Terima kasih teman, sudah berkenan mampir, jangan lupa vote dan bintang ya. Selamat membaca... “Mas Wisnu!” ucap Sari kaget dan terperanjat dengan kedatangan sosok yang telah lama tak ia jumpai. Sari memandang wajah Wisnu lamat-lamat. Meyakinkan penglihatannya, bahwa pria itu adalah Wisnu. Tak percaya rasanya, bertemu setelah sekian tahun tak bersua. Setelah puas memandang, barulah ia yakin bahwa lelaki yang mengajaknya bicara ini adalah Wisnu. Terakhir bertemu kurang lebih 10 tahun lalu. Semakin gagah dan bersahaja. Tubuhnya dibalut kemeja kotak-kotak hitam senada dengan celananya. Lengan kemeja digulung sampai batas siku. Bodinya semakin berisi dan bersih. Sepertinya hidupmu bahagia Mas. Tak sepertiku hidup selalu dalam penderitaan.
Terima kasih telah berkenan mampir, jangan lupa vote dan bintang ya, biar tidak ketinggalan setiap update. “Kamu mau balikan sama mantanmu itu, iya...!” Sari membelalakkan matanya penuh emosi dalam relung hati. Dadanya sesak menerima semua kenyataan di depan mata. Sari tak menyangka suaminya tega selingkuh di belakangnya. Apa kurangnya dia. Semua telah ia perjuangkan untuk suaminya. Bahkan waktu dan uang telah ia ikhlaskan untuk membantu suaminya. Tapi apa balasan yang ia terima. Beban yang berada di pundaknya selama ini, seolah-olah tiada artinya. Jerih payahnya tak bernilai apa pun. Sirna. Sungguh tragis memang. Sari teramat menyesalkan petbuatan Heru suaminya. “Kamu jangan asal tuduh,” ucap Heru marah karena di tuduh selingkuh. “Jangan menyangkalnya, sudah jelas-jelas bukti ada di depan mata,” balas Sari lantang. &n
Pov Heru Dari sore hujan mengguyur bumi. Kalau sudah hujan begini, tak heran sebagian tempat tergenang air yang mengakibatkan macet di mana-mana. Langit mencurahkan hujan dengan derasnya, disertai petir menggelegar. Beberapa karyawan tampak meneduh dipinggir jalan. Begitu juga yang ku alami, aku baru saja pulang dari pabrik tempat aku bekerja. Badanku hampir basah semua, karena aku paksakan jalan menerobos hujan. Aku tau Sari sangat takut dengan petir, apa lagi ia seorang diri di rumah. Aku jadi tidak tenang dibuatnya. Tak lama kemudian, akhirnya aku sampai juga di rumah. Aku segera meraih handuk dan mengganti pakaian. Setelahnya aku masuk ke kamar. Benar saja, saat sampai di dalam kulihat Sari meringkuk dibalik selimut. Untungnya aku selalu membawa kunci cadangan, jika tidak, mungkin aku akan terkunci di luar. Aku segera
Selamat membaca Masih pov Heru Apakah sejak aku tidak berpenghasilan, sehingga sikapnya pun mulai berubah. Atau karena aku jarang meringankan beban yang berada di pundaknya. Bukan kemauanku untuk tidak memiliki penghasilan, aku adalah pekerja keras. Setelah di PHK saja, aku tidak memiliki penghasilan. Lalu tepatkah alasan pengangguran, aku diperlakukan sebagai laki-laki yang kurang bertanggung jawab. Heru sungguh menyesalkan sikap Sari padanya. Ku akui, aku memang tidak suka mengerjakan pekerjaan wanita, pekerjaan itu seakan-akan merendahkan martabat dan harga diriku. Yang terpenting aku mencukupi segala kebutuhannya. Jadi kerjaan rumah adalah bagian dari kewajibannya. Bukannya suami dan istri memiliki tugas dan kewajiban masing-masing. Aku sebagai suami bertugas mencari nafkah, sementara ia sebagai istri bertugas mengurus rumah tangga. Jadi jelask
