Share

Bab. 33

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Karin berjalan gontai keluar rumah Mbok Nah. Dia benar- benar terkejut dengan apa yang terjadi. Bagaimana mungkin hanya dalam kurun waktu tiga minggu keadaan berubah

kacau.

Perempuan itu merogoh tas, meraih ponsel untuk menghubungi ibunya. Namun, gerakannya terhenti saat

melihat seseorang di depan pagar rumah Mbok Nah.

“Om Baim!” seru Tiara hendak berlari ke arah lelaki itu. Namun, refleks Karin menahannya dan menuntun tangan bocah tersebut untuk bergegas jalan melewati Baim.

“Karin, tunggu!” Baim mencekal tangan perempuan itu dan menariknya mendekat.

“Maaf, Mas.” Bergegas Karin menepisnya. “Kita udah nggak ada urusan.”

“Demi Tuhan, aku nggak bisa lupain kamu, Rin. Lagi pula sebentar lagi aku mau cerai. Kita bisa mulai lag—”

“Aku denger perceraian kalian diundur? Udah saatnya kamu bersikap dewasa, Mas. Lupain masa lalu kita. Sejak hari itu, kita udah bukan lagi pasangan yang merencanakan masa depan bersama. Kita sudah sama-sama memutuskan untuk menjadi orang asing dan saling me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • TUKAR RANJANG   Bab. 34

    Mereka sampai di rumah sebelum Maghrib. Adam turun lebih dulu kemudian memangku Tiara yang ketiduran di bangku belakang. Sementara Karin, meraih beberapa bingkisan berisi makanan siap saji yang dibeli dari restoran sebelah Pizza Hot dalam perjalanan pulang. “Kita sholat Maghrib dulu baru makan malem. Iga sama sop buntutnya suruh Bi Narti angetin,” sahut Adam sebelum berjalan lebih dulu untuk menidurkan Tiara di kamarnya. Karin mengangguk paham, kemudian mengekori suaminya berjalan ke arah yang berlawanan. “Bi, tolong diangetin, ya! Buat makan malem,” ucap Karinpada Bi Narti yang kebetulan tengah memanaskan sesuatu dalam microwave. “Baik, Bu. Makannya mau udah Isya? Biar bibi langsung siapin.” Wanita setengah baya itu mengambil alih bingkisan di tangan Karin, lalu meletakkannya ke atas meja. “Iya, Bi. Kita sholat terus mandi dulu baru makan, soalnya tadi habis makan pizza,” jelas Karin setelahnya naik menuju kamar di lantai tiga. Melewati kamar Tiara, tiba-tiba langkahnya terhen

  • TUKAR RANJANG   Bab. 35

    “Hati-hati di jalan, ya, Mas.” Adam tertegun saat Karin tiba-tiba meraih punggung tangan, lalu menciumnya. Padahal sebelumnya tak pernah seperti ini. Mengantar sampai depan rumah pun sangat jarang. Pada akhirnya, lelaki itu tersenyum kemudian mengusap kepala Karin. Dia tampak mengangguk sebelum masuk tergesa ke dalam mobil. Buru-buru Adam menutup pintu, lalu bersandar di jok. Lelaki itu memegangi dadanya yang tiba-tiba berdebar keras. “Jantung kampret! Hampir aja ketahuan.” Setelah berhasil mengontrol debaran jantungnya yang tiba-tiba menggila, Adam melirik Karin di balik spion. Perempuan itu masih terjaga di sana. Menunggunya. “Ya Allah, manis banget si Karin,” gumamnya sebelum memutar setir dan berlalu. “Jadi males kerja kalau kayak gini.” Segera Adam menggelengkan kepala. “Oke, lo bisa, Dam. Berangkat!” gumamnya meyakinkan diri sendiri. Sepeninggal Adam, Karin baru saja hendak masuk ke dalam saat sebuah mobil asing berwarna kombinasi pink dan hitam tiba-tiba memasuki pelat

  • TUKAR RANJANG   Bab. 36

    Di depan pelataran luas itu, Hamdan mengumpulkan banyak orang berseragam hitam untuk mencari Nana. Segerombolan orang tersebut diketahui sebagai jaringan intel rahasia yang biasa digunakan jasanya oleh para pejabat dan pengusaha kaya yang ingin segera menyelesaikan kasusnya tanpa melibatkan polisi. “Cari anak kurang ajar itu sampai ketemu. Selama dia masih hidup, bagaimana pun kondisinya ... bawa ke hadapan saya!” seru Hamdan. Serentak pasukan berseragam yang terdiri dari lima belas orang tersebut balik kanan dan berpencar. Dua minggu sudah berlalu sejak kepergian Nana. Kondisi keluarganya seolah kacau-balau dan tak terurus. Kabar tak mengenakan mulai terdengar publik. Beberapa isu dari artikel yang dimuat koran mulai merusak citra keluarga dan perusahaannya. Harga saham merosot, banyak investor yang menarik kerja samanya juga permintaan pasar pun turun drastis. Hamdan Adiguna melangkah masuk ke dalam rumah, menatap istrinya yang duduk di kursi roda sekilas. “Jangan pernah hubun

