"Gilingan banget Lo, Bro! Cewek jenius sekelas Agnes bisa Lo kibulin! Salut! Salut, gue! Sumpah dah!" tukas, teman Jameso, yang juga seorang pria sepertinya.
"Iya, dong. Gue gitu, lho! Jameso, dilawan! Yang lain mah, lewat!" ucapnya, sambil mengibas-ngibaskan sejumlah rupiah berwarna merah yang baru saja Agnes berikan kepadanya."Ha-ha-ha." Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Menertawakan Agnes yang menurut keduanya, pintar tapi bodoh.Jameso terus saja membeberkan sikap Agnes kepadanya selama ini. Yang menurutnya sangat naif. Sampai tidak sadar jika telah ditipu olehnya.Namun tanpa keduanya sadari, Agnes mendengar semua perkataan Jameso yang dari tadi terus saja menghinanya.Agnes seketika merasa syok. Seolah-olah tak percaya jika Jameso yang nota bene adalah pria yang sangat dirinya cintai, ternyata telah membohongi dirinya selama tiga tahun, kebersamaan mereka."Hei, Bro! Jangan bilang Lo, tidak mencintai Agnes!" celutuk, temannya ingin tahu."Memang tidak!" jawab Jameso, penuh dengan kelicikan."Apa? Wah ... parah Lo, Bro! Berani banget, Lo! Gila dah, Lo!" Temannya tak habis pikir, dengan jawaban Jameso."Gue hanya mencintai duitnya saja. Gue akui, Agnes sangat cantik. Tapi untuk apa? Jika gue tidak bisa menikmati tubuhnya? Jadi gue menikmati uangnya saja!" Jameso sangat bangga, dengan dirinya sendiri saat ini."Jadi Lo, memanipulasi Agnes dengan rasa cinta Lo, ke dia?""Tepat sekali! Ha-ha-ha. Gue membuainya dengan cinta palsu dan harapan kosong. Tapi semuanya, hanyalah akal-akalan gue saja! Asalkan gue bisa menikmati uangnya!" Jameso kembali membanggakan dirinya, karena telah menipu sang kekasih."Kejam Lo, Bro!" tukas, sahabatnya.Selama ini, Jameso menghabiskan uang Agnes di meja judi, dan dibeberapa aplikasi judi online.Bermain judi sudah menjadi kebiasaan Jameso sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah. Permainan kotor itu telah mendarah daging baginya, sejak dulu."Itu belum seberapa. Gue punya maksud lain dengannya." ucap Jameso, lagi."Maksud, lain?" Temannya, semakin penasaran.Lalu Jameso pun bercerita jika dia akan menjual Agnes kepada seorang germo yang sedang mencari wanita yang masih suci."Wah, gila Lo, Bro! Keterlaluan banget, jika Lo berani menjual Agnes!""Kenapa gue nggak berani? Agnes kan sangat polos. Selama ini, dia sangat patuh ke gue. Gue sangat yakin kali ini, Agnes juga akan menuruti semua, apa yang gue mau." Keduanya pun kembali tertawa dengan penuh kemenangan.Agnes yang mendengar semua itu, hanya bisa menangis. Hatinya sangat hancur. Dia tidak menyangka Jameso setega itu kepadanya.Setelah menenangkan dirinya sebentar. Agnes pun keluar dari tempat persembunyiannya dan mulai berjalan menghampiri pria itu.Jameso yang terlalu asyik bercerita dengan temannya. Tidak menyadari jika saat ini, Agnes sedang berjalan ke arahnya. Bahkan telah beberapa kali temannya memberi kode kepada Jameso untuk berhenti menjelek-jelekkan Agnes. Namun pria itu seakan tak peduli. Dia terus saja berbicara tanpa henti. Bagai mobil yang sedang melaju kencang