Zemi segera membaca kartu nama pria itu,
"Rahez Finley. Nama yang indah." gumamnya, pelan."Cih! Gue nggak butuh laki-laki, lagi!" serunya. Lalu Zemi segera membuang kartu nama pria itu di dalam tong sampah yang berada di dekatnya.Sesampai di kasir, Zemi ingin segera melunasi tagihan rumah sakit sahabatnya. Namun sang kasir berkata,"Maaf, Mbak. Tagihan untuk pasien bernama Agnes Amora telah dilunasi semuanya." tuturnya."Apa?" Kaget, Zemi."Mbak nggak salah orang kan? Nama teman saya, Agnes Amora.""Tidak, Mbak. Saya nggak salah. Memang pasien bernama, Agnes Amora.""Okay. Baiklah kalau begitu." Zemi pun kembali melangkah menuju ke ruangan UGD.Sesampai di sana. Dia pun segera memberitahukan kepada Agnes. Jika semua biaya rumah sakit telah dilunasi."Hah? Tapi siapa yang melunasinya, Zem?" tanya Agnes, ikut bingung juga."Kata kasir tadi, namanya, Tuan Edward Wilson. Apakah Lo kenal orang itu?" sergah Zemi, kepada temannya.Agnes berpikir sebentar. Dia samar-samar ingat, jika ada seseorang bertubuh tegap yang menggendongnya di pangguannya, sepanjang jalan menuju ke rumah sakit. Ingin rasanya, dirinya membuka mata dan melihat wajah pria itu dengan seksama. Namun kepalanya yang sangat pusing tidak dapat diajak kompromi saat itu."Hello, Nes?" Suara Arlyn, tiba-tiba saja membangunkannya dari lamunannya tentang pria misterius itu."Apakah kamu mengenal pria itu?" Kali ini, Arlyn yang bertanya.Lalu dengan cepat Agnes menjawab,"Nggak, aku tidak mengenal pria itu.""Mungkin saja, mobilnya yang menabrak Lo kali, Nes? Wah perlu dikasi pelajaran tuh orang!" tukas Zemi mulai terpancing emosinya."Gue setuju! Kita tungguin orang itu datang ke sini. Kita gebukin rame-rame!" Arlyn ikut menimpali sambil mengepalkan tangannya.Walaupun ketiganya adalah perempuan. Namun mereka sangat jago bela diri. Agnes, Arlyn dan Zemi, ketiganya sama-sama pemegang sabuk hitam pada cabang olahraga karate.Namun sayangnya. Walaupun mereka pemegang sabuk hitam karate. Tapi tetap saja perasaan mereka telah dipermainkan oleh para pria bejat."Lyn, Zem ... please. Gue hanya ingin ke luar dari tempat ini sesegera mungkin. Tolong jangan menambah masalah lagi." Lalu Agnes pun menceritakan kepada kedua temannya. Jika mobil pria itu tidak sempat menabraknya. Akan tetapi dia yang jatuh tersungkur tepat di depan mobilnya.Setelah ketiganya berunding. Ketiganya pun akhirnya pulang ke kost-kostan mereka. Kali ini Arlyn yang menyetir mobil. Jalanan Jakarta mulai macet karena sudah waktunya jam pulang kantor tiba.Arlyn dengan sigap memutar mobil dan melajukannya di sebuah jalan alternatif yang akan membawa mereka lebih cepat tibanya.Arlyn yang sedang berkonsentrasi menyetir, tiba-tiba saja dikejutkan dengan seorang pengendara sepeda yang muncul begitu saja, melintas di depan mobil mereka.Untung saja, Arlyn menginjak rem mobil dengan cepat. Beruntungnya lagi, sang pengendara sepeda itu, dengan sigap menghindar. Sehingga tabrakan tidak sempat terjadi. Akan tetapi malangnya, pengendara sepeda itu, bersama sepedanya jatuh tersungkur di pinggir jalan."Sial! Jangan-jangan mobil Lo lecet nih, Zem!" ucap Arlyn, yang lebih mempedulikan mobil temannya. Dibandingkan kondisi orang yang terjatuh dari sepeda itu."Ya ampun, Lyn. Kok Lo malah mengkhawatirkan mobil, sih? Buruan Lo cek orang yang hampir Lo tabrak itu." tukas Zemi, mengingatkan temannya."Okay!" jawab Arlyn, lalu turun dari mobil.Sesampai di luar mobil. Dia