  • TUKAR RANJANG   Bab. 37

    Seketika tangis Karin tumpah tak terbendung mendengar ketulusan itu terpancar dari mata Adam. Dari mata lelaki yang bahkan tak pernah dia pandang istimewa mulanya. Lelaki yang sering kali dia abaikan, sering kali tak dia anggap keberadaannya. Seorang suami yang ternyata begitu peduli padanya, hingga rela melibatkan diri dalam konflik pelik keluarganya. Dia benar-benar tak menyangka. Di balik sikap keras Adam, justru tersembunyi hati sebesar dan selapang ini. Jadi, inilah sosok Adam sebenarnya. Seketika hatinya terasa sesak, di satu sisi juga menghangat. Tiba-tiba Pak Wahyu bangkit. Dia berdiri di hadapan putranya, lalu menepuk bahu Adam. “Papa bangga sama kamu, Dam.” Seketika Adam sudah ada dalam pelukan Pak Wahyu. “Selama ini kami salah menilaimu, Nak. Ternyata ilmu yang Papa ajarkan masih melekat dalam hatimu, iman itu masih kuat tertanam di sini. Dari semua lelaki selain Nabi, yang Allah muliakan tak lain adalah dia yang bertanggung jawab atas setiap wanita di keluarganya. Ka

  • TUKAR RANJANG   Bab. 38

    Perempuan itu meletakkan ponsel sesaat setelah sambungan telepon terputus, kemudian dia menatap selembar foto di mana potret dirinya berseragam SMA tengah berdampingan dengan lelaki berpenampilan sedikit berantakan. Rambutnya gondrong terikat dengan celana sobek-sobek. “Jadi begini akhirnya, Mas?” Dia meraih pemantik di sisi tubuh, lalu menyalakannya untuk membakar foto tersebut, setelahnya dia buang ke tempat sampah. Tak ada satu pun yang berpihak padanya kini. Hidup pun serasa tak ada artinya. Dia memang selalu mendapat perhatian penuh, tapi tak pernah merasa benar-benar dicintai. Orang selalu menganggapnya sakit, padahal dia tak merasa demikian. Inilah yang membuatnya selalu merasa iri pada Karin. Perempuan itu memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya, tapi entah kenapa dia mudah sekali bergaul, dicintai, dan aktif dalam segala hal. Namun, Nana? Jangankan untuk berkumpul, berkomunikasi atau hang out dengan orang banyak dan berada di tengah-tengah keramaian pun dia mera

  • TUKAR RANJANG   Bab. 39

    "Hoeekk ...."Karin bangkit dari ranjang dan berlari menuju wastafel untuk muntah, ketika merasakan perutnya bergejolak dan memaksa sesuatu di dalam sana untuk dikeluarkan. Selepas subuh tadi dia memutuskan untuk tidur lagi sebentar karena merasa begitu lemas. Sudah beberapa hari ini kepalanya sering sakit dan mual di pagi hari. Semua berawal saat Karin pulang dari rumah mertuanya, dan merasa mual mencium bau Sop Buntut yang mulanya begitu ia sukai. Sudah satu jam berlalu sejak Adam berangkat ke studio. Lelaki itu sempat menawarkan kepada istrinya untuk pergi ke rumah sakit karena khawatir melihat wajah Karin yang terlihat lebih pucat dari biasanya. Namun, Karin menolak karena merasa ia masih baik-baiknya. Sembari membasuh mulut, perempuan berkulit pucat itu menatap pantulan dirinya dalam cermin, lalu tertegun sejenak. "Mungkinkah?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Akhirnya setelah beberapa saat menimbang-nimbang. Karin beranjak, kemudian berjalan menuju ruangan kamar. Merai

