Share

Bagian 4

Penulis: MikaArayu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-20 09:21:22

Di tengah perjalanan pulang, tahu-tahu ponselku pun berdering. Dari siapa lagi kalau bukan dari orang yang sejak pagi tadi tak bosan mengingatkanku akan hal yang sama. Ya, mamaku lah yang meneleponku tanpa henti. Membuat mood-ku semakin memburuk hingga aku jadi sedikit ketus saat menjawab panggilan tersebut.

"Ya?" sambutku teramat singkat.

"Kamu lagi di mana? Kenapa belum pulang juga udah jam segini? Buruan pulang dong, Sayang. Kita kan harus segera pergi ke rumah  Tante Netha," cerocos mama tanpa jeda.

Sontak menyebabkanku refleks memutar bola mataku jengah tanpa sepengetahuan mama yang saat ini tidak tahu apa-apa mengenai isi hatiku. "Iya, iya, ini juga lagi di jalan. Ya udah, sampai ketemu di rumah nanti ya. Bye!" putusku mengakhiri percakapan.

Aku tahu itu sedikit tidak sopan. Tapi bagaimana? Aku sangat kesal dengan sikap mama yang selalu menyuruhku untuk buru-buru di saat aku sendiri pun sedang berusaha untuk melakukannya.

Kumasukkan kembali ponsel ke dalam tas selempang bermotif kepala bebek yang tersampir di bahu. Mengembuskan napas kasar dan tentu saja hal itu pun menarik perhatian Dirly yang sedari tadi hanya bertugas untuk mengemudi.

"Are you okay?" tegurnya kemudian. Seketika, aku pun melirik ke arahnya yang sesekali balas melirikku. Untuk sesaat, aku hampir lupa dengan keberadaan Dirly. Astaga! Padahal aku ini kan sedang menumpang di mobilnya. Tapi bisa-bisanya aku malah melupakan si pemilik mobil itu sendiri.

Keterlaluan kamu, Tria!

"Eng, gue baik-baik aja kok. Sori ya, mood gue emang lagi jelek banget. Seharusnya tadi gue pulang naik taksi aja daripada bikin suasana gak enak kayak gini," gumamku merasa tak enak. Mengusap tengkuk di tengah bibirku yang meringis.

"Its so calm! Gue gak merasa  keberatan kok. Terlepas dari apa yang lagi lo rasain, gue turut prihatin ya, Tri. Semoga, semuanya selalu dalam keadaan baik-baik aja sampai suasana hati lo ikut membaik lagi," cetus Dirly ikut berdoa. Dalam diam, aku pun mencoba mengamini setiap doanya yang terdengar tulus dan tanpa pamrih.

***

Perjalanan ke rumah tante Netha berlangsung dengan cepat. Ya, setelah mengemasi sejumlah pakaian dan benda penting setibanya aku tadi di rumah, mama pun benar-benar telah membawaku pergi menjauh dari rumah sendiri. Padahal, aku belum sempat berpamitan pada kamar tercintaku. Selama tiga bulan aku akan meninggalkannya, maka terasa wajar bukan seandainya aku ingin melepas rindu terlebih dahulu dengan tempat di mana aku biasa melepas lelah.

Sayang, mama bahkan tidak pernah mengerti soal hal itu.

Setelah menempuh perjalanan yang begitu singkat, kini aku dan mama pun sudah berada di halaman rumah tante Netha. Kuakui, rumahnya sangatlah mewah. Halamannya bahkan begitu luas sekali, bahkan jika dibandingkan dengan lapangan futsal di kampus pun itu tidak ada apa-apanya.

Terdapat sebuah ayunan di ujung halaman sana, dan menurutku pemandangannya begitu asri serta menyejukkan pandangan.

"Yuk, Sayang!" ajak mama menuntunku.

Selagi mama yang sedang sibuk menekan bel--yang terpasang di sudut pintu--, aku pun kembali mengedarkan pandanganku ke sekeliling.

