Xing Long berbalik. Min-Hwa tengah berdiri di belakangnya.
“Ada apa, Nona Min-Hwa? Kau tampak cemas?”
“Kalian berlatih terlalu lama di sini, sampai-sampai tidak tahu keadaan di luar sana.”
“Ya, kami memang terlalu berkonsentrasi pada latihan kami, selain memang karena tempat ini terputus dengan dunia luar. Memangnya apa yang tengah terjadi sekarang?”
“Sementara ini belum terlalu parah. Sutta merasakan ancaman yang sama dengan Tukhestan, karena ternyata mereka bermaksud mengkudeta Kaisar Han namun penyerangan mereka gagal total. Jadi mereka pun bersekutu, serta berhasil menarik Chang bergabung dengan mereka, membentuk Aliansi Tiga Negara.” Sorot mata Min-Hwa berubah muram, ia mengalihkan pandangannya menatap langit malam. “Pembentukan aliansi ini memancing kemarahan Han, mereka menganggap tiga negar
Melihat He Xian terpekur, si orang asing lantas menurunkan sedikit kerudungnya. “Saya adalah Letnan Xiang, bekas bawahan Anda. Tentunya Anda masih mengingat saya, bukan?” He Xian berjengit. Ia sontak mencabut pedang di pinggangnya. “Mau apa kau datang ke sini?!?” “Tuan mohon jangan marah. Saya hanya ingin berbicara dengan Anda, empat mata.” “Kalau kau hanya ingin membujukku menyerah kepada kalian, jangan harap aku sudi melakukannya!” “Bukan itu maksud kami, Tuan. Kami justru menginginkan Anda bekerja kembali pada Han...” “Aku tidak berniat mengabdikan diriku pada orang yang telah membantai seluruh keluargaku!” “Dan izinkan saya memberitahukan Anda satu kenyataan; bukan Yang Mulia Kaisar yang ingin menghukum mati keluarga Anda.
Jarak dari Tukhestan menuju Pheu Kam sangat jauh. Dibutuhkan lima hari perjalanan untuk sampai di perbatasan terluar Pheu Kam, dan mereka masih harus menempuh setengah hari lagi untuk dapat tiba di Reab Siem. Reab Siem merupakan sebuah desa kecil yang sangat tenang dan tenteram. Juga, kalau dalam keadaan biasa, He Xian dan Min-Hwa pastilah akan sangat tertarik melihat kebudayaan masyarakat Pheu Kam, yang sangat kontras baik dengan Han, Ming, Yeong-Shan apalagi Tukhestan. Mereka juga merasakan cuaca di Pheu Kam ini lebih panas dan lembab. “Pheu Kam berbeda dengan negeri bagian lainnya. Musim dingin di sini sangatlah nyaman, bahkan boleh dikatakan mereka tidak memiliki musim dingin karena cuaca terdingin mereka sama dengan musim semi di tempat kita. Makanya kalian lihat pakaian mereka tipis-tipis, bukan? Ohya, di sini juga terdapat banyak aneka tumbuhan dan fauna yang hanya bisa hidup di iklim Pheu K
Rithisak menghirup nafas dalam-dalam dan menyemburkannya tepat ke arah Xing Long. Pemuda itu segera mengerahkan kekuatan chi miliknya. Dua kekuatan serta merta saling berbenturan dan mengadu satu sama lain. Keadaan mereka berdua sekarang sama sekali tidak kelihatan seperti tengah bertarung, karena mereka hanya berdiri diam mematung. Keduanya seakan tengah terhisap ke dalam sebuah dimensi lain dan bertarung di dalam sana. Angin semilir berhembus, waktu pun berlalu, tetapi masih tidak ada perubahan - bahkan sekecil apapun - yang ditampakkan mereka berdua. Dari kejauhan, He Xian dan Min-Hwa memperhatikan duel kedua orang itu dengan perasaan ngeri. Min-Hwa mengangkat pedangnya berniat menyerang Rithisak ketika He Xian menahan lengannya. “Lepaskan aku, He Xian!” Min-Hwa mencoba mengibaskan lengannya. “Kau tidak lihat Guru Xing Long tengah didesak oleh penyihir hitam itu?! Kita harus menolong
Semuanya berlalu bagaikan kilat, cepat datang dan cepat berganti. Kilas demi kilas ia lompati dan lewati, begitu cepatnya hingga ia tak ingat lagi adegan apa saja yang telah ia saksikan. Segalanya seolah berlarian tak menentu, tak dapat digapai namun selalu berusaha menyergapnya. Keindahan berganti dengan kesedihan, dan kesedihan berlanjut dengan penderitaan. Ia tak tahan lagi. Ia harus keluar dari semua ini. Kelopak mata He Xian mengerjap. Ternyata ia masih hidup. Ia lantas mencoba menggerakkan tubuhnya, namun rasa sakit yang amat sangat segera menyerangnya bertubi-tubi. Ia lantas mengedarkan pandangan memantau kondisi tubuhnya. Ia terhenyak. Luka goresan berdarah silang-menyilang memenuhi seluruh permukaan tubuhnya. Pastilah ia telah tergores bebatuan tajam. Daun telinganya dengan cepat kembali berfungsi, ia dapat mendengar suara deburan air di dekatnya. Dengan susah payah ia menga