  • TUKAR RANJANG   Bab. 40

    Satu bulan kemudian .... Perempuan itu terlihat berdiri di depan balkon. Memperhatikan warna senja memudar digantikan pekatnya malam di balik jendela yang terbuka. Angin berembus pelan, menggerakkan dedaunan dan dahan pohon yang menjulang sampai lantai teratas bangunan setinggi tiga tingkat tersebut.Angin lembut itu seolah membawa pikirannya lari berkelana menuju masa lampau. Masa-masa di mana dia habiskan waktu merutuki takdir dalam diam, menangis dalam bungkam, hingga berteriak tanpa suara.Sampai akhirnya, dia berada di titik ini. Kondisi di mana semua beban yang ditangguhkan terangkat dari bahunya, duri yang ditancapkan terlepas dengan sendirinya, dan benteng yang membatasi pintu hatinya roboh begitu saja.Empat tahun lebih enam bulan tepatnya. Tak terasa sudah selama itu dia hidup bersama orang asing yang akhirnya bisa menarik dia dari belenggu. Seorang lelaki yang mulanya membuat dia menjalani hubungan tanpa perasaan, penuh dengan keterpaksaan, dibumbu kecemburuan, hingga b

  • TUKAR RANJANG   Bab. 41

    "Gimana keadaan Nana sekarang, Im?" Suara perempuan berusia 60-an dengan wajah oriental itu terdengar bersamaan dengan langkahnya menuju ruang VIP di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Baim mengalihkan pandangan dari wajah Nana yang terbaring di brankar dengan wajah pucat dan selang infus di lengan. "Kondisi kandungannya lemah, Ma. Kata dokter Nana juga kurang gizi makanya harus rawat jalan biar bisa infus. Belum lagi kondisi kejiwaannya yang semakin hari semakin buruk." Kepala Baim tertunduk saat menerangkan kondisi Nana sebulan belakangan setelah ia dapati sang istri hampir mati bunuh diri di kafe-nya sendiri. "Perceraian kalian?" "Udah Baim tarik gugatannya. Entah, Ma. Baim bener-bener ngerasa tolol aja selama ini. Empat tahun, empat kami jalani pernikahan dengan hambar. Tak ada cinta kasih atau kemesraan layaknya pengantin baru yang mengarungi biduk rumah tangga. Bahkan setelah kita melakukan hubungan, Baim memilih tidur di sofa. Mengabaikannya yang seringkali menangis

Bab terbaru

  • TUKAR RANJANG   Bab. 56

    Empat tahun kemudian ....Pria itu tampak berjongkok untuk menyejajarkan tubuh dengan bocah lelaki yang berdiri di hadapannya, kemudian merapikan rambut bocah dengan mata bulat dan pipi gembil tersebut."Ayah ... kenapa cuma cowok yang harus disunat? Kak Ara sama Ais enggak?" Pertanyaan yang terlontar dari bibir putranya membuat senyum pria itu mengembang. Ia mengusap kepala bocah bernama lengkap Muhammad Rasyid Prasetyo yang lebih sering dipanggil Rasyid itu setelah."Kak Ara sama Ais, kan perempuan, Sayang. Sedang anak ayah yang ganteng ini, jagoan sholeh. Rasyid selalu bilang sama ayah kalau mau jadi kayak Ayah, 'kan?"Bocah menggemaskan itu tampak mengangguk antusias."Iya, Ayah. Rasyid mau jadi kayak Ayah. Ayah yang ganteng, sayang sama Bunda juga Rasyid.""Nah, itu kamu tahu. Dalam Islam, hukum khitan bagi anak laki-laki itu wajib. Tujuannya bukan cuma sekadar mematuhi perintah agama, tapi juga untuk menjaga agar terhindar dari najis yang kadang nggak keliatan. Kalau udah gede R

  • TUKAR RANJANG   Bab. 55

    Dua bulan kemudian ....Lantunan ayat suci Al-Quran, terdengar samar-samar, ketika kesadaran Karin kembali dari alam mimpi. Menoleh ke bawah, Karin melihat Adam tengah bersila dengan kitab itu di pangkuan.Sadar tengah diperhatikan, Adam menoleh dan tersenyum."Kebangun, ya?"Membalas senyumnya, Karin mengangguk kecil. "Ada yang kamu mau? Biar aku ambilin?" tanya Adam kemudian. Karin menggeleng dan hanya termangu memperhatikan suaminya. Sadar dirinya diperhatikan dengan lekat, Adam langsung menarik pergelangan tangan Karin pelan hingga keduanya duduk berhadapan di atas sajadah yang digelar. "Masa nifas kamu udah selesai, kan?" Karin yang langsung paham dengan maksud Adam pun tersenyum dan mengangguk pelan. "Udah dari dua minggu lalu, Mas!" ucapnya."Umm ... bolehkah?" Adam terlihat ragu melanjutkan. Lelaki itu mengusap tengkuk salah tingkah. Karin yang melihatnya pun lantas terkekeh. "Itu sudah kewajibanku, Mas. Memangnya boleh menolak apa yang sudah menjadi hakmu?!"Kini Adam

