Aksi keluarga Bagas
Bagas mengemudi dengan cepat membelah padatnya jalanan sore ini. Sekitar 45 menit akhirnya mereka telah tiba di sebuh toko kosmetik dengan nuansa pink dan putih. Terlihat toko itu ramai pengunjung. Lekas Nana, Bagas, Linda beserta Bu Mutia turun dari mobil lalu masuk kedalam toko yang disinyalir milik Anisa."Buruan Mbak." lirih Nana pada Linda. Bak kerbau di cucuk hidungnya Linda menurut apa perkataan adik iparnya.Londa mengambil tas belanjaan yang tergantung di depan. Apalagi Bu Mutia dengan pongahnya langsung berjalan menuju tempat skincare yang mahal-mahal. Ia juga tadi sempat megambil tas belanja. Bu Mutia juga langsung mengambil skincare pilihannya, skincare yang hanya bisa ia lihat dan inginkan saat ini sudah berada didalam tas belanjanya. Senyum mereka mengukir wajah Bu Mutia yang sudah dihiasi keriput.Sedangkan Bagas juga memilih mengambil beberapa skincare untuk pria. Ia meletakkan skincare- skincare tadi diPolisi bertindak Kini Anisa tengah menunggu sang suami untuk tersadar, akibat lemparan botol parfum mengenai kepala dan mengakibatkan robekan pada kepala Satria, jadinya Satria ditangani lebih lanjut, alhasil Satria mendapatkan jahitan di kepalanya. Anisa masih enggan untuk meninggalkan sang suami, ia masih bersedih akibat kejadian ini. Entah bagaimana keadaan tokonya hari ini yang penting baginya adalah keselamatan sang suami. Ia juga tak peduli bagaiman nasib Linda. Bahkan ia juga tak menyentuh sama sekali, Linda juga terjatuh dengan sendirinya. Tok... Tok ... Tok ... Anisa menoleh dan mendapati dua orang polisi berseragam tengah berdiri diambang pintu. Segera Anis bangkit dan mempersilahkan masuk. "Dengan Ibu Anisa." Ucap salah satu polisi wanita."Benar, Bu. Saya Anisa. Kalau boleh tahu ada apa ya, Bu?" tanya Anisa, pasalnya sejak tadi ia tak menghubungi polisi tetapi mengapa tiba-tiba ada polisi datang menghampirin
Saat tengah menunggu Mbak Linda tiba-tiba ada polisi yang menghampiri kami. Mereka meminta penjelasan atas kasus yang tengah viral hari ini. Sungguh aku sangat terkejut. Mengapa menjadi viral? Tujuanku hanya ingin menjatuhkan Upik abu, tapi malah berbuntut pada polisi datangnya pihak kepolisian. "Iya Pak, kakak saya sedang mengalami tindakan saat ini." ucapku pada Polisi berseragam. "Betul pak. Gara-gara Anisa, istri saya menjadi keguguran. Dia sudah dua kali membun*h anak saya. Belum lagi Satria juga sempat menghajar say. Mereka itu keluarga bermasalah, Pak." mas Bagas begitu menggebu menceritakan keburukan upik abu. Aku rasa mereka berdua akan masuk kedalam penjara atas laporan Mas Bagas kali ini. "Kita bahas di kantor, Pak. Bapak juga bisa membuat laporan tambahan tentang kasus pembun*han ini." Dengan semangat Mas Bagas mengangguk. Aku dan juga Ibu hanya diam tanpa menimpali. Aku yakin tindakan mas bagas kali ini sangat tepat. Biar tahu ra
MUSIBAH dan BAHAGIATak terasa sudah 2 hari semenjak kejadian yang viral terjadi, Satria maupun Anisa telah memenuhi panggilan dan menjawab berbagai pertanyaan yang telah diberikan oleh pihak penyidik. Bahkan rekaman CCTV toko pun tak luput dari penyelidikan polisi. Ponsel Anisa juga menjadi barang bukti, para karyawan juga telah dimintai saksi atas kasus Anisa dan keluarga Bagas. Linda, Bagas, Bu Mutia bahkan Nana juga telah melakukan panggilan pihak polisi. Pak Karyo lebih memilih mendampingi Anisa dan Satria, ia merasa bahwa pihak Nisa dan Satria adalah yang benar. Sedangkan pihak keluarga Bagas memilih mencari pengacara lain sebab dengan tegas Pak Karyo menolak. Hari ini adalah putusan dari pihak polisi, Anisa telah bebas dari tuduhan Bagas yang mengatakan ia penyebab meninggal kedua anaknya. Bahkan tak ada bukti jika Anisa telah membunuh kedua anak Bagas. Anak pertamanya meninggal karena Linda melahirkan prematur, dan memaksakan membawa pulang, pada
