"Meja 72.." seru kepala dapur membuat seseorang mempercepat langkahnya.
Keringat mulai timbul di beberapa pori- pori kulitnya, terlihat bahwa ia masih belum terbiasa dengan pekerjaan yang baru ia geluti beberapa hari ini.Saat langkahnya sampai ke meja pelanggan, ia mengubah ekspresinya menjadi wajah poker setengah kesal. Setelah menyimpan pesanan pelanggan itu ia langsung bergegas pergi. Namun terhenti dengan gerakan yang lebih cepat dari meja yang baru saja dia tinggalkan."Apa kamu udah makan siang? Ayo duduk dulu." Hanya ada decakan kecil yang mendesis dari mulutnya, ia membuang nafasnya sambil sedikit mendongak lalu kembali menatap mata seorang yang masih terduduk menunggu jawabannya."Aku sedang kerja" jawabnya cepat lalu menarik tangannya saat orang lain lengah."Aku tunggu sampe kamu pulang~~" teriak orang yang duduk di meja, memastikan bahwa wanita yang baru saja berlalu dari hadapannya mendengar teriakannya tanpa peduli pada lirikan pelanggan di samping kanan dan kiri."Kamu.. heii anak baru.." seseorang berpakaian senada dengannya berteriak dari arah ruang staff yang lumayan dekat dengan dapur."Iya, ada apa senior?""Sudah aku bilang jangan panggil senior, kita satu level di sini oke? Siapa namamu, kenapa aku lupa terus.. ishh" ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, berharap sebuah nama ke luar dari ubun- ubunnya."Vio.." jawabnya singkat."Bukan.. bukan, maksudku nama lengkap mu" ucapnya mengoreksi."Violetta Gloria" dan seniornya itu langsung mencari nama yang cocok dengan name tag di tangannya."Nah, ini dia. Pakai ini, jangan lupa"Violet tersenyum sumringah karena kini ia telah mendapatkan name tag nya, itu artinya ia sudah mulai di akui bekerja di cafe ini."Terima kasih" sambil memasang benda itu di baju sebelah kirinya."Ohh astaga, Hp siapa sih. Aku gak bisa fokus masak gara- gara suara telpon dari tadi."Kepala koki berteriak dari dapur membuat Violet menoleh ke arah loker miliknya yang mengeluarkan suara. Itu pasti panggilan dari seseorang."M-maaf mengganggu, itu punya saya."Ia bergerak canggung mengambil ponsel miliknya setelah mendapat tatapan tajam dari pegawai lain.Layar yang setengah retak itu hanya ia biarkan di telapak tangannya tanpa menekan apapun. Setalah telponnya berhenti berdering ia langsung mensetting dalam mode senyap lalu meninggalkan."Heh, kok bengong"Ada yang menyenggol bahunya, dan itu adalah teman sesama waitress namanya Tiara."Ngomong- ngomong cowok di meja 72 itu siapa kamu? Dia setiap hari nunggu kamu sampai rela jadi pelanggan setia di cafe ini."Liona menelan ludah, ia tidak keberatan dengan temannya yang cerewet ini. Tapi sekarang ia sedang tidak dalam mood yang baik untuk menjawab apapun."Vio, aku nanya loh, dia pacar kamu?" temannya merengek."Iya, dia pacar aku" desis Violet pelan, lalu segera berlalu mengambil pesanan selanjutnya untuk menghindari banyak pertanyaan."Kenapa setiap cowok ganteng selalu udah punya pacar sih, hmm" keluh Tiara menghela nafas panjang dan mengekor di punggung Violet.Shift nya telah berakhir dan Violet segera bergegas pulang setelah mengambil tasnya, ia juga tak lupa membuka ikatan di rambutnya yang panjang hampir mencapai punggung.Di parkiran, seseorang sudah menunggunya dengan sepeda motor berwarna hitam dengan jaket kulit