Terdengar suara pintu terbuka pada apartemen Nyonya Song, ternyata anak bungsu dari nyonya song baru pulang dari belajar tambahannya.
“Oh, wasseo?” Nyonya Song bertanya kepada Jaesung.
“Ne~, apakah eomma sudah memasak makan malam? Aku benar-benar lapar,” Jaesung akan merengek seperti anak kecil ketika sudah merasa kelaparan.
“Sabar sebentar, eomma baru pulang dari berbelanja bahan makanan tadi, dan sebentar lagi siap.”
“Oh ya, kita kedatangan tetangga baru di lantai ini, ada seorang gadis menempati apartemen 502, jika bertemu nanti, sapalah, ia sepertinya sebaya denganmu.”
Jaesung yang tengah di landa kelaparan tidak mendengarkan perkataan ibunya, ia hanya melanjutkan kegiatannya membuka ponsel untuk bermain game.
Dan kemudian pintu kembali terbuka, terlihat 2 orang manusia masuk ke dalam apartemen itu, mereka adalah kakak dan ayah Jaesung yang sepertinya baru pulang dari kantor.
“Eomma, aku lapar, apakah makan malam telah siap?” Adik dan kakak itu bereaksi sama, dan sepertinya sebentar lagi suaminya juga akan berkata hal yang serupa.
“Makan malam siap, Jaesung-a, siapkan meja makan,” Jaesung yang mendengar perintah dari ibunya langsung bangkit sebelum ibunya ataupun cacing-caing diperutnya mengomel agar diberi asupan sesegera mungkin.
Makan malam berjalan dengan tenang seperti biasa, keluarga ini memang memiliki tradisi untuk selalu melakukan makan malam bersama, tidak peduli seberapa terlambatnya salah satu anggota keluarga, mereka akan tetap menunggu hingga semua telah berada di rumah, terkecuali untuk Tuan Han jika memang ada kegiatan bisnis keluar kota.
“Jaesung-a, Jaewoon-a, hari ini kita mendapatkan tetangga baru di apartemen 502, namanya Rina, jika nanti bertemu di luar jangan lupa untuk bertegur sapa, sepertinya ia hidup sendiri di negara ini,” jelas nyonya song.
“Apakah dia cantik eomma? Berapa umurnya?” Seperti biasa Jaewoon bersemangat jika mengenai seorang wanita, mungkin dikarenakan ia adalah seorang yang suka bermain-main dengan perasaan wanita.
“Sampai kapan kau akan seperti itu hyung!? Nanti kau akan terkena karma! Berhentilah sebelum terlambat.” Jaesung mengingatkan kakaknya mengenai kebiasaan buruk tersebut, pada akhirnya karma tentu saja akan menghampiri, hanya saja kita tidak tau apakah disaat yang sama kita telah siap menanggung resikonya atau tidak.
“Ya! Aku kan hanya bertanya, apa dia cantik dan berapa umurnya! Kenapa kau sampai membahas sampai karma huh!? Jangan sok mengajariku, kau saja tidak pernah mempunyai pacar, malah berlagak lebih berpengalaman dariku.”
Tuan Han yang melihat kedua putranya meributkan hal yang tidak jelas akhirnya angkat suara, “Sudah-sudah, jika memang penasaran, pergilan bertamu untuk sekedar bertegur sapa dengannya, jangan meributkan hal yang tidak jelas, appa lelah dan ingin istirahat, jika kalian ribut kembali, kalian berdua tidur di luar saja!”
Jaesung dan jewoon lengsung terdiam, jika appa mereka sudah angkat bicara, tidak akan ada yang berani menjawab. Mereka berdua langsung memasuki kamar takut nantinya jika memang harus tidur di luar.
“Ya! Mari kita taruhan.” Dengan bersemangat Jaewoon melancarkan taktik liciknya.
“Hyung, jangan mengada-ngada, ingin taruhan apa kita malam-malam begini, aku lelah hyung, kau kan tau sebentar lagi aku akan ujian kelulusan, tolong jangan ganggu ketenanganku hyung.” Jaewoon cemberut melihat dirinya diabaikan oleh adiknya.
“Dasaar, berhentilah terlalu memaksakan diri, cobalah untuk mencari pacar! Bahkan ketika kau tidak belajar, nilaimu akan baik-baik saja Jaesung-a, sebelum usia remajamu berakhir cobalah mengenal seorang gadis, jika tidak kau akan menyesal karna tidak pernah memiliki pengalaman, dasar bodoh!” Lihatlah siapa yang berbicara, bahkan tanpa dijelaskan pun Jaesung lebih unggul dalam bidang akademik dibanding Jaewoon, tapi dengan seenak hati pria kurang ajar itu mengatakan Jaesung bodoh.
Karna terlalu lelah mendengarkan ocehan kakaknya, Jaesung memutuskan untuk keluar mencari angin segar atau sekedar mencari camilan malam ketika kakaknya memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
“Daripada aku harus dipengaruhi oleh orang toxic seperti nya, lebih baik aku keluar mencari angin segar.” Bukannya akan kalah berdebat dengan makhluk itu, tapi ia ingat salah satu pepatah yang mengatakan bahwa kita hanya akan membuang-buang waktu berdebat dengan orang bodoh.