Nana HamilJeritan Bu Mutia mengundang tanya bagi Bagas dan Linda. Segera Bagas dan Linda berlari menuju kamar Nana sang adik. Bu Mutia menggedor pintu kamar mandi yang mana didalamnya ada Nana. "Nana keluar kamu! Cepat keluar!" teriak Bu Mutia"Nana keluar!" Lagi dan lagi Bu Mutia menggedor pintu kamar mandi. "Bu.... Ibu kenapa sih? Ada apa, Bu?" tanya Bagas yang begitu heran dengan kemarahan sang Ibu."Bu, tenang dahulu. Ada apa ibu semarah ini?" Linda juga ikut bertanya dan mencoba menenangkan sang ibu. "Kamu lihat ini. Ini ibu temukan dibawah bantal adik kamu. Kamu jelas tahu apa ini dan apa maksud ini semuanya?" ujar Bu Mutia yang masih menangis."Astaga. Nana hamil." pekik Linda, ia cukup terkejut akan kenyataan yang menimpa adik iparnya."Nana keluar kamu!" Bu Mutia tak berhenti menangis sambil berteriak memanggil Nana. Sedangkan didalam kamar mandi tampak Nana ketakutan akan kemarahan s
Kedatangan WulanSetelah mendengar kabar ibunya sakit, Wulan lekas kembali menemui sang ibu, tentu sebagai anak ia juga memiliki rasa kasihan dan khawatir. Apalagi Bagas juga memberitahu bahwa Nana kini tengah hamil diluar nikah. Tentu hal tersebut juga membuatnya emosi dan kemarahan dari Wulan. Jujur ia tak pernah memperhatikan adiknya itu, tapi jika sudah melewati batas tentu tak bisa lagi ia menahan semuanya. Wulan datang sendiri tanpa ditemani suami dan anaknya. Anaknya ia titipkan pada mertuanya, ia tak mungkin membawa anaknya untuk perjalanan jauh sendirian. "Bu.... Ibu bagaiman keadaannya?" tanya Wulan yang ketika datang langsung masuk kedalam kamar sang ibu. "Adikmu, Lan. Ibu tak menyangka ia akan berbuat sejauh ini." Lagi dan lagi Bu Mutia menangis mengingat nasib anak perempuannya itu. Bahkan semenjak dirinya sakit anak terakhirnya itu tak pernah menengok dan menanyakan kabar sedikitpun. "Ibu sangsi lelaki itu akan
Pindah rumah Baru "Na, kamu mau kemana? Mengapa bawa koper begini?" "Loh mbak Wulan sudah datang, ya aku mau kerumah suamiku lah." Jawab Nana santai tanpa rasa bersalah pun. "Suamiku siapa? Harusnya kamu kasih tau kami, kami keluarga mu, Na. Jangan bertindak bod0h jadi perempuan." "Haduh, Mbak Wulan ini ya. Sidah lah urusi keluarga mbak saja gak usah urusi aki. Aku tau mana yang benar atau enggak." "Kamu gak mikir Ibu, Na. Ibu sakit kamu tak menengoknya?" Akhirnya Linda bersuara, sejak lama ia hanya diam tak mau ikut campur masalah Nana, adik iparnya. Namun saat ini dirinya harus turun tangan langsung. Sedangkan suaminya entah kemana raibnya. "Lagian sudah ada Mbak Linda dan Mbak Wulan bukan? Ya sudah buat apa aku repot mengurusi Ibu. Sudahlah, aku mau pergi." "Nana jangan kurang ajar kamu, ya!" Nana tak menghiraukan ucapan Wulan. Ia terus saja melangkah keluar rumah dimana mobilnya berada. Dengan c
Nasi sambal BelutHari terus berlalu dengan cepat bulan kini silih berganti, tak terasa hampir enam bulan lamanya Anisa mendirikan usaha barunya. Tokonya kian lama kian ramai pembeli bahkan aneka kosmetik selalu bertambah seiringnya berjalannya waktu. Setelah kejadian itu Anisa dan Satria memutuskan untuk menetap di kampung halamannya demi keselamatan dan kebahagiaannya, mereka akan datang ke kota satu bulan dua sampai tiga kali, dan tak pernah lama, hanya satu hari dan keesokan harinya mereka akan langsung pulang. "Yank, kok masih di kamar? Sakit?" tanya Satria yang mana ia telah pulang dari masjid.Satria cukup heran dengan sang istri, biasanya setelah sholat subuh dirinya langsung berkutat di dapur, namum sudah satu minggu ini setelah sholat sang istri tertidur kembali. Hal itu cukup membuat Satria khawatir tentang keadaan sang istri."Hmmm Mas sudah pulang. Maaf aku tidur lagi, rasanya kepalaku setiap pagi pusing." keluh Anisa.