"Eh, hai, Jeng!" Aku sedikit terlonjak ketika mendengar seruan saat akhirnya pintu terbuka. Kulihat, mama pun segera berpelukan dan saling mencium pipi kanan kiri satu sama lain dengan wanita cantik yang baru saja membuka pintu berbahan kayu jati tersebut.

"Aduh, kangen deh aku sama kamu," ucap mama setelah menyelesaikan ritual peluk dan cium sebelumnya. Kemudian, wanita cantik di hadapan mama itu pun mengalihkan perhatiannya ke arahku.

"Jadi, ini anakmu yang mau dititipkan sama aku itu?" tanyanya menunjuk. Sontak, aku pun tersenyum sopan sembari menganggukkan kepala sekilas.

"Iya. Ini putri bungsuku yang kemarin aku ceritakan ke kamu lewat telepon. Namanya Tria. Ayo, Nak, salaman dulu sama Tante Netha," ujar mama lantas menyuruhku.

Dengan sigap, aku pun lekas mencium lengan tante Netha sesuai semestinya. Lalu beliau pun mengusap kepalaku dengan begitu lembut penuh kasih dan sayang.

"Senang bisa ketemu sama kamu anak cantik. Gak jauh beda banget kamu sama mama kamu pas masih seusiamu dulu. Yuk, yuk, kita masuk!" tukas Tante Netha mengomando.

Kemudian, kami pun segera berjalan mengikutinya. Aku yang kebagian paling belakang, hanya bisa mengekori mama sambil menggeret koper dan tak lepas memeluk boneka tedi bearku yang sejak tadi kudekap erat dengan sebelah tanganku.

Sungguh, tidak kalah menakjubkan dengan desain pekarangan rumah di luar tadi. Kini, aku sedang terpukau mengamati baguan desain interiornya yang mengagumkan. Ah, saking serba WAH-nya, aku bahkan sampai merasa sulit untuk sekadar menjelaskannya. Pokoknya, kalian coba bayangkan saja isi rumah mewah nan megah para pengusaha terkenal. Maka, sejenis itulah yang sedang kulihat sekarang ini.

Setibanya kami di ruangan tengah, aku dan mama pun dipersilakan duduk. Sementara itu, Tante Netha pun segera meminta pembantunya untuk menyiapkan jamuan bagi kami. Kulihat, tante Netha pun sudah mulai mendudukkan dirinya di atas sofa single yang tak jauh dari sofa panjang yang sedang aku dan mama duduki.

Sejauh dari pengamatanku, sepertinya tante Netha ini sosok yang baik dan lemah lembut. Ia pun termasuk orang yang sangat ramah jika dilihat dari caranya yang selalu tersenyum dan bertutur santun sejak kedatangan kami tadi.

Lalu untuk beberapa saat, tante Netha pun terlibat perbincangan santai dengan mama. Sedangkan aku hanya memilih diam dan berusaha menjadi pendengar setia saja di tengah perbincangan hangat mereka yang tengah berlangsung menyenangkan.

"Oh iya, kalo boleh tau, Nak Tria kuliah di mana?" Setelah sekian lama aku yang hanya menyimak, akhirnya aku pun diberi pertanyaan juga oleh wanita cantik nan anggun tersebut.

"Aku kuliah di kampus Taksa Dika, Tante .." jawabku tersenyum bangga. Tentu saja bangga, Taksa Dika adalah salah satu kampus swasta elite dan kenamaan. Banyak di antara teman-temanku yang berlomba-lomba ingin masuk ke kampus itu. Tapi kenyataannya, hanya aku dan beberapa orang temanku saja yang sukses masuk ke sana. Itu pun, kami yang mendapatkan jalur undangan atas nama siswa yang beprestasi yang bisa tembus ke kampus itu.