bukannya menghampiri orang yang jatuh itu. Arlyn malah sibuk memeriksa mobil Zemi. Siapa tahu ada yang lecet.Bersamaan dengan itu, pria yang baru saja terjatuh dari sepeda, mencoba untuk berdiri sempurna kembali.Dia lalu memeriksa bagian tubuhnya. Ternyata tidak ada luka lecet atau sejenisnya. Beruntungnya pria itu memakai helm dan perlengkapan safety lainnya saat mengendarai sepedanya. Jika tidak, mungkin tubuhnya akan luka-luka.Di seberang jalan. Dengan berkacak pinggang, Arlyn meneriaki orang itu,"Woi! Bule kesasar!" teriaknya, sesaat setelah pria tinggi besar itu melepas helmnya. Aura orang asing mulai terlihat di wajahnya.Si pria yang diteriaki seperti itu, segera menoleh ke arah di mana suara indah itu berasal.Arlyn pun memulai ceramahnya. Memarahi dan mengomeli pria blasteran itu.Tidak sekali pun pria itu membalas ocehan Arlyn. Dia malah menatap takjub dengan kecantikan yang dipancarkan oleh gadis di depannya, saat ini.Pria bule itu pun, mulai mendekati Arlyn."Kalau jalan, Lo pakai mata, dong! Bukan dengkul!" Gerutunya, tajam.Tingkah Arlyn yang sedang memarahi pemuda tampan itu. Tak luput jadi tontonan gratis kedua temannya yang berada di dalam mobil."Arlyn kok beda banget hari ini, ya? Suka marah-marah aja, dari tadi." tutur Agnes, bingung."Lagi PMS kali tuh, anak!" sahut Zemi, sekenanya. Sejenak nyali Arlyn menciut, saat pria itu malah mulai mendekatinya. Dia takut dimarahi balik olehnya karena dirinya yang berkata-kata dengan sangat pedas.Namun kenyataannya malah berbeda. Sang pria malah berbicara lembut kepadanya,"Maaf, Nona. Jika perbuatan saya membuat perjalanan Anda, menjadi terganggu.""Nyadar juga, Lo!" ketus Arlyn, lagi."Perkenalkan nama saya, Tiano Pisceso." Ucapnya. Entah kenapa, pria itu tiba-tiba tertarik dengan gadis yang berada di depannya, saat ini."Maaf! Ini bukan ajang perjodohan! Permisi!" tukas Arlyn, saat matanya mulai menelisik seluruh bagian tubuh pria itu, terlihat baik-baik saja, dan tidak ada satu pun yang lecet.Dia pun masuk ke dalam mobil. Lalu kembali melajukannya dan meninggalkan pria itu, yang terpaku menatap kepergiannya."Lyn, bagaimana pria tadi?" tanya Zemi kepadanya."Aman, kok. Tidak terjadi apa-apa dengannya.""Terus, pria itu bilang apa, Lo marahin gitu?" tukas Agnes, ikut penasaran."Nggak ada. Dia malah ngajak kenalan sama gue. Idih ... modus banget!""Terus akhirnya bagaimana?""Ya gue tolaklah, Zem! Masa iya, gue terima? Dih, tidak ada lagi pria dalam kamus hidup gue! Kalian bisa pegang kata-kata gue ini!" ucapnya tegas. Di hadapan kedua sahabatnya."Sama, Lyn. Gue juga. Mulai saat ini, gue nggak butuh pria lagi. Lebih baik gue fokus kerja dan berkarier. Supaya suatu saat keinginan gue terwujud untuk dapat berkeliling dunia." Agnes juga ikut mengutarakan isi hatinya."Wah hebat kalian!" puji Zemi, kepada kedua temannya."Jadi Lo sendiri bagaimana Zem? Apa masih mengharapkan Si Andra, sontoloyo itu?" sindir Arlyn."Ih ... amit-amit! Ya kagaklah. Gue juga sama seperti kalian, dong. Mulai sekarang gue fokus berkarier dan berinvestasi sebanyak mungkin. Demi kemakmuran hidup gue di masa depan!" tutur Zemi, tak mau kalah."Sepertinya kita harus membicarakan hal ini dengan serius, deh!" tukas, Agnes kepada keduanya temannya."Yap, itu ide bagus! Kita memang harus membicarakan hal ini." seru Arlyn, lagi.Tak terasa, mereka pun akhirnya sampai di sebuah kost-kostan khusus wanita di daerah Jakarta Selatan.Kembali ke rumah sakit,Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.Diruangan itu, Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu."Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika."Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ."Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah."Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya."Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi liha