yang serupa."Mau makan malam dulu?"Seolah bisa menebak raut wajah di depannya, pria itu mendapat anggukan lemah dan mulai menyalakan mesin motornya."Peluk aku"Merasa tak mendapat respon dari wanita di belakangnya, akhirnya ia menggenggam kuat lengan Violet dan melilitkannya di perutnya sendiri. Ia tak peduli dengan dengusan protes di belakangnya."Nanti kamu jatuh, peluk yang erat"Bibirnya terangkat saat ia merasakan beban di punggungnya saat seseorang menempelkan tubuhnya pada bagian belakangnya, kemudian ia melajukan motor dengan aman.Violet hampir menyelesaikan makan malamnya, setelah ia menikmati suapan terakhir dari sendoknya ia di kejutkan dengan jilatan kecil di ujung bibirnya yang membuatnya terkesiap."Elgard.." Liona memarahinya dengan suara pelan lalu celingukan ke kanan dan kirinya berbeda dengan pria di depannya yang justru terkekeh tak peduli sambil mengecap bibirnya."Ada saus di sudut bibir kamu, makannya aku bantu bersihin" Violet semakin melotot mendengar kalimat yang tak tahu malu itu, demi apapun mereka sedang berada di tengah orang- orang yang sedang makan."Ini tempat umum, bagaimana kalau mereka lihat" gerutu Violet sambil meneguk jus tomatnya sampai ke dasar."Mereka punya urusan masing- masing sayang, sekalipun mereka lihat juga aku gak masalah kok" acuhnya."Kamu memang tidak tahu malu" pipinya menggembung ketika bibirnya mengerucut dan itu hanya mengundang keinginan Elgard untuk mencium bibir ceri itu."Kamu masih marah gara- gara balapan itu?"Violet kembali mendengus setelah di ingatkan kembali dengan bayangan menyebalkan itu. Bayangan dimana Elgard melakukan balapan liar hanya untuk memenuhi tantangan dari pacar mantan kekasihnya."Apa maafku masih belum di terima? Aku bisa cium kamu ribuan kali agar kamu maafin aku." Elgard mengangkat alisnya, memegang kedua tangan Liona di atas meja dan mulai mencium buku- buku jarinya dengan ciuman kupu- kupu."El,.. stop. Semua orang liatin kita"Violet menarik tangannya dan menyembunyikannya ke bawah meja.Rutinitas paginya tak semudah ketika ia masih berada di rumah. Tak ada sarapan yang akan tersaji sebelum ia memasaknya sendiri. Violet ogah melakukannya, makannya ia lebih memilih sereal setiap pagi sebelum ia berangkat sekolah.Di depan kos- kosan sederhananya sudah bertengger sang pacar yang memakai seragam yang sama dengannya. Rambutnya yang di sisir ala bad boy dan tentu saja senyuman menawannya. Itu membuat hati Violet berbunga, karena Elgard tidak semudah itu tersenyum selain untuknya, pacarnya itu terkenal dingin dan sering bermuka masam pada orang lain."Apa cantikku tidur nyenyak tadi malam?" goda Elgard menyentuh hidung bangir pacarnya. Violet tak suka seseorang menyentuh wajahnya, tapi entah kenapa ia tidak pernah keberatan jika itu adalah Elgard."Lumayan" jawabnya ramah.Di pertengahan istirahat, Elgard membawa bola basketnya menuju lapangan. Namun dari kejauhan ia mengenali seseorang sedang bicara dengan orang lain di luar gerbang sekolah."El.. buruan lempar bolanya" teriak temannya di tengah lapang.Elgard menoleh sekilas hanya untuk melempar bola itu dengan tenaga penuh, ada api yang berkobar di mata gelap itu saat ini.Alih- alih melanjutkan langkahnya ke tengah lapang, Elgard justru memilih untuk mengikuti seseorang dari kejauhan. Sampai