Hamil"Astagfirullah, istriku akhirnya ketemu." Ucap Satria sambil bersujud syukur saat bertemu kembali dengan istrinya. Anisa tentu heran menatap sang suami yang melakukan sujud syukur di hadapannya."Loh kamu apa-apa sih, Sat. Orang sejak pagi istri kamu disini. Kamu yang kemana aja." Bu Tari menyanyi Satria yang datang kerumahnya.Ya setelah kepergian Satria, Anisa lekas bangun dari tidurnya. Walau kepalanya masih berdenyut. Ia membuka jendela rumah dan memperhatikan sekitar. Suasana pagi yang tampak sejuk, apalagi udara masih belum tercemar seperti di kota. Niat hati ingin menyapu halaman namun tetangganya datang membawa kue yang diberikan pada Anisa lalu mengobrol sebentar. Setelah kepulangan tetangganya, Anisa membawa kue itu kerumah sang mertua sambil menunggu suaminya datang. "Aku pergi membelikan sarapan untuk Anisa, Bu. Subuh tapi katanya ia ingin makan nasi sambel belut, ya aku beli dahulu ke rumah Pak Sabar penjual
SEASON 2 Season 2 "Ayah, ayah kenapa kemari? Bukankah kalau butuh sesuatu ayah bisa telfon aku?" "Ck, kamu pikir ayah sudah setua itu. Ayah cuma masuk angin saja. Kebetulan ayah kangen makan lotek di pasar." "Ayah semalam demam tinggi, ya wajar aku khawatir dengan keadaan ayah. Apalagi ayah tiba- tiba kemari." "Ayah sudah baik- baik saja. Gimana hari ini ramai?" "Enggak begitu yah. Apalagi saat ini 'kan sudah modern, sudah banyak yang punya kendaraan pribadi juga jadi ya begitulah," jawab Rendra. Satria tersenyum dan duduk di warkop kecil yang tak jauh dari parkiran angkutan. Segelas susu hangat menemaninya duduk. "Kenapa kamu masih kukuh untuk meneruskan usaha angkutan ini, Nak. Usaha mendiang ibumu jelas lebih menjanjikan. Apa kamu tak lelah harus bolak balik mengurus semuanya? Masa muda mu masih panjang, Nak, jangan terlalu terforsir dengan bekerja. Nikmatilah masa muda mu ini," ujar Satria. "Yah, aku tahu usaha angkutan ini dirinya oleh almarhum kakek. Ayah juga merintisn
Dibawah teduhnya pohon kamboja sesosok pria berpakain hitam terduduk lesu. Meratapi takdir yang begitu pedih. Kebahagiaan dan kesedihan datang secara bersamaan, entah bagaimana jalan dan takdir yang ia lalui. *"Mas, ingat gak dahulu kita pernah jalan-jalan ke sungai. Kita menulis nama di pohon, lucu sekali ya, Mas."**"Mas ingat gak kalau dahulu di pohon itu setiap berbuah kita akan mengumpulkan buat yang telah terjatuh, jika buat masih bagus maka kita akan makan bersama. Hanya kamu yang selalu dekat denganku dan berteman baik denganku."**"Pohon ini sudah begitu tua, Mas. Bahkan buah pun sudah tak lagi berbuah seperti dahulu. Ternyata perjalanan hidup kita makin berputar, aku beruntung memiliki kamu. Menjadi istrimu adalah hal yang terindah dalam hidupku, terima kasih telah menerima semua kekuranganku dan terima kasih sudah selalu ada untukku disaat terpurukku terdahulu. Aku harap anak dalam kandunganku akan selalu bahagia, ini adalah penantian yang aku
