Eden menunduk sehingga ekspresinya tidak terlihat. Namun, kedua tangannya terkepal erat. Entah berapa lama kemudian, dia akhirnya melepaskan kepalan tangannya, seolah-olah kehilangan tenaga untuk melawan."Terima kasih, Bu.""Sudah seharusnya, soalnya kamu murid yang paling kubanggakan. Sudah seharusnya kamu mendapat perhatian lebih, 'kan?"Eden tidak merespons. Dia memang bukan orang yang pintar berbicara. Orang-orang selalu menganggapnya pendiam."Ya sudah, kamu kembali saja. Bantu aku perhatikan soal makalah. Nggak harus selesai dalam bulan ini kok. Kamu atur saja waktunya. Aku yakin kamu nggak akan mengecewakanku."Eden berbalik dan pergi. Diana kembali ke kursinya dan mengambil secangkir teh.Nella terkekeh-kekeh dan maju. "Memang Bibi yang paling hebat. Dia sampai tunduk padamu."....Karena tidak dapat meminjam laboratorium dan Eden juga tidak mau membatalkan permohonan, mereka memutuskan untuk mencari cara sendiri.Mikha yang sangat rakus justru marah sampai tidak punya nafsu m
Tiga puluh detik kemudian, suara notifikasi terdengar. Mikha kembali ke beranda ponselnya dan melihat. Ternyata itu adalah pemberitahuan bahwa uang sudah diterima.Di ujung sana, Mino bertanya, "Sudah terima belum?""Hm, sudah." Namun, jumlahnya bukan 2 miliar melainkan 3 miliar. Ayahnya memberinya tambahan 1 miliar!"Jangan pelit-pelit kalau beli makan. Kalau uangmu habis, minta saja dariku. Oke?""Oke, Ayah!"Setelah panggilan berakhir, Mikha menyimpan ponselnya. Begitu menoleh, dia melihat Darius dan Nadine sedang menatapnya.Mikha mengejapkan matanya dengan heran. "Aku sudah dapat uangnya. Kenapa kalian melihatku seperti itu?"Darius memicingkan matanya, lalu melipat lengannya di depan dada. "Mikha, kamu ini nggak jujur.""?""Rumahmu di desa?""Ya, sekitar desa kami ada mal dan perumahan mewah. Lingkungannya sangat bagus dan ramai!"Darius kehabisan kata-kata. Giiran Nadine yang bertanya, "Orang tuamu kehilangan pekerjaan dan cuma mengurus gedung?""Ya, sekitar 80 gedung di daerah
"Terus, aku harus ngapain?" tanya Mikha."Kamu urus saja masalah uang."Hari itu juga, Nadine dan Darius mentransfer 840 juta ke rekening Mikha.'Hmm ... punya uang itu memang menyenangkan ....' Mikha tersenyum sambil menikmati biskuitnya dan mengelus kartu banknya.Memang keluarganya kaya, tetapi Mikha tetap menyukai uang! Daya tarik uang memang tak terkalahkan! Dalam aspek ini, dia dan ayahnya sangat mirip!....Nadine menemukan sebuah perusahaan bernama Queen Tech yang merupakan distributor CPRT di dalam negeri. Dari perusahaan ini, dia menemukan bahwa pemegang saham utamanya bernama Yangky.Kemudian, Nadine mencari lagi perusahaan-perusahaan yang terkait dengan nama Yangky. Pada akhirnya dalam jaringan yang rumit, dia menemukan nama yang sangat familier, yaitu Philip."Halo, Kak Nadine, apa kabarmu?""Baik, kamu gimana?""Hais, jangan tanya lagi deh. Beberapa waktu lalu aku terjatuh dan patah tulang betis. Sudah seminggu aku diopname.""Separah itu?" Nadine agak terkejut."Sebenarn
