Seketika senyum di wajah Karina sirna setelah mendengar kata-kata Isaac yang begitu menohok hati. Namun, setiap kata yang diucapkan Isaac tidak ada yang salah. Lagi pula, Karina tinggal di rumah Isaac karena dia sendiri yang merelakan darahnya dihisap oleh pria itu sebagai ganti keselamatan nyawanya juga nyawa manusia lainnya.
Memberi kamar mewah, makanan yang enak, dan diperlakukan sopan oleh para pelayan Isaac. Karina bersyukur karena semua hal itu. Meskipun Karina hanya dianggap bank darah oleh Isaac, namun pria itu memperlakukan Karina dengan cukup baik.
“Apa ... Anda akan menghisap darah saya sekarang?”
Bukannya menjawab, Isaac malah mempersempit jaraknya dengan Karina, membuat jantung Karina berdebar kencang.
‘Apakah dia akan benar-benar menghisap darahku?’ pikir Karina.
Karina menahan napas dan memejamkan mata ketika Isaac menyisipkan rambut panjang yang sengaja digerainya ke belakang telinga, lalu memegang leher Karina dengan tangan kirinya.
Hembusan napas Isaac bisa dirasakan oleh Karina di lehernya, membuat debaran jantungnya semakin tidak bisa dikontrol.
“Sudah kuduga. Rambutmu sangat lengket dan juga bau, sebaiknya kau segera mandi.”
Duk!
Karina membenturkan kepalanya dengan kepala Isaac hingga pria itu mengerang kesakitan. Menyinggung penampilan seorang wanita, sungguh perbuatan yang tidak sopan!
Tidak memedulikan Isaac, Karina bangkit dari kursi dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya berada. Dia mengunci pintu dari dalam agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Mengingat kembali perkataan Isaac, Karina berdiri di hadapan cermin besar dan melihat penampilannya, memegang rambut yang dikatai lengket, lalu mencium baunya. Setelah itu, Karina baru sadar kalau memang dirinya sangat bau seperti yang Isaac katakan.
Rumah megah bak istana, kamar seluas apartemen mahal, tentu saja kamar mandinya pun tidak kalah mewah dengan ruangan lainnya. Karina dibuat terpesona dengan kamar mandi di kamarnya. Bukan bathtub, namun sebuah kolam renang berukuran 3x5 meter yang bisa digunakan untuk berendam dan berenang yang ada di sana.
‘Orang kaya memang beda. Sebuah kolam renang di dalam kamar mandi? Luar biasa!’ pikir Karina dengan memandang takjub ke arah kolam.
Mulanya Karina hendak mandi sebentar saja, namun pada akhirnya dia menghabiskan waktu cukup lama untuk berendam sekaligus berenang di kolam sederhana itu, lalu setelah kakinya merasa kram, barulah Karina menyudahinya.
Entah sudah berapa lama Karina berenang, namun jari-jari tangan dan kakinya berubah menjadi keriput seperti seorang nenek-nenek. Sebab, Karina sangat suka berenang hingga terkadang dia lupa waktu.
Belum lama setelah Karina keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian, ketukan pintu disertai suara pelayan pria terdengar di balik pintu kamar Karina. Sejujurnya Karina heran, mengapa hanya pelayan pria yang selalu Isaac beri perintah, lalu tugas apa yang pria itu berikan kepada pelayan wanita?
“Nona, Tuan Isaac telah menunggu Anda di ruang kerjanya.”
Ruang kerja? Karina tidak tahu letak ruangan kerja Isaac. Jadi, sebelum pelayan pria itu menghilang lagi seperti tadi siang, Karina segera berlari menghampiri pintu dan membukanya. Dilihatnya pelayan pria itu masih berdiri di depan pintu kamar, menunggu Karina keluar.
‘Aku kira dia akan menghilang lagi setelah mengatakan maksudnya!’ pikir Karina.
Ruangan kerja Isaac berada di lantai satu dengan pintu berwarna merah darah berupa ukiran kelelawar sebagai motif dari pintu tersebut. Pintu bermotif unik dan berbeda dengan pintu ruangan lain.