Jaesung turun untuk mencari camilan pencuci mulut, siapa tau ia bisa menemukan makanan enak yang hanya akan ia nikmati tanpa ada gangguan dari orang idiot yang mengatakan dirinya bodoh. Melihat betapa ramainya suasana di malam hari benar-benar membuat tubuh dan pikiran Jaesung merasa tenang, kesibukannya sehari-hari yang hanya menghadapi buku serta jurnal-jurnal, membuat Jaesung kelelahan baik fisik maupun mental, ia hanya memiliki sedikit waktu untuk sekedar menikmati istirahat, bukannya tidak mau, ia hanya tidak ingin usahanya selama ini rusak hanya karna godaan sementara, ia sudah menata sedemikian rupa masa depannya, ia tidak akan hidup seperti kakaknya yang hanya mengikuti arus, dan tentunya itu disebabkan karna kebodohannya yang lalai ketika remaja.
Jaesung memang berbeda dengan Jaewoon, ia adalah seorang pekerja keras dan mempunyai target hidup yang jelas. Ia telah memutuskan akan menjadi trainee ketika telah menyelesaikan pedidikan, bukan tidak tertarik di bidang akademis, hanya saja ia benar-benar sangat berbakat dalam hal seni.
Waktu telah menunjukkan pukul 21.00 malam, Jaesung memutuskan untuk kembali pulang dan ia yakin bahwa kakaknya telah terlelap dengan nyenyak. Ketika sampai di lantai 5 dan akan keluar dari lift, Jaesung melihat seorang lelaki menggunakan pakaian dan hoodie serba hitam berjongkok di depan pintu yang bertuliskan nomor 502. Mendapati seseorang tengah memperhatikannya, pria itu bergegas berdiri dan langsung menuju tangga darurat untuk turun. Jaesung yang benar-benar lelah mencoba mengabaikan kejadian yang baru saja ia lihat, dan memutuskan untuk segera mandi dan beristirahat karna kepalanya sudah mulai sakit untuk sesaat.
“Apa yang salah? Kenapa kepalaku sangat sakit,” tanpa sadar Jaesung mencoba meraih tepian meja makan untuk tetap berdiri tegak, pandangannya mulai kabur dan tanpa sadar ia menyentuh sebuah gelas kaca yang akhirnya jatuh kelantai.
Mendengar suara gaduh dari dapur, Nyonya Song bangun untuk melihat apa yang sedang terjadi. Betapa kagetnya ia mendapati Jaesung terjatuh lemah sembari memegang kepalanya.
“Jaesung-a, wae geurae? Apa yang terjadi?” Nyonya Song mencoba untuk memanggil suaminya sembari berusaha menolong Jaesung untuk duduk, disampingnya terlihat pecahan beling yang berserakan.
Seketika Tuan Han bangun dan panik melihat keadaan di depan matanya, ia mencoba untuk memapah Jaesung kembali ke kamar. Melihat Jaewoon yang tertidur pulas dengan earphone tersemat di telinganya membuat Tuan Han marah dan memukul Jaewoon menggunakan bantal.
“Ya! Apa kau tidak sadar adikmu sakit! Lihatlah keadaan nya sekarang, bukan malah tidur nyenyak.” Tuan Han mulai menaikkan nada suaranya. Kaget dengan suara keras ayahnya membuat Jaewoon langsung terbangun dan memperhatikan sekelilingnya dengan keadaan setengah sadar.
“Jaesung-a, apa yang terjadi padamu!?” Jaewoon sangat kaget melihat Jaesung yang terlihat menahan sakit sambil memegang kepalanya, bahkan air mata Jaesung mengalir untuk menahan sakit yang tidak jelas penyebabnya.
“Aku akan menelpon dokter agar segera kemari.” Tuan Han langsung mengambil ponsel dan mencari nomor dokter keluarga yang biasa membantu mereka.
“Halo? Maaf mengganggu anda di malam hari, saya sedang butuh bantuan anda, anak saya sakit mendadak, bisakah anda kesini?” Terdengar jeda beberapa saat sebelum akhirnya Tuan Han mengucapkan terimakasih dan memutuskan sambungan telepon.
Nyonya Song sekarang menempelkan plester penurun panas di dahi Jaesung, ia tidak tau ternyata anak bungsunya tengah demam, apa ini akibat ia yang terlalu keras menyiapkan ujian kelulusannya? Bagaimana pun ia tidak bisa menyalahkan Jaesung yang terlalu keras terhadap dirinya sendiri, karna sebenarnya itu juga adalah sifat Nyonya Song ketika muda.
Setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan, dokter memberikan beberap obat yang harus dikonsumsi Jaesung untuk beberapa hari ke depan, dokter mengatakan Jaesung sangat kelelahan dan stres, jadi dokter menyarankan Jaesung untuk beristirahat sementara.
Setelah berterima kasih dan mengantarkan dokter keluar, Tuan Han kembali ke kamar putranya untuk memastikan kondisi Jaesung.
“Jaesung-a, bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kepalamu masih sakit?” tanya tuan han khawatir.