Nadine termangu."Dia bosnya," ujar Teddy.Setelah berputar-putar, ternyata orang itu adalah kenalannya.Setelah panggilan berakhir, Nadine menghela napas dan memutuskan untuk menelepon Stendy.Nadine masih teringat pada ucapannya yang sebelumnya, yang mengatakan Stendy sangat pintar berhitung dan sebaiknya mereka tidak sering berinteraksi. Sepertinya ucapannya itu bukan omong kosong.Stendy terlalu licik. Hanya dengan satu langkah ceroboh, seseorang bisa terjebak dalam perangkapnya. Makanya, cara paling efektif yang bisa dipikirkan oleh Nadine adalah menjauh.Namun, baru saja Nadine mengatakan itu, dia malah harus mencari Stendy lagi. Ini ... sungguh memalukan.....Di sisi lain, Teddy menyimpan ponselnya dan menoleh menatap Kelly yang masih tertidur lelap di ranjang. Seketika, dia merasa kesal."Siapa yang bilang aku harus datang tepat waktu, bahkan nggak boleh terlambat satu menit? Sekarang aku sudah sampai, tapi dia masih tidur! Aku sudah tunggu selama 40 menit! Kelly, kamu punya h
"Ada dong! Kamu ini bukan cuma pemarah, tapi ingatanmu juga buruk. Gimana saja kamu ini?"Kelly melemparkan bantal lagi kepadanya. "Tutup mulutmu!"Teddy menoleh untuk menghindar. Jelas sekali, dia sudah berpengalaman. Kelly hendak meraih bantal lain lagi, tetapi ...."Sudahlah, bantalmu ada di sini." Teddy menepuk bantal di belakang tubuhnya.Kelly tercengang untuk sesaat. "Kok bisa ada di sana?"Teddy sungguh kehabisan kata-kata. Daya ingat wanita ini memang buruk! "Nona, tadi kamu sudah melempar sekali. Ini yang kedua kali.""Oh ...." Teddy merasa canggung. "Sekarang jam berapa?""Jam 10.30." Ini adalah pertanyaan yang menusuk hati."Nggak usah terburu-buru, masih pagi. Wajar kalau aku terlambat karena berdandan. Namanya juga mau ketemu calon mertua. Benar, 'kan?"Teddy hanya bisa terdiam di tempat."Bantu aku ambilkan ....""Air, 'kan?" sela Teddy segera. Kemudian, dia langsung mengambil segelas air dari meja rias. "Cepat minum, lalu bangun dan cepat siap-siap!"Kelly menjulurkan t
"Hei, kenapa malah bengong? Sini gelasnya."Namun, semua keindahan itu hancur begitu wanita itu berbicara!Teddy menyunggingkan sudut bibirnya. "Apa aku boleh memberimu saran?""Katakan saja." Setelah meneguk air dingin, Kelly merasa lebih segar."Apa kamu bisa bicara lebih lembut padaku? Kita ini pasangan, bukan musuh. Kalau kamu begini, ibuku bisa khawatir.""Khawatir kenapa?""Khawatir anaknya ditindas olehmu!"Kelly termangu sejenak. "Kalau begitu, berarti aku harus bicara begini. Honey, kamu rasa ibumu suka dengan penampilanku ini nggak? Aku sudah pilih lama lho, Honey ...."Bulu kuduk Teddy sontak meremang. "Eee ... lebih baik kamu tetap galak seperti biasa. Ya, galak lebih baik."Galak lebih normal. Jika Kelly berbicara dengan suara lembut yang dibuat-buat, Teddy merasa dirinya seperti tercekik."Coba kamu bilang aku galak lagi!""Nggak, nggak galak kok." Ini yang dinamakan tidak galak?Kelly merias wajahnya dengan cepat. "Ya sudah, kita pergi."Teddy terpana. "Riasanmu ini ....
