Xuan Li mengamati ke sekeliling, matanya tajam, namun tubuhnya tidak bergerak. Di hadapannya, para tetua suku berbicara dalam bahasa mereka, suara mereka rendah, serak, namun penuh makna. Beberapa kali mereka menoleh padanya, mengangguk-angguk, seolah menilai seekor ternak langka sebelum dijagal.Saat wanita tua dengan rambut seperti kabut mengangkat tangannya, angin berhenti. Daun-daun berhenti berdesir.Ketua suku berdiri dari tempat duduknya. Pria tua itu memiliki tubuh yang kekar meski sudah termakan usia. Di wajahnya terukir simbol-simbol kepercayaan yang tampak seperti luka bakar. Ia menatap Xuan Li dan tersenyum. Bukan senyum ramah, tapi puas, seperti harimau yang melihat rusa pincang datang sendiri ke mulut gua."Ka'ila... ka'rua," katanya dalam bahasa mereka, lalu menunjuk ke arah bukit batu di kejauhan.Beberapa anggota suku menunduk hormat. Mereka tahu artinya."Persembahan untuk Dewi," gumam Xuan Li dalam hati. "Bukan ditahan, tetapi dikurbankan."Langkah kakinya tidak g
Pusaran gelap seakan menelan langit dan bumi. Tubuh Xuan Li terlempar dari ketiadaan dan jatuh keras ke lantai batu yang membeku.Brak!Lantai di bawahnya bergetar. Napasnya membeku, tubuhnya bergetar meski kekuatan dalam tubuhnya seharusnya mampu menahan suhu ekstrem.Ia bangkit perlahan. Matanya menyapu sekeliling, sebuah ruangan kuno dari batu, dikelilingi akar-akar hitam keperakan yang menyembul dari dinding dan lantai. Di tengah ruangan tumbuh pohon aneh, tidak tinggi, tapi batang dan daunnya seperti menghisap semua cahaya.Satu akar pohon itu menancap dalam tubuhnya.Xuan Li mengerutkan dahi. Akar itu, ia menyadari keberadaannya sejak memasuki lembah terkutuk tadi, namun tak bisa melepaskannya.Tiba-tiba… ada cahaya lembut menyala dari sisi ruangan. Sebuah balok es raksasa di sudut mulai retak.Krrak!Dari dalam es, perlahan muncul sosok wanita.Jantung Xuan Li berdetak lebih cepat. Wanita itu telanjang bulat. Tapi auranya, bukan milik wanita biasa.Rambut panjang sepinggang, wa
Dewi itu menatap Xuan Li dalam diam. Matanya, dalam dan redup, seperti menyelami sesuatu jauh di dasar jiwanya. Ia tidak bicara. Hanya berdiri, dikelilingi kabut spiritual yang menari pelan di sekeliling tubuhnya.Jubah tipis yang tadi terbentuk dari kabut kini berubah perlahan. Jalur energi bergerak, menjalin pakaian baru yang anggun, namun sarat kekuatan. Bukan busana biasa. Itu adalah simbol kekuasaan. Simbol zaman yang telah lama tenggelam dalam sejarah.Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia berbicara.“Aku mengerti sekarang...” bisiknya, nyaris tak terdengar, tapi langsung masuk ke kesadaran Xuan Li. “Langit tak hanya memilih tubuhmu... tapi juga jiwamu.”Tatapannya kembali jatuh pada pria muda di hadapannya, dan dalam mata sang Dewi, kini tampak pengakuan. Ia bisa merasakan dua kehadiran kuat di dalam tubuh Xuan Li, sisa-sisa jiwa dari Wu Hei dan Wu Rong. Dua entitas kuno yang dahulu disebut sebagai penjaga tubuh giok surgawi.“Aku... seharusnya sudah mati.” Suaranya merend