“Sudah mendingan appa, tidak usah terlalu khawatir, aku yakin dengan beristirahat dan minum obat, aku akan segera membaik.” Jaesung berusaha meyakinkan keluarganya bahwa ia baik-baik saja, ia tidak ingin terjadi kepanikan dalam keluarga ini, sedangkan yang saat ini ia butuhkan adalah ketenangan untuk bisa mempersiapkan ujian kelulusannya.
“Baiklah kalau begitu, Jaewoon, tolong kau jaga adikmu malam ini, jangan hanya tidur seperti orang mati, jika Jaesung membutuhkan sesuatu, bantu ia untuk mendapatkannya, arasseo!?”
“Baik appa,” sebenarnya Jaewoon sungguh kaget melihat keadaan adiknya, belum pernah selama hidupnya ia melihat Jaesung kesakitan seperti tadi, kalaupun sakit, Jaesung hanya pernah demam, dan paling parah itu hanya mimisan, walaupun terlihat menyebalkan, sebenarnya Jaewoon menyayangi adiknya itu, hanya saja karna Jaesung yang keras kepala dan sering kali memancing keusilan Jaewoon untuk menggoda adiknya.
“Apa kau butuh sesuatu? Ingin aku ambilkan air?” tanya Jaewoon khawatir.
“Tidak ada hyung, aku hanya ingin beristirahat, kau tidurlah dengan nyaman, aku tidak apa-apa.” Melihat Jaewoon yang berencana untuk tidur di lantai membuat Jaesung meminta kakaknya untuk naik ke ranjangnya, ia tidak ingin Jaewoon juga akhirnya sakit, karna ia yakin keesokan hari keadaannya akan lebih membaik.
***
Pagi-pagi sekali Rina bersiap untuk melakukan lari pagi di sekitar apartemennya, ia tidak sengaja kemarin melihat jogging track di sepanjang sungai yang berada tak jauh dari apartemennya, mencoba untuk menyibukkan diri karna hidup sendiri ia rasa adalah hal yang tepat.
Tepat setelah membuka pintu apartemennya, ia menemukan secarik kertas yang dilipat secara rapi tergeletak di depan pintu apartemennya, gadis itu mengira bahwa kertas tersebut hanya semacam sampah yang di jatuhkan atau dibuang oleh orang yang tidak tahu aturan, tetapi entah mengapa posisi kertas tersebut terlalu tidak biasa jika memang di buang secara tidak sengaja. lipatan yang begitu rapi membuat rasa penasaran Rina menjadi semakin bertambah, dan pada akhirnya, gadis itu memutuskan untuk mengambil kertas itu dan mencoba untuk membaca isinya, namun kegiatannya seketika terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya.
“Oh nak Rina, ingin lari pagi ya?” sapa Nyonya Song.
“Oh Nyonya Song, iya, saya berencana untuk berjalan-jalan di tepi sungai, sepertinya cuaca hari ini sedang sejuk, kenapa Anda keluar pagi-pagi sekali?” Terlihat bahwa Nyonya Song tengah menenteng beberapa plastik berisi buah-buahan.
“Aku mencoba membeli buah segar, jika kesiangan nanti hanya akan tersisa yang kurang segar, putraku malam tadi tiba-tiba sakit, jadi aku memutuskan untuk membeli buah untuknya,” terang Nyonya Song sambil mengangkat beberapa plastik belanjaannya.
“Oh begitu ternyata, semoga putra anda cepat sembuh Nyonya, kalau begitu saya permisi dulu.” Rina dengan sopan melewati Nyonya Song setelah di balas anggukan oleh wanita paruh baya tersebut.
Benar saja, cuaca pagi ini tidak terlalu panas, mendung mencoba menutupi sinar matahari yang sudah mulai naik, udara yang cukup segar membuat paru-paru Rina serasa mendapatkan pasokan terbaik. Jalanan kecil di tepi sungai ini masih terlihat lengang oleh pejalan kaki, sesekali Rina hanya menemukan beberapa pesepeda berlalu melewatinya. Setelah dirasa cukup jauh Rina memutuskan untuk berhenti di sebuah mini market untuk membeli air mineral, mulutnya benar-benar terasa kering, ia butuh istirahat beberapa saat sebelum harus kembali ke apartemennya.
Selagi duduk-duduk santai, Rina berfikir untuk berkunjung ke rumah Nyonya Song, setidaknya untuk memperkenalkan diri dan juga melihat putra Nyonya Song yang sakit, lagipula Nyonya Song telah menawarkan untuk mampir kerumah wanita tersebut ketika tidak sengaja bertemu Rina tadi malam.
“Benar, tidak ada salahnya aku berkunjung, tapi aku harus membawa apa ya? Tidak mungkin aku datang hanya dengan tangan kosong, kalau buah pun Nyonya Song sudah banyak membeli buah, apa yang harus aku bawa ya?” Rina bingung harus membawa apa ke rumah Nyonya Song, namun pada akhirnya ia tetap membeli buah walaupun tau bahwa tadi Nyonya Song telah membawa banyak buah, ia juga membawakan beberapa vitamin untuk diberikan kepada putra Nyonya Song.
Rina menarik nafas beberapa saat sebelum menekan bel apartemen Nyonya Song, ia gugup jika harus bertemu dengan orang baru, tapi ia yakin jika jam segini mungkin hanya ada Nyonya Song dan putranya di rumah, sementara suaminya pasti sudah berangkat kerja.
