Mahesa menyudahi pelukan gawat daruratnya ketika ia sudah melihat sosok mantannya pergi melengos. Ya, itulah alasan Mahesa memeluk tubuh Tria tanpa aba-aba. Dia hanya ingin menunjukkan pada sang mantan bahwa dirinya sudah bisa move on dan tidak lagi bergantung pada dirinya. Lagipula, bukankah Mahesa sudah menekankan segala sesuatunya pada mantannya itu. Mahesa sudah tidak mau memiliki hubungan apapun lagi dengan dia, maka jangan salahkan Mahesa jika pada akhirnya ia harus melakukan sesuatu yang akan melukai perasaan mantannya itu.
Hingga setelah melihat mantannya pergi dengan wajah yang kesal dan dongkol, Mahesa pun akhirnya bisa bernapas lega sembari melonggarkan lingkaran tangannya di tubuh adik tingkatnya itu.
"Syukurlah dia udah pergi. Seenggaknya, gue gak perlu bersandiwara lagi setelah dia gak ada dalam jangkauan gue seperti tadi," bisiknya mendesah lega. Lalu kini, ia pun menurunkan pandangannya ke arah wajah Tria yang masih setia memeja
Setelah semuanya dipersiapkan dan sepuluh regu pun sudah terbentuk, kini masing-masing regu diharuskan untuk memulai penjelajahannya dipandu oleh penanggungjawab masing-masing. Kebetulan, Tria dan Viona mendapatkan nomor urutan yang sama. Jadi artinya, mereka berada di dalam satu regu bersama dengan Romeo juga yang mendapatkan nomor urutan serupa."Ayo regu dua, kita harus gerak cepat. Kalian gak mau kan menjadi tim yang kalah. Hukumannya lumayan berat loh misalkan regu kita gak bisa memenangkan pertandingan ini," tukas salah seorang panitia memberi semangat."Oh ya, gue selaku penanggungjawab akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Teruntuk kalian anggota regu yang bakal gue pandu, kenalkan, nama gue Regivo Pratama. Kalian bisa panggil gue dengan nama kecil gue yaitu Givo. Ya, dan tentunya gue gak sendirian menjadi pemandu kalian. Tapi gue bersama sahabat gue yang juga akan turut serta bertanggungjawab atas regu ini. Tapi by the way, temen gue itu lagi
Sudah setengah jalan setiap regu melewati jalur penjelahahan. Ada yang telah mendapatkan lebih dari 5 bendera, ada juga yang baru hanya mendapatkan 1 bahkan tidak sama sekali. Tergantung pada kecepatan dan ketelitian setiap anggota regu yang mengamati. Seperti halnya regu 2, setelah menempuh setengah perjalanan yang dijelahahi, mereka pun kini sudah berhasil mengumpulkan sekitar 4 bendera yang dipegang langsung oleh ketua regunya. Romeo yang kebetulan ditunjuk sebagai ketua oleh pemandu regu pun hanya memiliki tugas untuk memegang dan menjaga benderanya saja agar tidak hilang apalagi sampai rusak. Mengingat benderanya terbuat dari bahan yang mudah robek, maka para ketua pun bertugas untuk mengamankan benderanya dari apa-apa saja yang berpotensi membuat benderanya sampai robek.Sementara itu, para anggota lainnya diharuskan bersikeras mencari sisa bendera yang masih harus mereka kumpulkan demi memperbanyak jumlah totalnya nanti. Hingga pada saat Tria menemukan satu bende
Tria tahu, seharusnya sejak awal dia tolak saja kebaikan si kakak tingkat menyebalkan itu. Meskipun ia rela menggendongnya hanya demi kebaikan Tria semata, tapi tetap saja, kini ia berhasil menjadi objek terutama saat menduduki topik terhangat yang sudah menyebar di hampir seluruh telinga penghuni kampus Nusa Wijaya."Ya ampun, Tria. Jadi ceritanya, lo udah mulai akrab nih sama ketua senat ganteng itu?" Tanpa pernah disangka, tahu-tahu Viona asal nyeletuk saja yang seketika membuat Tria harus memutar bola matanya begitu jengah.Lagipula, kenapa sih Viona harus sesotoy itu. Siapa juga yang mulai akrab sama si kakak tingkat menyebalkan itu. Yang ada, Tria malah merasa risih kali ketika tanpa sengaja ia mendengar setiap orang yang sedang menggosipkannya pasca melihat dirinya yang digendong oleh Mahesa tadi.Ya, ketika Tria digendong Mahesa akibat kakinya mengalami keseleo, sepanjang jalan menuju tenda Tria pun dipandang takj