Xuan Li berdiri dalam diam. Ucapan Dewi Kultus Suci masih terngiang di telinganya, dingin, tegas, tak terbantahkan.“Dunia ini akan terbagi... bukan antara baik dan jahat, tapi antara mereka yang kuat... dan yang tak layak bertahan.”Ia mengepalkan tangan. Otot-ototnya menegang. Pandangan matanya menembus kabut yang perlahan menipis di lembah.“Jika dunia akan hancur... setidaknya aku akan berdiri di tengahnya, bukan sebagai korban.”Tapi ia tahu, berdiri sendirian tak cukup. Ia membutuhkan sekutu, orang-orang yang bisa dipercayainya, yang tidak tunduk pada tatanan lama yang rapuh.Lin Gong. Jian Cheng.Dua nama itu muncul di benaknya. Dua orang yang selama ini bertahan hidup bukan karena kekuatan, tapi karena keyakinan.Xuan Li melangkah. Dalam sekejap, tubuhnya melesat keluar dari lembah. Udara memecah di sekelilingnya. Langit bergolak saat ia menembus awan dengan kecepatan yang bukan milik manusia biasa.Tubuhnya berubah. Ia bisa merasakannya setiap kali kaki menyentuh angin. Jarak
Xuan Li duduk bersila di depan api kecil. Lin Gong dan Jian Cheng duduk dalam keheningan, menunggu kata pertama darinya.Xuan Li membuka mata. Sorotnya tajam, tenang, penuh keputusan.“Kita tidak bisa bergerak tanpa arah. Dunia sedang berubah. Jika ingin bertahan dan mengubah arah angin, kita harus memulainya dari sekarang,” ucapnya.Lin Gong menoleh, alisnya terangkat. “Apa yang kau pikirkan?”“Kita membentuk organisasi. Tapi bukan sekadar sekte yang mengejar keabadian. Ini akan jadi tempat bagi mereka yang tertindas, ditinggalkan sistem lama, dan diburu oleh dunia,” jawab Xuan Li.Jian Cheng mengangguk pelan. “Itu butuh sumber daya besar. Uang. Orang. Tempat.”“Kita mulai dari yang paling dasar. Markas,” ujar Xuan Li, mengarahkan pandangan ke lereng gunung di bawah kaki mereka. “Tempat ini terpencil, tersembunyi, dan sulit diakses. Tidak menarik perhatian. Kita bangun pusat kita di sini.”Lin Gong mengusap dagunya. “Gunung ini terjal dan sulit dijangkau. Tapi justru itu kelebihannya
Xuan Li kini dikenal sebagai Tabib Awan Surga. Nama itu muncul dari tempat ia membuka praktiknya di Kota Awan Surga. Sebuah nama yang sederhana, tapi pelan-pelan menjadi bisik-bisik para pedagang, penjaga kota, bahkan para pengelana.“Tabib itu… bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disentuh para tetua sekte,” bisik seorang pria tua di pasar.“Dan biayanya cuma beberapa koin,” sahut yang lain. “Tidak seperti sekte yang selalu menuntut imbalan tidak masuk akal.”Xuan Li tidak menjawab sanjungan itu. Ia hanya terus bekerja, meracik pil, menyusun ramuan, dan menyembuhkan luka-luka yang tak terlihat mata. Ia tahu, semua ini hanya langkah awal.Dua bulan berlalu.Jumlah orang yang datang ke gunung bertambah. Ada yang mantan prajurit yang cacat, ada pula pemuda desa yang terusir karena tak punya bakat spiritual. Beberapa hanya ibu-ibu dan anak-anak yang tak punya tempat.Xuan Li memandang mereka dari lereng gunung. Ratusan jiwa, lemah di mata dunia, tapi bukan berarti tak berguna.“Ini
Langit malam menutupi dunia dalam kelam yang tak bersuara. Di tengah dinginnya angin pegunungan, satu sosok bergerak di atas awan. Jubah hitam menutupi tubuhnya dari kepala hingga kaki, hanya menyisakan kilatan dingin dari sepasang mata tajam yang mengamati setiap lekuk tanah dari kejauhan.Xuan Li tidak butuh kawalan. Dengan kekuatannya kini, jarak antara Paviliun Gunung Sunyi dan Lembah Arwah hanyalah persoalan waktu, bukan hambatan. Angin tidak bisa menyentuhnya, dan cahaya bulan pun enggan memantul dari sosoknya.“Dua tetua Alam Bayangan... kalian memilih tempat yang salah,” gumamnya pelan, nyaris tanpa suara.Ia tiba di tepian lembah saat tengah malam. Kabut menggantung rendah. Tanah bergetar tipis, karena kehidupan perlahan dicabut dari tubuh-tubuh yang tak berdaya.Di tengah lembah, dua pria berjubah kelam duduk bersila. Tubuh mereka dikelilingi kabut kehitaman, menggulung dan melilit enam kultivator yang tengah berteriak dalam sisa-sisa kesadaran mereka. Energi kehidupan dita