  • TUKAR RANJANG   Bab. 54

    Monika berdiri di depan pintu apartemen Pondok Indah Residenses bernomor 210 yang terletak tak jauh dari kompleks perumahan Adam di Menteng. Meskipun sempat ragu, akhirnya dia mengulurkan tangan dan menekan bel. Tak lama sosok Adam muncul dari baliknya. Lelaki itu sempat kaget saat melihat siapa yang tengah berdiri di hadapannya saat ini. "Monika! Ngapain lu di sini?" cetusnya. "Pevita udah pulang?" Pertanyaan Adam itu kembali dijawab oleh pertanyaan lagi."Bentar lagi kayaknya. Ada apa, Mon?""Kenapa hape lo nggak aktif, Dam? Udah berapa hari nggak pulang. Istri lo mau ngelahirin, Dodol!"Sontak mata Adam melebar. Lelaki berdarah Timur Tengah itu langsung menyisir kasar rambutnya ke belakang dan merutuk sendiri. "Astagfirullah. Gue lupa charger hape, Mon. Gue panik banget waktu Monika bilang mantan suaminya dateng buat bawa Gerald. Udah dua hari ini Pevita ngurusin kasus ini. Dia minta tolong gue karena Gerald nggak mau dititip sama yang lain. Baby sitter yang biasa rawat dia lag

  • TUKAR RANJANG   Bab. 53

    "Gimana?" Panggilan ibunya lantas menarik Karin dari lamunan. Masih berdiri di tempat yang sama ia memikirkan segala kemungkinan yang ada kenapa sang suami masih belum juga tiba. Malam semakin larut, dan perasaannya juga kian terasa kalut. Semenjak usia kandungannya menginjak sembilan bulan, ia merasa instingnya lebih kuat dan peka. Perasaannya juga menjadi lebih sensitif daripada sebelumnya, padahal Karin tahu betul suaminya itu setia. Namun, entah kenapa hari ini ada yang berbeda. "Katanya syuting udah selesai dari dua hari lalu, Bu. Jadi, Mas Danu juga nggak tahu Mas Adam ada di mana sekarang." Suara Karin terdengar bergetar. Perempuan berusia dua puluh enam tahun itu tak lagi terlihat tenang. Beberapa kali dia mengelus perut buncitnya yang kembali terasa mulas. "Mungkin Adam pulang ke rumah orangtuanya kali, Rin. Coba ibu telepon Bu Nisa."Karin langsung menggeleng. "Nggak, Bu. Kalau Mas Adam pulang ke rumah mama sama papa dia pasti hubungin Karin, atau--arrghhh." Tubuh Kar

  • TUKAR RANJANG   Bab. 52

    Empat bulan kemudian .... "Kamu beneran nggak apa-apa nih aku tinggal?" Untuk ketiga kalinya Adam bertanya pada Karin yang tengah sibuk mengunyah satu buah apel di depan pelataran rumah mereka. "Iya nggak apa-apa, Mas. Lagian ada Ibu, Bi Narti sama Mbok Nah. Lagian Mas ke Bandung mau kerja, kan bukan main-main." Melihat itu Adam lantas menghela napas panjang sebelum mengecup kening Karin dan benar-benar pamit. Di hadapan mereka tampak sudah terparkir sebuah mobil Fortuner hitam yang Mang Midun siapkan sejak tadi. "Baiklah kalau gitu. Pokoknya jangan sungkan telepon kalau ada apa-apa. "Iya, Mas." Karin mengangguk patuh, lalu meraih tangan Adam dan mencium punggung tangannya takzim. "Hati-hati. Jangan ngebut!""Siap." Adam melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi. Sementara itu Mang Midun terlihat sudah bersiap membuka pagar di depan. "Makasih, Mang!" ucapnya pada Mang Midun sebelum mobil beranjak meninggal pelataran dan kompleks perumahan elite