Saat giliranku tiba, aku pun menaiki panggung. Berdiri di hadapan semua orang yang sudah tidak sabar ingin menyaksikan penampilanku. Termasuk dua senior yang sejak tadi berada di dekatku dan saling berlomba untuk mendapatkan perhatianku.Aku tidak sedang merasa percaya diri atau bahkan sok merasa paling cantik sehingga di rebutkan oleh senior seperti mereka, tapi aku berkata yang sejujurnya. Aku berani bersumpah jika ada yang menganggap perkataanku bohong.Dirly memberiku senyuman semangat, sementara si cowok ajaib bernama lengkap Mahesa Gesa Geraldo itu hanya menatapku dengan sorot yang tak kumengerti.Aku memejamkan mataku sejenak, menarik nafas perlahan dan membuangnya dalam desahan panjang. Kurasa, sudah saatnya untuk aku menampilkan persembahanku. Harapanku hanya satu, mereka semua semoga terhibur dengan penampilanku.Saat musik mulai mengalun lembut, dengan segenap hati dan penghayatan yang dalam sebuah lagu yang sudah kupilih sejak mendafta
Aku baru saja menuruni tangga. Berniat untuk membuang jenuh di depan televisi, karena ternyata berdiam diri di kamar seorang diri itu sangatlah membosankan. Suasana rumah begitu sepi, saat kulirik jam tangan rupanya jarum jam masih berada di angka 4. Aku mendesah bosan, ingin main tapi tidak punya tujuan sama sekali."Tria!"Bahkan aku baru saja duduk hendak menyalakan televisi, tapi panggilan itu membuatku harus menunda dulu niat awalku.Bibirku menyunggingkan senyuman ramah pada tante Netha yang kini tengah melangkah ke arahku, lalu tak lama kemudian tante Netha pun ikut duduk di sofa sebelahku. Kakinya disilangkan anggun dan punggungnya bersandar santai ke badan sofa."Malam ini kamu ga ada acara sama teman-temanmu kan, sayang?" tanya tante Netha menyentuh bahuku lembut.Aku lantas menggeleng, aku memang sedang tidak memiliki jadwal acara apapun dengan siapapun. Tapi ada apa ya, kok tiba-tib
“Iihh Esa lepasin gue!” rontaku memberontak, tapi tetap saja tenaganya lebih besar dari tenagaku yang seuprit.Entah bagaimana caranya dia bisa tahu kalau aku ada di sebuah kafe di dalam mall. Padahal, aku juga gak pasang GPS. Aku bahkan gak bilang juga sama tante Netha, tapi kenapa ini orang bisa nongol gitu aja?“Esa, lepasiin gueee!!” rengekku ingin menangis.Perlakuannya ini sangat keterlaluan, dia menyeretku seperti penjahat yang berniat untuk melarikan diri dari kejaran polisi. Membuat semua perhatian orang yang sedang berlalu lalang di dalam mall tertuju fokus ke arahku. Sangat memalukan!Seretan penuh pemaksaan itu akhirnya disudahi oleh si cowok kejam ini. Tepat di parkiran mall dia melepaskan cekalan kuatnya yang sedari tadi melingkari pergelangan tanganku."Lo apaan sih? Gak usah seret-seret gue juga kali. Lo pikir gue sapi yang mau di kurbanin. Pake acara di seret-seret gitu, HAH??”
Astaga!Aku terlambat.Gawat!Pagi ini ada kuis mata kuliahnya pak Eko. Denger-denger dari mahasiswa lain, katanya pak Eko itu dosen killer. Aduh, bisa jadi bencana besar kalau aku sampai telat masukin kelasnya.Selepas mandi dan berpakaian setelan kampus, aku pun segera menyambar tas kuliahku. Tanpa sempat membereskan tempat tidur terlebih dahulu aku lekas berlari keluar dan refleks membanting pintu kamar. Aku harus memburu waktu, atau aku tidak akan bisa mengikuti kuis dan mendapatkan nilai dari Pak Eko nanti.“Kamu gak sarapan dulu, Sayang?”“Enggak sempet, Tante. Aku sarapan di kantin kampus aja nanti,” gelengku bergerak cepat.Setelah menyempatkan diri untuk mencium tangan tante Netha sambil berpamitan, aku segera berlari keluar rumah. Aku harap ada taksi yang lewat dengan tiba-tiba ke depan rumahnya tante Netha. Supaya memudahkan perjalananku ke kampus tanp
Aku tertawa renyah saat Dirly melontarkan lelucon. Dia pandai sekali melucu, entah diajari siapa sampai dia bisa nyeritain hal selucu itu.“Terus-terus gimana lagi?” tanyaku antusias.“Ya terus dia—““TRIA!!” interupsi sebuah suara menyentak lantang.Aku lantas menengokkan kepala ke asal suara dan mendapati Esa yang kini sudah berdiri tegap dengan kedua tangan terkepal di masing-masing sisi tubuhnya. Aku mendesah frustrasi, lagi-lagi dia selalu datang mengganggu di saat aku sedang bersama Dirly.Apa bahkan dia gak bisa sekali saja membiarkan hidupku tenang?"Ayo pulang!" ajak Esa bernada memerintah.Aku lalu beranjak dan menatapnya datar. "Duluan aja, gue masih mau di sini kok.""Lo ngebantah? Lo mesti pulang sama gue!" ujarnya tegas."Bro, lo duluan aja. Biar gue yang anterin Tria pulang nanti. Lagian, rumah kalian gak searah kan?