Langkah Xuan Li terhenti seketika saat sebuah jarum spiritual melesat ke arahnya. Dengan refleks tajam, ia menjepit jarum itu di antara dua jarinya. Sebelum sempat menoleh, sosok yang melempar jarum sudah berdiri di hadapannya."Bocah nakal! Sudah lama aku mencarimu," suara parau itu terdengar akrab.Mata Xuan Li membelalak. "Guru!" serunya, lalu segera menjatuhkan diri memberi hormat.Tabib Hantu Wu mengangguk-angguk, matanya menelusuri tubuh muridnya dengan seksama. Ia tidak menyangka bahwa Xuan Li telah berkembang begitu pesat dalam kultivasi."Aku khawatir kau akan tersesat di jalan ini," gumamnya. "Tapi ternyata kau telah melampaui harapanku."Xuan Li menunduk, menahan emosi yang membuncah. "Banyak yang ingin kuceritakan, Guru. Tapi bukan di tempat ini."Tabib Hantu Wu mengangguk setuju. Mereka melesat meninggalkan Lembah Arwah, menuju Paviliun Gunung Sunyi.Perjalanan mereka berlangsung dalam diam. Tabib Hantu Wu terkesima melihat kecepatan dan ketenangan Xuan Li. "Kau benar-b
Langit Kota Awan Surga belum sepenuhnya terang saat Xuan Li melangkah masuk ke balai pengobatan miliknya. Pintu kayu dibiarkan terbuka, dan aroma ramuan herbal yang tersimpan di dalam toples-toples kaca menyeruak keluar menyambutnya. Di depan ruangan utama, puluhan orang sudah duduk bersila, sebagian tergeletak, sebagian menggigil, dan sebagian lagi hanya memejamkan mata menahan sakit.Beberapa dari mereka telah menunggu selama berhari-hari. Beberapa hampir tidak bisa duduk tegak lagi. Begitu Xuan Li muncul, wajah mereka seolah kembali bersinar, seakan harapan yang mulai pudar kini menyala kembali.Tanpa membuang waktu, Xuan Li berjalan menyusuri barisan. Tatapannya tajam menilai kondisi setiap pasien. Ia menunjuk beberapa orang yang kondisinya tidak terlalu parah. "Kalian tunggu. Yang lainnya, baringkan mereka di dalam. Aku akan mulai dari yang kritis."Tak ada yang berani membantah. Para pembantu balai segera bergerak. Dalam waktu singkat, suara erangan, batuk, dan desah rasa sak
Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti Paviliun Gunung Sunyi saat Xuan Li berdiri di pelataran utama. Di hadapannya, para penghuni paviliun telah berkumpul. Wajah-wajah serius menatap ke arahnya, menunggu perintah."Mulai hari ini," suara Xuan Li tenang namun membawa tekanan, "Tabib Hantu Wu adalah guru besar kita. Keberadaannya di tempat ini adalah rahasia mutlak. Siapa pun yang membocorkan, baik sengaja maupun tidak, akan aku anggap sebagai pengkhianat."Tak ada suara yang membalas. Xuan Li melanjutkan:"Kegiatan di Paviliun Gunung Sunyi adalah urusan dalam. Segala transaksi, latihan, atau pertemuan yang terjadi di sini tidak boleh diketahui dunia luar."Satu per satu, para penghuni berlutut. Tangan mereka mengepal di dada, sikap bersumpah."Kami bersumpah demi hidup dan kehormatan kami," ujar mereka serempak.Sumpah itu bukan sekadar karena takut atau patuh. Mereka tahu Xuan Li bukan tokoh biasa. Bukan pula sekadar pemilik tubuh giok atau tabib jenius. Dunia luar adalah tempat ya