ke tempat dimana ia berjalan di belakang seseorang di tengah lorong yang panjang, ia mulai berjalan lebih cepat dan meraih tangan orang di depannya lalu membawanya masuk ke ruang kebersihan dan mengunci pintu di belakangnya.Nafas Violet menderu bertabrakan dengan tembok yang menempel di dadanya. Seseorang di belakangnya menekan tangannya ke punggung yang membuatnya sedikit meringis dengan posisi yang tidak nyaman."E-el?" Violet mencium aroma familiar di hidungnya yang membuatnya bisa menebak siapa pelakunya."Siapa pria tadi?" suara serak itu meluncur ke lehernya dari sisi telinga kanannya."Dia.. hnghh.." nafas Violet tertahan ketika Elgard menyelundupkan tangannya ke dalam kemeja sekolahnya, mengusap perutnya yang halus."Siapa hmm?" Cuping telinganya di gigit dan setengah basah oleh jilatan kecil.Violet berantakan di sana ketika Elgard membalik tubuh Violet menghadap ke wajahnya untuk di cium hingga Violet tidak bisa menjawab apapun, ciuman itu kasar dan ceroboh karena Elgard melakukannya seperti tidak ada hari esok."Shh.. sakit"Rasa logam di bibirnya membuat Elgard terpaksa memundurkan wajahnya. Bibir Violet berdarah di ujungnya karena Elgard sengaja menggigitnya."Sakit?" Violet mengangguk."Jadi, siapa yang tadi bicara sama kamu?" Elgard menelisik sampai ke tulang, wajahnya hanya berjarak beberapa inci ke wajah Violet."Dia sepupu aku, Gio"Elgard diam beberapa saat sambil berpikir, Violet pernah menyebut nama itu saat bercerita tentang keluarganya."Ohh jadi itu yang namanya Gio?""Iya, dan-- bentar-- kamu lakuin ini gara- gara Gio? Kamu cemburu lagi?" Violet menebak dengan benar, bahkan Elgard tak perlu memberi tahu jawabannya."Kenapa kamu gampang banget ambil kesimpulan, dia cuma--""Kalian bicara sedekat itu, dia pegang tangan kamu. Kamu pikir aku gak merhatiin?""Tapi dia keponakan aku, kamu setidaknya tanya aku sebelum kamu ambil kesimpulan"Violet sedikit bernada tinggi, ia kesal karena Elgard selalu curiga padanya akhir- akhir ini."Oke.. oke.. aku minta maaf sayang, aku cuma cemburu. Maafin aku ya"Elgard menarik tangan Violet untuk di beri kecupan kecil."Kenapa Gio sampai datang ke sini? Ada masalah serius?""Aku anter kamu pulang--""JANGAN"Elgard langsung menilik ke wajah di depannya yang begitu bersikeras menolak tawarannya."Maksud aku- aku bisa pulang sendiri, Gio mau jemput besok sore."Violet terus mengunyah bibirnya sendiri setiap ia canggung, dan kebiasaan itu terlalu mudah untuk di kenali pasangannya."Kenapa harus Gio yang jemput sedangkan aku bisa anter kamu. Aku juga belum pernah ketemu Mama sama Papa kamu"Violet tidak akan lupa alasan kenapa layar ponselnya pecah, kenapa ia bisa berakhir di kosan sempit seperti yang ia tinggali sekarang. Termasuk alasan kenapa ia bisa nekad mengambil kerja part time di tengah sekolahnya. Ia tidak akan mendekatkan bahan bakar ke depan api yang menyala."Apa Violet masih marah? Jangan bilang dia mengurung diri di kamar selama aku pergi."Arka baru saja sampai dari perjalanannya selama hampir satu bulan, ia pulang setelah mendengar istrinya sakit di rumah."A-Arka--"Langkah di anak tangga itu tertahan dengan suara di belakangnya membuat ia m