"I LOVE BEACH!!" teriak Tria penuh bahagia sambil berlompat-lompat girang saat tahu Esa mengajaknya ke pantai.Sepulang kuliah Esa tidak langsung mengantar gadisnya pulang. Justru dia malah membawa sang gadis ke sebuah pantai yang cukup lenggang. Mengingat ini bukan hari libur, jadi tidak banyak orang yang mengunjungi pantai tersebut."Yang!" panggil Esa sedikit menyenggol bahu gadisnya.Yang disenggol pun melirik kesal, "Ih, apa sih senggol-senggol," protesnya lantas mendelik."Hehe maaf, di sengaja...." Kekeh Esa membuat Tria semakin kesal."Kamu nih, ngerusak mood aja," gerutunya. Lalu dengan langkah dientak Tria pun melenggang menjauhi sang pacar yang sudah merusak moodnya."Yang, mau ke mana?" seru Esa tanpa mengejar."Ke mana aja lah, yang penting gak ada kamu!" sahut Tria asal, yang Esa ketahui saat ini gadisnya itu sedang dilanda kekesalan sesaat.Keadaan pantai di sore hari membuat semilir angin berhembus kencang, mene
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
Ting tong.Tria terhenyak sendiri di tengah waktu santai dan rebahan nyaman di atas kasurnya ketika dentingan bel terdengar dari balik pintu utama di luar sana.Ia melirik jam bulat yang menempel di sudut dinding kamarnya. Bahkan saat jarum jam masih bertengger di angka 10, rumah minimalisnya malah sudah didatangin tamu saja."Siapa sih, lagi mager gini kok malah ganggu?" gumam Tria mendumel sembari menaruh novel romance yang sedang dibacanya di atas bantal.Lalu dengan malas ia pun beringsut menuruni ranjang dan menyeret kaki cantiknya menuju pintu yang masih menghasilkan bunyi dentingan bel yang entah ditekan oleh siapa.Ting tong—CKLEK.Pintu lalu ditarik terbuka oleh nona rumah, karena sebutan tuan hanya dikhususkan untuk seseorang bergender laki-laki."Morning!" sapa seseorang di balik bucket mawar putih yang sengaja ia tutupkan menghalangi wajahnya."Esa?" tebak Tria langsung tahu, karena mau ditutupi ol
Tubuh Tria diempas kuat ke atas ranjang. Pria hidung belang itu tertawa membahana sembari berkacak pinggang seolah berkuasa. Gadis itu berniat untuk bergerak dalam posisinya, tapi sebelum itu terjadi, si pria bernama Hadi itu sudah lebih dulu melompat naik mengunci pergelangan tangan Tria yang ia rentangkan dua-duanya.“Mau ke mana gadis manis?” tatap Hadi berkilat.Tria menangis. Matanya bergerak liar, berusaha mencari akal agar ia bisa melepaskan diri dari pria tua berbahaya ini. Dia tidak sudi jika tubuhnya tersentuh sedikit pun oleh pria semacam Hadi. Tria lebih memilih untuk mati ketimbang masa depannya yang harus hancur akibat perbuatam Merlin yang melemparkan dirinya ke tangan si hidung belang yang kini tengah menatapnya penuh nafsu.Tidak! Tria takut. Dalam hatinya ia merapalkan sejumlah doa agar dia bisa terselamatkan dari bahaya yang akan segera menyerangnya.Esa.Hanya nama itu yang terucap dalam doanya. Dia berharap lelaki i