Sementara Tante Netha, ketika mendengar nama kampus yang sudah aku sebut, tahu-tahu raut wajahnya pun berubah terkejut.

"Benarkah? Kamu kuliah di Taksa Dika juga? Wah, kebetulan banget ... Anak Tante juga kuliah di sana loh," kata Tante Netha dengan wajah yang berbinar.

Kontan, membuat kedua alisku lantas saling bertaut seraya bertanya, "Oh ya? Memangnya anak Tante seusiaku juga?"

"Enggak sih. Usia anak Tante tiga tahun lebih tua dari kamu," terangnya tersenyum tipis. Seketika, hanya membuatku manggut-manggut dan kurasa, dia adalah seniorku jika memang usianya tiga tahun lebih tua dariku.

"Entah ke mana dia sekarang. Biasanya jam segini sudah pulang. Nanti deh, kalo dia pulang, Tante akan kenalkan sama kamu. Siapa tau, kalian cocok. Dengan begitu, kamu akan punya teman berbincang ketika nanti kalian sedang sama-sama memiliki waktu senggang," cetus Tante Netha bersemangat. Sementara itu, aku hanya tersenyum saja demi menghargai setiap perkataan yang sudah tante Netha lontarkan kepadaku.

***

Aku menguap, setelah bermenit-menit lamanya aku hanya duduk diam di tempat yang sama, tiba-tiba rasa kantuk pun mulai menyerang. Kulihat, mama masih saja berbincang panjang lebar dengan temannya itu. Membuatku hanya bisa duduk bersandar di samping aku yang sudah mulai merasa ngantuk. Sungguh, aku butuh udara segar atau sedikit hiburan yang bisa menghilangkan rasa kantuk ini. Tapi bahkan, kurasa mama masih saja betah untuk bincang ini itu. Padahal, bukankah mama harus segera pergi ke tempat dinasnya? Namun kenyataannya, mama malah terlihat begitu santai di tengah obrolannya bersama Tante Netha.

Dan ya, di sepanjang perbincangan yang sempat kudengar sesekali, Tante Netha pun selalu menyisipkan perihal prestasi anaknya dengan raut berbangga diri. Membuatku merasa penasaran, tentang siapa dan seperti apa sosok anaknya tersebut.

"Nah, itu anak Tante!" seru wanita itu menunjuk.

Lalu, mendorong setengah badanku berbalik guna menoleh demi melihat sosok anak tante Netha yang sedari tadi selalu dielu-elukan. Hingga ketika aku berhasil menemukan keberadaannya yang baru saja memasuki ruangan tengah, dalam sekejap mulutku pun menganga lebar di tengah kedua mataku yang spontan terbelalak.

Celaka dua belas. Ini kan muka songong bin nyebelin dari kakak tingkat yang kemarin sempat bertabrakan denganku. Oh tidak! Kenapa pula anaknya tante Netha ini haruslah dia?

Ketua senat menyebalkan, yang bahkan sama sekali tidak mau meminta maaf sekalipun dia sudah pernah menabrakku di hari pertamaku masuk kampus kemarin. Seandainya aku tahu kalau cowok ini adalah anak dari teman dekat mamaku, maka aku akan sedikit mengadukan sikap menyebalkannya itu kepada mama.

Bukan hanya aku yang terkejut, tapi sosok cowok bertubuh tinggi itu pun mengalami reaksi yang sama sepertiku. Hanya saja, dia tidak menganga seperti yang aku lakukan, tapi dia lebih ke membelalakkan matanya meski tidak selebar mulutku ketika terbuka.

Tante Netha lalu bangkit dari duduknya dan menggapai anaknya yang berjalan sok cool ke arah sofa yang kami duduki. "Nah, ini anak Tante yang sedari tadi sudah Tante ceritakan, " ucap tante Netha merangkul anaknya dari samping.