di jalan tol dengan posisi rem blong, bebas tanpa hambatan.Namun, satu kalimat dari mulut Agnes. Menghentikan semua bualannya."Jameso ...." ucap Agnes, sambil menatap pria itu, dengan perasaan terluka."Hah? A ... Agnes!" ujarnya, merasa sangat kaget saat melihat sang kekasih sedang berdiri di depannya, saat ini. "Ka ... kamu belum pulang, Sayang?" Jameso mencoba meraih tangan Agnes dan mulai merayunya, seperti yang selama ini dirinya lakukan.Namun dengan cepat Agnes menepis tangan Jameso."Sudah cukup sandiwaramu, Jameso! Kita putus!" ucap Agnes, dari kesungguhan hatinya."Apa?" Jameso sangat kaget dengan perkataan Agnes itu.Apalagi di tempat itu, juga ada temannya yang ikut mendengarkan Agnes memutuskan hubungan dengannya.Jameso seketika mengepalkan tangannya. Lalu berkata,"Hei, Agnes Amora! Lo pikir selama ini gue cinta sama Lo?" ketusnya, sambil menatap tajam ke arah gadis itu."Aku sama sekali tidak mencintaimu! Aku hanya mau uangmu! Ha-ha-ha!" Jameso tertawa penuh kemenangan."Aku akan laporkan kamu kepada polisi sebagai kasus penipuan dan penggelapan uang!" ancam, Agnes."Ha-ha-ha. Silakan laporkan! Memangnya kamu ada bukti?" Jameso yang seorang mahasiswa jurusan hukum pidana. Tahu betul seluk beluk pasal-pasal pidana. Tentu saja dia juga mengetahui sanksi yang akan diterimanya karena telah menipu Agnes, yang tidak memiliki bukti apa pun.Agnes seakan tersadar jika selama ini Jameso sangat lihai merayunya. Sehingga tak ada satu pun bukti jika lelaki itu telah menghabiskan banyak uangnya."Ha-ha-ha. Kamu kok diam saja, Sayang? Kamu kurang bukti, ya?" sindir, Jameso.Agnes menatap Jameso tak kalah tajam sambil terus meneteskan air matanya."Terima saja nasibmu! Baiklah, kita putus! Kamu yang lebih dulu memutuskan hubungan ini." ketus Jameso, lalu mengajak temannya menjauh dari are parkiran itu.Meninggalkan Agnes yang terus saja menangis."Apa yang harus kulakukan? Semua tabunganku telah lenyap diambil oleh Jameso." sedihnya, dalam hati.Agnes pun kemudian berjalan meninggalkan area parkiran itu. Dia melangkah dengan gontai. Tak tentu arah hendak ke mana. Uang di dompetnya tidak lebih dari seratus ribu rupiah, dan beberapa uang logam lima ratusan.Kepala Agnes tiba-tiba terasa berat. Dia pun hendak menyeberang jalan, dan mencoba untuk duduk di halte sambil menunggu bis yang akan membawanya pulang. Lalu tanpa disadari olehnya. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan kencang. Tepat di depannya. Untung saja pengemudi mobil itu, mengerem mobilnya tepat waktu. Sehingga tidak sempat terjadi tabrakan.Akan tetapi, Agnes yang sangat kaget, tiba-tiba saja jatuh pingsan. Tubuh rampingnya seketika jatuh di jalanan aspal yang keras itu."Bagaimana, Mark?" tanya seorang pemuda gagah dan tampan. Berwajah blasteran dengan bola mata coklat terang. Sedang menanyakan kepada sang sopir, keadaan perempuan yang tiba-tiba muncul di depan mobil nya."Saya tidak sempat menabrak gadis itu, Tuan Muda. Tapi entah kenapa, dia tiba-tiba menghilang." jawab, sang sopir."Hilang bagaimana maksud