Share

Bab 8

Penulis: Evia Nuravianti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-31 22:02:29

Suara seseorang memanggil namaku sembari mengguncangkan tubuhku, membuatku merasa tengah terjadi gempa bumi. Aku membuka mataku dengan perlahan dan berusaha mencari tahu siapa yang membangunkanku.

“Ada apa, Ma? Aku masih mengantuk.” Aku menguling ke arah lain dan meneruskan tidurku setelah tahu Mama lah yang membangunkanku, lagi pula ini hari minggu.

“Kenapa kamu tidur disini? Mama cari di kamar nggak ada, yang ada kamarmu berantakan.” Kejadian semalam dan sosok itu membuatku ketakutan. Sehingga mataku tidak dapat terpejam, tubuhku gemetar dengan jantung yang terus berdetak kencang, semakin membuatku tidak dapat memejamkan kedua mataku. Sampai pukul tiga pagi, mataku mulai lelah dan sekarang Mama membangunkanku dari tidur.

Mama tidak menyerah. Beliau menarik selimut yang melilit tubuhku. “Ini sudah pukul Sembilan. Ayo bangun! Anak gadis nggak baik bangun siang.” Suara Mama terdengar sayup- sayup.

Nyawaku perlahan masuk kembali ke alam mimpi, namun aku merasa tidak asing dengan waktu y
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • TWELVE   Bab 9

    Hembusan hawa dingin membuat tubuhku mengigil. Hujan turun semakin deras sejak sejam yang lalu. Tidak ada tanda- tanda akan berhenti menjebakku di halte ini, terdapat seorang bapak berbadan gempal dan lelaki bertopi duduk di ujung bangku. Keanehan semakin terlihat setelah bapak yang duduk di dekatku beranjak pergi menembus hujan hanya melindungi kepalanya dengan jaket dan meninggalkanku berdua bersama lelaki bertopi yang tengah menatapku tajam. Aku tidak mungkin hanya perasaanku saja sudah jelas aku memergokinya tengah menatapku, walaupun setelah itu buru-buru dia memalingkan wajahnya kea rah lain.Dan sekarang lelaki itu berjalan menghampiriku. Aku mengalihkan perasaanku yang semakin gelisah pada ponsel yang mati kehabisan bateri. Mencoba menyalakannya siapa tahu ada beberapa persen bateri untuk menghubungi seseorang agar terhindar dari lelaki itu.Tap…. Tap…Suara sepatu hitam mengkilap terlihat dari ujung mataku semakin mendekat. Detak jantungku berdetak cepat, Aku menekan call pad

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 10

    Helaan nafas yang bisa aku keluarkan saat ini, otakku tidak fokus pada objek di hadapanku. Seperti biasa Dosen itu menyuruhku ini itu membuat aku benar – benar kerepotan, tapi untuk beberapa saat aku ingin mengistirahatkan tubuhku. Aku menyandarkan punggung lalu memejamkan mata sejenak mumpung Dosen itu pergi. Pikiran masalah dengan Ismi semakin mempengaruhiku. Dia benar- benar marah.Kemari sore Di perjalanan aku asik pada ponsel menanggapi curhatan Ismi tentang Azka yang membuatnya semakin menyukai lelaki tengah menyetir di sampingku ini. Dengan semangat yang mengebu Ismi menceritakan kebahagiaannya minggu kemarin Azka mengjaknya ke tempat pagelaran seni tempat dimana Azka bermain dan kali ini Azka menonton teman- temannya bermain menemani ismi. Dan dia sempat di perkenalkan pada para pemain, setelah itu mereka keliling kota bandung dengan motor gede milik azka. Membaca cerita ismi di sms dapatku bayangkan beta bahagianya pergi bersam aorang yang kita sukai, aku membayangkan Reiki

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 11

    Satu bulan sudah Ismi marah padaku entahlah dengan cara apa lagi aku harus meyakinkannya, bahwa aku sama sekali tidak menghianatinya. Aku mendesah, menggelengkan kepala menghapus kesedihankku mulai fokus pada benda yang ada dihadapanku.“Pensil, pengaris, tabung, binder, sketchbook A3, penghapus, parut/cutter, drawing pen, pensil warna, rapido, dan pensil mekanik.” Aku mengabsen keperluan yang harus dibawa hari ini. Aku tidak pernah berfikir akan mempunyai masalah seperti ini dengan sahabatku selama bertahun-tahun.Ketukan pada pintu mengalihkan tatapanku pada tas berisi penuh dengan peralatan, mbok surti hanya menyembulkan kepalanya, sebagian tubuhnya bersembunyi di balik pintu. “Non, sarapan sudah siap.”“sebentar lagi aku ke bawah mbok.” Kembali menatap tas memasukan sebagian peralatan ke dalamnya.“ya sudah mbok ke bawah dulu.” Aku menganguk sebagai jawabannya. Sebuah suara berdebam pintu pertanda mbok telah menjauh dari kamar. Hari ini aku sengaja bangun agak pagi, memngingat ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 12