Untuk beberapa saat, baik aku maupun cowok itu, kami berdua sama-sama melayangkan tatapan datar dan tak berminat. Hilih, meskipun mukanya oke punya, tapi sori, aku bahkan gak terpesona tuh sama kegantengan yang dimilikinya.

"Yuk, saling kenalan dulu, Sayang!" seru Tante Netha menatap kami bergantian.

Kemudian, aku pun mendengkus kecil saat tangannya terulur spontan ke hadapanku.

"Esa," sebutnya singkat. Lihatlah! Raut wajahnya sangat datar dan mengandung unsur keterpaksaan. Jika saja tidak disuruh oleh ibunya, aku bahkan akan merasa malas untuk menjabat tangannya itu.

"Tria," balasku dengan hal serupa. Kemudian, ia pun menarik tangannya dengan cepat dari jabatan tanganku sebelumnya. Mengalihkan perhatiannya ke arah mama yang saat kulihat malah sedang tersenyum ramah tak seketus saat bersalaman denganku.

"Ya ampun, ini Mahesa yang waktu kecilnya pernah kamu bawa ke klinik tempatku kerja kan, Net? Duh, sudah besar dan sangat tampan ya putramu ini," celetuk mama memujinya. Sedangkan aku, dibanding telingaku diserang rasa sakit karena mama malah memuji-muji kakak tingkat menyebalkan itu. Maka lebih baik aku kembali duduk saja sambil memeriksa layar ponselku yang menampilkan sejumlah pemberitahuan.


Bab terkait

  • THIS LOVE   Bagian 5

    "APA? LO TINGGAL SATU ATAP SAMA KAKAK TINGKAT YANG NYEBELIN ITU?"Buru-buru kubekap mulut Viona yang bersuara nyaring. Meski sempat meronta tapi tak kulepaskan dengan mudah. Salahnya sendiri, kenapa harus pake teriak sehisteris itu. Ya, beberapa lama setelah mama berpamitan dan menitipkanku pada temannya, aku pun meminta izin pada Tante Netha untuk pergi keluar menemui Viona. Selain ingin bertemu dan membuang penat, sekalian aku pun hendak membeli perlengkapan camping yang akan kuikuti esok hari. Tapi kini, aku justru malah sedang merasa gemas pada Viona. Setelah mendengarkan sepenggal kisahku, dia justru malah menunjukkan reaksi berlebihan yang membuatku harus membekap mulutnya terpaksa.Untung saja keadaan di kafe tempat kami berjanjian tak terlalu ramai. Jadi aku masih bisa mentolerir Viona karena suaranya yang super menggelegar itu gak sampai bikin pengu

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 6

    Beberapa bis yang siap dihuni oleh tiap rombongan sudah berjejer rapi saling mengantre.Hari ini, aku dan juga semua rombongan mahasiswa lainnya akan bergegas pergi menuju tempat camping yang sudah disurvei oleh tim ekspedisi dari pihak senat beberapa hari sebelum hari ini tiba. Semua hal yang ku butuhkan selama camping nanti pun sudah tersedia dalam satu ransel berwarna cokelat emas yang kini kugendong di punggung. Tidak lupa, syal untuk penutup leher dan sejenis kupluk pun kukenakan juga untuk berjaga-jaga agar angin nakal tidak sampai masuk ke dalam tubuhku.Tampaknya semua tim sudah siap, termasuk timku yang akan menaiki bis pertama dengan senang hati. Kebetulan, aku dan Viona tergabung dalam bis pertama. Jadi, aku pun tidak perlu lama menunggu apalagi sampai harus ikut mengantre untuk sekadar mendapatkan tempat duduk yang diinginkan."Duh, kapan sih ini bisa naik bisnya? Cuaca udah makin panas nih. Ya kali kita har