Sudah menjadi bagian tata krama dan aturan, pelayan pria mengetuk pintu ruangan kerja Isaac sebelum memberitahukan kedatangan Karina."Tuan Isaac, saya sudah membawa Nona Karina seperti yang Tuan perintahkan.”
“Biarkan dia masuk, Gordon!”
Gordon adalah nama pelayan pria yang tengah berdiri di depan Karina. Pria dengan bola mata merah seperti batu rubi dan rambut hitam klimis itu, membukakan pintu untuk Karina dan mempersilahkannya masuk.
Sebelum undur diri, Gordon membungkuk, memberi hormat kepada Isaac dan keluar dari ruangan itu karena tugasnya sudah selesai. Sungguh pelayan yang disiplin dan patut dijadikan contoh oleh pelayan lainnya.
“Kemarilah dan duduk di sampingku!”
Karina tertegun ketika Isaac memberi perintah kepadanya. Padahal Karina sudah tahu sikap tegas dan suka memerintah Isaac saat di kantor, namun dia belum terbiasa. Sebab, wajah tegas Isaac sangat menakutkan! “Apa kau akan terus berdiri di sana dan melihatku?! Kemari dan duduklah!” Kali ini Isaac berbicara dengan sedikit meninggikan suaranya dibanding beberapa saat yang lalu. Karena tidak ingin membuat Isaac lebih marah lagi, Karina segera duduk di sofa panjang tepat di samping Isaac yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Sementara mulut Karina masih tertutup rapat, Isaac kembali berbicara sambil menyerahkan setumpuk kertas dengan banyak huruf di dalamnya kepada Karina. “Kerjakan semua itu karena mulai sekarang kau adalah sekretarisku!” “Sekretaris? Bukankah Anda sudah memilikinya? Mengapa saya harus menjadi sekretaris Anda?” Kata-kata protes keluar dari mulut Karina. Tentu saja karena Karina berpikir perkataan Isaac tidak masuk akal!
"Tidak! Luka saya tidak apa-apa. Lagi pula, pekerjaan yang Anda berikan belum selesai sepenuhnya.” Bohong! Tentu saja luka di lehernya terasa sakit, namun sengaja Karina tahan karena tidak ingin dianggap lemah, juga pekerjaannya memang belum selesai seperti yang dia katakan. “Aku paling tidak suka jika harus mengulangi perkataanku!” Jangan membantah! Itulah maksud dari ucapan Isaac. Setiap kata yang dia ucapkan adalah mutlak, tidak ada yang boleh membantah, menolak, atau melawannya. Jika ada yang membantahnya maka bisa dipastikan orang itu tidak akan hidup keesokkan harinya. “Kalau begitu saya permisi ....” Sambil menutup luka bekas gigitan Isaac dengan telapak tangannya, Karina pergi dari ruangan kerja Isaac, meninggalkan pria itu seorang diri. Tenaganya seperti terkuras habis setelah Isaac menghisap darahnya, tubuhnya lemas dan kepalanya sedikit pusing. Bisa dikatakan kalau Karina sedang mengalami anemia atau disebut juga kekurangan
Pagi menyapa, Karina terbangun dari tidurnya begitu seseorang membuka tirai sehingga membuat sinar mentari pagi menyusup melalui sela-sela jendela dan membuat Karina merasa silau.Melenguh pelan, Karina mengangkat kedua tangannya ke atas, meregangkan otot-ototnya yang kaku seperti halnya seseorang yang baru bangun tidur."Selamat pagi, Nona."Tersentak karena mendengar seseorang menyapanya di pagi hari, sontak membuat Karina melebarkan matanya dalam hitungan detik. Saat matanya melihat seorang wanita cantik yang dia kenali, dia kemudian tersenyum lembut pada wanita yang tengah berdiri tegak di depan ranjangnya."Selamat pagi, Gardenia."Karina membalas sapaan dari Gardenia. Namun, dalam hatinya dia merasa kurang nyaman dengan perlakuan spesial yang dia dapatkan.'Aku belum terbiasa dengan semua hal ini. Haaah~'Tidak seperti biasanya yang selalu melakukan apa pun sendiri, kali ini Karina dibantu oleh Gardenia yang sengaja