Tak beberapa lama, pintu apartemen dengan nomor 504 itu terbuka, menampilkan Nyonya Song yang tengah menggunakan apron, sepertinya wanita itu sedang memasak.
“Oh Rina, silahkan masuk, maafkan rumahku masih berantakan, aku juga baru selesai memasak, kau duduk disini ya, aku akan ambilkan minum.” Nyonya Song terdengar sangat ramah, menjadikan gadis itu merasa rindu akan sosok mama yang telah pergi meninggalkannya.
“Terimakasih Nyonya, ini aku bawakan beberapa buah-buahan, aku tidak tau harus membawa apa ketika ingin berkunjung untuk menyapa dan juga teringat bahwa putramu yang tengah sakit, dan juga ada beberapa vitamin.” Rina menyerahkan bungkusan itu kepada Nyonya Song.
“Aigoo-ya, kenapa repot-repot, aku senang jika kau berkunjung, lain kali tidak usah membawa apa-apa yaa.” nyonya song tersenyum sambil membawa bungkusan itu ke dapur dan mengambilkan minum untuk Rina.
“Kenapa sangat sepi Nyonya? Bagaimana keadaan putramu? Apa sudah baikan?” Rina mencoba mencari topik pembicaran, situasi saat ini benar-benar membuatnya gugup.
“Hhh, anak itu memang keras kepala, ia tidak ingin melewatkan satu hari pun untuk sekolah Rina-ya, mungkin karna ia juga akan menghadapi ujian kelulusan”, Nyonya Song terlihat khawatir memikirkan putra bungsunya yang keras kepala itu.
“Ini aku buatkan lemon tea, ini baik untuk tenggorokanmu Rina, minumlah.” Sekarang Rina benar-benar merindukan mamanya.
“Terimakasih Nyonya, aku jadi merepotkanmu.” Minuman itu sangat enak membuat Rina hampir menghabiskan semuanya jika tidak ingat bahwa ia sedang berada di rumah orang lain.
“Bagaimana apartemenmu? Apakah kau sudah selesai beres-beres? Apa perlu bantuanku gadis muda?” tawar Nyonya Song.
“Tidak apa nyonya, aku sudah selesai menata apartemenku, sekali-kali berkunjunglah, aku akan mencoba membuatkan makan malam yang enak untukmu.” Dalam hati Rina mulai menyesali perkataannya, makan malam enak? Bahkan ia baru saja belajar untuk memasak.
Obrolan mereka berjalan lancar hingga beberapa saat Rina akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartemennya, badannya yang sudah minta disirami air membuat Rina gerah dan merasa gatal-gatal di seluruh tubuhnya.
“Nyonya, aku pamit dulu, ingin membersihkan diri, semoga putramu cepat sembuh, sampaikan juga salam ku untuk Tuan Han.” Rina mencoba untuk bisa seramah mungkin, ia benar-benar berusaha keluar dari zona nyaman hidupnya.
“Baiklah, terimakasih sudah berkunjung Rina-ssi, jangan pernah ragu untuk mampir kembali ya, aku benar-benar senang bisa memiliki teman bicara sepertimu.” Rina sangat yakin bahwa Nyonya Song sangat nyaman berbicara dengannya, mungkin juga karna wanita tersebut satu-satunya perempuan dalam keluarga itu, tentu saja berbicara dengan sesama jenis lebih menyenangkan untuk mengobrol mengenai berbagai hal. Rina tersenyum menanggapi Nyonya Song sebelum akhirnya pulang ke apartemennya.
Waktu menunjukkan pukul 3 sore, setelah selesai mandi dan mencoba membaca beberapa buku setelah pulang dari rumah Nyonya Song, membuat Rina akhirnya terbang ke alam mimpi. Kini perutnya minta diisi kembali, ia lupa jika telah melewatkan jadwal makan siang.
“Aku harus makan apa ya?” Rina bergumam sembari melihat isi kulkas yang hanya ada air mineral dan beberapa minuman kaleng, ia baru ingat jika ia belum berbelanja untuk mengisi kulkasnya. Dan akhirnya Rina mencoba pergi ke supermarket sekalin mencari asupan untuk perutnya yang saat ini sudah terlalu berisik.
Ketika akan keluar dari lift, ia tersadar bahwa salah satu tali sepatunya terlepas, kemudian gadis itu berjongkok untuk kembali mengikatkan tali sepatunya, di saat bersamaan seorang pemuda masuk dan bertanya kepada Rina, “Apakah anda tidak ingin keluar?” Rina baru tersadar bahwa ia harus segera keluar lift, “Tolong tahan pintunya sebentar” pinta Rina tanpa memperhatikan seseorang yang sedang ia mintai tolong. Jaesung yang kebingungan hanya menatap gadis itu sembari salah satu tangannya menahan tombol lift agar tidak menutup, jujur saat ini Jaesung merasakan hal aneh dari gadis tersebut, rambut sebahunya jatuh bebas di samping siluet wajahnya, hanya menampilkan sebagian wajahnya yg juga ikut tertutupi.