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 7

    Kepanikan pun muncul ketika aku terus diseret menuju bagian dalam hutan ini. Hanya pohon-pohon besar dan menjulang tinggi saja yang mengisi sekeliling hutan ini. Membuatku merasa ciut karena jujur saja, aku mendadak takut jika sudah dihadapkan dengan suasana semengerikan ini.“Lepasin gue, lo mau bawa gue ke mana?” jeritku meronta.Tapi tidak sedikitpun membuatnya terpengaruh. Dia terlalu kasar dan berkepala batu. Membuatku harus bersusah payah untuk berteriak-teriak agar setidaknya dia lepaskan. Tapi rupanya teriakanku itu gak ada gunanya untuk dia. Sebab sampai saat ini, pergelangan tanganku bahkan masih dikunci oleh cekalan tangannya dengan sangat kuat.“Gue mau balik ke tenda sekarang juga! Cepet lepasin gue!” rontaku lagi entah untuk yang ke berapa kalinya.“Lo udah berani ngintip, jadi jangan harap lo gue bebasin gitu aja,” tukasnya datar. Menimbulkan rasa takut yang semakin menjadi menyelimuti diri.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 8

    "Ish, lo mau bawa gue ke mana lagi sih? Mau seret gue ke hutan lagi, ha? Terus mau berlagak jadi superhero lagi padahal lo sendiri yang menjadi penyebab gue pingsan di tengah hutan kayak kemarin malam? Udah deh, gak usah sok pencitraan! Masih untung gue gak buka mulut soal lo yang kejamnya gak ketulungan. Ninggalin anak gadis sendirian di tengah hutan, terus bikin dia pingsan, dan ujung-ujungnya, elo juga yang sok jadi pahlawan. Cih, menjijikan!" cerocosku panjang lebar di tengah si kakak tingkat yang terus menarikku agar ikut bersamanya.“Udah ngomongnya?” lontarnya tanpa menoleh. Membiarkanku terus mengikuti dirinya dengan langkah terseok-seok akibat tarikannya tersebut."Kalo udah, gue mau sekalian kasih tau lo soal ini. Gue gak berpikiran buat jadi pahlawan atau apapun yang udah lo bilang kayak tadi. Tapi posisinya, gue adalah ketua senat dan lo salah satu mahasiswi baru yang harus gue ayomi. Jadi alasan gue yang berubah pikiran buat nolongin lo, itu semata-mata kare

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 9

    Author PovMahesa menyudahi pelukan gawat daruratnya ketika ia sudah melihat sosok mantannya pergi melengos. Ya, itulah alasan Mahesa memeluk tubuh Tria tanpa aba-aba. Dia hanya ingin menunjukkan pada sang mantan bahwa dirinya sudah bisa move on dan tidak lagi bergantung pada dirinya. Lagipula, bukankah Mahesa sudah menekankan segala sesuatunya pada mantannya itu. Mahesa sudah tidak mau memiliki hubungan apapun lagi dengan dia, maka jangan salahkan Mahesa jika pada akhirnya ia harus melakukan sesuatu yang akan melukai perasaan mantannya itu.Hingga setelah melihat mantannya pergi dengan wajah yang kesal dan dongkol, Mahesa pun akhirnya bisa bernapas lega sembari melonggarkan lingkaran tangannya di tubuh adik tingkatnya itu."Syukurlah dia udah pergi. Seenggaknya, gue gak perlu bersandiwara lagi setelah dia gak ada dalam jangkauan gue seperti tadi," bisiknya mendesah lega. Lalu kini, ia pun menurunkan pandangannya ke arah wajah Tria yang masih setia memeja