"Cih, untuk apa kau memanggilku ...." Karina mengubah nada suaranya dari nada tinggi menjadi nada rendah setelah mengetahui siapa yang memanggilnya. " ... Tuan Isaac ...."Namun, terlambat. Karina sudah mendapatkan tatapan tajam dari Isaac karena nada bicaranya yang tidak sopan. Oleh sebab itu, Karina sontak menutup mulutnya rapat-rapat dan merutuki kebodohannya dalam hati."Ketika aku memanggilmu, kau harus datang tepat di hadapanku!"Dingin. Satu ruangan merubah menjadi mencekam setelah Isaac bersuara dengan tegas. Karina bahkan merasa bulu kuduknya berdiri karena merinding.Dalam sepersekian detik, Karina berpindah dari mejanya ke hadapan meja Isaac. Dia tidak ingin membuat sang CEO lebih marah lagi akibat dirinya yang lambat."Ada apa Anda memanggil saya, Tuan Isaac.""Temani aku makan siang."Itu saja? Karina nyaris terkena serangan jantung karena takut dimarahi Isaac. Namun, pria itu malah mengajaknya makan sia
Ketukan pintu terdengar, Karina refleks mendorong Isaac menjauh dan segera menutupi luka bekas gigitan Isaac di leher dan pergelangan tangannya sebelum seseorang masuk dan memergokinya mereka. Karina bangkit dari sofa, lalu berlari kecil ke meja kerjanya. Sementara itu, Isaac yang merasa acara minumnya terganggu, mendengus kesal seraya mengusap darah yang sedikit menempel di sudut bibirnya. Matanya yang merah telah kembali menjadi hitam, begitu pula dengan gigi taringnya. "Masuklah!" Isaac masih duduk di atas sofa dengan kedua tangannya dilipat di depan dada. Begitu satu kata itu keluar dari mulut Isaac, seorang wanita berbadan gemuk dengan kacamata bulat masuk ke dalam ruangan dengan membawa dokumen. "Saya ingin memberikan proposal kerja sama dengan perusahaan C yang sebelumnya Anda minta." "Taruh saja di meja." Meskipun Isaac bukan berbicara dengan Karina, namun Karina bisa merasakan perasaan sesak yang kemung
Karina tidak tahu dengan maksud Isaac yang tiba-tiba menyuruhnya masuk ke dalam butik, namun dia tetap mengikuti perintah Isaac tanpa banyak bicara. Membulatkan mata, Karina takjud dengan pemandangan yang dia lihat. Banyak sekali gaun cantik yang berjejer rapi dan tentu saja harganya bisa menguras dompet Karina yang gajinya pas-pasan. "Selamat datang, Tuan Isaac. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang karyawan butik datang menghampiri Isaac dan Karina. Sepertinya karyawan itu mengenal Isaac secara pribadi. "Carikan wanita ini gaun untuk pergi ke pesta. Aku tahu kau sangat pandai memilih gaun." Gaun? Pesta? Lagi-lagi Karina terkejut setelah mendengar perkataan Isaac. Tujuan Isaac membawa Karina ke butik adalah untuk membeli gaun yang akan dipakai Karina di pesta. Namun, Karina tidak tahu pesta apa yang dimaksud Isaac? "Maaf, Tuan Isaac. Pesta apa yang Anda maksud?" "Besok kita akan ke Prancis untuk penandatan
Tik Tik Tik Detik demi detik terlewati. Jarum pendek jam dinding telah menunjuk pada angka tiga dini hari. Lampu pada kamar bernuansa putih itu masih menyala terang, menandakan bahwa penghuni kamar tersebut masih belum tidur. "Aku mengantuk, tapi aku belum mempelajari semuanya ...," rengek Karina dengan mata yang mengantuk. Karina berpikir, mengapa dirinya selalu mendapat kesialan? Hidupnya menjadi lebih berat setelah berhubungan dengan Isaac. Sepertinya Tuhan sedang menguji kesabaran Karina. "Sepertinya aku harus memejamkan mata sebentar, lalu melanjutkannya lagi nanti. Lagi pula, masih ada waktu hingga jadwal keberangkatan. Hoaaammm~" Niatnya memang seperti itu, namun Karina yang sudah lama menahan kantuk malah tertidur pulas hingga pagi menyapa. "Nona, sudah waktunya bangun. Tuan Isaac telah menunggu Anda di meja makan." Saking pulasnya Karina tidur, Karina tidak mendengar suara Gardenia yang berusaha