He Xian berjalan gontai, terseok-seok menyusuri jalan besar kota Yang Luo. Walau jalan tersebut amat ramai, namun ia merasakan kesepian yang amat sangat. Hatinya kosong, dan sangat pedih. Langkahnya juga sangat oleng, berkali-kali ia menabrak orang yang langsung memaki-makinya. Namun kesedihan seolah menulikan indera pendengarannya, ia terus saja melangkah tanpa meladeni makian orang-orang itu. Ia berjalan tiada henti. Sekarang ia telah meninggalkan kota Yang Luo, dan berada di pesisir pantai yang sepi. Ia tak tahu telah berapa lama ia melangkah, yang ia ketahui hanyalah langit kini telah berubah warna menjadi jingga kemerahan. Mentari senja berada di batas cakrawala antara langit dan samudera, siap tenggelam masuk ke dasar laut. Warna sang mentari begitu merah bagaikan darah. Langit menebarkan campuran warna antara merah, jingga, biru dan ungu kehitaman, membentuk perpaduan warna amat sendu dan semakin menambah kegalauan hati He Xian.
Li Sha mengangguk. “Tuan bernama Sun He Xian. Dahulu adalah Menteri Kiri negeri Han, namun Tuan membelot kepada Kaisar Anda dan berusaha melawannya, bahkan sampai saat ini...” He Xian mendesah keras. “Saya... saya sudah tak ingin melawannya lagi. Memang benar apa yang Guru katakan, tidak ada gunanya melawannya...” Li Sha memandang lekat-lekat wajah He Xian yang kini dirundung frustrasi tersebut, berkata perlahan, “Guru Anda memang benar, Tuan. Pendapatnya sama dengan pendapat Ratu kami. Jangan membalas kebencian dengan kebencian karena akan menimbulkan lingkaran setan yang tak berkesudahan. Dan khusus untuk Anda, Langit tak mengizinkan Anda melakukan sesuatu didasarkan nafsu gelap semata. Anda tidak akan pernah diizinkan berhasil bila apa yang melandasi perbuatan Anda adalah nafsu kotor setan - tentunya termasuk kemarahan dan kebencian.” Genggaman
Setelah ia melarikan diri dari Shui, ia pergi ke negeri Wu. Di sana ia melalui kehidupan yang cukup tenang dan damai. Kemudian ia bertemu dengan seorang puteri yang sangat cantik. Puteri itu tengah terluka parah. Li Sha yang mengerti perihal penyembuhan herbal segera mampu menyembuhkannya. Terkesan akan kemampuan Li Sha, sang puteri memintanya untuk menjadi pengikutnya. Li Sha seakan mendapat penghargaan yang sangat besar - apalagi ketika diketahuinya bahwa sang puteri ternyata adalah isteri dari Putera Mahkota Wu. Kedua pasangan itu juga memperlakukan Li Sha dengan sangat baik, Li Sha merasa bahagia sekali. Dan tibalah hari penaklukan itu. Pasukan Han bergerak secepat kilat, para penghuni istana Wu tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri, kecuali sang putera mahkota yang sebelumnya telah menyamar menjadi kasim. Tetapi selebihnya mereka semua tertangkap. Puteri Hua Mei justru tertangkap paling cepat. Pe
Tapi ia tidak yakin apakah ia perlu menceritakan perihal ini kepada He Xian, karenanya ia hanya terdiam memandang pemuda itu yang kini berujar perlahan, “Saya sungguh tak menyangka masa lalu Kaisar Han seperti itu... Sungguh kasihan...” Li Sha mengamati He Xian. “Anda memiliki hati yang sangat baik, yang sama persis dengan Ming Shi yang dulu. Mungkin itu pulalah alasan mengapa ia sangat mempercayai dan menyukai Anda. Tapi kini Anda mengkhianatinya, bahkan melawannya. Anda tahu, dia selalu dikhianati, dijauhi serta dipandang aneh oleh orang-orang sekitarnya. Karenanya, perlakuan Anda padanya ini pasti akan membawa sakit hati yang luar biasa baginya. Dan ia bukan seseorang yang toleran dengan siapapun yang membenci dan melawannya.” Dalam keadaan biasa, He Xian pasti akan mencari segudang pembelaan diri untuk mematahkan argumen Li Sha yang condong membela Ming Shi itu. Bagaimanapun ia tidak melakukannya. Kisah