Setelah selesai dengan urusan tali sepatunya, Rina bergegas keluar dari lift. Jaesung benar-benar tercegang melihat sikap gadis itu. “Ternyata benar-benar ada orang yang tidak tau sopan santun, bahkan untuk melihatku saja tidak, ah sudahlah.” Bagai telepati, saat itu Rina tersadar belum mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah membantunya menahan pintu lift, seketika ia berbalik untuk mengucapkan terimakasih, ternyata pintu lift sudah menutup. “Yaah aku belum mengucapkan terima kasih, bagaimana ini?” Rina menjadi bingung. Tapi akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan niatnya berburu bahan makanan untuk isi kulkasnya. “Mungkin lain kali aku akan berterima kasih ketika bertemu kembali.” Padahal Rina tidak mengetahui orang yang telah membantunya.
Rina segera mengecek list bahan makanan pada ponselnya, “Sawi, kentang, ah sudah semua, baiklah mungkin aku harus melihat beberapa camilan untuk menemaniku malam ini.” Sembari berputar pada rak camilan, ia berhenti di salah satu rak dan melihat coklat yang sangat ia sukai, sudah lama ia tak menjumpai cokelat itu, tanpa ragu gadis itu langsung memasukkan 1 pack cokelat ke dalam trolinya. “Baiklah, aku pikir ini sudah cukup untuk mengacaukan diet ku.” Kemudian Rina bergegas untuk melakukan pembayaran, ia benar-benar ingin segera pulang, dan menikmati cokelatnya.
“Na wasseo~.” Terlihat Jaesung yang kelelahan baru pulang dari sekolah, walaupun ia tau bahwa tubuhnya tidak dalam kondisi yang baik, ia tetap bersikeras untuk masuk sekolah, dan pada akhirnya kedua orang tua beserta kakaknya menyerah untuk bisa membuah Jaesung beristirahat di rumah.“Bagaimana keadaanmu selama disekolah? Apa baik-baik saja? Apa kepalamu terasa sakit lagi?” Nyonya Song menyerang Jaesung dengan banyak pertanyaan.“Aku sudah baikan eomma, tak perlu khawatir.” Jaesung kembali meyakinkan ibunya bahwa keadaannya sudah membaik.“Baiklah, segera ganti baju, eomma akan mempersiapkan makan malam.” Jaesung segera masuk ke dalam kamar untuk segera membersihkan diri dan juga merebahkan diri sembari menunggu ibunya selesai menyiapkan makan malam.“Jaewoon-a, tolong antar ini kepada Rina.” Nyonya Song ingat ketika gadis itu harus keluar untuk mencari makan m
Sejujurnya Rina masih ragu untuk melakukan hal yang telah ia fikirkan beberapa hari yang lalu, hanya saja rasa penasaran Rina lebih besar dan mengalahkan segala keraguan yang ada, ia tidak ingin tenggelam dalam pikirannya sendiri mengenai kematian orang tuanya, maka dari itu ia memutuskan untuk melakukan perintah yang ia terima dari kertas tersebut.Tepat pukul 8 malam, Rina telah siap untuk melakukan misinya, entah benar ini adalah misi atau tidak, yang jelas ia hanya ingin mengungkap cerita dan misteri pesan tersebut. Gadis itu menggunakan jeans, jaket kulit dan menutupi kepalanya dengan topi, semua tampak hitam, tak lupa ia mengantongi sebuah masker untuk menutupi identitas nantinya.Setelah 15 menit menumpangi taksi, akhirnya gadis itu sampai di pintu gerbang SMA Maria, ia menarik nafas dalam, keraguan kembali menyelimuti hatinya, akan tetapi pikirannya telah mengambil alih, ia sudah berada di medan perang, bukan saatnya untuk mundur tanpa melakukan penyerangan, ia
Pagi ini Rina dikejutkan oleh kedatangan seorang pemuda. Disaat dirinya sedang mencoba membuat sarapan seperti biasa, bel apartemennya berbunyi. Setelah melepaskan apron yang tengah ia gunakan, Rina membuka pintu. Untuk sesaat Rina heran menatap tamu di depannya, seorang pemuda yang belum pernah ia temui sebelumnya.“Maaf Anda siapa yaa?”“Annyeong baby.” Pemuda tersebut tersenyum dengan lesung pipi yang sangat menggemaskan. Ia langsung memasuki ruangan sebelum mendapatkan izin dari Rina.Rina menatap waspada kepada pemuda tersebut, akhir-akhir ini terlalu banyak kejutan dalam hidupnya.“Apa yang coba anda lakukan?” tanya Rina waspada.Setelah memposisikan dirinya dengan nyaman pada sofa, pemuda tersebut tersenyum, “Nuna~ tak bisakah kau berikan tamu ini minuman terlebih dahulu sebelum bertanya? Aku benar-benar haus, apakah kau sedang memasak sarapan? Aku juga lapar.”