kamu?" Edward yang khawatir, segera keluar dari dalam mobil dan memeriksanya langsung."Sial!" umpatnya. Saat melihat gadis itu telah jatuh pingsan tepat di depan mobilnya.Mata Agnes terbuka sedikit dan memperhatikan jika tubuhnya sedang direngkuh oleh pria berperawakan tinggi dan berbadan tegap. Sejenak tatapan mereka beradu. Agnes dapat melihat mata coklat milik pemuda itu yang sangat teduh. Sedang menunjukkan mimik wajah khawatir. Setelah itu, matanya tertutup dengan sempurna dan dia tidak ingat apa-apa lagi."Mark, Tolong buka pintu mobilnya!" perintah Edward, sesaat setelah tubuh gadis itu dirinya gendong.Mendengar perkataan sang tuan muda. Mark segera membuka pintu mobil untuk Edward.Setelah tubuhnya dan tubuh gadis itu telah masuk dengan sempurna di dalam mobil. Edward pun kembali memerintahkan sopirnya, untuk melajukan mobil menuju ke sebuah rumah sakit."Mark, lebih cepat sedikit!" ucapnya, panik."Siap, Tuan Muda." Sang sopir pun melajukan mobil lebih kencang, sesuai perintah atasannya.Sesampai di sebuah rumah sakit, Edward kembali menggendong gadis itu ala bridal style menuju ke dalam ruangan unit gawat darurat. "Dokter, tolong gadis ini, segera ditangani." ucapnya, lalu meletakkan tubuh Agnes, di salah satu tempat tidur yang berada di ruangan serba putih itu. Lalu dengan cepat beberapa suster dan juga dokter jaga mulai menangani Agnes yang sedang pingsan. Di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka lecet karena terjatuh di atas aspal.Edward pun mulai menceritakan kronologi kenapa gadis itu bisa jadi pingsan.Namun tiba-tiba ponselnya berdering beberapa kali.Dia pun melihat, jika yang meneleponnya adalah klien perusahaannya. Edward pun ingat jika siang ini, dia harus menghadiri meeting penting.Lalu Edward menjelaskan kepada dokter jaga di UGD saat ini. Jika dia akan pergi sebentar. "Dok, semua pengobatannya. Tolong masukkan ke dalam tagihan saya." ucapnya. Lalu melirik sebentar gadis yang sedang dibersihkan luka-lukanya, itu. Kemudian Edward bersama sang asiste
"Kenapa, Kak Zem?" tanya Sari, kepada seniornya itu. Karena melihat wajah khawatirnya."Wah ... maaf ya Sari. Sepertinya aku harus pergi. Temanku kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di sebuah rumah sakit." sahutnya, lalu bersiap-siap meninggalkan tempat itu."Oh, baik Kak Zem. Sampai jumpa lagi, kapan-kapan." ucap Sari, lalu keduanya pun berpisah.Zemi Rania, segera berjalan ke area parkiran menuju ke mobilnya. Untung saja jalanan Jakarta agak lengang siang itu. Sehingga tak berapa lama dirinya sampai di rumah sakit.Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, dia pun segera masuk ke dalam rumah sakit itu. Zemi segera mencari keberadaan Agnes di UGD rumah sakit. Ruangan itu terlihat cukup luas.Setelah bertanya kepada salah seorang perawat. Akhirnya Zemi mengetahui tempat di mana Agnes, sedang dirawat.Dari kejauhan Zemi bisa melihat, sahabatnya Arlyn sedang menyuapi Agnes yang terlihat lemah. Dia sangat bersyukur ternyata temannya telah sadar dan tidak pingsan lagi."Ya ampun .
