Satria memindai wajah cantik istrinya. Malam ini terlihat sang istri begitu gelisah dan tak tenang. Bahkan disaat dirinya tertidur pun juga tak tenang. Memang tadi istrinya itu telah menceritakan semua padanya, tentang pertemuan yang tak sengaja, tentang ancaman yang membuat hati sang istri gelisah. Satria mengusap lembut pipi sang istri. Ia mendekap memberikan kenyataannya di tidurnya.
"Selama aku masih ada di samping mu, aku janji tak akan pernah ada yang bisa mengusik hari-harimu, Nis. Tak akan ada yang mengusik kebahagiaan kita." gumam Satria didekat sang istri.Tak terasa pagi pun telah tiba. Anisa bangun lebih dahulu, ia memutuskan mandi setelah itu membangunkan sang suami yang masih tidur nyenyak. Usai mandi dan menanak nasi, barulah ia kembali ke kamar dan membangunkan suaminya."Lah, sudah mandi, Mas. Baru aja aku mau bangunkan kamu.""Aku sebenarnya sudah bangun dari tadi hanya malas membuka mata saja." Kilah Satria yang langsung men"Jangan kaget dong Pak Andi. Dahulu kita besanan loh. Ya, walaupun sekarang kita sudah tak besanan lagi, jangan sok pura-pura tak mengenal." "Astagfirullah Bu Mutia. Bu, kami tidak lupa, kami hanya kaget saja." kilah Bu Utari. Sejujurnya ia sendiri sudah tak menginginkan bertemu lagi dengan keluarga Bagas, mantan menantunya."Owh ibu ini, ibunya Bagas ya. Salam kenal, Bu Mutia. Saya Tari mertuanya Anisa." Bu Tari berusaha beramah tamah pada mantan mertuanya Anisa dahulu. Bukan ia tak tahu tabiat buruk apa mantan mertua menantunya itu, tapi demi formalitas dan menunjukan bahwa kini Anisa sudah menjadi bagian dari keluarganya bahkan sudah menjadi anak perempuannya. "Ohh... Ibu yakin menjadikan itik itu menjadi menantu Ibu. Dia itu MANDUL, tak bisa punya anak." Bu Mutia sengaja menekan kata-kata itu lagi. Ia sangat ingin menjatuhkan Anisa di keluarga barunya. "Bu,,, saya peringatkan ya. Saya mantan adik iparnya tahu betul bagaimana tabiat Anisa it
Rencana Nana Pandangan Bagas dan Linda beralih pada deretan foto-foto kegiatan Anisa dan karyawan-karyawan di resto apalagi foto pernikahannya juga ada. Tak hanya foto pernikahan Anisa saja, namun ada foto-foto pernikahan beberapa orang. "Mbak maaf mau tanya ini kok banyak foto Anisa ya?" tanya Linda pada kasir."Owh iya, Bu. Kan Mbak Anisa pemilik resto ini." jawabnya yang tentu membuat Bagas dan Linda kaget luar biasa."Apa! Seriusan ini, Mbak?" Bagas memastikannya lagi. "Betul, Pak. Resto ini milik Mbak Anisa dan kakaknya bersama Mbak Lala, namun saat ini mereka sedang ke kota karena pembukaan toko kosmetik baru milik Mbak Anisa." Bagas dan Linda keduanya kaget luar biasa. Anisa memiliki bisnis sebesar ini dan membuka toko kosmetik di kota. Sungguh ini kabar yang membuat Linda naik darah, dirinya susah payah hidup selama ini karena dan baru bahagia merasakan mendapatkan warisan dari mendingan mertua namun berbeda deng
Aksi keluarga BagasBagas mengemudi dengan cepat membelah padatnya jalanan sore ini. Sekitar 45 menit akhirnya mereka telah tiba di sebuh toko kosmetik dengan nuansa pink dan putih. Terlihat toko itu ramai pengunjung. Lekas Nana, Bagas, Linda beserta Bu Mutia turun dari mobil lalu masuk kedalam toko yang disinyalir milik Anisa. "Buruan Mbak." lirih Nana pada Linda. Bak kerbau di cucuk hidungnya Linda menurut apa perkataan adik iparnya. Londa mengambil tas belanjaan yang tergantung di depan. Apalagi Bu Mutia dengan pongahnya langsung berjalan menuju tempat skincare yang mahal-mahal. Ia juga tadi sempat megambil tas belanja. Bu Mutia juga langsung mengambil skincare pilihannya, skincare yang hanya bisa ia lihat dan inginkan saat ini sudah berada didalam tas belanjanya. Senyum mereka mengukir wajah Bu Mutia yang sudah dihiasi keriput. Sedangkan Bagas juga memilih mengambil beberapa skincare untuk pria. Ia meletakkan skincare- skincare tadi di