Tabib Hantu Wu menatap tajam ke arah Xuan Li, matanya menyipit seolah mencoba menembus lapisan terdalam jiwa muridnya. Ia menghela napas panjang. "Ada sesuatu yang tidak biasa dalam tubuhmu," gumamnya pelan. "Aku bisa merasakannya sejak tadi."Xuan Li tidak segera menjawab."Aura itu... ini bukan sekadar Tubuh Giok. Kau membawa jejak kekuatan yang lebih kuno," lanjut Tabib Hantu Wu. "Kekuatan yang bahkan melampaui pemahaman manusia biasa. Seolah-olah... aura dewa kuno melekat padamu."Xuan Li menoleh perlahan. “Guru, apa kau tahu... dari mana asal sebenarnya Tubuh Giok itu?”Tabib Hantu Wu terdiam sesaat. Ia mengusap janggutnya, mengingat kembali lembaran-lembaran pengetahuan lama yang pernah ia baca. “Dulu, saat aku masih muda, aku pernah mendengar satu kisah,” katanya lirih. “Satu legenda yang tak pernah diceritakan dalam kitab manapun.”Ia melanjutkan dengan suara rendah. “Tubuh Giok bukanlah anugerah. Itu adalah kutukan yang lahir dari tubuh iblis agung yang jatuh ribuan tahun
Langkah Xuan Li terhenti seketika saat sebuah jarum spiritual melesat ke arahnya. Dengan refleks tajam, ia menjepit jarum itu di antara dua jarinya. Sebelum sempat menoleh, sosok yang melempar jarum sudah berdiri di hadapannya."Bocah nakal! Sudah lama aku mencarimu," suara parau itu terdengar akrab.Mata Xuan Li membelalak. "Guru!" serunya, lalu segera menjatuhkan diri memberi hormat.Tabib Hantu Wu mengangguk-angguk, matanya menelusuri tubuh muridnya dengan seksama. Ia tidak menyangka bahwa Xuan Li telah berkembang begitu pesat dalam kultivasi."Aku khawatir kau akan tersesat di jalan ini," gumamnya. "Tapi ternyata kau telah melampaui harapanku."Xuan Li menunduk, menahan emosi yang membuncah. "Banyak yang ingin kuceritakan, Guru. Tapi bukan di tempat ini."Tabib Hantu Wu mengangguk setuju. Mereka melesat meninggalkan Lembah Arwah, menuju Paviliun Gunung Sunyi.Perjalanan mereka berlangsung dalam diam. Tabib Hantu Wu terkesima melihat kecepatan dan ketenangan Xuan Li. "Kau benar-b
Langit malam menutupi dunia dalam kelam yang tak bersuara. Di tengah dinginnya angin pegunungan, satu sosok bergerak di atas awan. Jubah hitam menutupi tubuhnya dari kepala hingga kaki, hanya menyisakan kilatan dingin dari sepasang mata tajam yang mengamati setiap lekuk tanah dari kejauhan.Xuan Li tidak butuh kawalan. Dengan kekuatannya kini, jarak antara Paviliun Gunung Sunyi dan Lembah Arwah hanyalah persoalan waktu, bukan hambatan. Angin tidak bisa menyentuhnya, dan cahaya bulan pun enggan memantul dari sosoknya.“Dua tetua Alam Bayangan... kalian memilih tempat yang salah,” gumamnya pelan, nyaris tanpa suara.Ia tiba di tepian lembah saat tengah malam. Kabut menggantung rendah. Tanah bergetar tipis, karena kehidupan perlahan dicabut dari tubuh-tubuh yang tak berdaya.Di tengah lembah, dua pria berjubah kelam duduk bersila. Tubuh mereka dikelilingi kabut kehitaman, menggulung dan melilit enam kultivator yang tengah berteriak dalam sisa-sisa kesadaran mereka. Energi kehidupan dita
Xuan Li kini dikenal sebagai Tabib Awan Surga. Nama itu muncul dari tempat ia membuka praktiknya di Kota Awan Surga. Sebuah nama yang sederhana, tapi pelan-pelan menjadi bisik-bisik para pedagang, penjaga kota, bahkan para pengelana.“Tabib itu… bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disentuh para tetua sekte,” bisik seorang pria tua di pasar.“Dan biayanya cuma beberapa koin,” sahut yang lain. “Tidak seperti sekte yang selalu menuntut imbalan tidak masuk akal.”Xuan Li tidak menjawab sanjungan itu. Ia hanya terus bekerja, meracik pil, menyusun ramuan, dan menyembuhkan luka-luka yang tak terlihat mata. Ia tahu, semua ini hanya langkah awal.Dua bulan berlalu.Jumlah orang yang datang ke gunung bertambah. Ada yang mantan prajurit yang cacat, ada pula pemuda desa yang terusir karena tak punya bakat spiritual. Beberapa hanya ibu-ibu dan anak-anak yang tak punya tempat.Xuan Li memandang mereka dari lereng gunung. Ratusan jiwa, lemah di mata dunia, tapi bukan berarti tak berguna.“Ini