    Kukibaskan kertas sketsa pada wajahku hingga menimbulkan angin yang sedikit membuatku tidak terlalu gerah sembari menyembunyikan tubuhku di pos satpam. Kota Bandung tengah hari seperti ini cukup panas, ingin rasanya meminum es campur, segar. Terdengar seorang memanggil namaku, aku mendapati laki- laki putih memakai baju abu- abu panjang hingga terlihat otot bisepnya. Pantas saja Ismi memuja Azka, lelaki ini memang terlihat keren. “Fi, kali ini tolong dengarkan aku.” Kupalingkan wajah menatap kearah lain, cukup melihat kesedihan Ismi hanya sekarang dan tidak lagi menambah sakit hatinya.“Gue ngomong sesuatu sebelum terlambat.” Aku bergeming tidak peduli.“Ini tentang hidupmu.” Lanjutnya tidak menyerah, Aku menoleh menatap matanya terlihat bersungguh- sungguh.Kuhela nafas sebelum berkata, “Oke, katakan Azka.” Senyumnya muncul di wajahnya, terlihat bahagia aku mempercayainya lagi, tapi aku tidak mempercayainya hanya ingin tahu apa yang membuatnya gigih walaupun aku mengacuhkannya beb

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 13

    Bangunan bercat putih dihiasi gambar bunga berwarna warni toko ‘beautiful flower’, begitu mendorong pintu kaca memasuki ruangan itu perpaduan harum berbagai bunga menyambut kedatanganku ke toko ini. Sampaan ramah dari penjaga toko pun menyambutku. Namun saat aku menanyakan sesuatu yyang membawaku ke toko ini terdengar derit pintu kaca yang di dorong. Mataku terbelalak seketika melihat siapa yang datang ke toko. Segera aku menyembunyikan diri di balik berbagai bunga yang di jejer rapi. Kemeja tosca yang tadi pagi dia pakai, masih melekat pada tubuhnya dengan sedikit terlihat kerutan di bajunya karena banyaknya pergerakan yang dia timbulkan, tapi tetap terlihat rapi.“Mbak, saya pesan bunga seperti biasa ya,” ucap Reiki pada mbak penjaga toko yang tadi menyapaku. Saat penjaga toko itu pergi memnuhi pesanannya, sedangkan lelaki itu mengambil ponselnya menghubungi seseorang. Aku bersyukur ada tempat yang tidak terlihat dan jarak dengan lelaki itu cukup dekat hingga dapat mendengar percaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 14

    Kuatur nafas bersamaan dengan gerakan kedua tangan bergerak dalam hitungan kedelapan, kuganti gerakan lainnya sampai semua pemanasan selesai. Setelah itu kulangkahkan kaki dengan gerakan pelan mengelilingi taman komplek, jogging pagi hari ini tubuhku terasa kaku. Semenjak menjadi asisiten dosen itu aku jadi jarang melakukan olahraga di minggu pagi seperti saat ini. Berhubung dosen pemaksa tidak ada aku manfaatkan untuk olahraga seperti biasa, tapi setelah menerima telepon dan ternyata dia ke rumah sakit. Dia tidak masuk beberapa hari kemana dia, kenapa dia? Ah mungkin dia mengurusi pacarnya. Entah mengapa kenyataan itu membuat aku sesak. Apakah itu cinta? Tidak mungkin, akua tidak mungkin menyukai dosen pemaksa itu. Bukannya itu bagus, aku bisa tenang tanpa kehadirannya.“Dela!” Langkah kakiku terdiam seketika, mataku terbelalak, bukannya orang yang selalu memanggiku dengan ‘Dela’ hanya…“Fidela!” Kali ini kubalikan tubuh memperhatikan seseorang yang tengah berjalan ke arahku dengan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 15