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 10

    Setelah semuanya dipersiapkan dan sepuluh regu pun sudah terbentuk, kini masing-masing regu diharuskan untuk memulai penjelajahannya dipandu oleh penanggungjawab masing-masing. Kebetulan, Tria dan Viona mendapatkan nomor urutan yang sama. Jadi artinya, mereka berada di dalam satu regu bersama dengan Romeo juga yang mendapatkan nomor urutan serupa."Ayo regu dua, kita harus gerak cepat. Kalian gak mau kan menjadi tim yang kalah. Hukumannya lumayan berat loh misalkan regu kita gak bisa memenangkan pertandingan ini," tukas salah seorang panitia memberi semangat."Oh ya, gue selaku penanggungjawab akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Teruntuk kalian anggota regu yang bakal gue pandu, kenalkan, nama gue Regivo Pratama. Kalian bisa panggil gue dengan nama kecil gue yaitu Givo. Ya, dan tentunya gue gak sendirian menjadi pemandu kalian. Tapi gue bersama sahabat gue yang juga akan turut serta bertanggungjawab atas regu ini. Tapi by the way, temen gue itu lagi

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20
  • THIS LOVE   Bagian 11

    Sudah setengah jalan setiap regu melewati jalur penjelahahan. Ada yang telah mendapatkan lebih dari 5 bendera, ada juga yang baru hanya mendapatkan 1 bahkan tidak sama sekali. Tergantung pada kecepatan dan ketelitian setiap anggota regu yang mengamati. Seperti halnya regu 2, setelah menempuh setengah perjalanan yang dijelahahi, mereka pun kini sudah berhasil mengumpulkan sekitar 4 bendera yang dipegang langsung oleh ketua regunya. Romeo yang kebetulan ditunjuk sebagai ketua oleh pemandu regu pun hanya memiliki tugas untuk memegang dan menjaga benderanya saja agar tidak hilang apalagi sampai rusak. Mengingat benderanya terbuat dari bahan yang mudah robek, maka para ketua pun bertugas untuk mengamankan benderanya dari apa-apa saja yang berpotensi membuat benderanya sampai robek.Sementara itu, para anggota lainnya diharuskan bersikeras mencari sisa bendera yang masih harus mereka kumpulkan demi memperbanyak jumlah totalnya nanti. Hingga pada saat Tria menemukan satu bende

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-10
  • THIS LOVE   Bagian 12

    Tria tahu, seharusnya sejak awal dia tolak saja kebaikan si kakak tingkat menyebalkan itu. Meskipun ia rela menggendongnya hanya demi kebaikan Tria semata, tapi tetap saja, kini ia berhasil menjadi objek terutama saat menduduki topik terhangat yang sudah menyebar di hampir seluruh telinga penghuni kampus Nusa Wijaya."Ya ampun, Tria. Jadi ceritanya, lo udah mulai akrab nih sama ketua senat ganteng itu?" Tanpa pernah disangka, tahu-tahu Viona asal nyeletuk saja yang seketika membuat Tria harus memutar bola matanya begitu jengah.Lagipula, kenapa sih Viona harus sesotoy itu. Siapa juga yang mulai akrab sama si kakak tingkat menyebalkan itu. Yang ada, Tria malah merasa risih kali ketika tanpa sengaja ia mendengar setiap orang yang sedang menggosipkannya pasca melihat dirinya yang digendong oleh Mahesa tadi.Ya, ketika Tria digendong Mahesa akibat kakinya mengalami keseleo, sepanjang jalan menuju tenda Tria pun dipandang takj

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-15

Bab terbaru

  • THIS LOVE   Bagian 45

    "I LOVE BEACH!!" teriak Tria penuh bahagia sambil berlompat-lompat girang saat tahu Esa mengajaknya ke pantai.Sepulang kuliah Esa tidak langsung mengantar gadisnya pulang. Justru dia malah membawa sang gadis ke sebuah pantai yang cukup lenggang. Mengingat ini bukan hari libur, jadi tidak banyak orang yang mengunjungi pantai tersebut."Yang!" panggil Esa sedikit menyenggol bahu gadisnya.Yang disenggol pun melirik kesal, "Ih, apa sih senggol-senggol," protesnya lantas mendelik."Hehe maaf, di sengaja...." Kekeh Esa membuat Tria semakin kesal."Kamu nih, ngerusak mood aja," gerutunya. Lalu dengan langkah dientak Tria pun melenggang menjauhi sang pacar yang sudah merusak moodnya."Yang, mau ke mana?" seru Esa tanpa mengejar."Ke mana aja lah, yang penting gak ada kamu!" sahut Tria asal, yang Esa ketahui saat ini gadisnya itu sedang dilanda kekesalan sesaat.Keadaan pantai di sore hari membuat semilir angin berhembus kencang, mene

