Beranda / Urban / Tajamnya Lidah Istri / Part 3. Menunggu Tak Pasti

Share

Part 3. Menunggu Tak Pasti

Penulis: Firda Wati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Subscribe dan bintang 5 dulu dong sebelum baca..

 

Magrib baru saja usai. Setelah selesai makan malam, dan merapikan meja makan,  Sari berniat untuk bekerja kembali. Pekerjaannya belumlah selesai, masih ada beberapa kerjaan yang terbengkalai. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Sari bekerja sendiri membungkus kecil-kecil snack ringan seharga 1000 per bungkus. Sari menitipkannya di sepanjang warung yang ada di pinggir jalan dekat rumahnya. Bahkan warung yang jauh dari rumahnya pun Sari kejar, tanpa mengenal lelah untuk membiayai hidupnya bersama suami, mertua dan adik iparnya. Sari tak punya pilihan lain, selain melakukan dengan Ikhlas.

 

Ia tidak bisa diam saja menunggu nafkah yang tak kunjung diberi oleh Heru. Sementara kebutuhan perut harus tetap dipenuhi. Tak mungkin bernegosiasi dengan perut, untuk tidak menuntut haknya, karena ketiadaan biaya. Makanya untuk memenuhi itu semua, Sari memutar otak, bagaimana caranya agar ia bisa dapat uang. 

 

Setelah menimbang baik buruknya, akhirnya hanya ini pekerjaan ringan yang bisa ia lakukan. Walaupun hasilnya tak seberapa, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya. Sari hanya lulusan SMA, bisa saja ia bekerja  di pabrik. Namun, semua kita tau-lah pekerjaan di pabrik itu berat, Sari tak sanggup melakukannya, apa lagi bila kebagian kerja shif malam. Tidur di malam hari itu adalah kebiasaan yang tidak pernah bisa ia ganti dengan siang hari. Mungkin orang lain bisa saja tidur di siang hari dan terjaga di malam hari, seperti kelelewar. Tapi bukan dia orangnya, Sari akan sakit kepala bila tidak tidur di malam hari.

 

8 tahun berumah tangga, Sari belum dikaruniai anak. Ini yang memberatkan langkahnya untuk menuntut cerai, mana ada laki- laki yang mau menikahi janda yang sekian tahun tak jua memiliki keturunan. Inilah penyebabnya,  kenapa ia bertahan, meskipun dimanfaatkan dan dijadikan babu tanpa digaji. Kecuali bila Heru sendiri yang ingin mencampakkannya, maka Sari  tidak akan memaksakan diri untuk tetap bertahan.

 

Heru bekerja di pabrik sepatu, entah apa sebabnya dia di PHK setelah bertanggung jawab penuh kurang lebih 10 tahun di sana. Dengan menyisihkan gaji sedikit demi sedikit, akhirnya di tahun ke 4 pernikahannya, Heru bisa membeli rumah sederhana dari orang yang jual butuh.

 

Heru laki-laki baik dan penuh tanggung jawab sebenarnya, Sari tidak akan menampik dan melupakan semua jerih payah suaminya. Namun, semenjak di PHK 7 bulan lalu, Heru diam saja di rumah tanpa berusaha mendapatkan pekerjaan. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu “Tunggu saja, siapa tau ada panggilan kerja.” Sementara kebutuhan perut mana bisa menunggu. Perut tidak akan bisa diajak kompromi. Kalau sudah saatnya minta diisi, ya harus segera diberi jatah.

 

Dalam keadaan rumah tangga yang sedang diterpa badai, papa mertua meninggal dunia, bertepatan dengan pihak bank datang ke rumah menyita semua aset yang dimiliki papa. Papa kena serangan jantung mendadak. Papa tidak bisa menerima semua itu, bagaimana ia bisa memenuhi gaya hidup istri dan putrinya. Selama ini Dela dan Sri hidup serba  berkecukupan. Semua harta ludes disita pihak bank, karena papa terbelit hutang. Nyawanya tidak tertolong, setelah dibawa ke rumah sakit. Sedih memang jika mengingat semua itu. Sari pun merasakan duka mendalam yang dialami oleh suaminya. Setelah jatuh tertimpa tangga, itulah pribahasa yang cocok menggambarkan apa yang menimpa Heru.