"Aku pikir bakal nunggu lama, tapi ternyata Teddy bergerak cepat juga. Sekarang gelang ini sudah berguna."Sesuai dugaan Kelly, gelang ini memang setara dengan yang ada di pelelangan. Harganya setidaknya mencapai sebelas digit."Bibi, jangan dong. Aku nggak bisa menerimanya." Kelly segera mendorongnya kembali.Jika Kelly adalah pacar sah Teddy, gelang semahal apa pun pasti akan diterima. Namun, masalahnya dia bukan pacar sah Teddy.Kelly hanya pacar gadungan. Jika menerima gelang yang harganya puluhan miliar, tsk, tsk ... dia akan merasa dirinya sangat jahat."Cuma gelang kok, bukan apa-apa. Tenang saja, nggak usah merasa tertekan. Aku bukan mau mendesak kalian menikah kok. Aku cuma ingin kasih kamu hadiah."Sambil berbicara, Phoebe mengeluarkan gelang itu dari kotaknya dan langsung memakaikannya ke pergelangan tangan Kelly. "Ukurannya sangat pas, cocok juga dengan warna kulitmu."Kelly membatin, 'Tentu saja, ini giok berkualitas tinggi. Masa nggak cocok?'Ketika keduanya keluar dari k
Lebih tepatnya, mereka sedang menatapnya dan Teddy!Phoebe berkata, "Lihat pasangan muda itu, romantis sekali!"Kinta berujar, "Aku belum pernah melihat Tuan Teddy begitu mesra dengan gadis lain.""Kelly bukan gadis biasa, baik latar belakang maupun pendidikan, dia luar biasa. Bocah nakal itu akhirnya melakukan sesuatu yang benar.""Tuan Teddy tahu kapan harus mengambil tindakan, dia nggak akan mengecewakan dalam hal sepenting ini.""Kalau dia bisa bersama Kelly, aku rasa aku akan terus tersenyum begini.""Eh? Tapi, kenapa wajah Tuan Teddy terlihat agak murung?""Masa?" Phoebe menyipitkan matanya dan mengamati dengan saksama. "Sepertinya memang begitu. Tubuh Kelly juga terlihat agak kaku, 'kan?"Pasangan muda itu berdiri sangat dekat. Mereka seharusnya terlihat romantis.Di bawah, Teddy berujar, "Jangan bergerak, ibuku sudah mulai curiga."Kelly bertanya, "Sejak kapan ibumu di sana?""Sejak kamu menerima telepon."Kelly merasa semakin bersalah."Kenapa nggak ada pergerakan selanjutnya?
Baik judul ataupun variasi lagunya, Stendy sama sekali tidak bisa fokus. Cahaya redup di dalam aula konser bisa menjadi penyamaran yang terbaik, sehingga dia bisa menatap Nadine dengan tatapan yang lembut serta penuh perasaan dan tanpa perlu takut ketahuan.Stendy secara refleks menatap tangan Nadine yang putih. Dia berkali-kali ingin menggenggam tangan Nadine dengan erat, lalu tidak pernah melepaskannya lagi. Namun, setelah memberontak dengan pikirannya, pada akhirnya tetap logikanya yang menang. Dia mengingatkan dirinya untuk bertahan sampai melewati malam ini dan jangan gegabah agar tidak menakuti Nadine.Dua jam mungkin adalah siksaan dan ujian kesabaran bagi sebagian orang, tetapi itu adalah pesta untuk memanjakan indra yang langka bagi Nadine. Bahkan setelah konser sudah selesai, dia tetap masih tenggelam dalam suasananya."Apa kamu menyadari sesuatu dari lagu Croatian Rhapsody? Ternyata dia masukkan unsur musik rok juga, romantis dan energik. Terutama di bagian tengah lagunya, s
"Uhuk uhuk ...." Nadine langsung tersedak. Mereka sedang makan sambil mendengar cerita yang seru, tetapi topiknya malah tiba-tiba dialihkan ke dirinya. Pokoknya perasaannya tidak enak."Kami bukan sepasang kekasih, tapi makan malam ini bisa dibilang gratis untuk Tuan Stendy karena ...."Setelah mengatakan itu, Nadine tersenyum dan menatap pemilik restoran. "Aku yang traktir."Setelah tertegun sejenak, pemilik restoran itu menatap Stendy dengan tatapan seolah-olah berkata anak ini akhirnya kena batunya dan pantas menerimanya.Begitu selesai makan, Nadine langsung pergi membayar tagihan makanannya.Pemilik restoran itu menarik Stendy ke samping dan berbisik, "Kawan, kamu boleh terus begini. Ayo berusaha, segera dapatkan gadis itu. Kalau lain kali kamu masih nggak dapat gratisan lagi, jangan salahkan aku meremehkanmu."Stendy pun menghela napas. "Kamu pikir aku nggak mau?""Wah, akhirnya ada gadis di dunia ini yang bisa membuatmu kelabakan. Sungguh langka. Baiklah, biar teman lamamu ini y