"Tentu saja kau tidak boleh terlambat lagi. Sebab, aku tidak bisa menjamin kau masih hidup atau tidak." Glup! Karina bersusah payah menelan ludahnya, perkataan Isaac sepertinya bukan hanya lelucon. Lagi pula, mana mungkin pria dingin itu membuat sebuah lelucon? Mungkin dunia akan kiamat jika kejadian itu benar-benar terjadi. Sampai di bandara, Karina dan Isaac memesan tiket pesawat kelas bisnis yang harganya sangat mahal, namun tingkat kenyamanannya luar biasa. Hanya orang-orang kalangan atas yang bisa memesan tiket itu. Karina beruntung karena bisa merasakan duduk di pesawat kelas bisnis. Setelah duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Isaac, Karina sontak memasang penutup mata dan melanjutkan tidurnya yang hanya sebentar. Masa bodo dengan bahasa Prancis! Baginya, tidur lebih penting daripada belajar! Entah sudah berapa lama Karina tidur, namun ketika membuka mata, dia sudah tidak lagi berada di dalam pesawat! Karen
"Jawabanku tetap tidak," balas Isaac dingin. Entah pemburu vampir atau apa pun itu, dia tidak akan peduli dan tidak akan pernah bekerja sama apalagi membantu melawan pemburu itu.Namun, jika pemburu vampir itu menghampirinya sendiri atau menyakiti orang terdekatnya, mungkin dia akan bertindak.Lama terdiam karena tidak mengerti pembicaraan Isaac dan Mike, akhirnya Karina memutuskan untuk bertanya, "Apa yang kalian bicarakan? Pemburu vampir?"Dari namanya saja Karina sudah tahu bahwa itu akan mengancam kaum vampir, namun dia penasaran, seperti apa rupa pemburu vampir yang mereka bicarakan tersebut dan seberapa hebat kemampuannya hingga bisa melawan para vampir. Bukankah pemburu vampir biasanya adalah manusia? "Kau tidak perlu tahu. Gordon, bawa Karina ke mansion."Manusia seperti Karina tidak ada hubungannya dengan pemburu vampir yang mereka bicarakan. Dan jangan sampai gadis itu terlibat, mengingat gadis itu adalah tawanannya dan memiliki jejak vampir di tubuhnya.Seketika, Gordon
Tanpa menunggu waktu lama, orang yang diteriakkan namanya itu keluar dari tempatnya. Mike tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya kepada Isaac. Namun, yang dia dapat dari Isaac justru adalah tatapan tajam yang ingin membunuh. "Di mana Karina? Kenapa kau membawanya? Kau ingin mati, hah?" Rentetan pertanyaan pun keluar dari mulut Isaac. Dia tidak suka bermain-main atau dipermainkan oleh sepupunya itu."Ah, kau memang tidak sabaran. Kita bahkan sudah lama tidak bertemu, kenapa tidak duduk dan berbicara masa lalu denganku?"Duduk? Berbicara? Tampaknya Mike benar-benar mengajaknya ribut. Sudah lama tidak menampakkan batang hidungnya, lalu muncul dengan menyandera Karina. Setelah menyuruhnya datang, Mike justru mengajaknya duduk dan berbicara?"Aku tidak ingin berbicara denganmu. Berikan Karina padaku dan kau akan kubiarkan pergi."Mike menghela napas, sepupunya Isaac memang tidak bisa diajak bernegosiasi. Padahal, Mike memanfaatkan Karina hanya untuk bertemu dengan Isaac yang sulit dit