 

Melihat kondisi mama yang memprihatinkan itu, dengan berat hati, Sari tak tega menolak keinginan suaminya untuk  mengajak serta ibu dan adiknya untuk tinggal bersama. Sari tahu sekali kondisi kehidupan mertuanya, semua biaya hidup dipenuhi oleh papa mertua. Sekarang tentu akan beda, setelah papa pergi ke pangkuan ilahi.

 

Dengan begitu, ia harus siap dengan kemungkinan yang muncul nantinya. Harus siap dengan segala biaya yang semakin membengkak. Tadinya ia hanya perlu memenuhi untuk dua orang, sekarang mau tak mau bebannya semakin menghimpit. 

 

Di sinilah, beban ujian makin berat dipikul oleh Sari, sementara suaminya belum juga dapat pekerjaan. Ditambah dengan kedatangan mama dan adik iparnya, menambah daftar biaya yang harus ia penuhi. Sedangkan mama mertua dan Dela tak mau tau dengan semua itu. Mereka taunya hanya bisa menuntut ini dan itu. 

 

Sari ingat, ketika ia baru saja mendapatkan uang dari toko tempat ia menitipkan dagangan, mama mertuanya justru meminta uang itu untuk membeli gamis, yang menurut Dari, belum saatnya ia beli. Seharusnya mama mertua paham, bahwa anaknya kini tidak lagi sama seperti dulu. Sementara Heru tidak ingin memberitahu orang tuanya, tentang situasi dan kondisi  yang dialaminya. 

 

Sari segera mengambil beberapa bungkus besar snack untuk dibungkus, karena beberapa warung meminta untuk dianter setelah titipannya habis. Alhamdulillah Allah memudahkan jalannya di sini, dagangannya laris manis. 

 

Alangkah terkejutnya Sari, ketika mengambil satu bungkus besar snack,  ternyata ikatannya terbuka alias tidak rapat. Sari yakin sekali snack itu pasti alot. Tak menyangka kelalaiannya membuatnya rugi. Kenapa ia tidak memperhatikan lebih teliti saat membeli. Tapi seingatnya, ia sudah sangat berhati-hati mengambil. Tak mungkin ia seceroboh itu, pasti ada yang mengambil dan memakannya. 

 

‘Ya Allah kenapa jadi begini, bisa-bisa makanan ini alot.’ Sari memandang bungkus makanan itu dengan perasaan sedih, hancur dan kecewa yang sangat mendalam. Berapa kerugian yang harus dia tanggung, tak sedikit modal yang sudah ia keluarkan untuk sekantong besar makanan ini.

 

Sari berharap makanan itu tidak alot. Untuk mengetahui kualitas makanan itu, Sari mencomot beberapa biji lalu memakannya, ternyata makanan itu sudah alot. Sari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Butiran air keluar dari sela-sela jarinya. Sari terisak sedih, bagaimana ia harus mengembalikan modal pinjaman. Sari tak ubah bagai prajurit yang kalah sebelum berperang. Sari hanya bisa mengurut dada. Mau marah juga tak ada gunanya.

 

Siapa yang telah berani mengambil stok dagangannya, yang mengakibatkan ia merugi. Sari hanya mampu menggeleng pasrah, tak menyangka ujian ini terus menguji kesabarannya.

 

Sari mengangkat makanan tersebut, lalu membawanya ke ruang keluarga. Di mana suami, mertua dan iparnya sedang berkumpul, untuk menonton acara televisi. 