Stendy menyahut, "Aku pikir-pikir dulu, nanti baru kita putuskan setelah ketemu.""Oke." Nadine mengakhiri panggilan, lalu langsung memakai jaket bulu tebal dan sepatu bot musim dingin, juga mengambil tas. Dia keluar dalam waktu kurang dari tiga menit!Cuaca tidak sedingin sebelumnya lagi, tetapi matahari masih tidak muncul.Begitu turun, Nadine langsung melihat Stendy berdiri di ujung gang, bersandar santai di samping mobil Maybach edisi terbatas. Pria yang memakai mantel hitam itu pun memutar-mutar kunci mobilnya.Begitu melihat Nadine, tubuh Stendy langsung tegak. Nadine tersenyum dan berjalan mendekat. Wajah Stendy yang tadi terlihat agak dingin langsung berubah cerah, bibirnya tersenyum.Begitu masuk mobil, Stendy menyerahkan sekantong sarapan, "Nih, susu kedelai dan roti, makan selagi masih hangat."Nadine menaikkan alisnya. "Pak Stendy bukan cuma jadi sopir, tapi juga beliin aku sarapan? Ini layanan bintang lima sih. Aku nggak berani menikmatinya."Stendy terkekeh-kekeh. "Kenapa
"Nad, sejak pertama kali kita ketemu di kafe, aku ....""Eh? Pak Arnold, Nadine, kok berdiri di sana? Nggak naik?" Tetangga mereka yang tinggal di lantai bawah, datang dengan membawa banyak kantong belanjaan. Begitu melihat mereka, dia langsung menyapa dengan ramah."Dingin banget ya hari ini, aku hampir beku .... Tapi karena diskon, aku tetap keluar malam-malam begini!"Supermarket besar di dekat sana memang sering mengadakan diskon besar setelah pukul 9 malam. Sebagai orang yang pintar mengatur uang, wanita ini sering keluar malam untuk belanja hemat.Situasi sekarang jelas tidak cocok untuk melanjutkan obrolan mereka. Arnold terpaksa menelan kembali semua yang ingin dia ucapkan tadi."Ayo, kita sama-sama naik!" ajak wanita itu.Nadine melangkah maju, langsung mengambil salah satu kantong belanjaan dari tangan wanita itu. "Biar kubantu ...."Namun, Arnold langsung mengambil alih kantong belanjaan itu dari tangan Nadine. Dengan cepat, dia berjalan di depan mereka. "Biar aku saja."Wan
Nadine tersenyum mencela dirinya sendiri.Arnold tiba-tiba terdiam, napasnya tercekat. Entah kenapa, senyuman kecil di ujung bibir gadis itu membuat hatinya terasa panik. Seolah-olah dia baru saja melewatkan sesuatu yang sangat penting.Mereka meninggalkan pabrik saat senja hari. Satpam yang berjaga sudah berganti. Paman ramah penuh canda tawa tadi sudah pulang, digantikan oleh seorang pemuda yang tampak pemalu.Setelah menerima kunci dari mereka, pemuda itu meletakkannya, lalu membukakan pintu gerbang untuk mereka.Langit belum sepenuhnya gelap. Cahaya senja menyelimuti cakrawala dalam warna kelabu suram. Di sepanjang jalan, cabang-cabang pohon yang gundul menambah kesan sepi.Nadine dan Arnold berjalan berdampingan tanpa berbicara. Keheningan mengisi jarak di antara mereka. Arnold sempat membuka mulut, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana.Dia bisa merasakan perubahan suasana hati Nadine, tetapi tidak tahu penyebabnya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah diam dan berhati-hati aga