Heru segera melangkah ke kamar, melihat kondisi Sari. Sesampainya di kamar terlihat Sari dalam keadaan baik. Tidak menangis seperti sebelumnya. Alhamdulillah dia mulai kuat dan tegar. Heru cukup tenang melihat Sari dalam keadaan tenang. “Maafkan atas sikap Mama, Bun!” ucap Heru mendekati Sari yang sedang rebahan di tempat tidur. “Mama salah telah memaksamu. Tak seharusnya mama memaksakan keinginannya,” ucap Heru sedih. Heru memandang Sari, sekilas tak sengaja ia melihat jejak air mata di wajah Sari. “Bunda habis nangis, ya,” tanya Heru gusar. Sari menggeleng, “Ini tadi mata bunda kelilipan.” Jawab Sari berbohong. Heru memandang iba pada Sari, ia tahu Sari telah membohonginya. Terlalu berat beban yang ditanggungnya. Ia tidak boleh diam terus, yang ada m
Terima kasih telah berkenan mampir, jika tidak keberatan mohon kasih vote dan favorit ya, biar makin semangat melanjutkan cerita ini. “Dela! boleh mama masuk!” tanya Sri di depan pintu kamar anak gadis yang sangat disayanginya. “Masuk aja, Ma. Pintu tidak dikunci! Kok.” Sahut Dela dari dalam. “Kamu lagi apa!" “Ini! Ma, lagi ngerjain tugas. “Mama ganggu ga.” “Udah mau selesai ini. Gak ganggu kok, Emang ada apa, Ma” Dela menatap bingung sang mama sambil menunggu penjelasan darinya. “Mama sakit hati pada mbakmu itu, gara-gara dia mama dapat bullyan dari tetangga, sampai sekarang masih membekas dalam hati. Setiap kali mama ketemu mereka, selalu sindiran yang mama dengar. Sungguh keterlalu
Subscribe dan bintang 5nya dong. Malam sudah semakin larut, Dela tidur dengan gelisah. Sebentar miring ke kanan, sebentar miring ke kiri, terkadang telentang. Kembali air matanya terjun bebas dari pipinya yang mulus. Besok adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Sebelum papa meninggal 4 bulan yang lalu, setiap ulang tahunnya pasti di rayakan. Tahun ini hanya tinggal impian. Hidupnya telah berakhir, hanya tinggal penderitaan dan kesengsaraan. “Andai papa masih hidup, tentu hidupnya tidak serumit ini. Mama bisa ikut arisan, aku bisa beli apa yang aku inginkan. Aku bisa nikmatin hidupku dengan nyaman. Aku tidak perlu cuci baju sendiri, bebas menikmati makan yang aku suka, sekarang seringkali kelaparan. Semua berubah setelah kepergian papa” Dela melamun menatap langit-langit kamar. Matanya enggan terpejam. Tiba-tiba ia ingat rencana kemaren, kali ia ini tidak mau gagal
Subscribe dan bintang 5 dong sebelum baca ya..ya.. Setengah jam perjalanan, akhirnya Heru dan Sari sampai di rumah. Heru membawa Sari ke kamar untuk istirahat. Jam menunjukkan pukul 11.30 “Ayo, Bun. Istirahat di kamar saja. Ayah siapkan makan siang dulu ya, sekalian biar nanti bisa minum obat.” Sari mengangguk lemah, ngilu dan perih di tangannya masih terasa. Sari segera membaringkan badannya di ranjang. Sari menatap luka di tangannya. Kejadian pagi tadi masih terekam kuat dalam memorinya. Hampir 4 tahun ia tinggal di rumah ini belum pernah sekalipun ia jatuh tergelincir. Tapi naasnya pagi tadi diluar nalarnya. Kenapa kejadian itu menimpanya. Padahal ia bukanlah orang yang ceroboh, setiap pekerjaan selalu dilakukan dengan tuntas. Saat membersihkan lantai dapur pun, ia selalu pel berulang kali agar minyak yang berteb