"Jadi kamu beneran mau resign?"Tiara merasa ia akan kehilangan teman yang baru saja ia dapat beberapa minggu terakhir ini. Bukan apa- apa, tapi menjadi pegawai termuda di cafe ini bukan hal yang mudah, dan semenjak Violet datang Tiara setidaknya punya teman yang seumuran."Aku bakalan sering mampir kok, aku janji"Ini adalah shift terakhirnya di cafe ini, ia harus membereskannya sebelum ketahuan Papanya bahwa ia pernah bekerja di Cafe tanpa sepengetahuannya. Ia juga telah bilang pada pemilik kosan bahwa dirinya tidak akan melanjutkan sewa untuk bulan depan.Sebenarnya, Violet ingin bertahan lama dengan keputusannya dengan bekerja di cafe ini dan menetap di kosan. Tapi, ia tidak bisa menghadapi Papanya. Jadi ia memutuskan untuk menyerah untuk melakukan perlawanan."Violet, meja 25 memesan tiga latte. Bisa tolong antarkan?"Violet dan Tiara bubar dari sesi pendek mengobrol nya dan segera kembali bekerja.Hari ini cafe begitu ramai dan sesak oleh pelanggan. Violet dan Tiara sebagai wait
"Vio, sayang~"Saat pintu terbuka, Mamanya justru panik melihat Violet yang hampir tenggelam dengan selimutnya. Ia berpikir anaknya jatuh sakit karena terlalu banyak menangis."Kamu sakit? Maafkan Mama--""Ma- j-jangan ke sini-"Saat Mamanya mengambil langkah, Violet spontan mencicit di balik selimutnya."Kenapa sayang? Kamu demam? biar Mama cek suhu badan kamu sayang. Mama takut--""Vio, lapar Ma- ya,.. lapar sekali"Itu kalimat bodoh yang terpaksa ia ucapkan untuk mengalihkan Mamanya.Giginya menekan bibir bawahnya, menahan suara laknat yang mungkin akan lolos dari sela bibirnya saat lidah basah yang bermain di bawah selimut itu menyebar di sekitar perutnya."Ohh ya ampun Mama hampir lupa kamu belum makan, tunggu sebentar ya. Mama ambil sesuatu untuk di makan."Saat pintu di tutup kembali, Violet segera membuka selimutnya dan melotot pada pelaku mesum yang sedari tadi hampir menjadi kematiannya di depan Mamanya. Alih- alih bersembunyi di lemari, Elgard memilih menempel di tubuh Viol
"Lu di bonceng sama Ken ya, dia ikut juga, perwakilan dari Osis soalnya."Violet hanya mengangguk setuju, dan segera naik di sepeda motor sang ketua osis.Violet mendadak menjadi pendiam di belakang punggung ketua osis. Mereka tak begitu dekat. Hanya saja, Violet tahu bahwa hampir setengah dari wanita di sekolahnya adalah fans berat dari laki- laki yang sekarang memboncengnya ini."Vio~"Tapi Violet tak menyahut dari belakang, tengg*lam dalam hempas*n angin di wajahnya yang sejuk."Vio, heyyy"Dia sedikit tersentak saat ada sedikit sentuh*n di lututnya."I-iya, kenapa Ken?""Pegangan ya, kita kayanya harus ngejar mereka di depan. Sekalian HP kamu masukin ke tas aku aja, nanti jatuh kalo kamu pegang gitu"Violet memang tidak sempat membawa tas dan hanya membawa ponselnya saat pergi, ia mengikuti saran Ken untuk memasukan ponselnya ke tas Ken sementara mereka berkendara."Aku ngebut ya" sekali lagi Ken memperingati.Violet melihat ke depan, motor ke dua temannya hanya terlihat seperti t