  • THIS LOVE   Bagian 44

    "YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat

  • THIS LOVE   Bagian 44

    "YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat

  • THIS LOVE   Bagian 43

    Ting tong.Tria terhenyak sendiri di tengah waktu santai dan rebahan nyaman di atas kasurnya ketika dentingan bel terdengar dari balik pintu utama di luar sana.Ia melirik jam bulat yang menempel di sudut dinding kamarnya. Bahkan saat jarum jam masih bertengger di angka 10, rumah minimalisnya malah sudah didatangin tamu saja."Siapa sih, lagi mager gini kok malah ganggu?" gumam Tria mendumel sembari menaruh novel romance yang sedang dibacanya di atas bantal.Lalu dengan malas ia pun beringsut menuruni ranjang dan menyeret kaki cantiknya menuju pintu yang masih menghasilkan bunyi dentingan bel yang entah ditekan oleh siapa.Ting tong—CKLEK.Pintu lalu ditarik terbuka oleh nona rumah, karena sebutan tuan hanya dikhususkan untuk seseorang bergender laki-laki."Morning!" sapa seseorang di balik bucket mawar putih yang sengaja ia tutupkan menghalangi wajahnya."Esa?" tebak Tria langsung tahu, karena mau ditutupi ol

  • THIS LOVE   Bagian 42

    Tubuh Tria diempas kuat ke atas ranjang. Pria hidung belang itu tertawa membahana sembari berkacak pinggang seolah berkuasa. Gadis itu berniat untuk bergerak dalam posisinya, tapi sebelum itu terjadi, si pria bernama Hadi itu sudah lebih dulu melompat naik mengunci pergelangan tangan Tria yang ia rentangkan dua-duanya.“Mau ke mana gadis manis?” tatap Hadi berkilat.Tria menangis. Matanya bergerak liar, berusaha mencari akal agar ia bisa melepaskan diri dari pria tua berbahaya ini. Dia tidak sudi jika tubuhnya tersentuh sedikit pun oleh pria semacam Hadi. Tria lebih memilih untuk mati ketimbang masa depannya yang harus hancur akibat perbuatam Merlin yang melemparkan dirinya ke tangan si hidung belang yang kini tengah menatapnya penuh nafsu.Tidak! Tria takut. Dalam hatinya ia merapalkan sejumlah doa agar dia bisa terselamatkan dari bahaya yang akan segera menyerangnya.Esa.Hanya nama itu yang terucap dalam doanya. Dia berharap lelaki i

  • THIS LOVE   Bagian 41

    BRAK.Dirly berhasil menendang pintu di depannya dengan sangat kencang, sehingga membuat pintu berbahan kayu jati itu terbuka secara paksa hingga menghantam dinding. Dengan cepat ia segera mengajak Esa dan yang lainnya masuk ke dalam ruangan itu, kegelapan seketika menyambut saat mereka menerobos ke dalam ruangan itu."Tria!" panggil Viona langsung, mencari sahabatnya di tengah kegelapan."Dir, sakelarnya ada di mana? Gue mana bisa nyari Tria kalo ruangannya gelap begini," ujar Givo mengeluh.Dirly lantas melangkah ke arah dinding yang ditempeli saklar, lalu tak lama kemudian dia pun berhasil menekan sakelar sehingga ruangan seketika menjadi terang."Loh, Kak Esa, kenapa banyak banget foto lo sama Merlin di sini?" komentar Viona yang pertama kali melihat beberapa foto folaroid tergantung dari langit-langit ruangan.Esa menghampiri tempat di mana Viona berdiri sekarang. Tatapannya ia edarkan ke arah sejumlah foto yang memang benar terisi potr