Setelah pergi ke atap untuk menyendiri, Isaac kembali ke ruangannya dan sudah rapi dengan dokumen-dokumen yang sudah ditangani. Namun, dia tidak melihat keberadaan Karina di sana. Tas wanita itu pun tidak ada di mejanya. "Memo?" ucap Isaac saat melihat sebuah memo yang ada di meja kerjanya. Di sana tertulis bahwa Karina pergi untuk memperingati kematian kedua orang tuanya dan Isaac tidak perlu mencari keberadaan wanita itu. "Gordon!" panggil Isaac. Gordon muncul dalam seketika. Meskipun jarak mereka jauh, Isaac bisa menggunakan telepati untuk memanggil pelayannya tersebut dan Gordon pun akan muncul dalam satu kedipan mata. "Anda memanggil saya, Tuan?" jawab Gordon sambil tetap menunduk. "Karina pergi untuk memperingati kematian orang tuanya. Kira-kira kapan dia akan kembali?"Karina adalah tawanan Isaac. Wanita itu sudah memiliki tanda gigitan di lehernya dan akan bahaya jika berkeliaran seorang diri. Manusia biasa mungkin tidak akan menyadarinya, namun kaum vampir bisa merasakan
“Tangkap dia!”“Baik, saya akan segera menangkapnya, Tuan!”Pria berkulit pucat, Segrei, melakukan teleportasi dan muncul di depan Karina. Karina terkejut, padahal dia sudah berlari cukup jauh, namun salah satu pria asing yang dilihatnya berhasil menyusulnya dengan muncul secara tiba-tiba.“Hah? Kenapa –““Menyerah lah. Kau tidak akan bisa kabur dari kami,” potong Segrei cepat. Dia menjentikkan jarinya dan membuat Karina hilang kesadaran.Segrei membawa Karina di punggungnya dan berteleportasi ke hadapan tuannya, Mike.“Tuan, saya sudah menangkapnya,” ucap Segrei.Mike menyeringai. “Bagus. Kita kembali ke markas.”***Karina mengerjap-ngerjapkan matanya yang sedikit buram beberapa kali. Dia menolehkan kepalanya ke seluruh penjuru ruangan, mencari tahu di mana tepatnya dia berada.“Kau sudah bangun?” tanya Mike yang tiba-tiba muncul entah dari mana.“Apa yang kau inginkan dariku?!” sentak Karina sambil menatap tajam ke arah Mike. Seingatnya, tadi pria itu menanyakan perihal Isaac kepad
Karina mengambil kertas memo di atas meja, lalu menulis catatan di sana. Karina menulis bahwa dirinya pergi ke pemakanan orang tuanya untuk memperingati hari kematian mereka. Oleh sebab itu, Isaac tidak perlu khawatir atau mencari keberadaannya jika Karina tidak ada di kantor. Sebelum benar-benar pergi, Karina merapikan meja Isaac dan memisahkan dokumen yang sudah ditanda tangani dengan yang belum. "Nice! Semuanya sudah rapi!" gumam Karina ketika melihat meja Isaac yang sudah dirapikan olehnya. Tak ingin lebih membuang waktu, Karina bergegas pergi dari kantor menggunakan taksi yang dia cegat di jalan. Ketika melihat sebuah toko bunga, dia meminta sang sopir taksi untuk berhenti sejenak karena ingin membeli bunga untuk dibawa ke makam. Ya, itu memang selalu Karina lakukan. Jangan sampai Karina datang ke makan orang tuanya dengan tangan kosong. Dua buket bunga telah Karina dapatkan di tangannya. Sekarang dia sudah siap mengunjungi makan orang tuanya dan menaruh dua buket bunga terse
"Hey? Isaac?" Sekali lagi Karina mempertanyakan keadaan Isaac. "Aku tidak apa-apa. Lebih baik kau mengkhawatirkan dirimu sendiri! Kau pasti tahu kalau aku bisa saja menyerangmu saat ini juga!"Tepat. Isaac bisa saja menyerang Karina di saat rasa hausnya bangkit karena mencium bau darah, namun anehnya Karina tidak mengkhawatirkan itu! Dia justru lebih mengkhawatirkan Isaac yang hampir membongkar jati dirinya di hadapan Oscar. Lagi pula, Karina sudah terbiasa dengan Isaac yang tiba-tiba menghisap darahnya. Jadi, Karina tidak merasa harus mengkhawatirkan keadaannya sendiri. Karina mengambil dokumen yang ada di atas meja. Dia membaca seluruh isi dokumen tersebut dengan teliti. "Jadi ... kau benar-benar memutuskan kontrak dengan mereka secara sepihak?" Karina menatap Isaac dengan serius. Perusahaan mereka baru saja menjalin kerja sama, namun Isaac tiba-tiba memutuskan kontrak kerja sama tersebut. "Hn. Perusahaan mereka tidak cukup bagus untuk bekerja sama dengan perusahaanku," dustanya
