“Jadi, bagaimana dengan syarat kedua? Apa kau akan memenuhinya?” uji Bai Wuxin. Sekilas Ju Ji Man menyipitkan kelopak matanya, namun tetap menyorot kedua manik mata Bai Wuxin. Ada banyak kejanggalan dalam hatinya yang perlu diungkapkan. “Ini yang membuatku penasaran. Jika dari awal kau ingin membentuk aliansi dengan kami, mengapa kau perlu menukarkannya dengan nyawa Jendral Cui? Apa untungnya bagimu setelah membunuhnya?” Ju Ji Man mengungkapkan kejanggalan dalam hatinya. “Hekh.” Seringaian terpapar di ujung bibir Bai Wuxin. “Aku tidak yakin, kau benar-benar tidak tahu atau hanya berpura-pura tidak tahu. Jendral Qiao … saat aku menyebutkan satu nama ini, apa yang kau pikirkan? Tidak, kau tidak perlu repot menjawabnya. Kukatakan terus terang, perihal menyangkut nama Jendral Qiao dan Jendral Cui bukan lagi tentang keuntungan, tapi tentang keadilan. Jendral Cui membunuh ayah kekasihku, lalu yang aku akan membantu kekasihku membunuhnya. Seharusnya, jawaban ini menjawab keraguanmu,” t
“Hanya bocah ingusan saja, berani sekali dia membuat keputusan. Bahkan beraliansi dengan Negara musuh! Lancang sekali. Dia pasti sudah tidak menganggap para tetua ada,” marahnya. Di sebuah ruangan, para tetua dan orang-orang yang menentangnya terbentuknya aliansi tengah berkumpul mendiskusikan perihal tersebut. Mereka sangat geram karena tidak setuju kala mendengar kabar bahwa Ju Ji Man telah menandatangani aliansi dengan Bai Wuxin. Para tetua dan beberapa orang yang menentang hal tersebut tidak setuju karena dendam mereka terhadap Negara Qing telah mendarah daging. “Benar. Kita tidak bisa membiarkan hal ini dengan mudah. Sudah jelas Kaisar Negara Qing yang mengkhianati kita dan menyandera Kaisar. Tapi bisa-bisanya bocah itu malah membentuk aliansi dengan musuh tanpa meminta pendapat dari kita para tetua. Dia pasti menganggap semua ini lelucon!” imbuh yang lain. “Bukan hanya itu saja. Dia bahkan berani mengorbankan Jendral Cui demi menempati posisinya saat ini. Dia adalah pengkhiana
"Apa?! Apa saja yang kalian lakukan, hah?! Bisa-bisanya ... ."CRING!!!CRING!!!JLEBBB!!!SRETTT!!!CRING!!!Terdengar suara gemuruh peperangan di luar istana. Tak perlu waktu lama, sepertinya pasukan Ju Ji Man dan Bai Wuxin telah berhasil membobol gerbang Ibu Kota dan telah bergerak memporak-porandakan istana. Sedangkan di dalam istana, Bai Ruyu masih dalam kondisi yang lemah, bahkan ia kini tak dapat bangkit dari tempat tidurnya."Bai Ruyu, keluarlah!!!" ucap Bai Wuxin dari luar istana dengan suara lantang."Bai Wuxin ... lagi-lagi dia!" geram Bai Ruyu seraya mengepalkan telapak tangannya. "Ming Tian, apa kau sudah mengerjakan satu hal yang telah kuperintahkan?" tanyanya kepada Ming Tian."Saya akan segera melancarkannya!" Ming Tian gegas beranjak demi melangsungkan rencana yang telah dititahkan oleh Bai Ruyu.Tatkala Ming Tian telah sampai di lantai 2 istana kerajaan, dia berteriak lantang dari atas sana, "Pangeran Kedua, segera mundurkan pasukan Anda atau aku akan membunuh mereka
"TIDAAAAKKK!!!" teriak Bai Wuxin dengan lantang kala menyaksikan wanita yang dicintainya terluka. Tanpa banyak berpikir, Bai Wuxin bergegas berlari tergopoh-gopoh menuju istana demi menghampiri Qiao Zhi Jing.Setelah Ming Tian berhasil menargetkan Qiao Zhi Jing, Hua Rong yang berdiri di dekatnya takkan tinggal diam. Hua Rong turut memungut satu pedang yang tersisa dari lantai, lalu menebas leher Ming Tian. Tak puas hanya dengan satu kali tebasan, Hua Rong yang dikuasai dendam dan kemurkaan, ia menusuk-nusuk tubuh Ming Tian, lalu memutilasinya hingga tubuh Ming Tian terpisah menjadi beberapa bagian."Aaaarrrggghhh!!! kenapa kau membunuhnya? kenapa? kenapa? kenapa!!! aku harus membunuhmu! matilah! matilah!!!" Hua Rong telah kehilangan kendali atas dirinya."H-Hua Rong ... jangan. Be ... berhentilah," lirih Qiao Zhi Jing. Dia berusaha menghentikan Hua Rong. Pandangannya berkunang-kunang, tubuh Qiao Zhi Jing melemah dan meluruh. Setelah itu ...HAP!"Qiao Zhi Jing, bertahanlah ... ." Hua