 

“Siapa yang telah berani membuka makanan ini tanpa seizinku.” Dengan lantang Sari berteriak, lalu melemparkan makan itu ke hadapan suami, mertua dan Dela adik iparnya. Dia sangat yakin, bahwa salah satu dari mereka adalah pelakunya. Mungkin mereka tidak sengaja, tapi kecerobohan itu membawa kerugian baginya.

 

Terlihat suami, mama mertua dan Dela saling pandang. Mereka mengangkat bahu tak mengerti maksud dan tujuan Sari melemparkan makanan itu ke hadapan mereka.

 

“Ada apa Sari, kenapa makanan itu dilempar, kamu ini sekarang benar-benar kehilangan akal sehatmu. Tak biasanya kamu bertingkah semakin brutal begini,” seru  Heru mencoba menenangkan Sari.

 

“Brutal gimana Yah, kalian yang tak punya hati dan perasaan. Sudah jelas makanan ini untuk ku jual, lalu kenapa kalian embat. Tak hanya itu makan ini ikatannya tak rapat, akhirnya jadi alot. Emang siapa yang mau beli makanan alot."  Sari berteriak prustasi dengan kenyataan hidupnya. Ia tak habis pikir, kenapa mertua dan adik iparnya selalu saja membuat emosinya memuncak.

 

"Kalian harus tanggung jawab," sentak Sari marah.

 

“Eh ... Sari! Jangan menuduh sembarangan. Bisa jadi kamu membelinya dalam keadaan tak terikat kencang,” sela Sri marah, tersinggung dengan tuduhan Sari.

 

 

Next...

Bab terkait

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 4. Tuduhan Palsu

    Subscribe dan bintang 5 dong😊 "Eh ... Sari! Jangan menuduh sembarangan. Bisa jadi kamu membelinya dalam keadaan tak terikat kencang,” sela Sri marah, tersinggung dengan tuduhan Sari. Tentu saja Sari makin meradang mendapat sangkalan dari mertuanya. Sudah jelas mereka yang bersalah, masih saja berkelit, pasti nanti mereka minta bukti. “Aku yakin banget, sudah periksa kondisi barang itu sebelum aku beli, aku tidak akan seceroboh itu,” terang Sari dengan seyakin-yakinnya. "Aku tidak pernah bertindak gegabah, semuanya pasti sudah aku perhitungkan." “Apa buktinya, bila kami yang memakannya, jangan menuduh sembarangan.” Tutur Dela tak mau kalah membela kehormatan keluarga, di mata kakak ipar yang menuduh mereka seenak jidatnya. Tuh! Benarkan! Mereka pa

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 5. Suamimu Perisaimu

    Terima kasih seudah berkenan mampir, semoga suka. Selamat membaca. Walaupun sekarang Heru tidak punya penghasilan, Sari masih tetap melayani segala kebutuhan Heru. Ia tidak mau di cap istri durhaka. Selama ini suaminya cukup bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga. Hanya semenjak Heru di PHK saja, tanggung jawabnya jadi berkurang. Hanya tanggung jawab nafkah lahir yang tidak ia berikan. Sementara yang lain masih dipenuhi oleh Heru. Sari ingat nasehat ibunya, bahwa tugas istri itu cuman 1, yaitu taat kepada suami. Walaupun suami itu tidak memberikan nafkah lahir, tidak ada alasan bagi istri untuk tidak menaatinya. Masalah nafkah, biarlah jadi urusannya sama Allah. “Ingat! Nak... Jangan sekali-kali kamu meminta cerai, karena suami itu adalah perisaimu nanti di akhirat, dia yang akan menanggung semua dosamu.” Makanya Sari berusaha sabar dan m

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 6. Keputusan Sari

    Flashback “Bang, kamu yakin mamamu akan menerimaku. Aku takut dan tak siap menerima penolakannya.” “Jangan khawatir, kan ada aku! Aku akan membela dan menjagamu,” jawab Heru antusias sambil menepuk dadanya. Heru sudah tak sabar ingin mengenalkan Sari pada ibunya. Heru sudah kebelet nikah. “Tapi janji ya, apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh meninggalkanku. Kamu udah janji untuk tetap bersama.” “Iya, aku janji,” ucap Heru sambil mengaitkan jari kelingkingnya. Sari dan Heru tersenyum bahagia. Mereka segera melangkah masuk ke rumah. Di sana mama dan papa Heru telah menunggu. “Assalamualaikum,” ucap mereka serentak. Sari kembali mencengkeram tangan Heru, perasannya tidak enak. Sari mundur berbalik ke belakang, tapi den

