"Bagaimana rasanya, Aden?" tanya Briella.Aden hanya mengunyah roti yang terlanjur masuk ke dalam mulutnya. Tak lama setelah rotinya tertelan, Aden lekas menoleh ke arah Briella. Dipandangnya wajah kekasihnya itu dengan binar yang menyala."Enak. Gurih dan empuk. Teksturnya juga tidak lengket di gigi," kata Aden."Jadi kau suka dengan resep baru ini?" tanya Briella."Terang saja suka, Briel. Rasanya juga ramah sekali di lidah," ucap Aden.Briella lekas memandang ke arah karyawati yang ada di depannya. Lantas diberikannya seraut senyum kepada karyawati tersebut."Menurut tunangan saya juga enak. Lanjutkan saja. Saya yakin pasti banyak yang minat dengan roti baru ini," sanjung Briella."Baik, Nona," ujar si karyawati.Briella kemudian mengalihkan pandangannya. Ia berbalik menghadap ke arah Aden. Dielusnya lembut rambut Aden yang berantakan."Sudah puas kamu mengecek toko rotimu, Briel?" tanya Aden."Sebenarnya belum. Masih ada yang harus kuperiksa," kata Briella.Kening Aden lantas berk
Alis Briella hampir saling bertautan saat menatap wajah optimis Aden. Briella pun menggeleng, tak percaya."Ke kantormu? Denganku?" tanya Briella.Spontan saja Aden langsung mengangguk. Kedua matanya memandangi wajah Briella yang kelihatan ragu."Apa yang bisa kulakukan di sana?" tanya Briella.Aden tertawa. Dia lekas memegangi dahinya dan berhenti tertawa. Kini Aden memandang ke arah Briella yang sedang lugu menatap dirinya."Kamu kan bisa menemaniku bekerja, Briel. Ada di sampingku saja itu sudah cukup," kata Aden."Masa bekerja saja kau minta ditemani, Aden?" tanya Briella."Tentu saja, Sayang. Aku akan sangat senang bila kau ada di sebelahku," kata Aden.Briella tertegun sejenak saat melihat Aden tersenyum. Tak biasanya lelakinya itu memperlihatkan senyum yang menawan. Briella pun berdecak."Baiklah, aku akan ikut denganmu ke kantor," ucap Briella.Mendengar ucapan Briella seketika Aden tersenyum senang. Aden segera merangkul Briella dan mendekatkan Briella pada wajahnya. Segera s
Menyadari bahwa dirinya ditatap oleh Gietta, Aden segera berpaling. Dia merasa risih dan canggung dengan tatapan Gietta yang selalu memandang kepada dirinya."Kenapa, Aden? Apa ada yang salah?" tanya Briella setelah menyadari bahwa tunangannya itu bertingkah aneh.Briella memandangi Aden yang segera berpindah posisi, sedikit agak menjauhi Gietta. Menyadari keanehan sikap Aden, Briella menghela napas."Kamu kenapa kok kayak nggak nyaman begitu?" tanya Briella lagi."Tidak apa-apa, Giet. Aku hanya tak nyaman kau pandangi," ujar Aden salah menyebut nama.Sontak saja kening Briella mengerut. Ia menyadari bahwa Aden salah mengucapkan namanya. Sekejap saja Briella langsung menoleh ke arah Gietta."Kau menyebut Gietta?" ujar Briella.Aden yang menyadari kekeliruannya, segera mencebik. Refleks, dirinya memegang tangan Briella dan berniat untuk meminta maaf."Aku tidak sengaja, Briel. Tolong maafkan aku," pinta Aden.Briella memandang Aden dengan kecewa. Bola matanya penuh dan membulat menatap
"Sayang, jam berapa sekarang?" tanya Aden.Aden menatap pada Briella yang sedang berdiri menghadap ke arahnya. Seketika Aden langsung menghampiri Briella dan mendekapnya."Bukankah sudah waktunya untuk bekerja?" ujar Aden.Bahu Briella menggendik. Tatapan matanya kemudian beralih menuju ke arah jam dinding. Briella tersenyum miring."Ini sudah jam dua, Sayang. Semestinya kita sudah memulai pekerjaan kita," kata Briella.Aden mengalihkan pandangannya. Aden menatap Gietta yang sedang fokus memandang ke arah dirinya."Sudah jam dua. Berarti sisa satu jam lagi kau harus bisa menyelesaikan semua tugas ini," kata Aden."Tidak masalah. Aku bisa mengerjakannya dengan cepat," balas Gietta.Aden menyunggar rambutnya ke samping. Setelahnya, Aden beralih pandangan. Dia berbalik dan berjalan menuju ke kursi kerjanya."Kita mulai kerja sekarang. Tidak ada banyak waktu lagi yang tersisa," perintah Aden.Briella mengangguk yang disertai dengan anggukan dari Gietta. Selepas itu, mereka berdua menghada