Zemi segera membaca kartu nama pria itu,"Rahez Finley. Nama yang indah." gumamnya, pelan."Cih! Gue nggak butuh laki-laki, lagi!" serunya. Lalu Zemi segera membuang kartu nama pria itu di dalam tong sampah yang berada di dekatnya.Sesampai di kasir, Zemi ingin segera melunasi tagihan rumah sakit sahabatnya. Namun sang kasir berkata,"Maaf, Mbak. Tagihan untuk pasien bernama Agnes Amora telah dilunasi semuanya." tuturnya."Apa?" Kaget, Zemi."Mbak nggak salah orang kan? Nama teman saya, Agnes Amora.""Tidak, Mbak. Saya nggak salah. Memang pasien bernama, Agnes Amora.""Okay. Baiklah kalau begitu." Zemi pun kembali melangkah menuju ke ruangan UGD.Sesampai di sana. Dia pun segera memberitahukan kepada Agnes. Jika semua biaya rumah sakit telah dilunasi."Hah? Tapi siapa yang melunasinya, Zem?" tanya Agnes, ikut bingung juga."Kata kasir tadi, namanya, Tuan Edward Wilson. Apakah Lo kenal orang itu?" sergah Zemi, kepada temannya.Agnes berpikir sebentar. Dia samar-samar ingat, jika ada ses
Kembali ke rumah sakit,Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.Diruangan itu, Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu."Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika."Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ."Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah."Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya."Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi liha
Namun Edward harus menelan rasa kecewa setelah mengetahui jika gadis itu telah dijemput oleh keluarganya."Sial banget, gue!" umpatnya, pelan. Tidak ada informasi yang berarti tentang gadis itu. Edward hanya mengetahui namanya, Agnes Amora. Gadis berbibir seksi, yang telah mampu membuatnya penasaran setengah mati.Edward lalu ke luar dari rumah sakit itu dengan langkah gontai. Diikuti Mark, sang asisten."Bagaimana, Bos? Apakah kita pulang sekarang?" tanya Mark kepada atasannya, yang terlihat sedang galau."Yap! Kita pulang. Emangnya Lo mau berkemah di sini?" ketus, Edward."Puas Lo, gue kehilangan jejaknya?" ucap Edward, lalu berjalan masuk ke dalam mobil dan membating pintunya dengan keras."Yaelah, Bos Edward. Si Agnes Amora yang hilang di telan bumi. Malah gue yang kena semprot! Elah ... gini amat hidup gue!" tuturnya, lalu ikut masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan pulang ke kediamannya. Edward memilih diam dan memejamkan matanya. Entah kenapa bayangan gadis itu, semakin n
"Sabtu depan? Memangnya kita mau ke mana Bunda?" tanya Edward, penasaran."Temani Bunda, arisan." "Apa? Arisan? Ketemu ibu-ibu dong? Yang bener aja deh, Bund. Aku kan anak lajang. Bukan ibu-ibu, seperti Bunda. Nggak mau, ah! Bunda pasti tahu kan, jika hari Sabtu jadwalku untuk bermain golf." Edward mencoba untuk mengelak.Karena dia tahu betul maksud sang ibu. Yang ingin menjodohkannya dengan anak, dari ibu-ibu arisan itu."Ayolah, Ed. Kali ini saja. Setelah itu. Kita ziarah ke makam Ayah. Sudah lama kita tidak mengunjungi Beliau." ucap sang ibu, penuh harap.Mendengar jika mereka akan berziarah ke makam ayahnya. Hati Edward sedikit teriris sakit. Dia ingat betul disaat-saat terakhir ayahnya hidup. Edward tidak ada di samping Beliau. Sepertinya, dia harus mengalah kali ini kepada sang ibunda.Lalu dengan bijak Edward pun berkata,"Baiklah, Bund. Sabtu depan aku akan mengosongkan jadwalku. Aku akan temani Bunda ke mana pun Bunda perginya. Hanya saja, Bunda juga perlu tahu. Sampai kap
"Gile, para buaya darat pada ngumpul!" geram Arlyn."Ngapain sih, mereka ke sini? Kurang kerjaan banget, deh! Apa belum puas nyakitin hati kita!" Agnes juga ikut, menggerutu."Kalian tenang saja. Gue sudah bilangin Pak sekuriti untuk tidak mengizinkan mereka masuk ke area dalam kost." Zemi mencoba menjelaskan, kepada kedua sahabatnya."Kayaknya, sudah tidak aman lagi kita tinggal di sini. Tapi ... cari kost-kostan dengan harga terjangkau dan letaknya strategis di Jakarta, ini. Sangat susah." keluh, Arlyn, dan dibalas anggukan oleh Agnes."Terus kita harus bagaimana, dong?" sela, Arlyn panik."Bagaimana kalau setiap hari mereka nyamperin kita ke sini? Nggak asyik banget kan?""Iya sih, Lyn. Tapi kita mau pindah ke mana coba?" tukas Agnes, masih saja memikirkan isi dompetnya yang kosong.Setelah lama berdiam diri dan mendengarkan keluh kesah kedua sahabatnya. Zemi pun mulai angkat bicara kembali,"Kalian mau dengar kabar baiknya, nggak?""Mau dong, Zem! Bagaimana sih, Lo!" Ketus, Arlyn.