BRAK.Dirly berhasil menendang pintu di depannya dengan sangat kencang, sehingga membuat pintu berbahan kayu jati itu terbuka secara paksa hingga menghantam dinding. Dengan cepat ia segera mengajak Esa dan yang lainnya masuk ke dalam ruangan itu, kegelapan seketika menyambut saat mereka menerobos ke dalam ruangan itu."Tria!" panggil Viona langsung, mencari sahabatnya di tengah kegelapan."Dir, sakelarnya ada di mana? Gue mana bisa nyari Tria kalo ruangannya gelap begini," ujar Givo mengeluh.Dirly lantas melangkah ke arah dinding yang ditempeli saklar, lalu tak lama kemudian dia pun berhasil menekan sakelar sehingga ruangan seketika menjadi terang."Loh, Kak Esa, kenapa banyak banget foto lo sama Merlin di sini?" komentar Viona yang pertama kali melihat beberapa foto folaroid tergantung dari langit-langit ruangan.Esa menghampiri tempat di mana Viona berdiri sekarang. Tatapannya ia edarkan ke arah sejumlah foto yang memang benar terisi potr
Esa mengusap mukanya frustrasi, sudah ke semua penjuru jalan raya dia mencari tapi yang dicari pun tak kunjung ditemukan.“Kak Esa!” seru Viona yang baru saja datang bersama Givo dengan motor gedenya.Mereka memang sengaja Esa panggil untuk menemuinya di tempat Tria menghilang entah ke mana. Dan sekarang mereka sudah datang. Viona menuruni harley milik Givo dan mengguncang lengan Esa dengan raut paniknya.“Kak Esa, gimana bisa Tria hilang? Bukannya pas pulang kuliah dia barengan sama elo? Tapi kenapa—““Justru itu, sebelum nganter dia pulang ke rumahnya. Gue ngajakin dulu dia ke kedai es krim. Setelah itu gue mutusin buat nganter dia pulang ... karena gue rasa gak ada lagi tempat yang mau kita datengin, tapi pas lagi perjalanan pulang tiba-tiba ada sebuah zeep yang nyalip dan ngehadang perjalanan kita. Udah gitu kita turun dulu, di tengah gue yang nyamperin zeep itu dengan tujuan mau negur orang yang udah ngemudiin mobi
PRAANG.Pantulan di depan dirinya hancur seketika. Menciptakan beberapa keretakan yang membagi bagian tubuhnya menjadi beberapa bagian di dalam cermin riasnya itu. Setelah mendengar kabar bahwa pasangan itu kembali akur, perempuan ber-softlens abu itu lantas mengamuk dengan melempari cermin di kamarnya menggunakan benda apa saja yang terjangkau tangannya.Dia menangis histeris, tidak terima dengan keakuran yang terjadi pada pasangan Esa dan Tria. Pasalnya, setelah membuat Esa mengakui perlakuannya di masa lalu tepat di hadapan dirinya dan bersamaan ketika Tria datang. Merlin sudah berharap besar kalau mereka berdua akan terpisahkan untuk selamanya.Namun harapan tinggal harapan, alih-alih terpisah justru ntah dengan cara apa mereka bisa kembali berbaikan seperti kata informannya yang memberi tahu.“Arghhttt! GUE GAK TERIMA. GUE GAK TERIMA KALO MEREKA SAMPE AKUR LAGI. GUE GAK TERIMAAAA,” teriaknya membabi buta. Lantas mengobrak-abrik seis
Gadis itu terduduk sambil memeluk lutut. Dia membenamkan wajah kesalnya ke lipatan lutut. Ingin melarikan diri tapi tidak bisa, pintu satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai jalan keluar justru dengan sengaja dikunci dari luar. Entah ulah siapa, tapi Tria yakin kalau itu pasti termasuk ke dalam rencananya si lelaki resek itu.“Tria!” panggil Esa dengan lembut sembari membelai puncak kepala sang gadis.Seolah tidak mau tersentuh tangan Esa, Tria lantas menepisnya dengan kasar. Saat pengakuannya tempo hari kembali terngiang, dia menjadi jijik jika tangan itu membelai bagian tubuhnya.Esa menghela sabar saat diperlakukan sekasar itu oleh Tria. Mungkin jauh lebih baik daripada didiamkan berhari-hari.“Mungkin aku emang salah....” ucap Esa memulai sesi penjelasannya. “Seharusnya aku mengatakan semua itu sejak awal. Sejak pertama kali aku memutuskan buat ngebangun hubungan yang baru sama kamu,” lanjutnya tersenyum samar. &ldq