Dua jam kemudian keluarga Wisnu berpamitan pulang. Pak Santoso dan istrinya sedih karena harus berpisah lagi dengan cucu-cucu kesayangannya. Padahal belum lama mereka bercengkerama, sekarang cucunya harus pulang. Andai mereka mau tinggal di sini betapa bahagianya pasangan kakek nenek itu.“Kalian kenapa sih buru-buru amat perginya. Padahal mama masih kangen kumpul dengan kalian, apalagi sama cucu kesayangan nenek yang ganteng dan cantik ini.” Keluh sang mama sedih dan kecewa seraya merangkul dan memeluk sang cucu. Seakan enggan untuk berpisah. "Kalian nginap aja malam ini di sini, besok pagi kakek yang antar pulang ke rumah kalian," sambung sang nenek berusaha membujuk sang cucu. "Iya-kan besok pagi bisa antar mereka?Belum juga mendapat jawaban dari sang suami, pertanyaan itu terputus oleh permintaan maaf Sari. “Maaf Ma, kami meninggalkan seseorang di rumah, tadi dia tidak mau ikut. Sementara Fando gelisah terus pingin cepat pulang.”Ya, selama berada di rumah neneknya, perasaan Fand
Bismillahirrahmanirrahim.“Fando, akhirnya kamu pulang juga, Nak. Kemana aja sih! lama banget pulangnya,” ceracau Sari kesal sekaligus tampak senang.Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda itu, langsung memburu anaknya dan memeluknya erat. Fando yang mendapat serangan mendadak jadi terperanjat kaget. Tidak biasanya sang mama bertindak berlebihan seperti hari ini. Bukan kali ini saja dia pulang terlambat. Dulu ia juga pernah pulang terlambat, karena keasyikan main bola, respon mamanya biasanya. Fando menepuk jidatnya saat menyadari sesuatu. Situasi dulu dan sekarang berbeda. Kalau dulu dia pulang terlambat karena sang mama tahu dia sedang berada di mana dan sedang melakukan apa. Kali ini tidak, apalagi pagi tadi mamanya sudah mengingatkan untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Salahnya juga sih tadi! tidak memberitahukan kepergiannya. Bisa kirim pesan atau telpon.Ibu mana yang tidak senang, melihat anak yang ditunggu-tunggu, pulang dalam keadaan baik-
Bismillahirrahmanirrahim.“Saya teman dari gadis pemilik rumah ini. Terus Bapak sendiri,kenapa mau mendobrak pintu? Mau ngerampok ya,” tuding Fando datar, tiadagentar.Sebenarnya Fando cemas dan takut kedua pria itu melukainya. Apalagimelihat tubuh dua pria di depannya itu bertubuh besar dan dipenuhi tato. Tapisetelah ia melapor polisi, ia merasa lebih tenang. Berharap, di saat yang tepatpolisi datang menolongnya.Shanum yang berada dibalik pintu, kaget mendengar suara seorangpria yang mengaku sebagai temannya. Tak ayal, Shanum mengintip dari lubangkunci. Hanya itu tempat yang bisa mengetahui siapa orang yang mengaku sebagaitemannya. Tidak ada jendela di sisi pintu. Mengintip dari tempat lain pun tidakbisa karena pintu ini lebih condong menjorok ke dalam.Setelah mengintip, Shanum tidak bisa melihat jelas, pandangannyahanya mengarah ke bagian dada. Pria itu memakai seragam putih.Siapa pemuda berpakaian seragam sekolah itu, desis Shanum dalamhati.“Jangan asal bicara kamu ya, menuduh
Sementara di tempat lain. Tepatnya di ruang kerja Wisnu, Sarisedang menunggu suaminya yang sedang memeriksa pasien.Tak lama menunggu, terdengar suara pintu dibuka. Sari segera menoleh ke arah pintu. Benar saja, suaminya muncul seraya tersenyum senang.“Tumben Mama datang ke sini, pasti ada sesuatu yang mau dibicarakan.”“Iya Pa, ini masalah sangat penting.” Sahut Sari membetulkan posisi duduknya.“Masalah apa lagi, apa ada kaitan dengan Fando atau Luna?”“Bukan? Tapi masalah lain.”Wisnu mengenyit bingung, menunggu istrinya bercerita.Tanpa menunda lagi Sari mulai menceritakan info yang baru iadapatkan kemaren malam. Sebenarnya malam itu ia ingin langsung cerita pada Wisnu, tapi karena suaminya baru pulang tengah malam, urung ia cerita.Makanya pagi ini ia datang ke rumah sakit. Tidak ingin menunda lagi, secepatnya ia harus tahu kebenaran tentang gadis yang bernama Shanum itu.