Namun Edward harus menelan rasa kecewa setelah mengetahui jika gadis itu telah dijemput oleh keluarganya."Sial banget, gue!" umpatnya, pelan. Tidak ada informasi yang berarti tentang gadis itu. Edward hanya mengetahui namanya, Agnes Amora. Gadis berbibir seksi, yang telah mampu membuatnya penasaran setengah mati.Edward lalu ke luar dari rumah sakit itu dengan langkah gontai. Diikuti Mark, sang asisten."Bagaimana, Bos? Apakah kita pulang sekarang?" tanya Mark kepada atasannya, yang terlihat sedang galau."Yap! Kita pulang. Emangnya Lo mau berkemah di sini?" ketus, Edward."Puas Lo, gue kehilangan jejaknya?" ucap Edward, lalu berjalan masuk ke dalam mobil dan membating pintunya dengan keras."Yaelah, Bos Edward. Si Agnes Amora yang hilang di telan bumi. Malah gue yang kena semprot! Elah ... gini amat hidup gue!" tuturnya, lalu ikut masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan pulang ke kediamannya. Edward memilih diam dan memejamkan matanya. Entah kenapa bayangan gadis itu, semakin n
"Sabtu depan? Memangnya kita mau ke mana Bunda?" tanya Edward, penasaran."Temani Bunda, arisan." "Apa? Arisan? Ketemu ibu-ibu dong? Yang bener aja deh, Bund. Aku kan anak lajang. Bukan ibu-ibu, seperti Bunda. Nggak mau, ah! Bunda pasti tahu kan, jika hari Sabtu jadwalku untuk bermain golf." Edward mencoba untuk mengelak.Karena dia tahu betul maksud sang ibu. Yang ingin menjodohkannya dengan anak, dari ibu-ibu arisan itu."Ayolah, Ed. Kali ini saja. Setelah itu. Kita ziarah ke makam Ayah. Sudah lama kita tidak mengunjungi Beliau." ucap sang ibu, penuh harap.Mendengar jika mereka akan berziarah ke makam ayahnya. Hati Edward sedikit teriris sakit. Dia ingat betul disaat-saat terakhir ayahnya hidup. Edward tidak ada di samping Beliau. Sepertinya, dia harus mengalah kali ini kepada sang ibunda.Lalu dengan bijak Edward pun berkata,"Baiklah, Bund. Sabtu depan aku akan mengosongkan jadwalku. Aku akan temani Bunda ke mana pun Bunda perginya. Hanya saja, Bunda juga perlu tahu. Sampai kap
"Gile, para buaya darat pada ngumpul!" geram Arlyn."Ngapain sih, mereka ke sini? Kurang kerjaan banget, deh! Apa belum puas nyakitin hati kita!" Agnes juga ikut, menggerutu."Kalian tenang saja. Gue sudah bilangin Pak sekuriti untuk tidak mengizinkan mereka masuk ke area dalam kost." Zemi mencoba menjelaskan, kepada kedua sahabatnya."Kayaknya, sudah tidak aman lagi kita tinggal di sini. Tapi ... cari kost-kostan dengan harga terjangkau dan letaknya strategis di Jakarta, ini. Sangat susah." keluh, Arlyn, dan dibalas anggukan oleh Agnes."Terus kita harus bagaimana, dong?" sela, Arlyn panik."Bagaimana kalau setiap hari mereka nyamperin kita ke sini? Nggak asyik banget kan?""Iya sih, Lyn. Tapi kita mau pindah ke mana coba?" tukas Agnes, masih saja memikirkan isi dompetnya yang kosong.Setelah lama berdiam diri dan mendengarkan keluh kesah kedua sahabatnya. Zemi pun mulai angkat bicara kembali,"Kalian mau dengar kabar baiknya, nggak?""Mau dong, Zem! Bagaimana sih, Lo!" Ketus, Arlyn.