Diskusi akademik antara keduanya akhirnya mencapai akhir. Kelly tidak bisa menahan diri untuk menghela napas panjang."Lain kali jangan ajak aku ke acara akademik kayak gini lagi ya. Buat capek saja ...." Kelly bergumam pelan, lalu mengangkat tangan memberi isyarat kepada pramusaji untuk menyajikan makanan.Seperti yang sudah diduga, semuanya adalah makanan favorit Nadine!Selesai makan, Kelly awalnya ingin jalan-jalan sebentar. Namun, baru saja keluar dari restoran, dia langsung menerima telepon kerja. "Iya, iya! Tunggu sehari lagi bisa mati ya?"Meskipun mengomel, dia tetap buru-buru pergi ke kantor setelah menutup telepon. Sebelum pergi, dia tidak lupa berpesan, "Kak Arnold, hari ini ulang tahun Nadine, kamu temani dia ya! Pokoknya turuti semua yang dia mau!""Oke." Setelah melihat Kelly pergi, Arnold tersenyum menatap Nadine. "Mau ke mana?""Benaran bisa ke mana saja?" Mata Nadine berbinar.Arnold berpikir sebentar. "Selama masih dalam batas kemampuanku.""Kalau begitu, boleh nggak
"Ayo, biar aku pakaikan untukmu." Kelly memasangkan gelang itu ke pergelangan tangan Nadine yang ramping. Gelang itu membuat kulit putih Nadine terlihat semakin bersinar. "Aku tahu model dan warna ini cocok banget sama kamu!"Nadine menunduk melihatnya, semakin dilihat semakin suka.Kelly tiba-tiba bertanya, "Kamu kira ini udah selesai?""Hm?" Nadine mengangkat kepala dengan bingung. Masih ada acara lain?Kelly tersenyum tanpa menjawab, lalu mengangguk kecil ke arah pramusaji. Detik berikutnya, lagu ulang tahun mulai mengalun di dalam ruang privat.Diiringi musik yang lembut, Arnold mendorong masuk sebuah kue dan berjalan ke arah mereka. Di atas krim putih dan merah muda, berdiri boneka fondan yang sangat cantik.Matanya besar, ekspresinya penuh percaya diri dan ceria. Jelas, itu versi kartun dari Nadine sendiri. Di sekelilingnya pun dihiasi mutiara merah muda. Sederhana, tetapi sangat indah."Pak Arnold?" Nadine tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Arnold menatapnya, bibirnya meny
Irene berkata, "Sayang, selamat ulang tahun! Sebenarnya, aku dan ayahmu mau datang ke Kota Juanin dua hari lebih awal untuk merayakan ulang tahunmu.""Tapi, penerbit mendadak kasih tahu Seven Days akan dicetak ulang dan mereka mengirim 3 kotak penuh halaman depan untuk kutandatangani. Jadi, setelah berdiskusi dengan ayahmu, kami memutuskan untuk menunda kunjungan dan akan datang lain kali."Irene juga merasa tidak berdaya. Buku barunya laris manis dan sudah cetakan ketiga. Sekarang di ruang kerjanya, masih ada ribuan halaman depan yang menunggu tanda tangannya. Kadang, punya buku yang laris juga menjadi tantangan tersendiri.Nadine mengedipkan matanya dengan penuh pengertian. "Ibuku terkenal! Wajar dong kalau sibuk!"Nada dan ekspresi bangganya membuat Irene tertawa."Duh, kamu nggak tahu! Sekarang ibumu benar-benar terkenal! Beberapa waktu lalu, ada seorang penggemar fanatik berhasil mendapat nomor telepon ibumu.""Begitu menelepon, dia langsung bilang ingin mendapat buku dengan tanda
Di tengah musim dingin yang menusuk, kompleks apartemen tua mulai sepi setelah pukul 9 malam. Lampu jalan di sekitar sering mati. Karena khawatir akan keselamatannya, Arnold selalu turun menunggunya setiap kali ada waktu.Meskipun waktu kepulangan Nadine tidak selalu sama, biasanya hanya selisih 20 atau 30 menit. Namun, malam ini dia terlambat hingga 2 jam, bahkan turun dari mobil Stendy. Arnold menebak, pasti ada sesuatu yang terjadi di jalan.Angin malam bertiup, membawa hawa dingin yang menusuk. Melihat ujung hidung Nadine yang merah karena kedinginan, Arnold berkata, "Ayo masuk, di luar terlalu dingin. Kita bicara di dalam saja."Nadine mengangguk, meniup telapak tangannya yang dingin, lalu berbalik untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Stendy.Di bawah sorot lampu malam, dua sosok berjalan berdampingan, langkah mereka pun seirama. Lampu di tangga menyala satu per satu, samar-samar terdengar percakapan ringan.Stendy tetap berdiri di tempatnya, menatap ke arah mereka pergi. Dala