Hao Shi mendekatkan wajahnya ke wajah Yan Xu.
“Karena nyawa Ming Yan Cheng, Ibu Suri Yin, beserta segenap keluarga dan kerabatmu ada di dalam tanganku.”
Yan Xu merogoh saku gaunnya, meraih pisau kecil berlumur racun itu, dan secepat kilat menusukkannya tepat ke dada kiri Hao Shi.
Aku tak akan pernah jatuh cinta lagi pada laki-laki. Tak akan pernah!
“Yan Xu. Kau...” Hao Shi terbeliak. Ia ingin mengucapkan rentetan kata-kata, namun rasa sakit yang amat sangat mencegahnya untuk itu. “Kau ternyata...”
Yan Xu memandangnya dengan sedih. “Maafkan saya, Yang Mulia. Namun saya harus melakukan ini, atau kalau tidak keluarga dan kerabat saya di Ming akan kehilangan nyawa mereka.” Setitik air mata jatuh membasahi pipinya. “Anda orang yang benar-benar sangat baik, selamanya saya tidak akan melupakan kebaikan Anda. Orang yang baik seperti
Seo-Yu memandangi ketiga anaknya. Mereka terhimpit ujung pedang putih tajam itu, mereka dihimpit oleh dewa kematian. Air matanya jatuh semakin deras. Ia tidak punya pilihan lain. Ia hanya bisa membiarkan kewanitaannya diinjak-injak di sini, sekarang. “Hentikan!!!” Semua menoleh ke asal seruan itu, termasuk pula Ming Shi. Yan Xu-lah yang berseru. Dengan marah, ia memelototi suaminya, yang sangat tidak menyangka ia akan berani berseru di saat seperti ini. Karena kaget, Ming Shi tanpa sadar melonggarkan pelukannya. Yan Xu segera mengambil kesempatan ini. Ia mendorong Ming Shi dengan kasar, dan selanjutnya berjalan menjauh, meninggalkan aula dalam diam. Ming Shi terpana cukup lama dengan perlakuan isterinya, sampai ketika akhirnya ia mampu bicara kembali. Ia menarik pedangnya dan memasukkannya lagi ke sarung di pinggangnya. “Pakai kembali baju kalian!
“Saya telah mengandung.” Yan Xu berkata singkat kepada Ming Shi yang tidak langsung menjawab karena tengah sibuk membaca laporan mengenai He Xian dan kawan-kawannya. Dan bahkan sebelum Ming Shi mengucapkan kata “Selamat, bagus sekali”, Yan Xu keburu telah menghilang dari ruangan. Meninggalkan Ming Shi yang hanya bisa bertopang dagu. Ia memandang ke luar jendela. Sejauh mata memandang, dari permukaan tanah sampai ujung langit tertinggi, semua itu adalah miliknya. Hanya tinggal Qi yang masih berdiri sendiri, tetapi selain itu, seluruh dunia berada di bawah kakinya. Ialah penguasa langit dan bumi, pengendali hidup dan matinya seluruh manusia. Namun, masih ada satu yang sampai sekarang belum bisa dimilikinya. Yaitu kasih sayang tulus orang lain terhadap dirinya. Semua orang tidak akan pernah menyukainya, fakta tersebut telah ia ketahui sejak dulu. Bahkan setelah ia berhasil menj
Ramalan tersebut meninggalkan kesan yang amat dalam bagi siapapun yang mendengarnya, dan tentunya bagi seluruh keluarga kekaisaran. Sejak saat itu, mereka semua memperlakukan Ming Shi dengan amat berbeda dan khusus. Namun perlakuan macam ini amat tidak disukai oleh Ming Shi. Ming Shi tumbuh menjadi seorang anak yang sangat tampan dan manis, ramah dan murah senyum, lincah dan sigap, dan juga sangat pandai. Semua kelebihannya ini seharusnya membuat orang menyukainya, kalau saja tidak terjadi keanehan-keanehan di sekitarnya. Semua orang yang baik padanya akan secara gaib mendapatkan kemujuran, sementara yang menyakiti hatinya bahkan sedikit saja akan langsung dihampiri nasib naas. Misalnya saja, para dayang yang merawatnya dengan penuh kasih sayang tanpa berusaha mempedulikan ramalan tentang dirinya, berturut-turut mendapatkan kebahagiaan baik dalam keluarga ataupun mendapat harta. Sementara saudara-saudara sedarah biru maupun anak-an