Fando tidak akan bertingkah seperti cewek yang keganjenan padaumumnya, karena ia tahu bagaimana rasanya ditolak.Baginya memperhatikan Shanum diam-diam, adalah cara terbaik yang ia punya. Bak sebuah magnet, ia akan buat Shanum meliriknya. Tidak akan sulit baginya, menarik perhatian Shanum. Bukan dengan cara seperti gaya cewek menarik perhatiannya pada umumnya. Justru dengan sikap dingin Shanum itu membuatnya terpacu untuk menaklukkan hati gadis berwajah datar itu.Tak lama kemudian Fando sampai di kelasnya. Setelah meletakkan tas, Fando mendekati Kamil dan Aksan sahabat karibnya di bangku belakang. Sementara ia sendiri lebih seneng duduk dibarisan depan. Tidak ada yang menghalangi pandangan, alasan yang selalu ia berikan jika kedua temannya meminta penjelasan, kenapa ia tidak mau duduk di belakang.“Heh Fan, tumben kamu datang pagi, aneh tidak biasanya.” Tanya Kamil mulai mencium gelagat yang tidak baik.Bukan tidak ada alasan Fando data
Jam istirahat baru saja berdentang. Siswa siswi SMA Harapan Bangsa berhamburan keluar kelas. Tak terkecuali Fando. “Yuk Aksan, Fando, kita ke kantin.” Ajak Kamil antusias seraya mengelus pelan perutnya. “Kalian duluan aja, nanti aku nyusul.” Sahut Fando tetap diam bergeming dibangkunya. “Ok, tak tunggu di sana, tempat biasa.” Sahut Aksan dan Kamil berbarengan seraya meninggalkan kelas dengan riang dan gembira. Fando pun menyusul tak lama kemudian. Sebelum keluar kelas, Fando masih sempat melirik bangku Shanum. Shanum tengah mengeluarkan bekal dari tasnya. Cewek itu asyik sendiri, tidak perduli dengan orang di sekit
“Sekarang Fania pasti sudah besar ya Pa. Kapan ya kita bisa bertemu dengannya. Mama merindukan dia Pa."Papa mengerti, jangan putus berdoa, keajaiban itu pasti ada. Semoga suatu hari nanti kita menemukan Fania.”“Aamiin.”“Oh Mama dan Papa ada di kamar, dicariin dari tadi.” Tiba-tiba Fando muncul dengan tas masih berada di punggungnya.“Kamu baru pulang Nak, kok sore sekali. Ini udah menjelang magrib lho.” Tanya sang Mama khawatir.“Maaf Ma, Pa, tadi ada latihan, besokkan mau tanding sama sekolah lain. Jadi harus persiapkan dengan serius.”“Besok mau tanding? Terus sekarang latihan tanpa istirahat juga tidak bisa dibenarkan Fan, kalian bisa kecape’an. Latihan harus dilakukan jauh-jauh hari.”
Bismillahirrahmanirrahim.Satu jam kemudian, terdengar sirene mobil ambulance memasuki halaman rumah keluarga Bang Heru. Sepertinya jenazah pria korban kebakaran itu sudah sampai.Kami segera menyusul keluar. Tampak beberapa pria berpakaian putih membuka pintu mobil ambulance, lalu mengeluarkan peti jenazah. Mayat Bang Heru sudah tidak bisa dikenali lagi. Tubuhnya hangus terbakar, kata salah seorang yang mewakili pihak rumah sakit dan juga pihak kepolisian.Tidak ada yang bisa menduga, kecelakaan tragis itu menelan korban yang tidak sedikit. Termasuk Bang Heru. Semua korban hangus terbakar.Peti jenazah telah diletakkan di tengah rumah. Mama dan Dela tampak histeris dan terpukul menerima kenyataan itu. Kehilangan salah satu anggota keluarga, tentu saja membuat mereka berduka. Apa lagi Bang Heru sebagai tulang
Sari mulai menaburkan bawang merah dan bawang putih ke wajan dan mulai mengaduknya. Keringat dingin mulai bercucuran, rasa mual kembali menyerang, tapi lebih kuat dari tadi. Hoek... Hoek.. Tiba-tiba Sari berasa hendak muntah. Langsung saja Sari berlari ke kamar mandi, dan tak lama kemudian, ia memuntahkan cairan bening. Bau gosong mulai tercium oleh Wisnu, segera saja Wisnu menyusul Sari ke dapur. Tak lupa mengendong Fando di sebelah tangan kiri. Sesampainya di dapur, Wisnu tidak melihat keberadaan Sari. Ia segera mematikan kompor dan menyusul Sari yang tak berhenti muntah di kamar mandi. “Ma, kamu kenapa? Kok muntah-muntah. Mukamu pucat sekali.” Ucap Wisnu cemas. Tangan kanannya mengusap-ngusap punggung Sari dengan lembut. Hoek... Hoek... “Kayaknya masuk angin Pa, aneh sekali, tidak biasanya mama muntah karena mencium aroma bawang putih, apa lagi yang sedang di goreng.” Keluhnya lesu dengan sisa kepenatan mengeluarkan cairan b