Polisi bertindak Kini Anisa tengah menunggu sang suami untuk tersadar, akibat lemparan botol parfum mengenai kepala dan mengakibatkan robekan pada kepala Satria, jadinya Satria ditangani lebih lanjut, alhasil Satria mendapatkan jahitan di kepalanya. Anisa masih enggan untuk meninggalkan sang suami, ia masih bersedih akibat kejadian ini. Entah bagaimana keadaan tokonya hari ini yang penting baginya adalah keselamatan sang suami. Ia juga tak peduli bagaiman nasib Linda. Bahkan ia juga tak menyentuh sama sekali, Linda juga terjatuh dengan sendirinya. Tok... Tok ... Tok ... Anisa menoleh dan mendapati dua orang polisi berseragam tengah berdiri diambang pintu. Segera Anis bangkit dan mempersilahkan masuk. "Dengan Ibu Anisa." Ucap salah satu polisi wanita."Benar, Bu. Saya Anisa. Kalau boleh tahu ada apa ya, Bu?" tanya Anisa, pasalnya sejak tadi ia tak menghubungi polisi tetapi mengapa tiba-tiba ada polisi datang menghampirin
Saat tengah menunggu Mbak Linda tiba-tiba ada polisi yang menghampiri kami. Mereka meminta penjelasan atas kasus yang tengah viral hari ini. Sungguh aku sangat terkejut. Mengapa menjadi viral? Tujuanku hanya ingin menjatuhkan Upik abu, tapi malah berbuntut pada polisi datangnya pihak kepolisian. "Iya Pak, kakak saya sedang mengalami tindakan saat ini." ucapku pada Polisi berseragam. "Betul pak. Gara-gara Anisa, istri saya menjadi keguguran. Dia sudah dua kali membun*h anak saya. Belum lagi Satria juga sempat menghajar say. Mereka itu keluarga bermasalah, Pak." mas Bagas begitu menggebu menceritakan keburukan upik abu. Aku rasa mereka berdua akan masuk kedalam penjara atas laporan Mas Bagas kali ini. "Kita bahas di kantor, Pak. Bapak juga bisa membuat laporan tambahan tentang kasus pembun*han ini." Dengan semangat Mas Bagas mengangguk. Aku dan juga Ibu hanya diam tanpa menimpali. Aku yakin tindakan mas bagas kali ini sangat tepat. Biar tahu ra
MUSIBAH dan BAHAGIATak terasa sudah 2 hari semenjak kejadian yang viral terjadi, Satria maupun Anisa telah memenuhi panggilan dan menjawab berbagai pertanyaan yang telah diberikan oleh pihak penyidik. Bahkan rekaman CCTV toko pun tak luput dari penyelidikan polisi. Ponsel Anisa juga menjadi barang bukti, para karyawan juga telah dimintai saksi atas kasus Anisa dan keluarga Bagas. Linda, Bagas, Bu Mutia bahkan Nana juga telah melakukan panggilan pihak polisi. Pak Karyo lebih memilih mendampingi Anisa dan Satria, ia merasa bahwa pihak Nisa dan Satria adalah yang benar. Sedangkan pihak keluarga Bagas memilih mencari pengacara lain sebab dengan tegas Pak Karyo menolak. Hari ini adalah putusan dari pihak polisi, Anisa telah bebas dari tuduhan Bagas yang mengatakan ia penyebab meninggal kedua anaknya. Bahkan tak ada bukti jika Anisa telah membunuh kedua anak Bagas. Anak pertamanya meninggal karena Linda melahirkan prematur, dan memaksakan membawa pulang, pada
Nana HamilJeritan Bu Mutia mengundang tanya bagi Bagas dan Linda. Segera Bagas dan Linda berlari menuju kamar Nana sang adik. Bu Mutia menggedor pintu kamar mandi yang mana didalamnya ada Nana. "Nana keluar kamu! Cepat keluar!" teriak Bu Mutia"Nana keluar!" Lagi dan lagi Bu Mutia menggedor pintu kamar mandi. "Bu.... Ibu kenapa sih? Ada apa, Bu?" tanya Bagas yang begitu heran dengan kemarahan sang Ibu."Bu, tenang dahulu. Ada apa ibu semarah ini?" Linda juga ikut bertanya dan mencoba menenangkan sang ibu. "Kamu lihat ini. Ini ibu temukan dibawah bantal adik kamu. Kamu jelas tahu apa ini dan apa maksud ini semuanya?" ujar Bu Mutia yang masih menangis."Astaga. Nana hamil." pekik Linda, ia cukup terkejut akan kenyataan yang menimpa adik iparnya."Nana keluar kamu!" Bu Mutia tak berhenti menangis sambil berteriak memanggil Nana. Sedangkan didalam kamar mandi tampak Nana ketakutan akan kemarahan s
Kedatangan WulanSetelah mendengar kabar ibunya sakit, Wulan lekas kembali menemui sang ibu, tentu sebagai anak ia juga memiliki rasa kasihan dan khawatir. Apalagi Bagas juga memberitahu bahwa Nana kini tengah hamil diluar nikah. Tentu hal tersebut juga membuatnya emosi dan kemarahan dari Wulan. Jujur ia tak pernah memperhatikan adiknya itu, tapi jika sudah melewati batas tentu tak bisa lagi ia menahan semuanya. Wulan datang sendiri tanpa ditemani suami dan anaknya. Anaknya ia titipkan pada mertuanya, ia tak mungkin membawa anaknya untuk perjalanan jauh sendirian. "Bu.... Ibu bagaiman keadaannya?" tanya Wulan yang ketika datang langsung masuk kedalam kamar sang ibu. "Adikmu, Lan. Ibu tak menyangka ia akan berbuat sejauh ini." Lagi dan lagi Bu Mutia menangis mengingat nasib anak perempuannya itu. Bahkan semenjak dirinya sakit anak terakhirnya itu tak pernah menengok dan menanyakan kabar sedikitpun. "Ibu sangsi lelaki itu akan