    ‘Pranngg!!!!!’ Aku terperat menghentikan langkahku yang tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu masuk. Seperti suara benda terjatuh, tapi aku sama sekali tidak melihat benda apapun yang terjatuh di sini. Aku terlambat untuk pulang hari ini banyak sekali tugas yang harus aku kerjakan di kampus.Aku memberanikan diri untuk membalikan tubuhku, aku menyapu pandanganku ke berbagai arah, tetapi tidak menemukan seorangpun di sana. Tanpa menghiraukannya, aku kembali melangkahkan kakiku dan memutar handle pintu. Pintu di hadapanku belum terbuka dengan sempurna, tetapi suara benda terjatuh kembali terdengar dan membuat pikiranku memikirkan hal yang macam- macam. Aku menarik nafas, mencoba menghilangkan ketakutan yang semakin menyelimutiku. Aku kembali membalikkan tubuhku, tanpa disangka mataku kembali menemukan bayangan hitam itu. Astaga bayangan itu kembali, tanpa berkata-kata lagi aku membuka pintu, lalu menguncinya. Aku menyandarkan punggungku pada pintu yang telah tertutup rapat, aku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • TWELVE   Bab 16

    Setelah Azka megantarku pulang, aku tidak masuk kedalam rumah melainkan kakiku melangkah menuju garasi mengeluarkan motor matic yang sudah setia menemaniku kemanapun. Aku berniat untuk ke sebuah taman yang berada di sekolah SD ku untuk mencari ketenangan dan mengenang kembali kenang bersamanya. Satu jam kemudian aku telah berada di halaman sekolah memarkirkan motorku di sini yang menjadi tempat favorit beberapa tahun silam saat aku mengunjungi sekolah ini.“Neng Fidela!” Sapa seorang lelaki paruh baya yang telah berdiri di sampingku dengan senyum menghiasi wajahnya. Aku membalas senyumnya sembari menjabat tangannya.“Mang Ujang, bagaimana kabarnya?” Mang Ujang adalah penjaga sekolahku selama ini sejak aku masih duduk di bangku SD beliau masih setia mengabdi pada sekolah ini, walaupun sekarang sudah tidak muda lagi. Tapi, pekerjaannya dapat diandalkan sekolah ini selalu terlihat bersih apa lagi tamannnya.“Alhamdulilah baik, kalau mang Ujang bagaimana?” jawabku, melemparkan pertanyaan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31

Bab terbaru

  • TWELVE   Bab 19

    Reiki berdiri menarik kursinya lebih dekat denganku, tanpa menatap sekeliling kafe yang menatap ke meja kamu penasaran.“Aku pastikan dulu, perempuan yang mana yang kamu maksud?” Reiki menatapku serius.Aku balik menatapnya, “Perempuan yang di rumah sakit, saat aku masih menjadi asisten pribadimu dan kamu mendapat telepon dari rumah sakit. Dan di situ aku melihatmu mesra bersama dengan perempuan itu, siapa dia?”Reiki tersenyum geli, apa yang lucu? Kenapa ekspresinya seperti itu?“Jadi, kamu nguntit?” Tatap Reiki selidik masih tersenyum geli menghiasi bibirnya.Pelayan datang membawa pesanan kami berdua, aku menghela nafas menyiapkan jawabnku. “Nggak, aku mau jawaban bukan pertanyaan.” Aku mulai menyesap minuman untuk menyembunyikan nada salah tingkah, kenapa dia malah menyerangku? Apa salahnya dia jawab tidak perlu berbelit- belit seperti itu.Reiki mengangkat tangan yang terdapat jam tangan, lalu menatapku lagi. Kali ini wajah tersenyum gelinya hilang. “Sekarang kita harus ke kan

  • TWELVE   Bab 18

    2 tahun kemudian“Fidela!” teriakan Mama mengema di setiap penjuru rumah. Ini sudah ke sekian kalinya mama berteriak.“Iya, Ma sebentar,” teriakku. Supaya mama mendengar dan tidak berteriak lagi. Dengan kedua tangan membereskan berkas yang harus di bawa ke kantor. Setelah aku di nyatakan sembuh, aku bangkit dengan bantuan orang terdekatku sebagai pil semangat untukku. Aku mencoba melamar ke berbagai perusahaan dan akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan di Bandung. Jelas aku bahagia.“Cepat, Reiki udah nunggu tuh,” suara Mama bersamaan tubuhnya masuk ke dalam kamarku.Kami mulai dekat kembali, Reiki selalu mengantarku pergi ke kantor yang sama dengannya. Itu kebetulan yang menyenangkan, ternyata Reiki bekerja di sana sebagai senior Arsitektur. Setelah keluar dari pekerjaannya di Jakarta Reiki cuti untuk mencariku kembali, dan tanpa di duga kami bertemu di halaman kampus menyebabkan kameranya hancur. Itu alasan dia menerima tawaran pamannya yang meminta tolong menga