  • TUKAR RANJANG   Bab. 51

    "Innalilahi wa innalilahi rojiun."Tanpa sadar ponsel Karin terlepas dari genggaman tangannya. Bagai palu godam yang baru saja menghantam, untuk seperkian detik napasnya terasa sesak, dengan dentaman jantung yang bertalu-talu ngilu. Satu jam mereka saling memaafkan. Baru satu jam setelah perempuan itu memeluknya erat bahkan hendak bersujud di kaki untuk meminta pengampunan. Belum ada dua puluh empat jam sejak ia meminta Tiara memanggil mama. Maut, memang demikian itulah adanya. Ia kerap datang di waktu-waktu tak terduga tanpa manusia sangka-sangka. Secara seketika menampar bahwa hidup memanglah sementara. Nana masih muda, usianya belum sampai dua puluh tiga. Psikolog belum memastikan kesembuhannya, tapi yang Karin lihat satu jam lalu dia sudah cukup normal meskipun keadaannya mengkhawatirkan. Perempuan itu bahkan kehilangan delapan kilogram bobot tubuhnya di tengah kandungan yang sudah mencapai tujuh bulan. Mata yang biasa menyorot bening dengan riasan sederhana, kini tampak cekun

  • TUKAR RANJANG   Bab. 50

    Pesta ulang tahun Nana menjadi penyambung silaturrahmi antar keluar yang hampir puluhan tahun tak bersua. Kakek dan Nenek Tiara dari dua belah keluarga Karin, Nana, Adam, serta Baim turut serta tiba memeriahkan acara. Dituntun Baim turun dari mobilnya, Nana terlihat begitu bahagia menginjakkan kaki di rumah Karin dan Adam. Mereka menyalami satu per satu anggota keluarga sebelum duduk di bangku paling depan menyaksikan bagaimana bocah lucu itu tertawa riang menyaksikan teman-teman serta semua keluarga berkumpul di satu tempat yang sama. "Aku nggak pernah liat suasana sehangat dan seramai ini bahkan saat lebaran tiba," ujar Nana masih dengan pandangan yang mengitari sekeliling ruang. "Udah puluhan tahun, Mas. Puluhan tahun sejak Tukar Ranjang pertama kali dilakukan orang tuaku dan Mbak Nana. Ini pertama kalinya kita berkumpul sebagai satu keluarga utuh tanpa ada konflik yang mengiringinya."Baim hanya bisa tersenyum sembari meremas-remas jemari istrinya. Entah kapan sejak terakhir ka

  • TUKAR RANJANG   Bab. 49

    Berbagai kecamuk pikiran menggelayut di benak Karin. Potongan-potongan ingatan masa lampau datang menyerbu secara bersamaan, ketika dia kembali dihadapkan dengan seseorang yang menjadi bayang hitam masa lalunya yang kelam.Hampir semua yang pernah dia punya direbut paksa, hingga meninggalkan luka menganga yang sulit sembuhnya.Ketakutan itu masih terus ada, meski berkian kali Karin coba menyingkirkannya. Bahkan saat pertama kali menginjakkan kaki di bangsal rumah sakit jiwa ini.Namun, saat melihat sosok yang begitu mengenaskan dengan perut buncit itu berlari dalam peluknya, semua ketakutannya perlahan sirna."Ada apa, Na?" Pada akhirnya Karin hanya bisa mengelus punggung kurus Nana yang bergetar hebat dengan sangat lembut. "Maaf, Mbak. Maaf, maaf." Kalimat itu Nana ucapkan berkali kali dengan isak tangis pilu. "Hei, udah lama Mbak maafin kamu tanpa diminta, Na!" Karin mengurai pelukan, dia dapati perempuan itu hendak berlutut, tapi segera Karin raih kedua sisi pundak ringkihnya dan

  • TUKAR RANJANG   Bab. 48

    "Hei, hei! Tenang, Sayang. Walaupun mereka orangtua kandungnya tapi kita yang merawatnya sejak bayi merah. Lagi pula Baim tak mempunyai nasab dengan Tiara karena hubungan terlarang itu. Aku janji sama kamu, saat Tiara dewasa nanti kita yang akan menjadi saksi sekaligus wali dalam pernikahannya. Dia anak kita, tak ada yang bisa menyangkal itu." Adam tarik pelan Karin dalam pelukan, lalu mendekap erat tubuhnya yang lebih berisi semenjak hamil. "Maaf, ya, Mas. Entah kenapa semenjak hamil perasaanku jadi sensitif banget. Nonton film yang nggak ada sedihnya juga malah pengen nangis. Aneh banget."Adam tersenyum kecil, lalu mengusap kepala Karin yang terlindung khimar. "Nggak apa-apa. Asal jangan pas aku lagi pengen nengokin anak kita aja kamu tiba-tiba nangis. Itu baru aneh.""Mas!" Mata Karin langsung membulat, dia beranjak dari dekapan Adam dengan bibir mengerucut. "Haha ...."***Di sebuah kamar dalam rumah sakit rehabilitasi itu Baim tampak tengah menyisir rambut Nana yang kini tak

DMCA.com Protection Status