Perjalanan yang cukup panjang dilalui oleh Anisa dan Satria, kini keduanya telah tiba di lokasi pertemuannya dengan Ibu Mutia. Anisa maupun Satria juga sempat bingung mengapa pertemuannya ditempat seperti ini. "Itu bukannya Bu Mutia," tunjuk Satria pada sosok wanita paruh paya yang tengah duduk di samping toko bunga. Pandangan Anisa beralih mengikuti arah telunjuk Satria. "Eh iya, Mas. Kita turun sekarang," ajak Anisa pada suaminya. Ia ingin lekas selesai dan lekas kembali ke desa. Dengan perlahan Satria mengandeng tangan Anisa. Bu Mutia yang melihat kedatangan Anisa segera berdiri dan tersenyum hangat menyambut orang yang ditunggunya. Ada kelegaan tersendiri saat melihat Anisa menempati janjinya. "Syukurlah kamu akhirnya datang. Terimakasih sudah mau menemui ibu, Nis," ucap Bu Mutia. "Sama-sama, Bu," jawab Anisa seraya tersenyum. "Hmm maaf kenapa Ibu meminta kita bertemu disini?" tanya Anisa kembali. "Ini yang ma
Anisa cukup terkejut akan penjelasan dokter tentang kondisi Bagas. Bukan masih memiliki rasa namun lebih ke kasihan ,apalagi ia tadi menyelamatkannya dengan mendorong sehingga ia terbebas dari bahaya. Ada rasa bersalah didalam benaknya. "Dok, lakukan yang terbaik untuk kedua korban." pinta Satria. "Mas.." "Nanti kita bahas lebih lanjut." ucap Satria yang mengerti akan tatapan sang istri. Dokter segera melakukan tindakan yang tepat untuk kedua korban terutama Bagas yang lumayan parah. Sedangkan keluarga kedua belah pihak telah dihubungi dan akan segera datang kerumah sakit. "Sayang, maafkan Mas yang mengambil tindakan ini. Bukan tak mengetikan perasaan kamu, tapi secara tidak langsung Bagas telah menyelamatkan kamu juga. Mas sangat bersyukur karena kamu selamat, walau tindakan itu juga cukup membahayakan jika mas tak kuat menopang tubuh kamu, tapi kuasa Allah itu nyata, kamu dan calon bayi kita selamat. Mas juga sudah mendaftarkan kam
Kecelakaan "Kenapa? Kaget? Biasa saja lah, Nis. Justru aku yang kaget melihat kamu." ujarnya seraya tersenyum kecil. "Mau apa lagi kamu, Mas?" Anisa sudah tak sanggup untuk basa-basi dengan Bagas. Ya, Bagas datang menghampiri Anisa yang tengah duduk di taman sendirian. Ia tadi tak sengaja berkeliling dan melihat Satria berada di taman dan matanya sekita langsung tertuju pada wanita yang duduk di bawah pohon rindang dengan gaun berwarna navy, sama seperti kaos milik Satria. Segera ia menepikan mobilnya dan berjalan mendekati Anisa. "Kamu bahagia sekarang, Nis?" "Ya. Aku sangat bahagia." jawab Anisa acuh tak acuh. "Ya, jelas terlihat dari diri kamu, Nis. Kami bahagia dan keluargaku menderita." ujar Bagas. "Itu karma, Mas." jawab Anisa cepat tanpa menoleh melihat Bagas yang duduk disampingnya. Anisa berharap sang suami lekas kembali. "Karma. Mungkin bisa disebut seperti itu. Asal kamu tahu, N
Nana Meninggal "Na... Nana... Dokter anak saya kenapa? Ada apa dengan anak saya?" "Na, bangun, Na. Kamu dengar ucapku gak sih. Bangun, Na." Wulan terus menggoyangkan tubuh Nana yang sudah tak merespon sama sekali. Dokter telah berusaha semaksimal mungkin menolong Nana saat ini. "Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Maaf, Bu, kami sudah berusaha, semua telah kembali pada sang Pencipta." ujar Dokter yang merawat Nana. "Nana... Kamu tega tinggalin Ibu, Na. Kamu tega biarkan Ibu sendirian. Bangun, Na." Bu Mutia memeluk tubuh Nana dengan erat. Ia menangis menumpahkan rasa sedih sekaligus kehilangan yang sangat mendalam. "Na.... Kenapa kamu jadi wanita lemah, Na. Kenapa kamu lemah begini dan menyerah begitu saja? Mana Nana yang kuat, Nana yang angkuh. Kenapa kamu menyerah, Na." ujar Wulan yang tak kalah sedihnya. "Na, bangunlah, Na. Jangan prank kami, Na." Wulan menangis tak berdaya sambil mengguncang kaki, Nana.