  • THIS LOVE   Bagian 40

    Esa mengusap mukanya frustrasi, sudah ke semua penjuru jalan raya dia mencari tapi yang dicari pun tak kunjung ditemukan.“Kak Esa!” seru Viona yang baru saja datang bersama Givo dengan motor gedenya.Mereka memang sengaja Esa panggil untuk menemuinya di tempat Tria menghilang entah ke mana. Dan sekarang mereka sudah datang. Viona menuruni harley milik Givo dan mengguncang lengan Esa dengan raut paniknya.“Kak Esa, gimana bisa Tria hilang? Bukannya pas pulang kuliah dia barengan sama elo? Tapi kenapa—““Justru itu, sebelum nganter dia pulang ke rumahnya. Gue ngajakin dulu dia ke kedai es krim. Setelah itu gue mutusin buat nganter dia pulang ... karena gue rasa gak ada lagi tempat yang mau kita datengin, tapi pas lagi perjalanan pulang tiba-tiba ada sebuah zeep yang nyalip dan ngehadang perjalanan kita. Udah gitu kita turun dulu, di tengah gue yang nyamperin zeep itu dengan tujuan mau negur orang yang udah ngemudiin mobi

  • THIS LOVE   Bagian 39

    PRAANG.Pantulan di depan dirinya hancur seketika. Menciptakan beberapa keretakan yang membagi bagian tubuhnya menjadi beberapa bagian di dalam cermin riasnya itu. Setelah mendengar kabar bahwa pasangan itu kembali akur, perempuan ber-softlens abu itu lantas mengamuk dengan melempari cermin di kamarnya menggunakan benda apa saja yang terjangkau tangannya.Dia menangis histeris, tidak terima dengan keakuran yang terjadi pada pasangan Esa dan Tria. Pasalnya, setelah membuat Esa mengakui perlakuannya di masa lalu tepat di hadapan dirinya dan bersamaan ketika Tria datang. Merlin sudah berharap besar kalau mereka berdua akan terpisahkan untuk selamanya.Namun harapan tinggal harapan, alih-alih terpisah justru ntah dengan cara apa mereka bisa kembali berbaikan seperti kata informannya yang memberi tahu.“Arghhttt! GUE GAK TERIMA. GUE GAK TERIMA KALO MEREKA SAMPE AKUR LAGI. GUE GAK TERIMAAAA,” teriaknya membabi buta. Lantas mengobrak-abrik seis

  • THIS LOVE   Bagian 38

    Gadis itu terduduk sambil memeluk lutut. Dia membenamkan wajah kesalnya ke lipatan lutut. Ingin melarikan diri tapi tidak bisa, pintu satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai jalan keluar justru dengan sengaja dikunci dari luar. Entah ulah siapa, tapi Tria yakin kalau itu pasti termasuk ke dalam rencananya si lelaki resek itu.“Tria!” panggil Esa dengan lembut sembari membelai puncak kepala sang gadis.Seolah tidak mau tersentuh tangan Esa, Tria lantas menepisnya dengan kasar. Saat pengakuannya tempo hari kembali terngiang, dia menjadi jijik jika tangan itu membelai bagian tubuhnya.Esa menghela sabar saat diperlakukan sekasar itu oleh Tria. Mungkin jauh lebih baik daripada didiamkan berhari-hari.“Mungkin aku emang salah....” ucap Esa memulai sesi penjelasannya. “Seharusnya aku mengatakan semua itu sejak awal. Sejak pertama kali aku memutuskan buat ngebangun hubungan yang baru sama kamu,” lanjutnya tersenyum samar. &ldq

DMCA.com Protection Status