Briella menyadari bahwa Gietta sudah tidak seramah biasanya. Briella pun tersenyum kecut."Lantas kenapa masih di sini?" tanya Briella.Gietta mengulas senyum miring. Ia melihat ke arah Aden sekilas lalu mengalihkan pandangannya kepada Briella."Aku sedang menunggu temanku datang menjemputku," kata Gietta.Gietta lalu beringsut memandang ke arah Aden. Merasa dipandang, Aden segera menggendik dan mengarahkan pandangannya kepada Gietta."Kalau kamu mau menunggu, sebaiknya tunggu di lobi saja. Jangan di ruanganku karena nanti akan kukunci," ujar Aden.Mendengar ucapan Aden, Gietta semakin sebal. Ia sudah kesal karena diabaikan oleh Aden, malah ditambah dengan sikap Aden yang tidak ramah."Kamu mengerti dengan ucapanku, kan?" tanya Aden."Tentu. Tentu aku tahu," kata Gietta.Ia kemudian menatap ke arah Briella. Bibirnya menunjukkan seulas senyum yang dipaksakan. Hatinya tampak tidak senang melihat Briella dan Aden berdekatan."Aku akan tunggu di lobi. Kalian kunci saja ruangannya. Aku aka
"Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala
Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h
Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha
Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha
Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h
"Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala
Briella menyadari bahwa Gietta sudah tidak seramah biasanya. Briella pun tersenyum kecut."Lantas kenapa masih di sini?" tanya Briella.Gietta mengulas senyum miring. Ia melihat ke arah Aden sekilas lalu mengalihkan pandangannya kepada Briella."Aku sedang menunggu temanku datang menjemputku," kata Gietta.Gietta lalu beringsut memandang ke arah Aden. Merasa dipandang, Aden segera menggendik dan mengarahkan pandangannya kepada Gietta."Kalau kamu mau menunggu, sebaiknya tunggu di lobi saja. Jangan di ruanganku karena nanti akan kukunci," ujar Aden.Mendengar ucapan Aden, Gietta semakin sebal. Ia sudah kesal karena diabaikan oleh Aden, malah ditambah dengan sikap Aden yang tidak ramah."Kamu mengerti dengan ucapanku, kan?" tanya Aden."Tentu. Tentu aku tahu," kata Gietta.Ia kemudian menatap ke arah Briella. Bibirnya menunjukkan seulas senyum yang dipaksakan. Hatinya tampak tidak senang melihat Briella dan Aden berdekatan."Aku akan tunggu di lobi. Kalian kunci saja ruangannya. Aku aka
"Sayang, jam berapa sekarang?" tanya Aden.Aden menatap pada Briella yang sedang berdiri menghadap ke arahnya. Seketika Aden langsung menghampiri Briella dan mendekapnya."Bukankah sudah waktunya untuk bekerja?" ujar Aden.Bahu Briella menggendik. Tatapan matanya kemudian beralih menuju ke arah jam dinding. Briella tersenyum miring."Ini sudah jam dua, Sayang. Semestinya kita sudah memulai pekerjaan kita," kata Briella.Aden mengalihkan pandangannya. Aden menatap Gietta yang sedang fokus memandang ke arah dirinya."Sudah jam dua. Berarti sisa satu jam lagi kau harus bisa menyelesaikan semua tugas ini," kata Aden."Tidak masalah. Aku bisa mengerjakannya dengan cepat," balas Gietta.Aden menyunggar rambutnya ke samping. Setelahnya, Aden beralih pandangan. Dia berbalik dan berjalan menuju ke kursi kerjanya."Kita mulai kerja sekarang. Tidak ada banyak waktu lagi yang tersisa," perintah Aden.Briella mengangguk yang disertai dengan anggukan dari Gietta. Selepas itu, mereka berdua menghada