"Idih ... galak Lo, Lyn!" sela, Zemi."Biarin! Galak-galak juga milik sendiri!" sahut, Arlyn."Nyolot Lo, Arlyn!" Zemi tak mau kalah."Nyolot-nyolot juga milik sendiri!" Arlyn kembali menyahut. Perdebatan pun mulai terjadi diantara keduanya. Kepala Agnes tiba-tiba pusing mendengar ocehan kedua temannya itu."Zemi, Arlyn, stop! Hari sudah malam! Mending kita tidur. Besok kita pasti akan sibuk banget." nasehat Agnes, kepada keduanya."Gue belum ngantuk." tukas Zemi."Sama, gue juga. Makanya kami nge-rap. Ya kan, Zem? Dari pada suntuk." celutuk Arlyn."Ih, ogah! Mending gue tidur!" tutur Zemi, lagi."Ya udah, yuk. Kita tidur!" Arlyn juga menyahut."Nah, gitu dong. Kita pada tidur. Besok deh kalian lanjutkan lagi nge-rap-nya." saran Agnes."Idih, ogah nge-rap mulu! Yang ada pala gue makin pusing." tukas Arlyn.Ternyata keduanya sengaja berdebat hal tak penting. Untuk menghalau kegundahan hatinya. Apalagi hari ini mereka sama-sama apes diputusin oleh orang tersayang.Lalu ketiganya pun mu
"Thanks banget, guys. Gue gak bisa berkata apa pun kepada kalian saat ini. Gue janji, nanti kalau gue sudah dapat duit. Gue akan ganti ke kalian masing-masing," ucap Agnes, kepada kedua sahabatnya."Yaelah, Nes. Kita tulus bantuin Lo. Lo nggak usah mikirin apa-apa dulu," tukas Zemi."Ya, Nes. Satu orang kesusahan diantara kita, yang lain pasti akan membantu," Arlyn juga ikut menimpali.Dengan spontan, Agnes lalu merangkul kedua sahabatnya, dan menangis dalam pelukan mereka.Arlyn yang tidak biasa dipeluk-peluk begitu, segera berkata,"Ih ... ngapain Lo, Nes! Risih, tahu! Ngapain sih peluk-peluk? Gue masih normal, ya!" seru Arlyn lalu segera melepas pelukan Agnes dari tubuhnya."Memang deh, Lo! Aneh saja pikirannya. Ini pelukan persahabatan, tahu! Bukan karena hal lain," sergah Zemi sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. "Aku sangat bahagia saat ini. Makanya aku memeluk kalian," ucap Agnes sambil tersipu."Ya udah, yuk. Kita tidur lagi. Besok kan kita mau pindahan. Ya, Zem?" tanya Arly
Ketiga gadis cantik itu, mulai merapikan apartemen tersebut. Mulai dari ruang tamu, ruang tv, dapur dengan mini bar dan juga satu kamar yang cukup luas yang dapat ditempati oleh tiga orang.Mereka mulai menyusun dan merapikan barang-barang pribadi mereka di dalam kamar. Ternyata sebelumnya Zemi telah membeli ranjang untuknya dan untuk kedua temannya. Masing-masing berukuran tiga kaki. Cukup untuk ditiduri satu orang dalam satu ranjang.Tak tanggung-tanggung Zemi membeli spring bed nomor satu. Sehingga sungguh sangat enak tempat tidur itu, untuk ditiduri."Zem, baiknya dirimu kepada kita!" celutuk Arlyn lalu mencoba membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk itu."Iya, dong. Zemi Rania, gitu lho!" pujinya kepada dirinya sendiri."Zem, lo tinggal hitung dengan benar ya, berapa utang kita berdua, ke Lo." tukas Agnes yang masih saja khawatir dengan isi dompetnya."Yaelah, kalian ini! Semua fasilitas gratis untuk kalian, guys!" ucap Zemi kepada keduanya."Apa?" kaget keduanya."Iya, semua f