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 7. Jebakan Dela

    Subscribe dan bintang 5 dong “Ini tehnya ...! Ma,” ucap Dela sembari meletakkan teh di meja. "Ya, tarok aja di sana." Setelahnya, Dela pun duduk tak jauh dari mamanya. Ia menatap perempuan di depannya, sambil mengingatkan kejadian beberapa waktu yang lalu. “Ma...! Mama ingat kejadian tiga hari lalu ... Kan?” tanya Dela pada Bu Sri yang tengah duduk santai di teras. Kebetulan Sari sedang berada di dapur. Entah apa yang sedang dilakukannya, para benalu tak mau tau, bahkan enggan membantu, tak ada dalam pikiran mereka. Sri mengangguk, sambil menyeruput teh manis yang dibawa Dela. “Emang kenapa, Nak!” “Ma, aku sakit hati diperlakukan mbak Sari kemaren, padahal aku sudah tergiur banget ing

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 8. Selingkuh

    Terima kasih teman, sudah berkenan mampir, jangan lupa vote dan bintang ya. Selamat membaca... “Mas Wisnu!” ucap Sari kaget dan terperanjat dengan kedatangan sosok yang telah lama tak ia jumpai. Sari memandang wajah Wisnu lamat-lamat. Meyakinkan penglihatannya, bahwa pria itu adalah Wisnu. Tak percaya rasanya, bertemu setelah sekian tahun tak bersua. Setelah puas memandang, barulah ia yakin bahwa lelaki yang mengajaknya bicara ini adalah Wisnu. Terakhir bertemu kurang lebih 10 tahun lalu. Semakin gagah dan bersahaja. Tubuhnya dibalut kemeja kotak-kotak hitam senada dengan celananya. Lengan kemeja digulung sampai batas siku. Bodinya semakin berisi dan bersih. Sepertinya hidupmu bahagia Mas. Tak sepertiku hidup selalu dalam penderitaan.

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 9. Salah Paham

    Terima kasih telah berkenan mampir, jangan lupa vote dan bintang ya, biar tidak ketinggalan setiap update. “Kamu mau balikan sama mantanmu itu, iya...!” Sari membelalakkan matanya penuh emosi dalam relung hati. Dadanya sesak menerima semua kenyataan di depan mata. Sari tak menyangka suaminya tega selingkuh di belakangnya. Apa kurangnya dia. Semua telah ia perjuangkan untuk suaminya. Bahkan waktu dan uang telah ia ikhlaskan untuk membantu suaminya. Tapi apa balasan yang ia terima. Beban yang berada di pundaknya selama ini, seolah-olah tiada artinya. Jerih payahnya tak bernilai apa pun. Sirna. Sungguh tragis memang. Sari teramat menyesalkan petbuatan Heru suaminya. “Kamu jangan asal tuduh,” ucap Heru marah karena di tuduh selingkuh. “Jangan menyangkalnya, sudah jelas-jelas bukti ada di depan mata,” balas Sari lantang. &n