Menyadari bahwa dirinya ditatap oleh Gietta, Aden segera berpaling. Dia merasa risih dan canggung dengan tatapan Gietta yang selalu memandang kepada dirinya."Kenapa, Aden? Apa ada yang salah?" tanya Briella setelah menyadari bahwa tunangannya itu bertingkah aneh.Briella memandangi Aden yang segera berpindah posisi, sedikit agak menjauhi Gietta. Menyadari keanehan sikap Aden, Briella menghela napas."Kamu kenapa kok kayak nggak nyaman begitu?" tanya Briella lagi."Tidak apa-apa, Giet. Aku hanya tak nyaman kau pandangi," ujar Aden salah menyebut nama.Sontak saja kening Briella mengerut. Ia menyadari bahwa Aden salah mengucapkan namanya. Sekejap saja Briella langsung menoleh ke arah Gietta."Kau menyebut Gietta?" ujar Briella.Aden yang menyadari kekeliruannya, segera mencebik. Refleks, dirinya memegang tangan Briella dan berniat untuk meminta maaf."Aku tidak sengaja, Briel. Tolong maafkan aku," pinta Aden.Briella memandang Aden dengan kecewa. Bola matanya penuh dan membulat menatap
Alis Briella hampir saling bertautan saat menatap wajah optimis Aden. Briella pun menggeleng, tak percaya."Ke kantormu? Denganku?" tanya Briella.Spontan saja Aden langsung mengangguk. Kedua matanya memandangi wajah Briella yang kelihatan ragu."Apa yang bisa kulakukan di sana?" tanya Briella.Aden tertawa. Dia lekas memegangi dahinya dan berhenti tertawa. Kini Aden memandang ke arah Briella yang sedang lugu menatap dirinya."Kamu kan bisa menemaniku bekerja, Briel. Ada di sampingku saja itu sudah cukup," kata Aden."Masa bekerja saja kau minta ditemani, Aden?" tanya Briella."Tentu saja, Sayang. Aku akan sangat senang bila kau ada di sebelahku," kata Aden.Briella tertegun sejenak saat melihat Aden tersenyum. Tak biasanya lelakinya itu memperlihatkan senyum yang menawan. Briella pun berdecak."Baiklah, aku akan ikut denganmu ke kantor," ucap Briella.Mendengar ucapan Briella seketika Aden tersenyum senang. Aden segera merangkul Briella dan mendekatkan Briella pada wajahnya. Segera s
"Bagaimana rasanya, Aden?" tanya Briella.Aden hanya mengunyah roti yang terlanjur masuk ke dalam mulutnya. Tak lama setelah rotinya tertelan, Aden lekas menoleh ke arah Briella. Dipandangnya wajah kekasihnya itu dengan binar yang menyala."Enak. Gurih dan empuk. Teksturnya juga tidak lengket di gigi," kata Aden."Jadi kau suka dengan resep baru ini?" tanya Briella."Terang saja suka, Briel. Rasanya juga ramah sekali di lidah," ucap Aden.Briella lekas memandang ke arah karyawati yang ada di depannya. Lantas diberikannya seraut senyum kepada karyawati tersebut."Menurut tunangan saya juga enak. Lanjutkan saja. Saya yakin pasti banyak yang minat dengan roti baru ini," sanjung Briella."Baik, Nona," ujar si karyawati.Briella kemudian mengalihkan pandangannya. Ia berbalik menghadap ke arah Aden. Dielusnya lembut rambut Aden yang berantakan."Sudah puas kamu mengecek toko rotimu, Briel?" tanya Aden."Sebenarnya belum. Masih ada yang harus kuperiksa," kata Briella.Kening Aden lantas berk
"Jangan lupa untuk tetap menenangkan pikiran. Jangan panik mendadak dan jangan kebanyakan yang dipikir ya," imbuh dokter."Baik, Dok," ujar Briella.Sandera melirik ke arah Briella. Ditatapnya putri semata wayangnya itu dengan pandangan yang tak mengenakkan hati."Lalu untuk makannya sendiri, tolong dijaga. Jangan sampai makan junk food, ya. Karena itu tak baik untuk jantung," kata dokter.Briella menyengguk. Setelah memberikan penjelasan pada Briella dan Sandera, sang dokter segera beralih pandang."Ini adalah obat yang harus ditebus. Apa obat lama sudah rutin diminum?" tanya dokter."Anak saya rutin minum kok, Dok," jawab Sandera."Bagus. Memang sebaiknya diimbangi dengan konsumsi obat. Saya sarankan obat segera dihentikan begitu kondisinya membaik ya," jelas dokter.Sandera mengangguk. Ia lekas mengambil resep obat yang diberikan oleh dokter. Setelah membaca resep obat sekilas, Sandera langsung mengajak sang dokter bersalaman."Terima kasih untuk waktunya, Dok," kata Sandera."Sama