra walaupun usia sudah tidak muda lagi,” bisik Devan di telinga Nadya. Seketika wajah Nadya merona dan dengan cepat gadis itu menganggukkan kepalanya.“Mas juga harus setia dong seperti Papa! Kalau Mas setia, maka segalanya akan menjadi lebih indah untuk kita menjalani kehidupan rumah tangga nantinya,” bisik Nadya di telinga Devan.“Selama ini aku sudah membuktikan kalau aku seorang kekasih yang setia,” balas Devan berbisik ke telinga Nadya. Dan ketika sedang berbisik, dia sempatkan untuk mengecup pipi Nadya sekilas.Interaksi antara Devan dan Nadya rupanya diperhatikan oleh kedua orang paruh baya, yang dari tadi merasa diabaikan oleh dua insan yang sedang kasmaran. Mereka tersenyum saat melihat Devan tanpa tahu malu mengecup pipi Nadya di had
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t