Tetapi walaupun Ming Shi telah tinggal di Pu Tuo San, bukan berarti hal aneh tersebut dapat menghilang begitu saja. Tetap saja ada orang-orang yang dihampiri nasib mujur dan naas secara janggal. Walaupun para biksu tidak lantas menjauhi Ming Shi, melainkan mendidiknya lebih keras. Mereka menyuruhnya bermeditasi lebih lama dan membaca paritta lebih banyak dibandingkan yang lainnya. “Jangan-jangan anak itu keturunan siluman!” Suatu hari, salah seorang biksu yang paling senior berbisik. “Hush! Hati-hati bicaramu, bagaimanapun dia adalah pangeran!” “Tidak ada yang lebih tinggi dan rendah di Pu Tuo San ini. Tingkatan semua orang sama di sini.” “Yaaa tetapi tidak lucu bila kau dihukum penggal, kan?” “Oh... kalau begitu bagus! Aku bisa ke Nirwana secepatnya.” Keesokan harinya, sang biksu senior meninggal dengan
Saat sedang memikirkan pertanyaan tersebut, sekonyong-konyong Ming Shi merasakan tubuhnya berguncang-guncang dengan hebatnya. Cepat-cepat ia berdiri, dan segera berlari ke arah lain karena selanjutnya batu-batu mulai berjatuhan dari langit-langit, semakin lama semakin banyak. Iapun membuka mulut siap berseru minta tolong, namun ia teringat Ruangan Yi Nuo Qi berada sangat jauh di ujung, sekeras apapun ia berteriak tidak akan ada orang yang mampu mendengarnya. Ming Shi menggigit bibir. Ia harus melindungi dirinya sendiri. Bola matanya berputar cepat mencari tempat berlindung, dan pandangannya terarah ke patung Buddha raksasa di sisi ruangan. Patung itu pula cukup besar untuk melindungi tubuhnya yang berukuran jauh lebih kecil. Betapa terkejutnya Ming Shi ketika melihat patung raksasa itu bergeser miring, dan kemudian jatuh dengan bunyi debum yang sangat memekakkan telinga. Ming Shi ternganga menyaksikan pelindung terakhirnya kini telah h
“Sebelumnya, aku ingin mengetahui beberapa hal tentang pribadimu.” Ia menunjuk batu meja lainnya di mana di atasnya tertatah kristal besar berwarna jingga keemasan. “Pandanglah kristal itu, dan beritahukan pendapatmu mengenai apa yang kaulihat padaku.” Menuruti perintah sang biksu, Ming Shi menghampiri kristal tersebut dan melihat ke dalamnya. Cahaya jingga keemasan berpendar lembut, memandangnya saja Ming Shi merasa sangat bahagia. Ia melihat kehangatan keluarga, kasih sayang antarmanusia, tolong menolong dan kesetiaan... begitu indah. Kalau saja ia bisa memilikinya... “Beritahu apa yang kaupikirkan tentangnya... dan katakanlah dengan jujur, walaupun yang terlintas dalam pikiranmu bukanlah hal yang baik.” Ming Shi menelan ludah. “Itu... sangat indah. Kasih sayang antar anggota keluarga, persahabatan, saling tolong menolong terhadap sesama... benar-benar sangat menyentuh. Aku ingin seka
Ming Shi memandang lautan luas yang terhampar di depannya. Di sinilah ia sekarang, di perbatasan antara negerinya dengan Shui. Ia tidak mungkin berkelana di Han, ada cukup banyak orang yang dikenalnya di sana. Salah bertindak sedikit, bisa-bisa ayahnya kembali menyeretnya dan mengurungnya lagi. Karena itu, ia harus menyeberang ke Shui dan merantau di sana. Pintu keluarnya dari Kuil Pu To San adalah pantai sunyi senyap yang ia yakini pastilah belum terjamah oleh manusia selain dirinya, jadi ia harus pergi ke tempat lain. Perlahan-lahan ia melangkah menyusuri pesisir pantai. Tidak lama kemudian ia sampai ke area pantai yang lebih ramai. Ada beberapa perahu di sana, besar dan kecil. Kapal besar dapat mengangkut banyak orang sekaligus, biayanya lebih murah dari yang kecil, jadi ia menaiki yang besar. Setelah menunggu cukup lama, nahkoda kapal memerintahkan kapal bergerak maju. Berangkatlah mereka menuju Shui. &n