"Idih ... galak Lo, Lyn!" sela, Zemi."Biarin! Galak-galak juga milik sendiri!" sahut, Arlyn."Nyolot Lo, Arlyn!" Zemi tak mau kalah."Nyolot-nyolot juga milik sendiri!" Arlyn kembali menyahut. Perdebatan pun mulai terjadi diantara keduanya. Kepala Agnes tiba-tiba pusing mendengar ocehan kedua temannya itu."Zemi, Arlyn, stop! Hari sudah malam! Mending kita tidur. Besok kita pasti akan sibuk banget." nasehat Agnes, kepada keduanya."Gue belum ngantuk." tukas Zemi."Sama, gue juga. Makanya kami nge-rap. Ya kan, Zem? Dari pada suntuk." celutuk Arlyn."Ih, ogah! Mending gue tidur!" tutur Zemi, lagi."Ya udah, yuk. Kita tidur!" Arlyn juga menyahut."Nah, gitu dong. Kita pada tidur. Besok deh kalian lanjutkan lagi nge-rap-nya." saran Agnes."Idih, ogah nge-rap mulu! Yang ada pala gue makin pusing." tukas Arlyn.Ternyata keduanya sengaja berdebat hal tak penting. Untuk menghalau kegundahan hatinya. Apalagi hari ini mereka sama-sama apes diputusin oleh orang tersayang.Lalu ketiganya pun mu
Ketiga keluarga yang bersahabat diantaranya Keluarga Edward dan Agnes, Keluarga Tian dan Arlyn, serta keluarga Rahez dan Zemi telah merencanakan liburan ke Negara Sakura, Jepang tepatnya di Disneyland yang berada di Tokyo.Para ayah muda tersebut, saat ini sedang berkumpul di sebuah kafe untuk membicarakan rencana liburan tiga keluarga."Bro, bagaimana persiapan keluarga Lo dalam rangka rencana liburan kita ke Jepang?" tanya Rahez kepada Edward dan Tian."Keluarga gue aman, Bro. Semua barang-barang telah dipacking dengan baik sama Agnes." sahut Edward."Bagaimana dengan Lo, Tian?""Beres! Semua tinggal berangkat," sahut Tian.Mereka pun merencanakan keberangkatan ke sana, akhir minggu ini.Perjalanan udara dari Jakarta ke Jepang adalah petualangan yang menarik bagi keluarga Arlyn, Tian, Edward, Agnes, Rahez, dan Zemi beserta anak-anak mereka: Harvey, Eva, Isaac, Jacob, Josie, Fritz, dan Leticia. Mereka semua sangat bersemangat untuk menjelajahi keajaiban Disneyland, yang berada di Tok
Hari libur sekolah telah tibaRahez dan Zemi telah berjanji kepada kedua anaknya, Fritz dan Leticia akan membawa mereka ke Taman Safari yang terletak di daerah Puncak Bogor."Fritz, Leticia. Kita berangkat sekarang ke Taman Safari," tutur Papa Rahez kepada kedua anaknya."Hore! Aku sudah nggak sabar, Pa!" Leticia bersorak kegirangan sudah tidak sabar untuk segera sampai di sana."Ayo, Pa! Tunggu apalagi. Kita berangkat sekarang saja. Selagi masih pagi. Ntar semakin siang akan semakin macet." Fritz ikut mengingatkan sang ayah agar segera melajukan mobil.Mama mana? Kok nggak kelihatan?" tanya Papa Rahez kepada kedua anaknya.Lalu dari arah dalam rumah Mama Zemi terlihat sedang melangkah menuju ke tempat mobil berada."Mama, buruan! Nanti kita bisa kena macet!" teriak Leticia kepada sang ibu."Iya, Sayang. Mama memang akan masuk ke dalam mobil." ucap Zemi lalu masuk ke dalam mobil, dan mulai bergabung dengan anggota keluarga lainnya."Baik ... karena semua sudah lengkap. Kita berangkat