Hasil tes DNA Tepat saat Bagas menatap Mawar, pada saat itu juga Mawar melihat keluarga Nana sedang menunggu di depan ruangan. Lekas Mawar segera menghampiri keluarga Nana. "Halo apa kabar? Jal*ng itu sudah melahirkan ya?" ucapnya dengan pelan tapi menusuk pada hati Bu Mutia. "Dia punya nama, namanya Nana. Jangan sebut anak saya sebagai jal*ng." ucap Bu Mutia dengan geram. "Ck, apa bedanya dengan merebut suami orang? Saya kemari hanya melihat keadaan saja setelah mendengar jal*ng itu pendarahan dan dibawa kerumah sakit ini. Jangan harap bahwa suami saya akan datang kemari melihat wanita itu dan anaknya." ucapnya tegas dan tenang. "Maksud anda apa? Nana juga istrinya, dia sedang bertaruh nyawa didalam bahkan kondisinya kritis tak sadarkan diri." ujar Bu Mutia yang tak terima akan ucapan istri pertama dari suami Nana. "Hahahaha, kalian belum tahu ya, bawa dia bukan istri kedua, melainkan wanita penghibur yang menghibur b
Nana Kritis Anisa kini tengah berkeliling disalah satu pusat pembelanjaan khusus bayi. Ia berkeliling mencari beberapa baju dan kelengkapannya. Ia memang belum tahu jenis kelamin sang anak yang tengah dikandungnya, maka dari itu ia memilih warna netral agar bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan. Satria dengan senang hati menemani sang istri berbelanja, ia juga sesekali mengambil barang yang lucu dan memasukannya kedalam keranjang belanjaannya. "Mas, kok semuanya dimasukin?" protes Anisa. "Gak pa-pa, lucu loh, Yank. Mumpung kita di kota." ucap Satria yang mana langsung mendapatkan cubitan kecil dari Anisa. Brukk"Awwh,,,, to,,,,, tolong." "Astagfirullah. Mas tolongin Ibu hamil itu." ucap Anisa yang melihat wanita hamil terjatuh dan memegangi perut besarnya. Anisa dan Satria bergegas menghampiri wanita yang tengah kesakitan, ada karyawan juga yang sudah menolong, namun hati nurani Anisa m
Pergi ke Kota"Ini pesanan kamu, Nis." Mbak Lala menyerahkan paper bag kepada Anisa. "Wah, terimakasih, Mbak." "Kamu pesan apa, Yank? Kok gak bilang- bilang sih," ucap Satria."Taraaaaa. Lucu kan Mas. Ini satu buat kamu. Buruan dipakai sekarang," pinta Anisa sambil menyerahkan barang pada Satria.Satria membulatkan matanya menatap ngeri pada baju yang diberikan oleh istrinya. Disisi lain, Mas Amor dan Mbak Lala menahan tawanya. Bagaimana tidak satu set pakaian berwarna pink yang harus digunakan oleh Satria. "Astaga istriku. Yank, aku rela di gigit semut loh," tolak Satria dengan halus."Sudahlah Sat, istri kamu lagi ngidam loh." ucap Mas Amir. Sedangkan Anisa menatap penuh harap pada sang suami untuk memakainya. Bukan maksud hati untuk membuat sang suami malu, tapi entah mengapa ia hari ini ingin menggunakan couple baju berwarna pink beserta kelengkapannya. Satria meraup wajah lalu menghe