Semua orang berhamburan turun dari kapal, bergegas pergi melakoni rencana mereka masing-masing. Namun, walaupun tujuan mereka berbeda-beda, mereka tetap harus melewati jalur yang sama untuk sampai ke area trans-penghubung, He Shan Lu. Karena tidak tahu jalan di Shui, Ming Shi mengikuti saja arus perjalanan orang-orang yang satu kapal dengannya. Termasuk pula ibu dan anak yang telah menolongnya itu. Kira-kira setengah jam kemudian, rombongan pun tiba di He Shan Lu. Tempat yang dituju merupakan sebuah area yang sangat besar, dan ramai. Ialah pusat kesibukan Xin kai, dan juga salah satu area terpenting di Shui. Jadi kira-kira bisa dibayangkan kesibukan dan keramaian situasi di sana. Orang-orang berjalan hilir mudik melintasi kota, dan seringkali harus berlari menyingkir ketika kereta-kereta kuda menderu memecah jalan. Mendadak si anak perempuan berseru, “Itu Tante Su!” dan tanpa menghiraukan apa-apa lagi ia seg
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata
Mau tak mau He Xian merasa heran juga. Sama sekali tidak melintas gejolak kemarahan dalam benaknya saat bertatap muka dengan Ming Shi tadi. Seakan semua dendam dan kemarahannya telah menguap habis tanpa sisa sedikitpun. Bagaimanapun, cerita Li Sha mengenai masa lalu Ming Shi memang telah mengubah total pandangannya akan sang kaisar, pula kehidupannya di Qi selama dua tahun ditambah pengalamannya membantu sesama semakin menguatkan tekadnya. Bahwa apa yang mampu membuatnya bahagia bukanlah menang atas musuhnya dan membalaskan dendamnya, atau mewujudkan keinginannya yang berdasar nafsu duniawi semata. Bahwa jika kita dapat melakukan panggilan terpendam hati kita, serta membuat orang di sekitar kita merasa bahagia, itu semualah yang akan memberikan kita kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena landasan pikiran itulah mungkin, maka He Xian sama sekali tidak merasa marah ataupun dendam saat berhadapan dengan Ming Shi. Malah, raut kegelisahan san
He Xian sangat terkejut saat mendapati para utusan Han mendatangi pemondokan tempat ia tengah berceramah. Walaupun ia telah menyiapkan batin dari jauh hari sebelumnya, ternyata tetap saja ia masih menyimpan trauma dan ketakutan saat menghadapi mereka. Bahkan kakinya nyaris berderap melarikan diri ketika batinnya mencelos, Bukankah misi utamaku adalah mengubah pola pikir Kaisar Han? Sekarang pihak istana mencariku, ini menandakan aku punya kesempatan untuk mewujudkan misiku. Maka iapun tetap berdiri di tempatnya, dengan tenang menyambut mereka semua. “Selamat datang Tuan-Tuan sekalian, ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Di pihak lain, Sekretaris Li tidak kalah terkejut. Ternyata Sang Guru Besar adalah Sun He Xian. Sang sekretaris negara merutuk dalam hati. Kalau begini, keadaannya bisa menyulitkan. Dan ia apatis Ming Shi mau menerima si pemuda jangan-jangan malah sang kaisar aka
Diawali dengan kematian salah seorang selir di harem paling terkucil. Para pelayan menemukan mayat gadis itu mengapung di atas kolam teratai taman istana pada pagi hari. Menurut pemeriksaan, selir tersebut mati atas dasar kemauannya sendiri - ia menggores pembuluh nadi besar di pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan dirinya ke dalam kolam. Pisau pembunuh ditemukan di tepi kolam. Dan segalanya terjadi begitu cepat. Dalam seminggu tiba-tiba saja telah ada tiga selir lain yang bunuh diri, dan jumlah kematian para selir itu meningkat di minggu berikutnya. Kini, telah ada lebih dari selusin selir yang mati bunuh diri sementara alasan di balik tindakan mereka masih belum tersingkap. “Yang mengherankan, jika mereka bunuh diri atas kehendak sendiri, seharusnya gelagat nereka telah terlihat pada hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, tidak terlihat sama sekali kesedihan dalam raut wajah mereka. Bahkan menurut para