Violet pulang diam- diam, mengangkat ujung kakinya agar orang tuanya tak mendengar pergerakan apapun. Ini hampir jam sebelas malam dan Papanya akan mengeratkan tali di lehernya jika dia tahu."Akhirnya cinderella kita pulang setelah bertemu pangerannya"Langkah kaki kecilnya membeku dan tatapannya bertemu dengan mata hitam sosok yang bahkan hanya menyebutkan namanya saja bulu kuduknya sudah berdiri.Kaki yang satu langkah menambah jarak untuk kematian Violet. Gadis itu memejamkan matanya sambil menarik nafas yang hampir tak berujung."P-pa--""Sudah pacarannya?"Deg... rasanya sesuatu yang berat menimpa kedua pundaknya dengan tekanan yang besar hingga ia tak berani mengangkat kepalanya. Papanya tahu dia menemui Elgard?"Papa gak nyangka ternyata pacar kamu yang selama ini Papa benci adalah anak teman Papa dulu, dunia sesempit itu rupanya."Violet mendongak, melihat ekspresi Papanya yang melawan arus beberapa saat lalu, kini wajahnya memancarkan senyuman yang ramah."Lain kali, bilang
Violet pulang diam- diam, mengangkat ujung kakinya agar orang tuanya tak mendengar pergerakan apapun. Ini hampir jam sebelas malam dan Papanya akan mengeratkan tali di lehernya jika dia tahu."Akhirnya cinderella kita pulang setelah bertemu pangerannya"Langkah kaki kecilnya membeku dan tatapannya bertemu dengan mata hitam sosok yang bahkan hanya menyebutkan namanya saja bulu kuduknya sudah berdiri.Kaki yang satu langkah menambah jarak untuk kematian Violet. Gadis itu memejamkan matanya sambil menarik nafas yang hampir tak berujung."P-pa--""Sudah pacarannya?"Deg... rasanya sesuatu yang berat menimpa kedua pundaknya dengan tekanan yang besar hingga ia tak berani mengangkat kepalanya. Papanya tahu dia menemui Elgard?"Papa gak nyangka ternyata pacar kamu yang selama ini Papa benci adalah anak teman Papa dulu, dunia sesempit itu rupanya."Violet mendongak, melihat ekspresi Papanya yang melawan arus beberapa saat lalu, kini wajahnya memancarkan senyuman yang ramah."Lain kali, bilang
"Lu di bonceng sama Ken ya, dia ikut juga, perwakilan dari Osis soalnya."Violet hanya mengangguk setuju, dan segera naik di sepeda motor sang ketua osis.Violet mendadak menjadi pendiam di belakang punggung ketua osis. Mereka tak begitu dekat. Hanya saja, Violet tahu bahwa hampir setengah dari wanita di sekolahnya adalah fans berat dari laki- laki yang sekarang memboncengnya ini."Vio~"Tapi Violet tak menyahut dari belakang, tengg*lam dalam hempas*n angin di wajahnya yang sejuk."Vio, heyyy"Dia sedikit tersentak saat ada sedikit sentuh*n di lututnya."I-iya, kenapa Ken?""Pegangan ya, kita kayanya harus ngejar mereka di depan. Sekalian HP kamu masukin ke tas aku aja, nanti jatuh kalo kamu pegang gitu"Violet memang tidak sempat membawa tas dan hanya membawa ponselnya saat pergi, ia mengikuti saran Ken untuk memasukan ponselnya ke tas Ken sementara mereka berkendara."Aku ngebut ya" sekali lagi Ken memperingati.Violet melihat ke depan, motor ke dua temannya hanya terlihat seperti t
"Vio, sayang~"Saat pintu terbuka, Mamanya justru panik melihat Violet yang hampir tenggelam dengan selimutnya. Ia berpikir anaknya jatuh sakit karena terlalu banyak menangis."Kamu sakit? Maafkan Mama--""Ma- j-jangan ke sini-"Saat Mamanya mengambil langkah, Violet spontan mencicit di balik selimutnya."Kenapa sayang? Kamu demam? biar Mama cek suhu badan kamu sayang. Mama takut--""Vio, lapar Ma- ya,.. lapar sekali"Itu kalimat bodoh yang terpaksa ia ucapkan untuk mengalihkan Mamanya.Giginya menekan bibir bawahnya, menahan suara laknat yang mungkin akan lolos dari sela bibirnya saat lidah basah yang bermain di bawah selimut itu menyebar di sekitar perutnya."Ohh ya ampun Mama hampir lupa kamu belum makan, tunggu sebentar ya. Mama ambil sesuatu untuk di makan."Saat pintu di tutup kembali, Violet segera membuka selimutnya dan melotot pada pelaku mesum yang sedari tadi hampir menjadi kematiannya di depan Mamanya. Alih- alih bersembunyi di lemari, Elgard memilih menempel di tubuh Viol