"Tapi menurut gue, ya. Jago memasak bukan jaminan menjadi calon menantu idaman. Banyak aspek lainnya yang harus dilihat. Terus, gue mau nanya ke Lo berdua. Memangnya menantu idaman itu yang bagaimana sih, ciri khasnya?" tanya Agnes, kepada kedua sahabatnya."Kalau gue, sih. Jawabnya, i don't know!" tukas Zemi."Sama kita, Zem." Arlyn juga ikut berucap."Nah ... itu kan kalian saja nggak tahu kriteria menantu idaman yang seperti apa. Karena menurut gue hubungan menantu dan ibu mertua akan baik-baik saja, jika ada rasa saling." ucap Agnes kepada mereka."Rasa saling?" ujar keduanya bingung."Iya, rasa saling. Saling menghargai, saling menghormati, dan saling-saling lainnya!" seru Agnes."Prok-prok-prok." Arlyn dan Zemi tiba-tiba bertepuk tangan mendengar penjelasan Agnes yang menurut mereka sangat logis."Apaan sih, kalian? Malah bertepuk tangan!" cibirnya."Yaiyalah, Nes. Lo menyamai Mamah Dedeh yang sedang ceramah. Penuh logika dan sungguh menginspirasi." celutuk Zemi."Mamah Agnes, d
Ketiga keluarga yang bersahabat diantaranya Keluarga Edward dan Agnes, Keluarga Tian dan Arlyn, serta keluarga Rahez dan Zemi telah merencanakan liburan ke Negara Sakura, Jepang tepatnya di Disneyland yang berada di Tokyo.Para ayah muda tersebut, saat ini sedang berkumpul di sebuah kafe untuk membicarakan rencana liburan tiga keluarga."Bro, bagaimana persiapan keluarga Lo dalam rangka rencana liburan kita ke Jepang?" tanya Rahez kepada Edward dan Tian."Keluarga gue aman, Bro. Semua barang-barang telah dipacking dengan baik sama Agnes." sahut Edward."Bagaimana dengan Lo, Tian?""Beres! Semua tinggal berangkat," sahut Tian.Mereka pun merencanakan keberangkatan ke sana, akhir minggu ini.Perjalanan udara dari Jakarta ke Jepang adalah petualangan yang menarik bagi keluarga Arlyn, Tian, Edward, Agnes, Rahez, dan Zemi beserta anak-anak mereka: Harvey, Eva, Isaac, Jacob, Josie, Fritz, dan Leticia. Mereka semua sangat bersemangat untuk menjelajahi keajaiban Disneyland, yang berada di Tok
Hari libur sekolah telah tibaRahez dan Zemi telah berjanji kepada kedua anaknya, Fritz dan Leticia akan membawa mereka ke Taman Safari yang terletak di daerah Puncak Bogor."Fritz, Leticia. Kita berangkat sekarang ke Taman Safari," tutur Papa Rahez kepada kedua anaknya."Hore! Aku sudah nggak sabar, Pa!" Leticia bersorak kegirangan sudah tidak sabar untuk segera sampai di sana."Ayo, Pa! Tunggu apalagi. Kita berangkat sekarang saja. Selagi masih pagi. Ntar semakin siang akan semakin macet." Fritz ikut mengingatkan sang ayah agar segera melajukan mobil.Mama mana? Kok nggak kelihatan?" tanya Papa Rahez kepada kedua anaknya.Lalu dari arah dalam rumah Mama Zemi terlihat sedang melangkah menuju ke tempat mobil berada."Mama, buruan! Nanti kita bisa kena macet!" teriak Leticia kepada sang ibu."Iya, Sayang. Mama memang akan masuk ke dalam mobil." ucap Zemi lalu masuk ke dalam mobil, dan mulai bergabung dengan anggota keluarga lainnya."Baik ... karena semua sudah lengkap. Kita berangkat
Hari ini Harvey dan Eva menerima raport dari sekolah. Mereka sungguh senang karena keduanya mendapatkan nilai yang bagus.Sang ayah pernah berkata jika mereka mendapatkan nilai bagus saat pembagian raport, Papi Tian dan Mami Arlyn akan membawa mereka untuk berjalan-jalan ke Ancol."Harvey, Eva .... Seperti janji Papi jika nilai kalian bagus, Papi akan membawa kalian untuk jalan-jalan ke Ancol. Jadi kita besok ya, kita ke sana." ucapnya kepada kedua putra-putri nya."Hore!" teriak Harvey."Asyik! Jalan-jalan ke Ancol!" Eva juga turut senang saat ini. "Ya sudah, anak-anak. Ayo kalian mandi dulu. Hari sudah sore," tutur Arlyn kepada kedua anaknya."Beres, Mami!" sahut keduanya.Keluarga Arlyn dan Tian sangat bersemangat ketika mereka memutuskan untuk menghabiskan hari istimewa di Sea World Ancol dan Dufan Ancol bersama kedua anak mereka, Harvey dan Eva. Hari itu pastinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan petualangan yang tak terlupakan.Mereka tiba di Sea World Ancol di pagi cerah