  • TWELVE   Bab 17

    Aku membuka mata begitu merasakan guncangan pada tubuh semakin kencang. Hal pertama yang aku lihat adalah kegelapan yang menyelimutiku. Aku buru- buru bangun dari posisi tidur untuk duduk dan melihat sekitar. Namun, rasa pening menyerang. Kenapa aku ada di dalam mobil ? Aku berusaha mengingat kejadian sebelumnya dan kilasan kejadian yang terjadi di rumahku terus bermunculan. Satu yang aku ingat sebelum aku tak sadarkan diri adalah aku di bawa oleh Azka.“Azka!”Aku mencari keberadaan Azka. Namun, tak ada siapapun disini. Yang ada hanya pepohonan yang rindang tanpa cahaya satu pun. Gelap.Aku meraba saku jeans, mengambil ponsel. Menyalakannya. Puluhan pesan dan panggilan tak terjawab menyerbu.Ismi : Fidela kamu dimana?Reiki : Dela, tolong angkat teleponnyaMama : Kamu dimana sayang?Papa : Fidela, telepon papa, NakDan banyak lagi pesan – pesan yang muncul. Aku pun tidak tahu ini dimana, kalau pun Azka membawaku. Mengapa tidak membawa ke rumah sakit seperti ucapannya? Suara langkah s

  • TWELVE   Bab 16

    Setelah Azka megantarku pulang, aku tidak masuk kedalam rumah melainkan kakiku melangkah menuju garasi mengeluarkan motor matic yang sudah setia menemaniku kemanapun. Aku berniat untuk ke sebuah taman yang berada di sekolah SD ku untuk mencari ketenangan dan mengenang kembali kenang bersamanya. Satu jam kemudian aku telah berada di halaman sekolah memarkirkan motorku di sini yang menjadi tempat favorit beberapa tahun silam saat aku mengunjungi sekolah ini.“Neng Fidela!” Sapa seorang lelaki paruh baya yang telah berdiri di sampingku dengan senyum menghiasi wajahnya. Aku membalas senyumnya sembari menjabat tangannya.“Mang Ujang, bagaimana kabarnya?” Mang Ujang adalah penjaga sekolahku selama ini sejak aku masih duduk di bangku SD beliau masih setia mengabdi pada sekolah ini, walaupun sekarang sudah tidak muda lagi. Tapi, pekerjaannya dapat diandalkan sekolah ini selalu terlihat bersih apa lagi tamannnya.“Alhamdulilah baik, kalau mang Ujang bagaimana?” jawabku, melemparkan pertanyaan

  • TWELVE   Bab 15

    ‘Pranngg!!!!!’ Aku terperat menghentikan langkahku yang tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu masuk. Seperti suara benda terjatuh, tapi aku sama sekali tidak melihat benda apapun yang terjatuh di sini. Aku terlambat untuk pulang hari ini banyak sekali tugas yang harus aku kerjakan di kampus.Aku memberanikan diri untuk membalikan tubuhku, aku menyapu pandanganku ke berbagai arah, tetapi tidak menemukan seorangpun di sana. Tanpa menghiraukannya, aku kembali melangkahkan kakiku dan memutar handle pintu. Pintu di hadapanku belum terbuka dengan sempurna, tetapi suara benda terjatuh kembali terdengar dan membuat pikiranku memikirkan hal yang macam- macam. Aku menarik nafas, mencoba menghilangkan ketakutan yang semakin menyelimutiku. Aku kembali membalikkan tubuhku, tanpa disangka mataku kembali menemukan bayangan hitam itu. Astaga bayangan itu kembali, tanpa berkata-kata lagi aku membuka pintu, lalu menguncinya. Aku menyandarkan punggungku pada pintu yang telah tertutup rapat, aku m