"Kenapa kau pergi lebih dulu?" tanya Isaac tiba-tiba. Seperti dugaannya, Isaac bahkan terlihat baik-baik saja meskipun malam tadi mereka bercumbu cukup lama. Oh ayolah! Mengapa sekarang Karina justru membayangkan kejadian malam tadi? Sepertinya otaknya sedang bermasalah. "Tidak apa-apa, hanya ingin berangkat lebih pagi dengan berjalan kaki. Sudah lama aku tidak berjalan kaki ke tempat kerja." Betapa lancarnya Karina berbicara santai dengan Isaac. Biasanya dia selalu berbicara formal, namun anehnya dia sama sekali tidak canggung saat berbicara santai dengan pria yang merupakan atasannya itu. Meskipun begitu, Karina harus tetap berbicara formal saat sedang di kantor. Ya, dia harus bisa bersikap profesional. "Selamat pagi!" Setelah turun dari mobil, para karyawan yang melihat Isaac refleks menunduk dan menyapanya sambil tersenyum. Meskipun Isaac adalah CEO yang tegas, namun dia tetap dihormati oleh para karyawannya. "Ssshh!" ringis Karina. Sepertinya tumitnya lecet hingga memb
Setelah melihat pria paruh baya itu pergi, Karina melanjutkan berjalan kaki. Sejujurnya, kakinya sedikit kram karena sudah berjalan cukup jauh. Dia juga lapar karena melewatkan sarapan. Karina memegang perutnya yang bergoyang meminta diisi. "Sepertinya aku harus mampir sebentar ke toko roti." Kebetulan, tak jauh dari berdirinya Karina, ada sebuah toko roti yang sudah buka pagi-pagi sekali. Dia belum pernah ke sana sebelumnya karena toko itu selalu ramai pengunjung. Namun, karena ini masih pagi di mana anak sekolah dan pekerja kantoran masih santai di rumahnya masing-masing, toko itu belum banyak pengunjung. "Permisi ...," lirihnya pelan. Karina sontak menghampiri etalase yang sudah penuh dengan berbagai jenis roti. "Ada yang bisa aku bantu?" Seorang wanita dengan celemek yang terpasang di tubuhnya ke luar dari pintu berwarna putih. Karina tersenyum, lalu menunjuk roti isi daging yang terlihat menggiurkan. "Beri aku yang ini satu." "Baiklah!" ucap wanita itu, "Aku baru pertama ka
Tanpa banyak bicara, Isaac kembali menarik Karina ke dalam ciumannya. Dia menyeringai kecil, bangga karena membuat Karina menginginkannya lagi. Masih memagut bibir Karina, Isaac menuntun Karina berjalan menuju ranjang berukuran king sizenya. Kedua tangannya dia taruh di pinggang ramping Karina, menjaganya agar tidak jatuh. Bruk! Isaac menjatuhkan tubuh Karina di atas ranjang, sedangkan dia berada di atas wanita itu. Tubuhnya menjauh, melepaskan pagutan bibirnya pada bibir Karina. "Akh!" pekik Karina. Lagi-lagi lehernya menjadi sasaran empuk untuk digigit Isaac. Kedua taring pria itu menusuk leher Karina hingga mengeluarkan darah. Darah yang merupakan santapan utama bagi Isaac yang notabene seorang vampir. Karina menaruh kedua tangannya di punggung Isaac. Kukunya mencakar punggung pria itu ketika merasakan sakit yang luar biasa menusuk lehernya. "Isaac!" Kali ini Karina menjeritkan nama Isaac dengan lantang. Dia tidak peduli meskipun sikapnya tidak sopan terhadap pria itu.