"Siswa? Siswa?" Seorang petugas perpustakaan berusaha menggugah Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Hah?!!" Sepontan Qiao Zhi Jing terhenyak tatkala bangun dari lelapnya. Qiao Zhi Jing mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan netra terbelalak saking antusiasnya. "Apa yang terjadi? Di mana aku?" Qiao Zhi Jing bergumam dengan wajah ling lung."Siswa, apa kau baik-baik saja?" tanya sang petugas perpistakaan."Eh? Ah?" Tanggapan Qiao Zhi Jing gelagapan, tersadar kala mendapati di hadapannya berdiri seorang petugas perpustakaan yang sejak tadi berusaha keras membangunkan Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Maaf, sudah larut malam. Sudah waktunya kami tutup," kata sang petugas perpustakaan."Tutup? apa maksudnya?" Qiao Zhi Jing bertanya-tanya keheranan. Entah mengapa, Qiao Zhi Jing merasa amat kesulitan memahami dirinya sendiri, layaknya baru terbangun dari tidur yang cukup panjang. Entah apa yang telah terjadi kepadanya, yang jelas isi pikirannya sangat berantakan saat ini."Sudah larut malam. Pe
"Hahaha. Bai Wuxin, kau masih saja menyalahkanku atas segalanya. Sampai saat ini, ternyata kau masih saja belum mengerti. Semua ini terjadi karenamu!" tunjuk Bai Ruyu dengan wajah murka ke arah Bai Wuxin."Bai Ruyu, aku rasa kau yang tidak pernah mengerti. Sampai kapan kau akan bersikap egois hingga menghalalkan segala cara hanya untuk menyaingiku? Menyerahlah. Semua ini sudah berakhir. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku," cetus Bai Wuxin.SREEKK!CRING!Dengan sigap, Bai Ruyu bangkit dari singgasanya seraya menyerang Bai Wuxin dengan pedangnya. Sedangkan Bai Wuxin yang lebih cekatan langsung menangkis serangan dari Bai Ruyu. Pedang mereka saling beradu dengan gesitnya, bersamaan dengan sorot mata tajam bak ujung bilah pedang yang siap terhunuskan. Namun, di tengah pertarungan, penyakit Bai Ruyu tiba-tiba kambuh. Pada detik itu, Bai Wuxin tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkan lawan dengan sekali serang. Pada akhirnya, Bai Wuxinlah yang berhasil memena
"Hei, Bai Wuxin sialan! Keluarkan aku dari sini! Hei!!!" umpat Bai Ruyu seraya memberontak dengan cara menghantam-hantamkan tinjunya ke sel penjara. Alhasil, Bai Wuxin menyisakan nyawa Bai Ruyu dan memutuskan untuk mengurungnya di penjara. "Berisik sekali!!! Yo, lihatlah siapa ini? Bukankah ini Pangeran Pertama, Bai Ruyu? Apa kau masih mengingat siapa aku?" salah seorang narapidana berperawakan kekar, perlahan berjalan menghampiri Bai Ruyu seraya melemparkan senyum tersungging penuh makna tersirat.Reflek Bai Ruyu menoleh ke arah sumber suara. Sepontan, tubuhnya menegang kala menatap sang narapidana berotot yang berjalan menghampirinya."S-siapa kau?" tanya Bai Ruyu dengan nada bicara gagap. Kini, Bai Ruyu tak dapat menyembunyikan rasa takutnya lagi."Ternyata kau sungguh telah melupakanku. Auhh ... Jujur saja, aku merasa sakit hati. Kalau begitu, apa kau mengingat siapa Ketua Chen?" tanyanya guna menguji."Ada banyak orang bermarga Chen. Bagaimana aku tahu? Apa nama itu sepenting i
Sama seperti biasanya, Qiao Zhi Jing kembali menjalani hari-hari normal sebagai siswa yang datang ke sekolah setiap pagi. Pagi hari, sekitar pukul 06.00 pagi, dia sudah berangkat menuju sekolah. Namun, entah mengapa tanpa sadar langkahnya menuntun dirinya menuju perpustakaan Kota."Ada apa denganku? Kenapa aku malah pergi ke sini?" Ketika terbangun dari alam bawah sadarnya, Qiao Zhi Jing akhirnya tersadar bahwa dirinya saat ini tengah berada di depan perpustakaan Kota yang masih belum beroperasi. Ia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. BRUK! Namun, tiba-tiba saja seseorang menabaraknya hingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur."Ouch. Sakit sekali," pekiknya kesakitan sembari memegangi lututnya yang memar, namun tidak berdarah."Maaf, maaf sekali. Aku tidak sengaja. Biar kubantu." Sosok yang baru saja menabrak Qiao Zhi Jing tak pergi begitu saja sebelum bertanggung jawab karena tidak sengaja menabrak Qiao Zhi Jing. Dia bergegas mengulurkan tangannya guna