  • Tajamnya Lidah Istri   Bagian 10. Cinta Yang Mulai Terkikis

    Pov Heru Dari sore hujan mengguyur bumi. Kalau sudah hujan begini, tak heran sebagian tempat tergenang air yang mengakibatkan macet di mana-mana. Langit mencurahkan hujan dengan derasnya, disertai petir menggelegar. Beberapa karyawan tampak meneduh dipinggir jalan. Begitu juga yang ku alami, aku baru saja pulang dari pabrik tempat aku bekerja. Badanku hampir basah semua, karena aku paksakan jalan menerobos hujan. Aku tau Sari sangat takut dengan petir, apa lagi ia seorang diri di rumah. Aku jadi tidak tenang dibuatnya. Tak lama kemudian, akhirnya aku sampai juga di rumah. Aku segera meraih handuk dan mengganti pakaian. Setelahnya aku masuk ke kamar. Benar saja, saat sampai di dalam kulihat Sari meringkuk dibalik selimut. Untungnya aku selalu membawa kunci cadangan, jika tidak, mungkin aku akan terkunci di luar. Aku segera

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 11. Bagai Makan Buah Simalakama

    Selamat membaca Masih pov Heru Apakah sejak aku tidak berpenghasilan, sehingga sikapnya pun mulai berubah. Atau karena aku jarang meringankan beban yang berada di pundaknya. Bukan kemauanku untuk tidak memiliki penghasilan, aku adalah pekerja keras. Setelah di PHK saja, aku tidak memiliki penghasilan. Lalu tepatkah alasan pengangguran, aku diperlakukan sebagai laki-laki yang kurang bertanggung jawab. Heru sungguh menyesalkan sikap Sari padanya. Ku akui, aku memang tidak suka mengerjakan pekerjaan wanita, pekerjaan itu seakan-akan merendahkan martabat dan harga diriku. Yang terpenting aku mencukupi segala kebutuhannya. Jadi kerjaan rumah adalah bagian dari kewajibannya. Bukannya suami dan istri memiliki tugas dan kewajiban masing-masing. Aku sebagai suami bertugas mencari nafkah, sementara ia sebagai istri bertugas mengurus rumah tangga. Jadi jelask

Bab terbaru

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 55

    Dua jam kemudian keluarga Wisnu berpamitan pulang. Pak Santoso dan istrinya sedih karena harus berpisah lagi dengan cucu-cucu kesayangannya. Padahal belum lama mereka bercengkerama, sekarang cucunya harus pulang. Andai mereka mau tinggal di sini betapa bahagianya pasangan kakek nenek itu.“Kalian kenapa sih buru-buru amat perginya. Padahal mama masih kangen kumpul dengan kalian, apalagi sama cucu kesayangan nenek yang ganteng dan cantik ini.” Keluh sang mama sedih dan kecewa seraya merangkul dan memeluk sang cucu. Seakan enggan untuk berpisah. "Kalian nginap aja malam ini di sini, besok pagi kakek yang antar pulang ke rumah kalian," sambung sang nenek berusaha membujuk sang cucu. "Iya-kan besok pagi bisa antar mereka?Belum juga mendapat jawaban dari sang suami, pertanyaan itu terputus oleh permintaan maaf Sari. “Maaf Ma, kami meninggalkan seseorang di rumah, tadi dia tidak mau ikut. Sementara Fando gelisah terus pingin cepat pulang.”Ya, selama berada di rumah neneknya, perasaan Fand

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 54. Saling melindungi

    Bismillahirrahmanirrahim.“Fando, akhirnya kamu pulang juga, Nak. Kemana aja sih! lama banget pulangnya,” ceracau Sari kesal sekaligus tampak senang.Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda itu, langsung memburu anaknya dan memeluknya erat. Fando yang mendapat serangan mendadak jadi terperanjat kaget. Tidak biasanya sang mama bertindak berlebihan seperti hari ini. Bukan kali ini saja dia pulang terlambat. Dulu ia juga pernah pulang terlambat, karena keasyikan main bola, respon mamanya biasanya. Fando menepuk jidatnya saat menyadari sesuatu. Situasi dulu dan sekarang berbeda. Kalau dulu dia pulang terlambat karena sang mama tahu dia sedang berada di mana dan sedang melakukan apa. Kali ini tidak, apalagi pagi tadi mamanya sudah mengingatkan untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Salahnya juga sih tadi! tidak memberitahukan kepergiannya. Bisa kirim pesan atau telpon.Ibu mana yang tidak senang, melihat anak yang ditunggu-tunggu, pulang dalam keadaan baik-

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 53. Jangan Tinggalkan Mama Nak!