Hari ini adalah akhir pekan, Rina berencana pergi ke toko buku untuk melihat-lihat, mungkin saja ada buku yang bisa ia jadikan referensi untuk perkuliahannya, lagipula ia merindukan hobi lamanya untuk membaca komik. Ketika keluar dari apartemen ia menemukan Jaesung berada di depan lift.“Kau ingin kemana?” sapa Rina kepada Jaesung.“Hanya berkeliling untuk mengistirahkan fikiranku, kau sendiri? Bukankah biasanya wanita jika di akhir pekan lebih suka dirumah untuk berberes rumah?” Jaesung sangat mengetahui kebiasaan ibunya yang selalu berusaha menghabiskan akhir minggu untuk membersihkan rumah dan merawat tanaman-tanaman hiasnya.“Aku ingin ke toko buku, mencari beberapa referensi dan komik.” Rina mengikuti Jaesung yang sudah memasuki lift.“Apa ingin aku temani? Setidaknya kau butuh guide ketika berkeliling di tempat baru bukan?” Jaesung menawarkan diri, lagipula tidak ada salahnya menemani Rina men
Hari ini rina kembali berencana untuk jalan-jalan ditepi sungai seperti hari sebelumnya, hanya saja hari ini ia hanya ingin menghabiskan waktu karna terlalu bosan sendirian di apartemen, tapi bukankah dia memang selalu sendiri?Ketika sedang menikmati sejuknya angin yang bertiup, ia mendapati ponselnya bergetar dan menunjukkan nama 'Jeong min ❤', terakhir kali ia berjumpa dengan anak itu ketika sedang menikmati suasana kampus beberapa hari yang lalu, ada apa Jeong min menghubunginya kembali? Bukankan misi nya telah selesai?.“Ah, bisa saja dia ingin memberikan informasi yang dijanjikan.” Dengan semangat rina menggeser layar untuk menerima panggilan Jeong min.“Halo?” Rina mencoba menetralkan detak jantungnya, berharap ia benar-benar mendapatkan informasi itu.“Annyeong baby~, dimakah kau nuna?” Jeong min langsung menanyakan keberadaan rina.“Aku sedang berjalan-jalan santai di tepi sungai,
Setelah menyelesaikan makan siang, Jeong min mengajak Rina untuk bermain game, hanya beberapa permainan sederhana, “Bagaimana kalau Truth or Dare?” tantang Jeong min, “Baiklah kalau memang itu maumu.”Setelah bermain batu gunting kertas untuk menentukan siapa yang akan memulai, terpilihlah Rina sebagai pemula, ”Aku akan memilih truth.” Rina benar-benar bersemangat untuk menggali informasi.“Kau, kenapa kau bekerja di bidang ini?” jujur Rina penasaran dengan hal tersebut, ia hanya menemui pekerjaan seperti ini di dalam novel atau cerita fiksi lainnya, dan tidak tahu bahwa ini benar-benar ada di dunia nyata.“Tentu saja karna ini menyenangkan, walaupun nantinya aku menempuh jalan yang sulit, sebenarnya ini adalah suatu kebaikan, hanya saja dengan cara yang tidak biasa, aku menyukai tantangan, Nuna.”Setelah dipikir-pikir memang pekerjaan ini untuk tujuan yang baik, hanya
Pada pukul 11.45 Rina telah selesai dengan urusannya, sekarang gadis itu tengah duduk di ruang tamu menunggu Jeong min menjemputnya, sesekali ia membuka ponsel untuk kembali melihat pergerakan beberapa saham, akhir-akhir ini memang perekonomian sedang melemah, sehingga gadis itu menjadi lebih sering melakukan pengecekan. Ketika Rina hendak beranjak menuju dapur untuk mengambil air minum, terdengar suara bel rumahnya yang berbunyi. “Sebentar ... ” Rina bergegas untuk minum dan menyambar tasnya, ia membuka pintu dan tampak Jeong min yang tengah berdiri di depan pintu. “Annyeong baby” sapa Jeong min. Rina yang mendengar hal itu kembali tertawa, kenapa segala sesuatu yang di lakukan manusia di depannya terdengar sangat imut? “Ya! Berhentilah bersikap sok keren, kau sama sekali tidak keren Jeong min-a.” Rina tertawa meledek tingkah Jeong min. “Nuna~ jangan membohongi dirimu, kau tidak akan pernah bertemu pria sep
Hari ini adalah hari dimana Rina memulai kegiatan perkuliahannya, gadis itu terlihat bersemangat sejak pagi tadi, menyiapkan sarapan dan memilih pakaian untuk hari pertamanya. Setelah dirasa semuanya telah siap, Rina mulai melangkah keluar dari apartemennya, ia sedikit bergegas, bukan karena takut terlambat, tetapi gadis itu ingin memiliki sedikit waktu untuk menikmati suasana kampus sebelum memasuki kelas. Ketika keluar dari gedung itu, ia melihat Jaewoon yang sedang berjalan menuju halte, melihat hal itu membuat Rina sedikit berlari untuk menghampiri pemuda itu. “Selamat pagi.” sapa Rina sembari mendahului langkah Jaewoon. Pemuda itu terkejut dengan kemunculan Rina. “Apa ini hari pertamamu?” Jaewoon mencoba menyamakan langkah dengan gadis itu. “Iya, doakan hari ini menyenangkan ya oppa.” Jawab Rina. “Jika kau butuh bantuan, kau bisa beritahu aku nantinya, setidaknya kau butuh kenalan senior untuk memudahkan urusanmu.” Jaewoon