Hari ini Harvey dan Eva menerima raport dari sekolah. Mereka sungguh senang karena keduanya mendapatkan nilai yang bagus.Sang ayah pernah berkata jika mereka mendapatkan nilai bagus saat pembagian raport, Papi Tian dan Mami Arlyn akan membawa mereka untuk berjalan-jalan ke Ancol."Harvey, Eva .... Seperti janji Papi jika nilai kalian bagus, Papi akan membawa kalian untuk jalan-jalan ke Ancol. Jadi kita besok ya, kita ke sana." ucapnya kepada kedua putra-putri nya."Hore!" teriak Harvey."Asyik! Jalan-jalan ke Ancol!" Eva juga turut senang saat ini. "Ya sudah, anak-anak. Ayo kalian mandi dulu. Hari sudah sore," tutur Arlyn kepada kedua anaknya."Beres, Mami!" sahut keduanya.Keluarga Arlyn dan Tian sangat bersemangat ketika mereka memutuskan untuk menghabiskan hari istimewa di Sea World Ancol dan Dufan Ancol bersama kedua anak mereka, Harvey dan Eva. Hari itu pastinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan petualangan yang tak terlupakan.Mereka tiba di Sea World Ancol di pagi cerah
Liburan sekolah telah tiba, Edward dan Agnes pun menghadiahi ketiga anak-anaknya untuk menghabiskan waktu liburan mereka di Pulau Komodo."Daddy! Jadi benar kita akan ke sana?" tanya Isaac tak percaya."So pasti, dong! Kan Daddy sama Mommy sudah janji kepada kalian,"serunya menjawab perkataan anak sulungnya."Dad, di sana kami bisa berenang dan snorkeling?" Kali ini Jacob, si putra kedua yang bertanya."Tentu saja boleh, Jacob. Asalkan kalian melakukan kegiatan di laut atas izin dari Daddy dan Mommy," jawab Edward kepada anak laki-lakinya yang ke dua."Hore .... Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai ke sana, Dad!" Si bungsu Josie juga ikut antusias."Ya sudah, kalau begitu kalian bantu Mommy untuk packing," ujar Agnes kepada ketiga anaknya."Siap, Mommy!" jawab ketiganya serentak.Persiapan keluarga Agnes dan Edward untuk perjalanan dari Jakarta ke Pulau Komodo adalah momen yang penuh antusiasme bagi keluarganya.Dengan tiga anak mereka yang bersemangat, Isaac, Jacob, dan Josie, y
Saat siang hari, di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta Selatan,Rahez terlihat sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit, dengan perasaannya yang campur aduk. Dia merasa cemas dan khawatir, akan tetapi juga penuh antusiasme. Sejak beberapa menit yang lalu, Zemi, istrinya telah dibawa ke ruang operasi untuk menjalani prosedur operasi caesar. Mereka akan segera menjadi orangtua untuk pertama kalinya.Saat Rahez sedang menunggu istrinya. Seketika dia mengingat momen-momen indah yang mereka telah lewati bersama selama perjalanan panjang menuju kehamilan ini.Keduanya telah bersiap dan merencanakan semuanya dengan cermat. Mereka ingin memastikan bahwa kelahiran Baby Fritz, berlangsung dengan aman dan baik.Di sisi lain, Rahez merasa sedikit cemas. Operasi caesar adalah tindakan medis yang serius, dan meskipun risiko adalah bagian dari setiap prosedur medis, dia ingin Zemi dan bayi mereka dalam keadaan sehat.Sang pria tak luput untuk berdoa agar semuanya berjalan lancar dan tanpa komplik
Di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.Tiano Pisceso, suami dari Arlyn Virgolin. Terlihat sangat tegang saat ini. Pasalnya sang istri sedang berjuang di atas meja operasi untuk melahirkan bayi pertama mereka yang sesuai prediksi dokter, bayi dalam kandungan Arlyn itu berjenis kelamin laki-laki.Tian sengaja menunggu di luar karena pria itu tidak sanggup melihat istrinya disayat-sayat perutnya oleh alat-alat kedokteran. Tak berapa lama setelah itu, seorang dokter kandungan ke luar dari ruang operasi. Seraya berkata,"Tuan Tiano Pisceso.""Iya ... saya, dok." jawabnya dengan wajah tenang.Sang dokter segera mengulurkan tangannya kepada Tian dan mengucapkan selamat kepadanya,"Selamat, Tuan Muda. Bayi Anda terlahir sehat dan semua anggota tubuhnya juga lengkap," ucap sang dokter dengan mengulas senyum kepadanya."Keadaan istri saya bagaimana, dok? Apakah Arlyn baik-baik saja? Bisakah saya menemuinya? Saya sangat ingin melihatnya dokter. Terus terang saya sangat khawatir dengan keadaa