    Bismillahirrahmanirrahim.“Saya teman dari gadis pemilik rumah ini. Terus Bapak sendiri,kenapa mau mendobrak pintu? Mau ngerampok ya,” tuding Fando datar, tiadagentar.Sebenarnya Fando cemas dan takut kedua pria itu melukainya. Apalagimelihat tubuh dua pria di depannya itu bertubuh besar dan dipenuhi tato. Tapisetelah ia melapor polisi, ia merasa lebih tenang. Berharap, di saat yang tepatpolisi datang menolongnya.Shanum yang berada dibalik pintu, kaget mendengar suara seorangpria yang mengaku sebagai temannya. Tak ayal, Shanum mengintip dari lubangkunci. Hanya itu tempat yang bisa mengetahui siapa orang yang mengaku sebagaitemannya. Tidak ada jendela di sisi pintu. Mengintip dari tempat lain pun tidakbisa karena pintu ini lebih condong menjorok ke dalam.Setelah mengintip, Shanum tidak bisa melihat jelas, pandangannyahanya mengarah ke bagian dada. Pria itu memakai seragam putih.Siapa pemuda berpakaian seragam sekolah itu, desis Shanum dalamhati.“Jangan asal bicara kamu ya, menuduh

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 52. Tawanan

    Sementara di tempat lain. Tepatnya di ruang kerja Wisnu, Sarisedang menunggu suaminya yang sedang memeriksa pasien.Tak lama menunggu, terdengar suara pintu dibuka. Sari segera menoleh ke arah pintu. Benar saja, suaminya muncul seraya tersenyum senang.“Tumben Mama datang ke sini, pasti ada sesuatu yang mau dibicarakan.”“Iya Pa, ini masalah sangat penting.” Sahut Sari membetulkan posisi duduknya.“Masalah apa lagi, apa ada kaitan dengan Fando atau Luna?”“Bukan? Tapi masalah lain.”Wisnu mengenyit bingung, menunggu istrinya bercerita.Tanpa menunda lagi Sari mulai menceritakan info yang baru iadapatkan kemaren malam. Sebenarnya malam itu ia ingin langsung cerita pada Wisnu, tapi karena suaminya baru pulang tengah malam, urung ia cerita.Makanya pagi ini ia datang ke rumah sakit. Tidak ingin menunda lagi, secepatnya ia harus tahu kebenaran tentang gadis yang bernama Shanum itu.

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 51. Kita Teman!

    Fando tidak akan bertingkah seperti cewek yang keganjenan padaumumnya, karena ia tahu bagaimana rasanya ditolak.Baginya memperhatikan Shanum diam-diam, adalah cara terbaik yang ia punya. Bak sebuah magnet, ia akan buat Shanum meliriknya. Tidak akan sulit baginya, menarik perhatian Shanum. Bukan dengan cara seperti gaya cewek menarik perhatiannya pada umumnya. Justru dengan sikap dingin Shanum itu membuatnya terpacu untuk menaklukkan hati gadis berwajah datar itu.Tak lama kemudian Fando sampai di kelasnya. Setelah meletakkan tas, Fando mendekati Kamil dan Aksan sahabat karibnya di bangku belakang. Sementara ia sendiri lebih seneng duduk dibarisan depan. Tidak ada yang menghalangi pandangan, alasan yang selalu ia berikan jika kedua temannya meminta penjelasan, kenapa ia tidak mau duduk di belakang.“Heh Fan, tumben kamu datang pagi, aneh tidak biasanya.” Tanya Kamil mulai mencium gelagat yang tidak baik.Bukan tidak ada alasan Fando data