Liburan sekolah telah tiba, Edward dan Agnes pun menghadiahi ketiga anak-anaknya untuk menghabiskan waktu liburan mereka di Pulau Komodo."Daddy! Jadi benar kita akan ke sana?" tanya Isaac tak percaya."So pasti, dong! Kan Daddy sama Mommy sudah janji kepada kalian,"serunya menjawab perkataan anak sulungnya."Dad, di sana kami bisa berenang dan snorkeling?" Kali ini Jacob, si putra kedua yang bertanya."Tentu saja boleh, Jacob. Asalkan kalian melakukan kegiatan di laut atas izin dari Daddy dan Mommy," jawab Edward kepada anak laki-lakinya yang ke dua."Hore .... Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai ke sana, Dad!" Si bungsu Josie juga ikut antusias."Ya sudah, kalau begitu kalian bantu Mommy untuk packing," ujar Agnes kepada ketiga anaknya."Siap, Mommy!" jawab ketiganya serentak.Persiapan keluarga Agnes dan Edward untuk perjalanan dari Jakarta ke Pulau Komodo adalah momen yang penuh antusiasme bagi keluarganya.Dengan tiga anak mereka yang bersemangat, Isaac, Jacob, dan Josie, y
Saat siang hari, di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta Selatan,Rahez terlihat sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit, dengan perasaannya yang campur aduk. Dia merasa cemas dan khawatir, akan tetapi juga penuh antusiasme. Sejak beberapa menit yang lalu, Zemi, istrinya telah dibawa ke ruang operasi untuk menjalani prosedur operasi caesar. Mereka akan segera menjadi orangtua untuk pertama kalinya.Saat Rahez sedang menunggu istrinya. Seketika dia mengingat momen-momen indah yang mereka telah lewati bersama selama perjalanan panjang menuju kehamilan ini.Keduanya telah bersiap dan merencanakan semuanya dengan cermat. Mereka ingin memastikan bahwa kelahiran Baby Fritz, berlangsung dengan aman dan baik.Di sisi lain, Rahez merasa sedikit cemas. Operasi caesar adalah tindakan medis yang serius, dan meskipun risiko adalah bagian dari setiap prosedur medis, dia ingin Zemi dan bayi mereka dalam keadaan sehat.Sang pria tak luput untuk berdoa agar semuanya berjalan lancar dan tanpa komplik
Di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.Tiano Pisceso, suami dari Arlyn Virgolin. Terlihat sangat tegang saat ini. Pasalnya sang istri sedang berjuang di atas meja operasi untuk melahirkan bayi pertama mereka yang sesuai prediksi dokter, bayi dalam kandungan Arlyn itu berjenis kelamin laki-laki.Tian sengaja menunggu di luar karena pria itu tidak sanggup melihat istrinya disayat-sayat perutnya oleh alat-alat kedokteran. Tak berapa lama setelah itu, seorang dokter kandungan ke luar dari ruang operasi. Seraya berkata,"Tuan Tiano Pisceso.""Iya ... saya, dok." jawabnya dengan wajah tenang.Sang dokter segera mengulurkan tangannya kepada Tian dan mengucapkan selamat kepadanya,"Selamat, Tuan Muda. Bayi Anda terlahir sehat dan semua anggota tubuhnya juga lengkap," ucap sang dokter dengan mengulas senyum kepadanya."Keadaan istri saya bagaimana, dok? Apakah Arlyn baik-baik saja? Bisakah saya menemuinya? Saya sangat ingin melihatnya dokter. Terus terang saya sangat khawatir dengan keadaa