Mendapati adiknya yang tiba-tiba pergi meninggalkan mereka, akhirnya Jaewoon memutuskan untuk menyelesaikan acara sarapan paginya secepat mungkin, begitupun Rina, kini gadis itu sudah terlihat tak berselera setelah mendapati sikap tak menyenangkan Jaesung sebelumnya.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jaewoon, menurutnya gadis itu cukup syok mendapati perlakuan adiknya yang sudah keterlaluan.“Aku tak apa-apa oppa,” ucapnya ragu. “Apa Jaesung sedang ada masalah? Kenapa tiba-tiba ia menjadi kesal?”Jaewoon merasa tidak memiliki hak untuk memberikan penjelasan mengenai berita yang baru saja menayangkan masalah percintaan yang dialami adiknya, “Aku pun tak tau, mungkin nanti dia akan menjelaskan kepadamu.” Akhirnya Rina mengangguk pasrah, ia berfikir sikapnya semalam terhadap Jaesung lah yang membuat pemuda itu menjadi lebih sensitif.Sesampainya mereka di rumah, Rina telah memukan Jaesung membawa sebuah ransel, “Kau, akan kemana?” ucapnya sembari menahan lengan pemuda itu. Jaesung yang tel
Seharian Rina mengurung diri di kamar, menyesali perbuatannya dan kembali menangis sesegukan, apa ia benar-benar telah menyakiti hati Jaesung? Mendadak ia membeku, merasa mengerti akan semua ini, jadi ia melihat kontak Jeong min dengan simbol hati? Dan karena itu ia mengira bahwa telepon tersebut dari pacarku? Akhirnya Rina paham atas sikap Jaesung, apalagi ketika semalam ia tak memberi jawaban atas perasaan pemuda tersebut. Memikirkan hal itu membuat dadanya semakin sesak, ia tak tahu harus bersikap seperti apa, ia ingin meluruskan semuanya, hanya saja ia tak ingin membuat masalah dengan karir Jaesung, ada dilema mendalam yang sangat menyiksannya dan karena kelelahan, akhirnya Rina terlelap.Ketika pertama membuka mata, ia mencoba mencari ponsel dan mengecek pukul saat ini. ia kaget karena sekarang sudah mulai gelap, sebegitu lelahkah ia hingga bisa tidur selama itu? Ia mulai berjalan ke kamar mandi dan mendapati wajahnya sangat berantakan, matanya yang sembab dan w
Pagi ini rumah Tuan Han terdengar ramai, entah apa yang terjadi, membuat Rina terbangun lebih awal, ia berusaha mengumpulkan nyawa dan berjalan ke ruang tamu, disana gadis itu telah mendapati Nyonya Song dan Tuan Han yang telah bersiap-siap untuk berangkat. “Ahjumma, akan kemana pagi-pagi sekali?” “Aku ada urusan mendadak, mungkin akan pulang malam nanti atau besok, maafkan aku Rina.” Ucapnya sembari berjalan mendekati Rina. “Padahal aku yang memaksamu untuk kesini, tapi aku malah jadi sibuk begini.” “Tak masalah Ahjumma, aku baik-baik saja kok, lagipula, aku masih di Korea.” Rina tidak ingin memberatkan Nyonya Song dan Tuan Han yang telah sangat baik kepadanya. “Hati-hati di jalan.” Ucapnya lagi. “Rina-ya, jika butuh apa-apa, kau bisa minta saja kepada Jaewoon ya, jangan merasa sungkan, kita adalah keluarga.” ucap Tuan Han yang diangguki oleh Rina. Akhirnya pintu itu tertutup dan meninggalkan gadis itu sendirian di ruang ta
Setelah menyelesaikan sesi lepas kangen dengan Jeong min, Rina memutuskan untuk keluar, mencoba mencari kegiatan yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu luang, seperti membersihkan rumah mungkin? Apa aku terlalu nyaman dengan keluarga ini? Ia membiarkan ponselnya tergeletak di atas tempat tidur dan mulai melangkah keluar dari ruangan tersebut, Rina menuruni tangga sambil sesekali melihat-lihat apa yang bisa ia lakukan. Dan langkah pada anak tangga terakhir menjadi terhenti ketika melihat Jaesung tengah menikmati waktu santai dengan rebahan di sofa ruang tamu. Rina sebenarnya merasa kasihan melihat anak itu, ia tahu semalam bahwa Jaesung menghabiskan malam dengan hanya tidur di sofa. “Kenapa kau tidak tidur di dalam saja?” seketika Rina sudah berdiri di samping sofa tersebut. “Aih, kau mengejutkanku.” Jaesung mencoba untuk bangkit dan duduk bersandar dengan nyaman. “Aku tak ingin mengganggumu, kau seharusnya istirahat setelah perjalanan panja