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 50. Shanum Meilani

    Jam istirahat baru saja berdentang. Siswa siswi SMA Harapan Bangsa berhamburan keluar kelas. Tak terkecuali Fando. “Yuk Aksan, Fando, kita ke kantin.” Ajak Kamil antusias seraya mengelus pelan perutnya. “Kalian duluan aja, nanti aku nyusul.” Sahut Fando tetap diam bergeming dibangkunya. “Ok, tak tunggu di sana, tempat biasa.” Sahut Aksan dan Kamil berbarengan seraya meninggalkan kelas dengan riang dan gembira. Fando pun menyusul tak lama kemudian. Sebelum keluar kelas, Fando masih sempat melirik bangku Shanum. Shanum tengah mengeluarkan bekal dari tasnya. Cewek itu asyik sendiri, tidak perduli dengan orang di sekit

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 49. Murid Pindahan

    “Sekarang Fania pasti sudah besar ya Pa. Kapan ya kita bisa bertemu dengannya. Mama merindukan dia Pa."Papa mengerti, jangan putus berdoa, keajaiban itu pasti ada. Semoga suatu hari nanti kita menemukan Fania.”“Aamiin.”“Oh Mama dan Papa ada di kamar, dicariin dari tadi.” Tiba-tiba Fando muncul dengan tas masih berada di punggungnya.“Kamu baru pulang Nak, kok sore sekali. Ini udah menjelang magrib lho.” Tanya sang Mama khawatir.“Maaf Ma, Pa, tadi ada latihan, besokkan mau tanding sama sekolah lain. Jadi harus persiapkan dengan serius.”“Besok mau tanding? Terus sekarang latihan tanpa istirahat juga tidak bisa dibenarkan Fan, kalian bisa kecape’an. Latihan harus dilakukan jauh-jauh hari.”

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 48. Fania Diculik

    Bismillahirrahmanirrahim.Satu jam kemudian, terdengar sirene mobil ambulance memasuki halaman rumah keluarga Bang Heru. Sepertinya jenazah pria korban kebakaran itu sudah sampai.Kami segera menyusul keluar. Tampak beberapa pria berpakaian putih membuka pintu mobil ambulance, lalu mengeluarkan peti jenazah. Mayat Bang Heru sudah tidak bisa dikenali lagi. Tubuhnya hangus terbakar, kata salah seorang yang mewakili pihak rumah sakit dan juga pihak kepolisian.Tidak ada yang bisa menduga, kecelakaan tragis itu menelan korban yang tidak sedikit. Termasuk Bang Heru. Semua korban hangus terbakar.Peti jenazah telah diletakkan di tengah rumah. Mama dan Dela tampak histeris dan terpukul menerima kenyataan itu. Kehilangan salah satu anggota keluarga, tentu saja membuat mereka berduka. Apa lagi Bang Heru sebagai tulang

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 47. Kebakaran Angkot

    Sari mulai menaburkan bawang merah dan bawang putih ke wajan dan mulai mengaduknya. Keringat dingin mulai bercucuran, rasa mual kembali menyerang, tapi lebih kuat dari tadi. Hoek... Hoek.. Tiba-tiba Sari berasa hendak muntah. Langsung saja Sari berlari ke kamar mandi, dan tak lama kemudian, ia memuntahkan cairan bening. Bau gosong mulai tercium oleh Wisnu, segera saja Wisnu menyusul Sari ke dapur. Tak lupa mengendong Fando di sebelah tangan kiri. Sesampainya di dapur, Wisnu tidak melihat keberadaan Sari. Ia segera mematikan kompor dan menyusul Sari yang tak berhenti muntah di kamar mandi. “Ma, kamu kenapa? Kok muntah-muntah. Mukamu pucat sekali.” Ucap Wisnu cemas. Tangan kanannya mengusap-ngusap punggung Sari dengan lembut. Hoek... Hoek... “Kayaknya masuk angin Pa, aneh sekali, tidak biasanya mama muntah karena mencium aroma bawang putih, apa lagi yang sedang di goreng.” Keluhnya lesu dengan sisa kepenatan mengeluarkan cairan b

DMCA.com Protection Status