Xuan Li duduk bersila di depan api kecil. Lin Gong dan Jian Cheng duduk dalam keheningan, menunggu kata pertama darinya.Xuan Li membuka mata. Sorotnya tajam, tenang, penuh keputusan.“Kita tidak bisa bergerak tanpa arah. Dunia sedang berubah. Jika ingin bertahan dan mengubah arah angin, kita harus memulainya dari sekarang,” ucapnya.Lin Gong menoleh, alisnya terangkat. “Apa yang kau pikirkan?”“Kita membentuk organisasi. Tapi bukan sekadar sekte yang mengejar keabadian. Ini akan jadi tempat bagi mereka yang tertindas, ditinggalkan sistem lama, dan diburu oleh dunia,” jawab Xuan Li.Jian Cheng mengangguk pelan. “Itu butuh sumber daya besar. Uang. Orang. Tempat.”“Kita mulai dari yang paling dasar. Markas,” ujar Xuan Li, mengarahkan pandangan ke lereng gunung di bawah kaki mereka. “Tempat ini terpencil, tersembunyi, dan sulit diakses. Tidak menarik perhatian. Kita bangun pusat kita di sini.”Lin Gong mengusap dagunya. “Gunung ini terjal dan sulit dijangkau. Tapi justru itu kelebihannya
Xuan Li berdiri dalam diam. Ucapan Dewi Kultus Suci masih terngiang di telinganya, dingin, tegas, tak terbantahkan.“Dunia ini akan terbagi... bukan antara baik dan jahat, tapi antara mereka yang kuat... dan yang tak layak bertahan.”Ia mengepalkan tangan. Otot-ototnya menegang. Pandangan matanya menembus kabut yang perlahan menipis di lembah.“Jika dunia akan hancur... setidaknya aku akan berdiri di tengahnya, bukan sebagai korban.”Tapi ia tahu, berdiri sendirian tak cukup. Ia membutuhkan sekutu, orang-orang yang bisa dipercayainya, yang tidak tunduk pada tatanan lama yang rapuh.Lin Gong. Jian Cheng.Dua nama itu muncul di benaknya. Dua orang yang selama ini bertahan hidup bukan karena kekuatan, tapi karena keyakinan.Xuan Li melangkah. Dalam sekejap, tubuhnya melesat keluar dari lembah. Udara memecah di sekelilingnya. Langit bergolak saat ia menembus awan dengan kecepatan yang bukan milik manusia biasa.Tubuhnya berubah. Ia bisa merasakannya setiap kali kaki menyentuh angin. Jarak
Dewi itu menatap Xuan Li dalam diam. Matanya, dalam dan redup, seperti menyelami sesuatu jauh di dasar jiwanya. Ia tidak bicara. Hanya berdiri, dikelilingi kabut spiritual yang menari pelan di sekeliling tubuhnya.Jubah tipis yang tadi terbentuk dari kabut kini berubah perlahan. Jalur energi bergerak, menjalin pakaian baru yang anggun, namun sarat kekuatan. Bukan busana biasa. Itu adalah simbol kekuasaan. Simbol zaman yang telah lama tenggelam dalam sejarah.Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia berbicara.“Aku mengerti sekarang...” bisiknya, nyaris tak terdengar, tapi langsung masuk ke kesadaran Xuan Li. “Langit tak hanya memilih tubuhmu... tapi juga jiwamu.”Tatapannya kembali jatuh pada pria muda di hadapannya, dan dalam mata sang Dewi, kini tampak pengakuan. Ia bisa merasakan dua kehadiran kuat di dalam tubuh Xuan Li, sisa-sisa jiwa dari Wu Hei dan Wu Rong. Dua entitas kuno yang dahulu disebut sebagai penjaga tubuh giok surgawi.“Aku... seharusnya sudah mati.” Suaranya merend