Malam ini akhrinya Jaesung mengistirahatkan dirinya disamping kerbau kesayangannya. Mendapati sinar matahari yang mencoba masuk melalui celah tirai membuat Jaesung mencoba mengerjapkan matanya beberapa kali, tampak kali ini ia menggeliatkan tubuhnya agar terasa lebih ringan. Seketika ia duduk dan mendapati Jaewoon sudah tidak ada di sampingnya. “Ada apa ini? Kenapa dia bisa bangun lebih pagi dariku?” Sesekali ia menggaruk pusarnya yang tidak gatal, Jaesung berjalan ke kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahnya, dan turun ke bawah untuk mencari sarapan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jaewoon sudah sok sibur di dapur bersama Rina dan ibunya. “Hyung, apa yang kau lakukan?” Jaewoon tampak enggan membalas pertanyaan adiknya, kali ini matanya benar-benar tersiksa akibat potongan bawang yang sedang ia hadapi. “Jangan berbicara kepadaku!” Jaesung mengambil sebuah mug kecil berisi susu hangat yang terletak di atas meja makan se
“Eomma, kenapa tidak beritahu jika Rina akan datang?” tampak pemuda itu tengah merajuk sembari duduk di depan meja makan, memperhatikan ibunya yang tengah mengupas apel untuk makanan pencuci mulut malam itu. “Haruskah aku beritahu? Kau seperti selalu mengabari jika ingin pulang saja,” ucap Nyonya Song yang mulai memotong apel itu ke dalam ukuran kecil agar mudah untuk dilahap. “Lagipula aku juga baru tahu tadi pagi ketika tidak sengaja menghubunginya, ternyata ia sudah di bandara.” Mendengar hal itu membuat Jaesung menghela nafas sesaat, ia tak tahu bagaimana mengatakan kegelisahannya kali ini, ia merasa telah berdosa kepada Rina ketika harus pergi tanpa megabari, tapi di satu sisi, ia benar-benar merindukan gadis itu. “Apa kau akan lama di rumah?” ucap Nyonya Song membuyarkan lamunan Jaesung. “Mungkin hanya dua atau tiga hari ini.” “Baguslah, kalau begitu, kau bisa menikmati waktu istirahatmu dengan Rina.” Ucap Nyonya S
“Na wasseo.” Terdengar suara tutupan pintu, menampilkan sosok pemuda yang kelelahan dan sangat merindukan masakan rumah. Tapi sapaannya hanya dibalas dengan udara ruangan kosong tersebut, padahal lampu rumahnya tampak menyala. “Eomma?” Ulang pemuda tersebut, memastikan bahwa ruangan itu masih diisi oleh keberadaan keluarganya. Apa ia salah masuk rumah? Tidak mungkin. Jaesung menggelengkan kepala dengan cepat. Pemuda itu akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya, mencoba mencari keberadaan manusia yang selalu mengganggu hidupnya. Benar saja ketika ia mencoba membuka pintu di sebelah ruang tidurnya, kembali Jaesung menemukan ‘kerbau’ itu tengah tertidur dengan sangat lelap. “Hyuuung, apa kau tidak mendengarku masuk?” Ia mencoba berinteraksi dengan benda setengah hidup tersebut. Dan – sia-sia. Ia mencoba mengambil bantal dari kamarnya dan memukul pantat kerbau itu dengan keras. “Ya! Bagaimana mungkin kebiasaa
Hari ini lagi-lagi Rina dikejutkan dengan kehadiran Jeong min di depan pintu apartemennya. “Apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak mengabari terlebih dahulu?” “Nuna akan kemana?” tanya Jeong min. Kali ini Rina mengangkat kantong plastik yang terikat rapi tanpa memberikan jawaban kepada Jeong min. “Masuklah, aku akan segera kembali.” Jeong min memasuki ruangan itu, seperti biasa ia menempatkan dirinya dengan nyaman di atas sofa, mencoba meneliti ruangan itu yang sebentar lagi akan ditinggal oleh pemiliknya. “Ada apa?” tanya Rina yang mengejutkan Jeong min. “Kita akan berangkat dua hari lagi nuna, aku sudah mendapatkan informasi mengenai ‘orang’ itu.” Untuk sejenak Rina menatap Jeong min. Merasa pantas untuk menanyakan arti tatapan itu, akhirnya membuat pemuda itu kembali bersuara. “Kenapa? Ada yang salah?” Pikirannya benar-benar berkecamuk kali ini, padahal ia telah mendapatkan bayaran dari kerja kerasnya be
Rutinitas Jesung sebagai seorang Idol membuat pemuda tersebut jarang bertemu dengan keluarganya, kesibukan yang sedemikian rupa menyita banyak waktu berharga bagi Jaesung, tetapi tak ayal membuat semangat Jaesung surut, ia tahu bagaimana perjuangan yang harus ia lewati hingga bisa debut. Apa kau sudah makan? Ucap Nyonya Song di seberang sana, untungnya komunikasi yang sudah canggih bisa mengobati rasa rindu Jaesung kepada keluarganya. “Sudah, bagaimana keadaan Appa? Aku sudah lama tak mendengar kabar dari nya.” Yah begitulah, kesibukannya telah menyita banyak waktu bersama kita, bahkan appa sudah jarang makan malam di rumah, hanya tinggal aku dan Jaewoon. Apa kau tidak ada rencana pulang ke rumah? “Aku masih ada beberapa kesibukan, kemungkinan akhir bulan ini aku akan pulang eomma, bersabar yaa.” Sorot mata Jaesung yang sarat akan kerinduan kepada keluarganya membuat Nyonya Song menghela nafas. Baiklah,