Hari ini adalah jadwal Agnes untuk melahirkan anak pertamanya bersama Edward. Sesuai kesepakatan bersama, sang istri akan menjalani operasi caesar.Tak tanggung-tanggung, Edward menyewa satu lantai rumah sakit, untuk menyambut kelahiran putra pertamanya.Para keluarga besar mereka juga turut hadir menunggu Agnes ke luar dari kamar operasi. Edward ikut masuk ke dalam ruang operasi untuk mendampingi istrinya.Agnes dan Edward telah sepakat memberi nama anak laki-laki pertama mereka dengan nama Isaac Connor Award.Tak lupa pemuda itu mengabadikan kelahiran Baby Isaac melalu rekaman video. Edward dari tadi sangat fokus untuk mengabadikan momen mendebarkan itu.Karena perkembangan zaman yang semakin canggih, kurang dari setengah jam Baby Isaac terlahir di dunia.Wajahnya kemerah-merahan, dengan hidung mancung dan rahang yang sangat kokoh seperti ayahnya. Sepertinya delapan puluh persen wajah Baby Isaac mendominasi wajah Edward.Agnes menangis terharu melihat bayi yang berada di dalam rahim
Ternyata para pria mesum itu, berhasil membuat istri mereka hamil yang berjarak beberapa minggu saja. Sepertinya istri-istri mereka akan melahirkan secara berdekatan.Sangat kebetulan juga, para istri saat ini sedang mengandung bayi laki-laki. Ternyata oh ternyata, pria-pria mesum itu memiliki bibit unggul yang sangat bagus sehingga dapat membuat istri-istri mereka hamil dengan berjenis kelamin laki-laki.Namun karena ketakutan mereka jika para istri kesakitan saat melahirkan. Baik Edward, Rahez, dan Tian pun memutuskan agar istri-istri mereka melahirkan secara operasi caesar.Walaupun sebenarnya para istri ingin melahirkan normal. Akan tetapi mereka tidak kuasa untuk menolak permintaan para suami yang suka memaksakan kehendak mereka itu."Baby, hati-hati jalannya!" ucap Edward kepada Agnes."Honey, pelan ya kamu jalannya!" Tian juga ikut khawatir dengan Arlyn."Sayang, satu-satu langkahnya!" Rahez ternyata juga mewanti-wanti Zemi.Sementara ketiga istri mereka terlihat saling pandang
"Andra! Anda belum rapi memangkas tanaman yang itu! Jangan sampai Pak Bos Rahez memecat Anda!" perintah Asisten Frans yang sedang mengawasi pemuda itu untuk membersihkan taman di depan kantor."Tolong, saya jangan dipecat Asisten Frans. Saya akan menata ulang taman ini agar lebih indah lagi.""Buruan kamu kerjakan!""I ... iya, saya akan melakukannya lagi." seru Andra sambil mulai mengerjakannya lagi."Asal Anda, tahu. Taman ini adalah salah satu spot kesukaan istri dari Bos Rahez. Jadi Anda harus mengerjakannya dengan baik. Bahan-bahan juga sudah lengkap. Anda tinggal menatanya kembali. Kalau Anda memang tidak mampu. Jujur saja! Bos Rahez bisa memperkerjakan orang lain yang lebih kompeten di bidangnya!" Asisten Frans lagi-lagi menakut-nakuti Andra."Jangan diganti orang lain, Asisten Frans. Saya akan melakukannya sendiri." sahut Andra.Sudah dua minggu lamanya dia bekerja sebagai tukang kebun di sebuah perusahaan besar itu. Andra terpaksa menerima pekerjaan ini karena bayarannya yang