"Jadi kamu beneran mau resign?"Tiara merasa ia akan kehilangan teman yang baru saja ia dapat beberapa minggu terakhir ini. Bukan apa- apa, tapi menjadi pegawai termuda di cafe ini bukan hal yang mudah, dan semenjak Violet datang Tiara setidaknya punya teman yang seumuran."Aku bakalan sering mampir kok, aku janji"Ini adalah shift terakhirnya di cafe ini, ia harus membereskannya sebelum ketahuan Papanya bahwa ia pernah bekerja di Cafe tanpa sepengetahuannya. Ia juga telah bilang pada pemilik kosan bahwa dirinya tidak akan melanjutkan sewa untuk bulan depan.Sebenarnya, Violet ingin bertahan lama dengan keputusannya dengan bekerja di cafe ini dan menetap di kosan. Tapi, ia tidak bisa menghadapi Papanya. Jadi ia memutuskan untuk menyerah untuk melakukan perlawanan."Violet, meja 25 memesan tiga latte. Bisa tolong antarkan?"Violet dan Tiara bubar dari sesi pendek mengobrol nya dan segera kembali bekerja.Hari ini cafe begitu ramai dan sesak oleh pelanggan. Violet dan Tiara sebagai wait
"Aku anter kamu pulang--""JANGAN"Elgard langsung menilik ke wajah di depannya yang begitu bersikeras menolak tawarannya."Maksud aku- aku bisa pulang sendiri, Gio mau jemput besok sore."Violet terus mengunyah bibirnya sendiri setiap ia canggung, dan kebiasaan itu terlalu mudah untuk di kenali pasangannya."Kenapa harus Gio yang jemput sedangkan aku bisa anter kamu. Aku juga belum pernah ketemu Mama sama Papa kamu"Violet tidak akan lupa alasan kenapa layar ponselnya pecah, kenapa ia bisa berakhir di kosan sempit seperti yang ia tinggali sekarang. Termasuk alasan kenapa ia bisa nekad mengambil kerja part time di tengah sekolahnya. Ia tidak akan mendekatkan bahan bakar ke depan api yang menyala."Apa Violet masih marah? Jangan bilang dia mengurung diri di kamar selama aku pergi."Arka baru saja sampai dari perjalanannya selama hampir satu bulan, ia pulang setelah mendengar istrinya sakit di rumah."A-Arka--"Langkah di anak tangga itu tertahan dengan suara di belakangnya membuat ia m
"Meja 72.." seru kepala dapur membuat seseorang mempercepat langkahnya.Keringat mulai timbul di beberapa pori- pori kulitnya, terlihat bahwa ia masih belum terbiasa dengan pekerjaan yang baru ia geluti beberapa hari ini.Saat langkahnya sampai ke meja pelanggan, ia mengubah ekspresinya menjadi wajah poker setengah kesal. Setelah menyimpan pesanan pelanggan itu ia langsung bergegas pergi. Namun terhenti dengan gerakan yang lebih cepat dari meja yang baru saja dia tinggalkan."Apa kamu udah makan siang? Ayo duduk dulu." Hanya ada decakan kecil yang mendesis dari mulutnya, ia membuang nafasnya sambil sedikit mendongak lalu kembali menatap mata seorang yang masih terduduk menunggu jawabannya."Aku sedang kerja" jawabnya cepat lalu menarik tangannya saat orang lain lengah."Aku tunggu sampe kamu pulang~~" teriak orang yang duduk di meja, memastikan bahwa wanita yang baru saja berlalu dari hadapannya mendengar teriakannya tanpa peduli pada lirikan pelanggan di samping kanan dan kiri."Kamu