  • TWELVE   Bab 14

    Kuatur nafas bersamaan dengan gerakan kedua tangan bergerak dalam hitungan kedelapan, kuganti gerakan lainnya sampai semua pemanasan selesai. Setelah itu kulangkahkan kaki dengan gerakan pelan mengelilingi taman komplek, jogging pagi hari ini tubuhku terasa kaku. Semenjak menjadi asisiten dosen itu aku jadi jarang melakukan olahraga di minggu pagi seperti saat ini. Berhubung dosen pemaksa tidak ada aku manfaatkan untuk olahraga seperti biasa, tapi setelah menerima telepon dan ternyata dia ke rumah sakit. Dia tidak masuk beberapa hari kemana dia, kenapa dia? Ah mungkin dia mengurusi pacarnya. Entah mengapa kenyataan itu membuat aku sesak. Apakah itu cinta? Tidak mungkin, akua tidak mungkin menyukai dosen pemaksa itu. Bukannya itu bagus, aku bisa tenang tanpa kehadirannya.“Dela!” Langkah kakiku terdiam seketika, mataku terbelalak, bukannya orang yang selalu memanggiku dengan ‘Dela’ hanya…“Fidela!” Kali ini kubalikan tubuh memperhatikan seseorang yang tengah berjalan ke arahku dengan s

  • TWELVE   Bab 13

    Bangunan bercat putih dihiasi gambar bunga berwarna warni toko ‘beautiful flower’, begitu mendorong pintu kaca memasuki ruangan itu perpaduan harum berbagai bunga menyambut kedatanganku ke toko ini. Sampaan ramah dari penjaga toko pun menyambutku. Namun saat aku menanyakan sesuatu yyang membawaku ke toko ini terdengar derit pintu kaca yang di dorong. Mataku terbelalak seketika melihat siapa yang datang ke toko. Segera aku menyembunyikan diri di balik berbagai bunga yang di jejer rapi. Kemeja tosca yang tadi pagi dia pakai, masih melekat pada tubuhnya dengan sedikit terlihat kerutan di bajunya karena banyaknya pergerakan yang dia timbulkan, tapi tetap terlihat rapi.“Mbak, saya pesan bunga seperti biasa ya,” ucap Reiki pada mbak penjaga toko yang tadi menyapaku. Saat penjaga toko itu pergi memnuhi pesanannya, sedangkan lelaki itu mengambil ponselnya menghubungi seseorang. Aku bersyukur ada tempat yang tidak terlihat dan jarak dengan lelaki itu cukup dekat hingga dapat mendengar percaka

  • TWELVE   Bab 12

    Kukibaskan kertas sketsa pada wajahku hingga menimbulkan angin yang sedikit membuatku tidak terlalu gerah sembari menyembunyikan tubuhku di pos satpam. Kota Bandung tengah hari seperti ini cukup panas, ingin rasanya meminum es campur, segar. Terdengar seorang memanggil namaku, aku mendapati laki- laki putih memakai baju abu- abu panjang hingga terlihat otot bisepnya. Pantas saja Ismi memuja Azka, lelaki ini memang terlihat keren. “Fi, kali ini tolong dengarkan aku.” Kupalingkan wajah menatap kearah lain, cukup melihat kesedihan Ismi hanya sekarang dan tidak lagi menambah sakit hatinya.“Gue ngomong sesuatu sebelum terlambat.” Aku bergeming tidak peduli.“Ini tentang hidupmu.” Lanjutnya tidak menyerah, Aku menoleh menatap matanya terlihat bersungguh- sungguh.Kuhela nafas sebelum berkata, “Oke, katakan Azka.” Senyumnya muncul di wajahnya, terlihat bahagia aku mempercayainya lagi, tapi aku tidak mempercayainya hanya ingin tahu apa yang membuatnya gigih walaupun aku mengacuhkannya beb

  • TWELVE   Bab 11

    Satu bulan sudah Ismi marah padaku entahlah dengan cara apa lagi aku harus meyakinkannya, bahwa aku sama sekali tidak menghianatinya. Aku mendesah, menggelengkan kepala menghapus kesedihankku mulai fokus pada benda yang ada dihadapanku.“Pensil, pengaris, tabung, binder, sketchbook A3, penghapus, parut/cutter, drawing pen, pensil warna, rapido, dan pensil mekanik.” Aku mengabsen keperluan yang harus dibawa hari ini. Aku tidak pernah berfikir akan mempunyai masalah seperti ini dengan sahabatku selama bertahun-tahun.Ketukan pada pintu mengalihkan tatapanku pada tas berisi penuh dengan peralatan, mbok surti hanya menyembulkan kepalanya, sebagian tubuhnya bersembunyi di balik pintu. “Non, sarapan sudah siap.”“sebentar lagi aku ke bawah mbok.” Kembali menatap tas memasukan sebagian peralatan ke dalamnya.“ya sudah mbok ke bawah dulu.” Aku menganguk sebagai jawabannya. Sebuah suara berdebam pintu pertanda mbok telah menjauh dari kamar. Hari ini aku sengaja bangun agak pagi, memngingat ada

DMCA.com Protection Status