Hari ini adalah jadwal Agnes untuk melahirkan anak pertamanya bersama Edward. Sesuai kesepakatan bersama, sang istri akan menjalani operasi caesar.Tak tanggung-tanggung, Edward menyewa satu lantai rumah sakit, untuk menyambut kelahiran putra pertamanya.Para keluarga besar mereka juga turut hadir menunggu Agnes ke luar dari kamar operasi. Edward ikut masuk ke dalam ruang operasi untuk mendampingi istrinya.Agnes dan Edward telah sepakat memberi nama anak laki-laki pertama mereka dengan nama Isaac Connor Award.Tak lupa pemuda itu mengabadikan kelahiran Baby Isaac melalu rekaman video. Edward dari tadi sangat fokus untuk mengabadikan momen mendebarkan itu.Karena perkembangan zaman yang semakin canggih, kurang dari setengah jam Baby Isaac terlahir di dunia.Wajahnya kemerah-merahan, dengan hidung mancung dan rahang yang sangat kokoh seperti ayahnya. Sepertinya delapan puluh persen wajah Baby Isaac mendominasi wajah Edward.Agnes menangis terharu melihat bayi yang berada di dalam rahim
Ternyata para pria mesum itu, berhasil membuat istri mereka hamil yang berjarak beberapa minggu saja. Sepertinya istri-istri mereka akan melahirkan secara berdekatan.Sangat kebetulan juga, para istri saat ini sedang mengandung bayi laki-laki. Ternyata oh ternyata, pria-pria mesum itu memiliki bibit unggul yang sangat bagus sehingga dapat membuat istri-istri mereka hamil dengan berjenis kelamin laki-laki.Namun karena ketakutan mereka jika para istri kesakitan saat melahirkan. Baik Edward, Rahez, dan Tian pun memutuskan agar istri-istri mereka melahirkan secara operasi caesar.Walaupun sebenarnya para istri ingin melahirkan normal. Akan tetapi mereka tidak kuasa untuk menolak permintaan para suami yang suka memaksakan kehendak mereka itu."Baby, hati-hati jalannya!" ucap Edward kepada Agnes."Honey, pelan ya kamu jalannya!" Tian juga ikut khawatir dengan Arlyn."Sayang, satu-satu langkahnya!" Rahez ternyata juga mewanti-wanti Zemi.Sementara ketiga istri mereka terlihat saling pandang
"Andra! Anda belum rapi memangkas tanaman yang itu! Jangan sampai Pak Bos Rahez memecat Anda!" perintah Asisten Frans yang sedang mengawasi pemuda itu untuk membersihkan taman di depan kantor."Tolong, saya jangan dipecat Asisten Frans. Saya akan menata ulang taman ini agar lebih indah lagi.""Buruan kamu kerjakan!""I ... iya, saya akan melakukannya lagi." seru Andra sambil mulai mengerjakannya lagi."Asal Anda, tahu. Taman ini adalah salah satu spot kesukaan istri dari Bos Rahez. Jadi Anda harus mengerjakannya dengan baik. Bahan-bahan juga sudah lengkap. Anda tinggal menatanya kembali. Kalau Anda memang tidak mampu. Jujur saja! Bos Rahez bisa memperkerjakan orang lain yang lebih kompeten di bidangnya!" Asisten Frans lagi-lagi menakut-nakuti Andra."Jangan diganti orang lain, Asisten Frans. Saya akan melakukannya sendiri." sahut Andra.Sudah dua minggu lamanya dia bekerja sebagai tukang kebun di sebuah perusahaan besar itu. Andra terpaksa menerima pekerjaan ini karena bayarannya yang